PERBANDINGAN HUKUM MENGENAI PERKAWINAN Disusun untuk memenuhi mata kuliah:
Perbandingan Hukum dan Undang-Undang Dosen Pengampu :
Al-Ustadz Ahmad Fanani, M.A
Oleh: Anistsabatini Siti Jazilatul Chikmah 34.3.1.11541
PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARI’AH UNIVERSITAS DARUSSALAM GONTOR MANTINGAN NGAWI JAWA TIMUR INDONESIA 2016-1437
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penjajahan/kolonialisme pada masa lalu oleh Belanda kepada Indonesia tidak hanya menyisakaan kepahitan dan kesengsaraan, banyak sekali peninggalanpeninggalan yang diwariskan oleh belanda kepada Indonesia, baik itu teknologi, sistem pemerintahan, ataupun hukum itu sendiri. Salah satu produk terkenal dari Belanda kepada Indonesia adalah diwariskannya KUHPer (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) dan juga KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). Pada
intinya,
keduanya
adalah
sama
yaitu
mengenai
hukum,
tetapi perbedaan sesungguhnya adalah bahwasannya kitab undang-undang hukum perdata mengatur hukum yang bersifat privat/keperdataan. Sedangkan kitab undang-undang hukum pidana mengatur hukum yang sifatnya adalah public. Meskipun dalam wadah yang sama, tetapi tetap saja selalu ada perbedaan. Beda lumbung, beda jenis ikannya. Meskipun sama-sama dibawah hukum nasional, tetap saja ada perbedaan yang cukup signifikan. Salah satunya adalah mengenai perbedaan konsep perkawinan. Menurut Hukum Perkawinan dalam Islam, Perkawinan ialah aqad antara calon laki istri memenuhi hajat jenisnya menurut yang diatur oleh syari’at. Yangdimaksud dengan aqad ialah ijab dari pihak wali perempuan atau wakilnya dan kabul dari pihak calon suami atau wakilnya.1 Perkawinan adalah ikatan, ikatan dalam arti nyata atau tidak nyata antara pria dengan wanita sebagai suami istri untuk tujuan membentuk keluarga, jadi perkawinan bukan hanya sekedar bertujuan untuk memenuhi hawa nafsu, tetapi percampuran hidup bersama sebagai suami istri yang berbentuk keluarga atau rumah tangga yang tetap walaupun perkawinan tidak sah itu adalah perkawinan yaitu perkawinan yang tidak sah.
1
Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan dalam Islam, Jakarta: Hidakarya Agung. 1956,
hlm. 1
1
B. Rumusan Masalah 1. Apa sajakah Perbandingan Hukum mengenai Perkawinan menurut KUHPer dan Undang-Undang? 2. Apa sajakah Perbandingan Hukum mengenai Perkawinan menurut agama-agama yang ada di Indonesia? 3. Apa sajakah Perbedaan Hukum Perkawinan antara Negara Indonesia dengan Negara lain? C. Tujuan Penulisan 1. Dapat Mengetahui Perbandingan Hukum mengenai Perkawinan menurut KUHPer dan Undang-Undang 2. Dapat Mengetahui Perbandingan Hukum mengenai Perkawinan menurut agama-agama yang ada di Indonesia 3. Dapat Mengetahui Perbedaan Hukum Perkawinan antara Negara Indonesia dengan Negara lain
2
BAB 2 PEMBAHASAN A. Pengertian Perkawinan dari Berbagai Aspek Menurut bahasa, nikah (kawin) berarti penggabungan dan percampuran. Nikah berarti akad dalam arti yang sebenarnya dan berarti hubungan badan dalam arti
metafora.2
Perkawinan
sendiri
memiliki
arti
yaitu
“Suatu
persekutuan/perikatan antara seorang wanita dan seorang pria yang diakui sah oleh UU/peraturan negara yang bertujuan untuk menyelenggarakan kesatuan hidup yang abadi.” “Perkawinan ialah pertalian yang sah antara seorang lelaki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama. UU memandang perkawinan hanya dari hubungan keperdataan.” Pengertian diatas berdasarkan Pasal 26 KUHPer atau yang sering kita sebut dengan Hukum BW (Burgerlijk Wetboek). Konsep perkawinan dalam Hukum BW hanya dipandang dari segi keperdataan saja, artinya undang-undang melihat perkawinan itu sah dan syarat-syaratnya menurut undang-undang dipenuhi. Disini yang diperhatikan semata-mata hanya faktor yuridis (Pasal 26). Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 disebutkan bahwa, “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki – laki dan seorang wanita sebagai suami istri yang bertujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”3 Sedikit berbeda, namun dengan spirit yang sama dengan Undang-Undang RI No. 1 tahun 1974, dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 2, perkawinan dirumuskan dengan pengertian sebagai berikut, “Perkawinan menurut Hukum
2
Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga Panduan Membangun Keluarga Sakinah Sesuai Syariat, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2001, hlm.29 3
Muhammad Amin Suma, Kawin Beda Agama di Indonesia, Tangerang: Lentera Hati. 2015, hlm. 180
3
Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalizhan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakan ibadah.”4 B. Perbandingan
Hukum
BW
dan
Undang-Undang
mengenai
Perkawinan 1. Akibat Perkawinan Menurut Hukum BW dan Undang-Undang KUHPer/Hukum BW
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974
Akibat perkawinan terhadap diri pribadi (hak Akibat perkawinan terhadap diri pribadi (hak dan kewajiban suami dan istri)
dan kewajiban suami dan istri)
Suami dan istri harus setia dan tolong- Suami istri kewajiban yang luhur untuk menolong (Pasal 103 KUHPer)
menegakkan rumah tangga yang menjadi
Suami dan istri wajib memelihara dan
sendi dasar dari susuan masyarakat Hak dan kewajiban istri adalah seimbang
mendidik anaknya (Pasal 104 KUHPer) Setiap suami adalah kepala keluarga dalam
dengan hak dan kedudukan suami dalam
persatuan suami-istri (Pasal 105 ayat 1
kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup
KUHPer)
bersama dalam masyarakat
Suami
wajib
memberi
bantuan
kepada Masing-masing
pihak
berhak
untuk
melakukan perbuatan hukum
istrinya (Pasal 105 ayat 2 KUHPer)
Setiap suami harus mengurus harta kekayaan Suami adalah kepala keluarga dan istri adalah milik pribadi istrinya (Pasal 105 ayat 3
Suami-istri
KUHPer) Setiap
suami
kekayaan
berhak
bersama
mengurus
(Pasal
105
harta ayat
4
harus
mempunyai
tempat
kediaman yang tetap dan rumah tempat kediaman ini ditentukan secara bersama-sama Suami-istri wajib saling cinta-mencintai,
KUHPer) Suami
ibu rumah tangga
diperbolehkan
hormat-menghormati, setia dan memberi
memindahtangankan atau membebani harta
bantuan lahir batin yang satu kepada yang
kekayaan tak bergerak milik istrinya, tanpa
lain
tidak
persetujuan si istri (Pasal 105 ayat 5 Suami-istri KUHPer)
melindungi
istrinya
dan
memberikan segala sesuatu keperluan hidup
Setiap istri harus tunduk dan patuh kepada
4
berumah tangga sesuai dengan kemampuan
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Akademika Pressindo. 1992
4
suaminya (Pasal 106 ayat 1 KUHPer) Akibat perkawinan terhadap harta benda suami Akibat perkawinan terhadap harta benda suami istri Harta
istri campuran
bulat
dalam
pasal
119 Menurut Pasal 35 UU No. 1 tahun 1974, yaitu:
KUHPer, harta benda yang diperoleh sepanjang perkawinan menjadi harta bersama meliputi seluruh harta perkawinan, yaitu: Harta yang sudah ada pada waktu perkawinan Harta yang diperoleh sepanjang perkawinan Akibat perkawinan terhadap anak keturunan
Harta bersama dalah harta benda yang diperoleh sepanjang perkawinan Harta bawaan adalah harta yang dibawa masuk dalam suatu perkawinan. Akibat perkawinan terhadap anak keturunan
Pada pasal 250 KUHPer, tiap-tiap anak yang Anak sah menurut Pasal 42 UU No. 1 tahun dilahirkan
atau
ditumbuhkan
sepanjang
1974, adalah anak yang dilahirkan dalam atau
perkawinan, memperoleh si suami sebagai
sebagai akibat dari perkawinan yang sah.
