Peran Perawat dalam Psikofarmaka Psikofarmaka
A. Pengkajian
Dalam
fungsi
perawat
sebagai
pengkaji
psikofarmaka
diperlukan
pengumpulan data sebelum pengobatan. Pengkajian tersebut akan memberi landasan pandangan terhadap masing-masing pasien. Berikut beberapa beberapa hal yang perlu dikaji : 1.
Diagnosa medis
2.
Riwayat penyakit
3.
Riwayat pengobatan
4.
Hasil pemeriksaan laboratorium
5.
Jenis obat yang digunakan, dosis, dan waktu pemberian
6.
Program terapi lain
Tahap pengkajian ini merupakan tahap persiapan sebelum perawat melalukan tugasnya sebagai pemberi obat psikofarmaka.
B. Koordinator
Perawat sebagai koordinator dalam pemberian psikofarmaka haruslah mengerti prinsip-prinsip farmakologi, semua ini nantinya dijadikan pedoman agar tidak terjadi penyalahgunaan maupun malpraktek dalam pemberian psikofarmaka pada klien. Berikut yang menjadi prinsip yang menjadi pedoman farmakologi (menurut Hyman, Arana & Rosenbaum, 1995) antara lain: 1.
Obat diseleksi berdasar efeknya pada gejala target klien, misalnya pikiran waham, serangan panik atau halusinasi. Keefeektifan pengobatan dievaluasi sebagian besar oleh kemampuan obat untuk mengurangi atau menghilangkan gejala target.
2.
Banyak obat psikotropika harus diberikan dalam dosis yang adekuat selama periode waktu sebelum efek e fek seutuhnya dicapai. Misalnya, Mis alnya, antidepresan trisiklik dapat membutuhkan empat sampai enam minggu untuk memberikan manfaat terapeutik yang optimal.
3.
Dosis obat seringkali disesuaikan sampai dosis terendah yang efektif untuk klien. Kadangkala dosis yang lebih tinggi diperlukan untuk menstabilkan gejala target
klien
dan
dosis
yang
lebih
rendah
dapat
digunakan
untuk
mempertahankan efek obat tersebut sepanjang waktu. 4.
Sesuai aturan, lansia memerlukan dosis obat yang lebih rendah untuk menghasilkan efek terapeutik dan obat dapat memerlukan waktu yang lebih lama untuk mecapai efek terapeutik sebelumnya.
5.
Obat psikotropik sering dikurangi secara bertahap. Hal ini dilakukan berhubungan dengan masalah potensial terjadinya rebound (kembalinya gejala untuk sementara), kambuhnya gejala semula, atau putus obat (gejala baru yang disebabkan penggantian obat).
6.
Perawatan tindak lanjut sangat penting untuk memastikan kepatuhan pasien terhadap program pengobatan, melakukan penyesuain dosis obat, dan menatalaksana efek samping. Kepatuhan terhadap program pengobatan sering kali meningkat ketika program tersebut diberikan sesederhana mungkin, baik dalam jumlah obat yang diprogramkan maupun jumlah dosis harian. Selain fungsi koordinator dalam segi pemberian obat, perawat juga turut serta
menjadi koordinator dalam mengintegrasikan berbagai terapi pengobatan yang seringkali membingungkan bagi pasien.
C. Pemberi
Peran perawat dalam pemberian obat dapat dirancang secara profesional dan bersifat individual. Setelah mengkaji dan menimbang prinsip-prinsip dalam psikofarmaka, maka langkah-langkah berikutnya yang harus ditempuh perawat dalam pemberian obat adalah : 1.
Persiapan
Melihat order pemberian obat di lembaran obat (di s tatus pasien)
Kaji setiap obat yang diberikan termasuk tujuan, cara kerja obat, dosis, efek samping dan cara pemberian.
Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang obat
Kaji kondisi klien sebelum pengobatan
2.
Lakukan minimal prinsip lima benar dalam pemberian obat
3.
Laksanakan program pemberian obat
Gunakan pendekatan tertentu
Bantu klien minum obat, jangan ditinggal
Pastikan bahwa obat telah diminum
Bubuhkan tanda tangan pada dokumentasi pemberian obat sebagai aspek legal
4.
Laksanakan program pengobatan berkelanjutan , melalui program rujukan
5.
Menyesuaikan dengan terapi non farmakologi.
Setelah pemberian perawat juga harus paham tentang bagaimana reaksi obat yang baik . Reaksi obat efektif jika : 1.
Emosional stabil
2.
Kemampuan berhubungan interpersonal meningkat
3.
Halusinasi, agresi, delusi, menarik diri menurun
4.
Perilaku mudah diarahkan
5.
Proses berpikir ke arah logika
6.
Efek samping obat
7.
Tanda-tanda vital normal Dalam memberikan terapi psikofarmaka sering menimbulkan efek samping
yang tidak diinginkan. Oleh sebab itu perawat harus mewaspadai obat yang masuk ke dalam tubuh pasien dengan catatan sebagai berikut : 1.
Kewaspadaan pada obat psikotik
Kebutuhan individu sangat bervariasi
Gejala akan mereda jika diberi obat 3 hari hingga 2 minggu
Beberapa jenis skizofrenia butuh obat sepanjang hidupnya
EPS dan diskinesia Tardif bisa terjadi sebagai efek samping
Terjadinya efek granulosis
Obesitas
2.
