PENYAKIT AKIBAT KERJA KARENA TEMPERATUR EKSTRIM
I.
Definisi
Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian Penyakit Akibat Kerja merupakan penyakit yang artifisial atau man made disease. disease. Penyakit Akibat Kerja (PAK), menurut KEPPRES RI No. 22 Tahun 1993, adalah penyakit yang disebabkan pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit akibat kerja terjadi sebagai pajanan faktor fisik, kimia, biologi, ataupun psikologi di tempat kerja. WHO membedakan empat kategori Penyakit Akibat Kerja : 1. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya Pneumoconiosis. 2. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya Karsinoma Bronkhogenik. 3. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara faktor-faktor penyebab lainnya, misalnya Bronkhitis khronis. 4. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada sebelumnya, misalnya asma.
II.
Faktor-Faktor Penyebab Penyakit Akibat Kerja
Faktor penyebab penyakit akibat kerja tergantung pada bahan yang digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja, sehingga tidak mungkin disebutkan satu per satu. Pada umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 golongan: 1. Golongan fisik : suara (bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang sangat tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik. 2. Golongan kimiawi : bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun yang terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan, awan atau kabut. 3. Golongan biologis : bakteri, virus atau jamur 4. Golongan fisiologis : biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja dan cara kerja 1
5. Golongan psikososial : lingkungan kerja yang me ngakibatkan stress.
III.
Diagnosis Penyakit Akibat Kerja
Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada individu perlu dilakukan suatu pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan menginterpretasinya secara tepat. Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7 langkah yang dapat digunakan sebagai pedoman: 1. Tentukan Diagnosis klinisnya. Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu, dengan memanfaatkan fasilitas-fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan untuk mendiagnosis suatu penyakit. Setelah diagnosis klinik ditegakkan baru dapat dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan atau tidak. 2. Tentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama berada dalam pekerjaannya. Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah esensial untuk dapat menghububungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu dilakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang mencakup:
Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita secara kronologis
Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan
Bahan yang diproduksi
Materi (bahan baku) yang digunakan
Jumlah pajanannya
Pemakaian alat perlindungan diri (masker)
Pola waktu terjadinya gejala
Informasi mengenai tenaga kerja yang lainnya (apakah ada yang mengalami gejala serupa)
Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan
2
Pajanan yang dialami digolongkan berdasarkan: a. Bentuk:
Fisik : Bising, sinar, iklim, tekanan, getaran, radiasi
Kimia: Cair, padat, gas, uap, asap
Biologi: Bakteri, virus, jamur, parasit
Ergonomi: Sikap kerja, cara kerja, penataan tempat kerja, kelelahan
Psikososial: Jadwal kerja, beban kerja
b. Cara Masuk:
Pernapasan
Pencernaan
Kulit
c. Reaktivitas Gangguan Kesehatan 3.
Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit tersebut. Apakah terdapat bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat bahwa pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan tidak ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung, perlu dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan sehingga dapat menyebabkan penyakit yang diderita.
4. Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar unuk dapat mengakibatkan penyakit tersebut. Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan keada an pajanan tertentu, maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti lebih lanjut dan membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan diagnosis penyakit akibat kerja. 5. Tentukan apakah ada faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi. Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaannya, yang dapat mengubah keadaan pajanannya, misalnya APD, riwayat adanya pajanan serupa sebelumnya sehingga resikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan terhadap pajanan yang dialami. 3
6. Cari kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit. Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit. Apakah penderita mengalami pajanan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab penyakit. Meskipun demikian, adanya penyebab lain l ain tidak selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab di tempat kerja. 7. Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya. Sesudah menerapkan ke tujuh langkah di atas maka perlu dibuat suatu keputusan berdasarkan informasi yang telah didapatkan yang memiliki dasar ilmiah. Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan menderita penyakit tersebut saat ini. Program kesehatan lingkungan kerja membicarakan hal-hal yang menyangkut faktor-faktor yang terdapat atau muncul di lingkungan kerja yang merupakan hazard kesehatan yaitu: faktor fisik, kimia, biologi, psikososial dan ergonomi. Lingkungan kerja fisik merupakan segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang diembannya. Lingkungan
kerja
fisik yang
kondusif
akan
memberikan
rasa aman
dan
memungkinkan para karyawan untuk dapat bekerja lebih optimal. Jika seorang pegawai menyenangi lingkungan kerja dimana dia bekerja, maka karyawan tersebut akan betah berada di tempat kerjanya untuk melakukan segala aktivitas sehingga waktu kerja dipergunakan secara efektif dan prestasi kerja karyawan tersebut juga akan meningkat. Faktor-faktor lingkungan fisik ini mencakup suhu, udara, kebisingan, dan penerangan ditempat kerja. Faktor-faktor fisik inilah yang akan sangat mempengaruhi kinerja dari karyawan yang ada berada ditempat kerja tersebut. Salah satu faktor yang akan dibahas kali ini adalah masalah suhu atau temperatur lingkungan kerja. Peningkatan suhu dapat menghasilkan kenaikan prestasi kerja, namun disisi lain dapat pula menurunkan prestasi kerja. Kenaikan suhu pada batas tertentu dapat menimbulkan semangat yang akan merangsang prestasi kerja, tetapi setelah melewati ambang batas tertentu kenaikan suhu ini sudah mulai mengganggu suhu tubuh yang dapat mengakibatkan terganggunya prestasi kerja. Pada dasarnya manusia memiliki 4
kemampuan secara aktif untuk dapat beradaptasi dengan berbagai kondisi iklim. Misalnya saja kita dapat memakai pakaian kulit buatan/jaket bulu untuk mengatur isolasi termal ketika kita merasa dingin, apabila kita merasa panas kita dapat memakai penyejuk ruangan (AC). Yang terpenting adalah mengkondisikan ruangan kerja agar setiap pekerja didalamnya dapat merasa nyaman bekerja tanpa merasakan gangguan panas atau dingin. Seperti yang telah dijelaskan di atas, salah satu bentuk dari faktor fisik itu sendiri adalah akibat temperatur ekstrim. Suhu ekstrim merupakan hazard kesehatan di tempat kerja yang disebabkan karena suhu sangat rendah atau suhu sangat tinggi. Keadaan ini biasa disebabkan karena iklim yang ada, juga dapat ditimbulkan karena dalam proses produksi memerlukan temperatur ekstrim. Kondisi ekstrem pada lingkungan kerja sebaiknya dihindari, karena tekanan/terpaan panas yang mengenai tubuh manusia dapat mengakibatkan berbagai permasalahan kesehatan hingga kematian. Kematian tersebut diakibatkan oleh berbagai penyakit yang diakibatkan oleh terpaan panas pada tubuh.
Temperatur Rendah
Untuk mengidentifikasi adanya hazard temperatur dingin (rendah) dapat ditemui pada karyawan yang bekerja pada pabrik freezer, pengepala daging, fasilitas cold storage, dan pertanian di daerah kutub (northterm areas). Terdapat kumpulan sinyal dari kulit dan core (kumpulan organ-organ dalam tubuh) yang terintegrasi dengan porsi otak yaitu hipotalamus. Hipotalamus berfungsi sebagai pengatur fungsi organorgan tubuh termasuk temperatur tubuh dan bekerja seperti termostat yang mengatur dan memelihara temperatur normal. Tetapi karena terdapat pengaruh temperatur luar tubuh sangat dingin maka kerja hipotalamus menjadi terganggu dan hal ini akan mempengaruhi tubuh, diantaranya: 1. Hipotermia
yaitu
perasaan
yang
sangat
dingin
sampai
menggigil
dan
menyebabkan denyut jantung pelan dan kadang-kadang tidak teratur, tekanan darah lemah, kulit dingin, pernapasan tidak teratur, dan bisa terjadi kolaps. Hal ini terjadi pada temperatur 2-100C, pengruh tersebut juga tergantung dari keadaan
5
individu yaitu: tergantung dari daya tahan tubuh, keadaan fitness, umur dan budaya. 2. Raynound’s phenomenon adalah keadaan pucat pada daerah jari. Raynound’s phenomenon
ini
dikaitkan
dengan
jumlah
penyakit
termasuk
sistemik
skleroderma, pulmonary hipertension, hipertension, multiple sklerosis yang juga disebut penyakit penyakit Raynound’s. 3. Chilblains adalah kelainan pada bagian-bagian tubuh menjadi bengkak, merah, panas, dan sakit yang diselingi dengan gatal-gatal. 4. Trench foot adalah foot adalah kerusakan anggota tubuh terutama pada kaki oleh kelembaban yang dingin. 5. Frostbite adalah akibat terpapar temperatur yang sangat dingin dan dapat menimbulkan gangren.