bapaknya (tentang anak sah). Kekuasaan
Kekuasaan tunggak yang ada pada masing-
kolektif yang dipegang oleh Ayah
masing pihak ayah dan ibu
Akibat perkawinan yang lain
Akibat perkawinan yang lain
Mengenai hubungan darah, anak terhadap Menurut UU No. 1 tahun 1974, setiap anak ayahnya, menurut KUHPer seorang anak luar
secara otomatis mempunyai hubungan darah
kawin baru mempunyai hubungan darah
dengan ibunya
dengan
ayahnya
kalau
sang
ayah
mengakuinya secara sah
2. Larangan Perkawinan Menurut Hukum BW dan Undang-Undang KUHPer/Hukum BW
Pasal 8 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974
Mereka yang bertalian keluarga dalam garis Berhubungan darah dalam garis keturunan ke keturunan lurus ke atas dan kebawah atau bawah ataupun keatas dalam garis keturunan menyimpang, yaitu antara saudara laki-laki dan sudara perempuan (Pasal 30 KUHPer) Ipar laki-laki dan ipar perempuan,paman atau Berhubungan darah dalam garis keturunan paman orangtua dana anank perempuan saudara menyimpang, yaitu antara saudara, antara
5
atau cucu perempuan saudara, atau antara bibi seorang dengan saudara orangtua dan antara atau bibi orangtua dan akan laki-laki atau cucu seorang dengan saudara neneknya laki-laki saudara (Pasal 31 KUHPer) Kawan pezinahnya setelah diyatakan salah Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, karena berzinah oleh putusan hakim (Pasal 32 menantu dan ibu/bapak tiri KUHPer) Mereka
yang
memperbaruhi
perkawinan Berhubungan susuan, yaitu orangtua susuan,
setelah pembubaran perkawinan terakhir jika anak susuan, saudara susuan, dan bibi/paman belum lewat waktu 1 tahun (Pasal 33 KUHPer)
susuan
C. Perbandingan Hukum Perkawinan menurut Agama-Agama di Negara Indonesia 1. Perkawinan menurut Agama Hindu Dalam sebuah buku karangan Max Muller yang berjudul “The law of Manuals” mengatakan perkawinan menurut istilah Hindu yang lazim disebut WIWAHA, dalam perkawinan itu diatur secara khusus. Dalam Kitab UndangUndang Agama Hindu yang dikenal dengan nama “Manawa Drama Satwa” yang sama kedudukannya dengan kitab Weda sebagai sumber hukum yang mengatur hubungan antar manusia. Perkawinan dalam Agama Hindu pada hakikatnya adalah sakral dan hanya sah kalau dilakukan menurut Agama Hindu itu sendiri. Dalam kitab Weda bab IX hal 4 mengatakan” Hendaknya orang tua mengawinkan anak perempuannya pada waktunya, karena mereka yang tidak mengawinkan anak perempuannya pada waktunya maka berdosalah ia, karena dipersalahkan sebagai pembunuh. Selain itu tujuan dari pada perkawinan menurut Agama Hindu tersebut adalah untuk menolong membebaskan arwah nenek moyang atau orang tuanya dari kawah neraka yang disebut dengan “put”. 2. Perkawinan menurut Agama Buddha Dalam pandangan Agama Budha, perkawinan adalah suatu pilihan dan bukan merupakan kewajiban, artinya seseorang dalam menjalani kehidupan ini boleh memilih hidup berumah tangga atau hidup sendiri, hidup sendiri dapat
6
menjadi pertapa di vihara sebagai bhikshu, sesungguhnya dalam Agama Budha hidup berumah tangga ataupun tidak adalah sama saja. Masalah yang terpenting disini adalah kualitas kehidupannya, namun apabila seseorang berniat untuk berumah tangga maka hendaklah ia mencintai dan setia pada pasangan yang telah di pilihnya, melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan sebaik-baiknya, orang yang seperti ini sama dengan pertapa tetapi hidup dalam rumah tangga sikap ini pula yang dipuji oleh Agama Budha, mencari dan membina pasangan hidup itu suatu tujuan hidup manusia salah satunya adalah tentang adanya pencapaian kebahagiaan di dunia dengan demikian pasti ada cara untuk mencapai kebahagiaan dalam hidup rumah tangga, serta adapula petunjuk dan cara untuk mendapatkan pasangan hidup yang sesuai serta membina hubungan baik, mempertahankan komunikasi setelah menjadi suami isteri. Dalam kitab Agama Budha yaitu “Anguttara Nikaya” menjelaskan bahwa ada minimal empat sikap hidup yang dapat dipergunakan untuk