B Saputera . Perencanaan strategis rumah sakit. 2017 46
B Saputera . Perencanaan strategis rumah sakit. 2017 iv
MANAJEMEN PEMASARAN RUMAH SAKIT
PERENCANAAN STRATEGIS RUMAH SAKIT
Bayu Saputera
NIM 2015110038
PEMBIMBING
Dr. dr. Bambang Supriyono, SE, MM
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI INDONESIA
BANJARMASIN
2017
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Segala puji hanya bagi Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya, kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri-diri kami dan kejelekan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.
Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya.
"Wahai orang-orang beriman! Bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan muslim." (QS. Ali 'Imran: 102)
"Wahai manusia! Bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam) dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)nya dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu." (QS. An-Nisaa': 1)
"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki amal-amalmu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia telah menang dengan kemenangan yang agung." (QS. Al-Ahzaab: 70-71)
Amma ba'du:
Sesungguhnya sebenar-benar ucapan adalah Kitabullah (al-Qur-an) dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shalallahu 'alaihi wasalam (as-Sunnah). Seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan (dalam agama), setiap yang diada-adakan (dalam agama) adalah bid'ah, setiap bid'ah adalah sesat, dan setiap kesesatan tempatnya di Neraka.
Alhamdulillah penulis telah menyelesaikan tulisan makalah yang berjudul Perencanaan Strategis Rumah Sakit. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Magister pada Program Pascasarjana Magister Manajemen STIE Indonesia di Banjarmasin.
Sangat disadari bahwa dengan kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki panulis, walaupun telah dikerahkan segala kemampuan untuk lebih teliti, tetapi masih dirasakan banyak kekurangtepatan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran yang membangun agar tulisan ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Banjarmasin, 26 September 2017
Bayu Saputera
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR GAMBAR v
Pengantar 1
Memahami Konsep Manajemen Strategis 2
Interdisipliner Dalam Pelayanan Rumah Sakit 6
Mengapa Rumah Sakit Perlu Perencanaan Strategis? 9
Mengenal Manajemen Logistik Rumah Sakit 12
Apa Saja Kompetensi Manajemen Rumah Sakit? 17
Etika Bisnis dalam Rumah Sakit 20
Melirik Peluang Bisnis Rumah Sakit 30
Aspek Keuangan Rumah Sakit 35
Pengelolaan Keuangan Rumah Sakit Sebagai Badan Layanan Umum 39
REFERENSI 44
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Skema konsep manajemen strategi 3
Gambar 2 Proses penyusunan dan formulasi strategi dalam suatu manajemen pelayanan kesehatan 3
Gambar 3 Interaksi manajemen kesehatan dengan instansi lain 7
Gambar 4 Kompetensi manajemen rumah sakit 20
Gambar 5 Karakteristik seorang wirausahawan 34
Gambar 6 Peta sumber pendanaan kesehatan di Indonesia 37
Gambar 7 Peran swasta dalam pendanaan kesehatan 39
PENGANTAR
Manajemen strategis memberikan rumusan ke mana perusahaan akan diarahkan seperti proses pemilihan tujuan-tujuan lembaga, penentuan strategi, kebijaksanaan, program-program strategi yang akan dilaksanakan oleh lembaga dan perkiraan jumlah sumber daya yang akan dialokasikan ke setiap program selama beberapa tahun ke depan. Bagi rumah sakit, konsep manajemen strategis merupakan hal yang relatif baru. Konsep manajemen ini diperoleh dari berbagai lembaga pelayanan profit. Dalam hal ini muncul pertanyaan tentang layak tidaknya rumah sakit menggunakan konsep ini.1,2
Beberapa ahli menyatakan bahwa konsep pengembangan strategis memang diambil dari pengalaman lembaga-lembaga yang bersifat for profit. Keadaan ini sebenarnya menunjukan kekurangan sektor nonprofit dalam melakukan penetapan strategi. Hal ini dapat membahayakan kelangsungan hidup lembaga nonprofit, khususnya yang harus bersaing dengan pelayanan serupa tetapi memiliki orientasi for profit. Sebagai gambaran, semakin banyak rumah sakit di Amerika Serikat yang berubah menjadi for profit. Dalam kurun waktu 25 tahun (antara tahun 1970 s.d. tahun 1995), 330 rumah sakit nonprofit dari sekitar 4.991 rumah sakit di Amerika Serikat berubah menjadi rumah sakit for profit.2
Di Indonesia sendiri, penekanan rumah sakit sebagai lembaga non profit dikuatkan melalui amanat UU No. 44/2009 tentang Rumah Sakit yang mengharapkan pada tahun 2011 semua rumah sakit pemerintah baik vertikal yang secara struktur berada langsung di bawah Kementerian Kesehatan RI maupun RS daerah sudah menjadi organisasi BLU/BLUD. Saat ini, pengelolaan keuangan negara telah mencanangkan sebuah paradigma baru yang turut memperhatikan tiga aspek manajemen keuangan negara, yaitu orientasi pada hasil atau mutu pelayanan, profesionalitas, serta transparansi dan akuntabilitas. Dalam Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005, telah dinyatakan secara gamblang bahwa konsep BLU merupakan paket reformasi untuk mengubah satuan kerja pemerintah menjadi berorientasi kinerja atau hasil.3
MEMAHAMI KONSEP MANAJEMEN STRATEGIS