Keadaan Tubuh Saat Kondisi Dingin:
37°C (98.6°F) – (98.6°F) – Suhu Suhu tubuh normal (36-37.5°C / 96.8-99.5°F).
36°C (96.8°F) – (96.8°F) – Menggigil Menggigil ringan hingga sedang.
35°C (95.0°F) – (95.0°F) – (Hipotermia (Hipotermia suhu kurang dari 35°C / 95.0°F) – 95.0°F) – Menggigil Menggigil keras, kulit menjadi biru/keabuan. Jantung menjadi berdegup.
34°C (93.2°F) – (93.2°F) – Mengggil Mengggil yang sanagat keras, jari kaku, kebiruan dan bingung. Terjadi perubahan perilaku.
33°C (91.4°F) – Bingung sedang hingga parah, mengantuk, depresi, berhenti menggigil, denyut jantung lemah, napas pendek dan tidak mampu merespon rangsangan.
32°C (89.6°F) – Kondisi gawat. Halusinasi, gangguan hebat, sangat bingung, tidur yang dalam dan menuju koma, detak jantung rendah , tidak menggigil.
31°C (87.8°F) – Comatose, tidak sadar, tidak memiliki reflex, jantung sangat lamabat. Terjadi gangguan irama jantung yangs serius.
28°C (82.4°F) – (82.4°F) – Jantung Jantung berhenti berdetak pasien menuju kematian.
24-26°C (75.2-78.8°F) or less – Terjadi kematian namun beberapa pasien ada yang mampu bertahan hidup hinggan dibawah 24-26°C (75.2-78.8°F).
6
Temperatur Tinggi (Heat Stres)
Hazards temperatur tinggi (heat stres) dapat ditemukan pada operasi perusahaan yang menggunakan peralatan yang memerlukan panas tinggi, misalnya pengecoran biji besi atau baja, ruang pembakaran, ruang boiler, atau peralatan peralatan lainnya yang dalam operasinya memerlukan suhu tinggi. Pengaruh heat stres terhadap tubuh adalah: 1. Heat Train adalah serangkaian respon fisiologis terhadap heat stres yang direfleksikan pada derajat heat stres yang dapat menimbulkan gangguan perasaan tidak nyaman sampai terjadi heat disorder. 2. Heat Rash merupakan gejala awal dari yang berpotensi menimbulkan penyakit akibat tekanan panas. Penyakit ini berkaitan dengan panas, kondisi lembab dimana keringat tidak mampu menguap dari kulit dan pakaian. Penyakit ini mungkin terjadi pada sebgaian kecil area kulit atau bagian tubuh. Meskipun telah diobati pada area yang sakit produksi keringat tidak akan kembali normal untuk 4 sampai 6 minggu. 3. Heat Syncope adalah ganggunan induksi panas yang lebih serius. Ciri dari gangguan ini adalah pening dan pingsan akibat berada dalam lingkungan panas pada waktu yang cukup lama. 4. Heat Cramp merupakan penyakit yang menimbulkan gejala seperti rasa nyeri dan kejang pada kakai, tangan dan abdomen banyak mengeluarkan keringat. Hal ini disebabkan karena ketidak seimbangan cairan dan garam selama melakukan kerja fisik yang berat di lingkungan yang panas. 5. Heat Exhaustion merupakan penyakit yang diakibatkan oleh berkurangnya cairan tubuh atau volume darah. Kondisi ini terjadi jika jumlah air yang dikeluarkan seperti keringat melebihi dari air yang diminum selama terkena panas. Gejalanya adalah keringat sangat banyak, kulit pucat, lemah, pening, mual, pernapasan pendek dan cepat, pusing dan pingsan. Suhu tubuh antara (37°C – (37°C – 40°C). 40°C). 6. Heat Stroke merupakan penyakit gangguan panas yang mengancam nyawa yang terkait dengan pekerjaan pada kondisi sangat panas dan lembab. Penyakit ini dapat menyebabkan koma dan kematian. Gejala dari penyakit ini adalah detak 7
o
jantung cepat, suhu tubuh tinggi 40 C atau lebih, panas, kulit kering dan tampak kebiruan atau kemerahan, tidak ada keringat di tubuh korban, pening, menggigil, mual, pusing, kebingungan mental dan pingsan. 7. Multiorgan-dysfunction
Syndrome
Continuum
merupakan
rangkaian
sindrom/gangguan yang terjadi pada lebih dari satu/ sebagian anggota tubuh akibat heat stroke, trauma dan lainnya
Keadaan Kondisi Tubuh Saat Kondisi Panas:
37°C (98.6°F) – (98.6°F) – Suhu Suhu tubuh normal (36-37.5°C / 96.8-99.5°F).