mencari pasangan hidup sekaligus membina hubungan sebagai suami isteri yang harmonis, yaitu: a. Kerelaan (dana), dalam kitab “Samyutta Nikaya” disebutkan bahwa sesuai benih yang di tabur demikian pula buah yang akan di petik, pembuat kebajikan akan memperoleh kebahagiaan, apabila kita ingin dicintai orang maka mulailah untuk mencintainya b. Ucapan yang baik, di dunia ini siapapun pasti akan suka mendengar tutur kata yang baik, termasuk pula dengan pasangan hidup kata-kata yang baik inilah yang akan menjadi daya tarik yang kuat dalam menjalankan keharmonisan dalam rumah tangga c. Melakukan hal yang bermanfaat. Dalam melakukan hal-hal yang seperti ini akan menambah keharmonisan dalam rumah tangga, tingkah laku hendaknya diperhatikan untuk membahagiakan orang yang dicintainya. d. Batin yang seimbang, kerelaan ungkapan dengan kata yang halus, dan tingkah laku yang bermanfaat untuk orang yang dicintai, hendaknya tidak menimbulkan kesombongan
7
3. Perkawinan menurut Agama Kristen dan Katholik Perkawinan menurut Agama Kristen mempunyai dua pengertian, yaitu: a. Perjanjian lama. Perkawinan diartikan sebagai gambaran dan tiruan bimbingan
Tuhan
suami
isteri
membangkitkan
menampakan
menghadiahkan cinta kasih Tuhan dalam hidup cinta mereka. b. Perjanjian baru. Perkawinan seorang Kristen diartikan sebagai suatu ikatan cinta kasih tetap dan taat yang menggambarkan, melahirkan dan mewujudkan hubungan cinta kristus dengan gerejanya. Sedangkan menurut Agama Katolik perkawinan itu adalah: a. Menjadi tuntutan daging atau tuntutan sex supaya jangan berdosa dianjurkan lebih baik kawin. b. Orang yang telah bertekad dan dibantu dengan Rahmat Tuhan dan dengan tujuan secara total mengabdikan dirinya kepada Tuhan dan Kerajaan Allah, orang yang mau hidup perawan atau tidak kawin itu merupakan suatu karunia istimewa dan terpuji (istilah gereja). Dalam pandangan Agama Katolik, kawin atau tidak kawin itu tergantung dari pada keputusan pribadi dengan motof-motif yang wajar. sedangkan menurut Agama Kristen (bukan Katolik) pernikahan itu atas perintah Allah yang menjadikan langit dan bumi dan yang telah menjadikan laki-laki dan perempuan. dan ini diperkuat dalam Kitab Kejadian 218 dan juga ayat 21 sampai 24 yang dinyatakan ”tidak sebaik manusia itu seorang-orangnya bahwa aku hendak memperbuat akan pria seorang penolong yang sejodoh dengan dia. Yesus sendiri yang menyebut diri mempelai jamaatnya yang menghadiri telah menjunjung tinggi pernikahan dan telah menunjukan karunianya bahwa senantiasa ia akan menolong orang yang menikah, Allah telah menjadikan pria dan perempuan yang saling berbeda yang akan membentuk persekutuan yang kuat dan benar di dunia ini. 4. Perkawinan menurut Agama Islam Perkawinan merupakan sunnah Nabi SAW. Setiap umat Islam pengikut Nabi Muhammad SAW harus melakukan perkawinan, selain mengikuti sunah Nabi, perkawinan juga merupakan kehendak kemanusiaan, kebutuhan rohani dan
8
jasmani, perkawinan disyariatkan supaya manusia mempunyai keturunan dan keluarga yang sah menuju kehidupan yang bahagia didunia dan akhirat dibawah naungan cinta ILLAHI. Perkawinan dalam Islam menjadi keharusan untuk mentaati perintah Allah SWT dan perintah Nabi SAW dalam kitab suci Al-Quran surat An-Nisa ayat 3 menyebutkan:
Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” Seseorang yang hendak melakukan pernikahan harus
memenuhi
persyaratan-persyaratan tertentu, seperti dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 dan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. D. Perbandingan Perkawinan antara Negara Indonesia dengan Negara Malaysia Perbandingan antara Negara Indonesia dengan Negara Malaysia mengenai perkawinan tampak pada beberapa persoalan, yaitu: 1. Karena Malaysia adalah Negara Federal, maka di setiap wilayah dalam Negara Malaysia (dalam hal ini adalah Negara bagian) terdapat perbedaan dalam hal prosedur untuk mengajukan perkawinan dan perceraian.