Obat anti depresan
Letal pada dosis yang berlebih
Efek mengantuk
3.
Mulut kering Obat anti mania
Lithium karbonat sangat toksik dan letal oleh sebab itu perlu pemantauan ketat
setiap waktu
Setiap jangka waktu tertentu periksa kandungan lithium dalam tubuh pasien
Carbamecepim dapay menimbulkan steven johnson
4.
Obat anti cemas
Efek adiksi sangat kuat
Efek mengantuk
Masalah-masalah memori
Mengatasi efek samping obat :
Untuk adanya gejala EPS diberikan injeksi Diphenhydramin 2cc dan sulfas atropin 1 ampul
Untuk adanya tibul adiksi dilakukan tapring off
Untuk efek sedasi diberi nasihat tidak boleh menjalankan mesin
Untuk mencegah adanya diskinesia tardive dengan hati-hati pemberian dosis yang meningkat terutama obat anti psikotik
Untuk mendeteksi ambang letal adakan periksa laborat tiap 3 bulan.
D. Pendidikan
Dari semua laporan riset dalam bidang psikofarmaka serta implikasi untuk klien dan keluarga mereka masih belum jelas atau spesifik. Laporan di media tentang riset dan studi yang baru sering kali membingungkan atau tidak dipahami dengan baik oleh klien dan keluarga. Perawat harus membantu klien dan keluarga mendapat informasi tentang kemajuan dalam bidang tersebut, tetapi juga harus membantu mereka membedakan antara fakta dan hipotesis. Karena selain sebagai pendidik dengan menyampaikan penyuluhan kesehatan, perawat juga harus berlaku sebagai advokat pasien terutama dalam menentukan keputusan mengenai penggunaan psikofarmaka. Perawat dapat menjelaskan apakah dan bagaimana riset yang baru dapat mempengaruhi terapi atau prognosis klien. Perawat merupakan sumber yang baik
untuk memberi informasi dan menjawab pertanyaan. Sehingga nantinya pasien akan dapat meminum obat dengan aman dan efektif.
E. Program Rumatan Terapi
Peran perawat sebagai koordinator program rawatan terapi dirancang untuk mendukung pasien di suatu tatanan perawatan tindak lanjut dalam jangka panjang. Program rumatan terapi yang kini tengah marak adalah Program Terapi Rumatan Methadon (PTRM) yaitu program yang mengalihkan penggunaan heroin pada obat lain yang lebih aman. Methadon bukan penyembuh untuk ketergantungan opiat , selama pemakaian metadon penggunanya tetap tergantung pada opiat secara fisik. Tetapi metadon menawarkan kesempatan pada penggunanya untuk mengubah hidupnya menjadi lebih stabil dan mengurangi resiko terkait dengan penggunaan narkoba suntikan dan juga mengurangi kejahatan yang sering terkait dengan kecanduan. Dan karena diminum, penggunaan metadon mengurangi penggunaan jarum suntik bergantian perilaku yang sangat beresiko untuk penularan HIV AIDS dan virus lain. PTRM sering mempunyai dua tujuan pilihan. Tujuan pertama adalah untuk membantu pengguna berhenti menggunakan heroin, diganti dengan takaran metadon yang dikurangi bertahap dalam jangka waktu tertentu. Tujuan kedua adalah untuk mengurangi beberapa dampak buruk akibat penggunaan heroin secara suntikan. Pilihan ini menyediakan terapi rumatan yang memberikan metadon pada pengguna secara terus menerus dengan takaran yang disesuaikan agar pengguna tidak mengalami gejala putus zat (sakaw). PTRM ini adalah kelanjutan dari terapi detoksifikasi. Setelah pasien melewati fase kritisnya maka ia harus menghentikan ketergantungannya melalui PTRM. Para pecandu narkoba jumlahnya semakin tahun semakin meningkat. Penyembuhan secara media untuk para pecandu narkotika sering menimbulkan kondisi relaps, kambuh lagi. Pasien ketergantungan narkotika dimungkinkan menjalani detoksifikasi dirumahnya setelah 5 hari berturu-turut. Selain itu untuk penyembuhan membutuhkan terapi rumatan (pemeliharaan). Khusus untuk ketergantungan opiat, benar-benar memerlukan PTRM. Selain dengan PTRM, juga perlu dilakukan terapi sosial, terapi okupasional, atau terapi religius. Pendekatan holistik melibatkan tim profesional seperti tim medis khususnya perawat
F. Penelitian
Peran perawat dalam penelitian diharapkan menjadi pembaharu dalam ilmu keperawatan khususnya bidang psikofarmaka karena memiliki keterampilan, inisiatif, cepat tanggap terhadap rangsang dan lingkungan. Kegiatan penelitian pada hakekatnya adalah melakukan evaluasi, mengukur kemampuan, menilai dan mempertimbangkan sejauh mana efektifitas tindakan terapi psikofarmaka yang telah diberikan. Dengan penelitian perawat dapat menggerakkan orang lain untuk berbuat sesuatu yang baru berdasarkan kebutuhan, perkembangan, dan aspirasi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Perawat dituntut untuk mengikuti perkembangan , manfaatkan media masa dan informasi lain dari berbagai sumber, maka dari itu perawat perlu melakukan penelitian, mengembangkan keefektifitasan psikofarmaka dan menerapkannya ke klien.