38°C (100.4°F) – (100.4°F) – berkeringat, berkeringat, sangat tidak nyaman, sedikit lapar.
39°C (102.2°F) – Berkeringat, kulit merah dan basah, napas dan jantung bedenyut kencang, kelelahan, merangsang kambuhn ya epilepsi.
40°C (104°F) – Pingsang, dehidrasi, lemah, sakit kepala, muntah, pening dan berkeringat.
41°C (105.8°F) – Keadaan gawat. Pingsan, pening, bingung, sakit kepala, halusinasi, napas sesak, mengantuk mata kabur, jantung berdebar.
42°C (107.6°F) – (107.6°F) – Pucat Pucat kulit memerah dan basah, koma, mata gelap, muntah dan terjadi gangguan hebat. Tekanan darah menjadi tinggi/rendah dan detak jantung cepat.
43°C (109.4°F) – Umumnya meninggal, kerusakan otak, gangguan dan goncangan hebat terus menerus, fungsi pernafasan kolaps.
IV.
44°C (111.2°F) or more – Hampir dipastikan meninggal namun ada beberapa pasien yang mampu bertahan hingga diatas 46°C (114.8°F).
Pencegahan Penyakit Akibat
Inilah beberapa tips dalam mencegah penyakit akibat kerja, diantaranya: 1. Pakailah alat pelindung diri secara benar dan teratur 2. Kenali resiko pekerjaan dan cegah agar tidak terjadi lebih lanjut 3. Segara akses tempat kesehatan terdekat apabila terjadi luka yang berkelanjutan
8
Selain itu terdapat pula beberapa pencegahan lain yang dapat ditempuh agar bekerja bukan menjadi lahan untuk menuai penyakit. a. Pencegahan Pimer – H ealt Promotio
1. Perilaku kesehatan 2. Faktor bahaya di tempat kerja 3. Perilaku kerja yang baik 4. Olahraga 5. Gizi pecif ict Protecti Protecti on b. Pencegahan Skunder – Specif
1. Pengendalian melalui perundang-undangan 2. Pengendalian administrative/organisasi: rotasi/pembatasn jam kerja 3. Pengendalian teknis: subtitusi, isolasi, alat pelindung diri (APD) 4. Pengendalian jalur kesehatan imunisasi c. Pencegahan Tersier
1. Pemeriksaan kesehatan pra-kerja 2. Pemeriksaan kesehatan berkala 3. Pemeriksaan lingkungan secara berkala 4. Surveilans 5. Pengobatan segera bila ditemukan gangguan pada kerja 6. Pengendalian segera ditempat kerja
Penelitian oleh WHO
Dalam pengendalian penyakit akibat kerja, salah satu upaya yang wajib dilakukan adalah deteksi dini, seningga pengobatan bisa dilakukan secepat mungkin. Dengan demikian, penyakit bisa pulih tanpa menimbulka kecacatan. Sekurangkurangnya, tidak menimbulkan kecacatan lebih lanjut. Pada banyak kasus, penyakit akibat kerja bersifat berat dan mengakibatkan cacat. Namun demikian ada dua faktor yang membuat penyakit ini mudah dicegah. -
Pertama: bahan penyebab penyakit mudah diidentifikasi, diukur dan dikontrol
-
Kedua: populasi yang berisiko biasanya mudah didatangi Dn dapat diawasi secara teratur serta dilakukan pengobatan. Disamping itu perubahan awal 9
seringkali bisa pulih dengan penanganan yang tepat. Karena itulah deteksi dini penyakit akibat kerja sangatlah penting. Sekurang-kurangnya ada tiga hal menurut WHO yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam deteksi dini yaitu: -
Perubahan biokimiawi fan morfologis yang dapat di ukur melalui analisis laboraturium. Misalnya hambatan aktifitas kolinesterase pada paparan terhadap pestisida organofosfat, penurunan kada hemoglobin (HB), sitologi sputum yang abnormal dan sebagainya.