9
2. Selain itu terdapat perbedaan dari segi umur pada Laki-laki yang ingin menikah. 3. Malaysia tidak mencantumkan atau memasukkan Perjanjian perkawinan dalam Hukum perkawinannya. 4. Meskipun Malaysia adalah bekas jajahan Inggris, tetapi dalam hal penindakan penyimpangan Poligami dan pasangan yang berbuat Zina, Malaysia menerapkan konsep Hukum yang lebih tegas. Hal ini bisa dilihat dari sistem hukum Malaysia dan Indonesia yang berbeda, karena Malaysia merupakan Negara bekas jajahan Inggris sedangkan Indonesia merupakan Negara bekas jajahan Belanda. Jika dilihat dari hukum yang dibawa oleh kedua Negara penjajah tersebut maka kita juga bisa melihat bahwa Inggris merupakan Negara yang menganut sistem hukum Anglo saxon, yang berarti Inggris lebih memakai Yurisprudensi untuk mengambil suatu tindakan hukum. Sedangkan Belanda merupakan Negara yang menganut sistem hukum Eropa Kontinental, yang berarti bahwa Belanda lebih memakai Undang-Undang untuk mengambil suatu tindakan hukum. Selain itu, bentuk negara, sistem pemerintahan dan sumber hukum dari kedua negara ini berbeda sehingga dalam pengaturan hukum dan penerapan hukumnya pun juga berbeda. Prosedur perkawinan di Negara Malaysia adalah Permohonan kebenaran menikah di Wilayah Persekutuan dengan cara: 1. Formulir permohonan kebenaran menikah "Formulir 1" berlaku bagi semua pemohon yang tinggal di Wilayah Persekutuan saja atau untuk pemohon yang berdomisili di Wilayah Persekutuan tetapi tinggal di luar Wilayah Persekutuan. 2. Formulir permohonan harus di isi dengan lengkap dalam dua salinan dengan menggunakan tinta hitam atau biru dan disahkan oleh Penolong Pendaftar Perkawinan, Perceraian dan Ruju 'bagi daerah masingmasing. 3. Menghapus kata salah atau ditindih adalah tidak sah.
10
4. Pemohon dan wali harus hadir di depan Penolong Pendaftar Perkawinan, Perceraian dan Ruju 'daerah ketika menandatangani formulir tersebut untuk tujuan verifikasi. 5. Asisten Pendaftar Perkawinan, Perceraian dan Ruju 'daerah harus memastikan formulir aplikasi di isi dengan lengkap dan dokumendokumen berhubungan dengan disertakan sebelum menandatangani formulir itu beserta dengan cop jabatan Penolong Pendaftar Perkawinan, Perceraian dan Ruju' daerah. E. Perbandingan Perkawinan antara Negara Indonesia dengan Negara Singapura Negara Singapura mengatur hukum perkawinan dalam dua peraturan, yakni Women’s Charter dan Administration of
Muslim Law Act. Women’s
Charter berlaku sejak tahun 1961 yang berisikan mengenai hukum keluarga secara keseluruhan yang mengatur warga Negara Singapura non-muslim, sementara Administration of Muslim Law Act diberlakukan sejak tahun 1966 yang mengatur mengenai hukum keluarga bagi warga negara yang beragama Muslim. Selain hal tersebut, perbedaan paling mendasar yaitu sistem hukum yang dianut oleh Indonesia adalah Civil Law dan Singapura menganut sistem hukum Common Law, sehingga norma hukum perkawinan yang diatur pun berbeda. Dalam Women’s Charter disebutkan bahwa: “The matrimonial law of Singapore categorizes marriages contracted in Singapore into two categories: civil marriages and Muslim marriages. The Registry of Marriage (ROM) administers civil marriages in accordance to the Women's Charter, while the Registry of Muslim Marriages (ROMM) administers Muslim marriages in accordance to the Administration of Muslim Law Act (AMLA). All marriages performed in Singapore must be registered with the relevant registry in order to be legally valid.” Sedangkan dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 1 tahun 1974 dijelaskan bahwa: “Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
11