-
Perubahan kondisi fisik dan sistem tubuh tubuh yang dapat dinilai melalui pemeriksaan fisik laboraturium. Misalnya elektrokardiogram, uji kapsitas kerja fisik, uji saraf dan sebagainya.
-
Perubahan kesehatan umum yang dapat dinilai dari riwayat medis. Misalnya rasa kantuk dan iritasi mukosa setelah paparan terhadap pelarut-pelarut organik.
Pemeriksaan Kesehatan
1. Pemeriksaan sebelum penempatan Pemeriksaan
ini
dilakukan
sebelum
seorang
dipekerjakan
atau
ditempatkan pada pos pekerjaan tertentu dengan ancaman terhadap kesehatan yang mungkin terjadi. Pemeriksaan fisik yang di tunjang dengan pemeriksaan lain seperti darah, urine, radiologis, serta organ tertentu, seperti mata dan telinga, merupakan data dasar yang sangat berguna apabila terjadi gangguan kesehatan tenaga kerja setelah sekian lama bekerja. 2. Pemeriksaan kesehatan berkala Pemeriksaan kesehatan berkala sebenarnya dilaksanakan dengan selang waktu teratur setelah pemeriksaan awal sebelum penempatan. Pada medical check-up rutin tidak selalu diperlukan pemeriksaan medis lengkap, terutama bila tidak ada indkasi yang jelas. Pemeriksaan ini juga harus difokuskan pada organ dan sistem tubuh yang memungkinkan terpengaruh bahan-bahan berbahaya di tempat kerja, sebagai contoh, audiometri adalah uji yang sangat penting bagi tenaga kerja yang bekerja pada lingkungan kerja yang bising. Sedang pemerikaan
10
radiologis dada (foto thorax) pentinguntu mendeteksi tenaga kerja yang berisiko menderita pneumokonosis, karena lingkungan kerja tercemar debu.
V.
Kesimpulan
Menurut KEPPRES RI No. 22 Tahun 1993, Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah penyakit yang disebabkan pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit akibat kerja terjadi sebagai pajanan faktor fisik, kimia, biologi, ataupun psikologi di tempat kerja. Faktor fisik dapat meliputi suara (bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang sangat tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik. Dalam hal ini, untuk mengurangi atau meminimalisir kemungkinan faktor-faktor yang dapat mengakibatkan Penyakit Akibat Kerja karena temperatur ekstrim, maka perlu dilakukannya beberapa rangkaian tindakan pengendalian, di antaranya ialah sebagai berikut: a. Pencegahan Pimer – H ealt Promotio
1. Perilaku kesehatan 2. Faktor bahaya di tempat kerja 3. Perilaku kerja yang baik 4. Olahraga 5. Gizi Specif ict Protecti Protecti on b. Pencegahan Skunder – Spe
1. Pengendalian melalui perundang-undangan 2. Pengendalian administrative/organisasi: rotasi/pembatasn jam kerja 3. Pengendalian teknis: subtitusi, isolasi, alat pelindung diri (APD) 4. Pengendalian jalur kesehatan imunisasi c. Pencegahan Tersier
1. Pemeriksaan kesehatan pra-kerja 2. Pemeriksaan kesehatan berkala 3. Pemeriksaan lingkungan secara berkala 4. Surveilans 5. Pengobatan segera bila ditemukan gangguan pada kerja 6. Pengendalian segera ditempat kerja 11
Dengan diterapkannya tindakan pencegahan tersebut dengan baik, diharapkan bahwa kesehatan para pekerja pun akan baik dan terpelihara. Sehingga dengan itu produktivitas kerja pun semakin meningkat yang nantinya berdampak pula pada peningkatan income perusahaan/industri.
12