F. Problematika Perkawinan Sejenis Mahkamah Agung Amerika Serikat memutuskan bahwa pasangan sejenis di seluruh negeri kini memiliki hak untuk menikah. Putusan yang diambil dengan perbandingan suara lima setuju berbanding empat menolak ini berarti penikahan sejenis akan sah secara hukum secara nasional di seluruh negara bagian di Amerika Serikat. Dalam putusannya, Mahkamah Agung menyatakan pernikahan merupakan hak mendasar setiap pasangan, dan hal itu tak bisa dikecualikan dari pasangan berjenis kelamin sama. Maka putusan ini dianggap sebagai putusan monumental dalam sejarah di negeri ini. Sebelum adanya putusan ini, pernikahan sejenis sah untuk dilakukan di 37 negara bagian (dari total 50 negara bagian) yang ada di Amerika Serikat. Namun putusan ini tidak menjelaskan kapan izin menikah akan dikeluarkan di negara-negara bagian yang tadinya melarang pernikahan pasangan sejenis. Dari sisi agama Islam, perkawinan antara sesama jenis secara tegas dilarang. Hal ini dapat dilihat dalam Al-Qur’an surah Al-A’raaf ayat 80-84:
12
Yang artinya: “Dan (kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (ingatlah) tatkala Dia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?" Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: "Usirlah mereka (Luth dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri." Kemudian Kami selamatkan Dia dan pengikut-pengikutnya kecuali isterinya; Dia Termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu); Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu.” Selain itu, mengenai perkawinan sejenis ini, beberapa tokoh juga memberikan pendapatnya. Di dalam artikel hukumonline yang berjudul “Menilik Kontroversi Perkawinan Sejenis”, Ketua Komisi Fatwa MUI, K.H Ma'ruf Amin dengan tegas menyatakan bahwa pernikahan sejenis adalah haram. Dapat disimpulkan bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia perkawinan sesama jenis tidak dapat dilakukan karena menurut hukum, perkawinan adalah antara seorang pria dan seorang wanita.Pada sisi lain, hukum agama Islam secara tegas melarang perkawinan sesama jenis.
13
KESIMPULAN 1. Perbandingan antara Hukum BW dan Undang-Undang mengenai Perkawinan terdapat pada Pasal 26 KUHPerdata dan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 2. Perbandingan hukum mengenai perkawinan antara agama-agama di Negara Indonesia terdapat pada peraturan-peraturan dalam kitab masing masing agama, yaitu: a. Islam
: Kitab Suci Al-Qur’an
b. Buddha
: Kitab Agama Anguttara Nikaya
c. Hindu
: Kitab Wedha
d. Kristen dan Katolik
: Kitab Kejadian dan Perjanjian Lama
3. Perbandingan hukum perkawinan antara Negara Indonesia, Negara Malaysia, dan Negara Singapura terdapat pada sistem hukum yang dianut negara masing-masing, yaitu: a. Negara Indonesia
: Sistem Hukum Civil Law
b. Negara Malaysia
: Sistem Hukum Common Law
c. Negara Singapura
: Sistem Hukum Common Law
DAFTAR PUSTAKA BUKU Yunus, Mahmud, Hukum Perkawinan dalam Islam, Jakarta: Hidakarya Agung. 1956 Ali, Zainuddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika. 2006 Suma, Muhammad Amin, Kawin Beda Agama di Indonesia, Tangerang: Lentera Hati. 2015 Ayyub, Syaikh Hasan, Fikih Keluarga Panduan Membangun Keluarga Sakinah Sesuai Syariat, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2001 DOKUMEN _______. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Yogyakarta: Redaksi Aksara Sukses. 2013 _______. Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam perbandingan-perkawinan-BW-dg-UUP.pdf INTERNET http://herlindahpertir.lecturer.ub.ac.id/ http://en.wikipedia.org/wiki/Women’s_Charter_Singapore https://iputusoviawan.wordpress.com/2012/04/07/perkawinan-menuruthukum-bw-dan-undang-undang/ http://vivahukum.blogspot.co.id/2014/07/perbedaan-konsep-kuhper-vshukum-islam.html
16
http://kang-zems.blogspot.co.id/search/label/Makalah/PERBANDINGANPERKAWINAN-DI-INDONESIA/ http://jilbabkujiwaku.blogspot.co.id/2011/02/perbandingan-hukumperkawinan-di.html/ http://ibuarisanngerumpihukum.blogspot.co.id/CIVIL_LAW_and_stuffs. _PERBANDINGAN_HUKUM_KELUARGA_INDONESIASINGAPORE.htm http://www.bbc.com/indonesia/dunia/ http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol15652/menilik-kontroversiperkawinan-sejenis/ http://Hukum_Perkawinan_Sesama_Jenis_di_Indonesiahukumonline.com.htm/
16