Konsep manajemen strategis adalah untuk mencapai dan mempertahankan keunggulan kompetitif. Manajemen strategis merupakan seni dan ilmu untuk memformulasikan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi keputusan lintas fungsi yang memungkinkan suatu lembaga mencapai tujuannya. Manajemen strategis tidak terbatas pada bagaimana mengelola pelaksanaan kegiatan di dalam organisasi, tetapi juga bagaimana mengembangkan sikap baru berkaitan dengan perubahan eksternal. Pemahaman mengenai makna manajemen strategis tidak hanya terbatas pada aspek pelaksanaan rencana, tetapi lebih jauh lagi ke aspek misi, visi, dan tujuan kelembagaan. Makna tersebut terkait dengan konteks lingkungan luar dan dalam organisasi. Secara singkat, beberapa penulis seperti Certo (2010), Collis (2005), dan David (2012) menggambarkan manajemen strategis sebagai langkah-langkah para pemimpin organisasi melakukan berbagai kegiatan secara sistematis. Langkah-langkah tersebut antara lain melakukan analisis lingkungan organisasi yang memberi gambaran mengenai peluang dan ancaman. Kemudian langkah berikutnya melakukan analisis kekuatan dan kelemahan organisasi dalam konteks lingkungan internal. Kedua langkah ini dilakukan dalam usaha menetapkan visi, misi, dan tujuan organisasi.2,4
Pernyataan misi merupakan hal utama dalam lembaga yang bersifat mission driven sehingga analisis lingkungan luar dan dalam lebih dipergunakan untuk menyusun strategi. Langkah berikutnya adalah merumuskan strategi sesuai dengan kekuatan dan kelemahan organisasi yang berada pada lingkungan yang mempunyai peluang atau ancaman. Melaksanakan strategi merupakan bagian dari manajemen strategis. Pelaksanaan tersebut akan dilakukan bersama dalam sistem pengendalian strategis untuk menjamin tercapainya tujuan lembaga. Secara keseluruhan konsep manajemen strategis dapat dibagi menjadi beberapa bagian yang berurutan: analisis perubahan dan persiapan penyusunan, diagnosis kelembagaan dan analisis situasi, formulasi strategi, pelaksanaan strategi dan pengendalian strategi (Perhatikan Gambar 1 dan 2).2,4
Gambar 1. Skema konsep manajemen strategi4
Gambar 2. Proses penyusunan dan formulasi strategi dalam suatu manajemen pelayanan kesehatan5
Sebenarnya konsep manajemen strategis berasal dari jaman kuno, khususnya berasal dari pemikiran politikus dan militer. Kata strategy dalam bahasa Inggris berasal dari kata bahasa Yunani strategos yang mempunyai arti "merencanakan untuk menghancurkan musuh melalui penggunaan sumber daya secara efektif". Pengertian strategi dalam lembaga usaha merupakan rencana para pemimpin organisasi untuk mencapai hasil yang konsisten dengan misi dan tujuan organisasi. Strategi dapat dipandang dari tiga aspek: (1) perumusan strategi; (2) pelaksanaan yang bertujuan merealisasikan strategi menjadi tindakan; dan (3) pengendalian strategi yang dilakukan untuk merubah strategi atau usaha penjaminan agar tujuan yang ditetapkan dapat tercapai. Katsioloudes (2002) menyatakan bahwa strategi merupakan gambaran besar mengenai cara sebuah lembaga atau perorangan dapat mencapai tujuan. Sebagai kontras, taktik merupakan strategi dalam skala yang lebih kecil dan waktu yang lebih pendek. Strategi merupakan kombinasi antara pengambilan keputusan secara alamiah dan proses pemikiran rasional. Strategi sebenarnya merupakan hal alamiah bagi lembaga yang mempunyai konsep survival (bertahan dan berkembang). Penggunaan manajemen strategis dalam sektor usaha bermula sekitar 60 tahun yang lalu (David, 2014). Tahun 1960-an dan tahun 1970-an merupakan awal dari pengembangan konsep perencanaan strategi pada lembaga usaha. Berbagai perusahaan besar mempraktikkan hal tersebut, termasuk General Electric yang kemudian mempopulerkan dalam bentuk penerbitan ilmiah. Konsep manajemen strategis berawal dari perencanaan strategi. Pada intinya proses perencanaan strategi berusaha untuk menjangkau waktu lebih dari dua belas bulan perencanaan yang biasa dilakukan perusahaan. Pada tahun 1980-an konsep perencanaan strategi dilebarkan menjadi manajemen strategis, khususnya dalam penekanan mengenai pelaksanaan dan pengendalian strategi. Pada masa ini mulai banyak lembagalembaga nonprofit yang menggunakan, termasuk rumah sakit, perguruan tinggi, dan pemerintahan. Penggunaan model manajemen strategis berkembang seiring semakin meningkatnya kompetisi di bidang usaha nonprofit dan tuntutan agar pemerintah bekerja secara benar. Dalam artikel klasik, Gluck dkk (1980) menguraikan empat nilai dalam perencanaan sebuah lembaga, sebagai berikut:2,4,5
SISTEM NILAI MEMENUHI ANGGARAN
Pada perkembangan di sistem ini, manajemen hanya diartikan sebagai penyusunan anggaran belanja tahunan, dan perencanaan lebih ke arah masalah mencari dana. Prosedur dirancang untuk menangani anggaran pembelanjaan. Sistem informasi disusun untuk mencocokkan hasil atau pencapaian dengan sasaran mata anggaran. Sistem ini dapat cenderung menjadi tidak transparan. Sistem nilai seperti ini sering dijumpai pada rumah sakit-rumah sakit yang mengandalkan pada anggaran pemerintah atau kemanusiaan.5
SISTEM NILAI YANG MEMPERKIRAKAN MASA DEPAN
Fase ini merupakan suatu perencanaan yang berbasis pada forecasting atau perkiraan. Kerangka waktu untuk perencanaan biasanya adalah 5 sampai 25 tahun ke depan. Pada awalnya sistem perencanaan ini dilakukan berbasis pada extrapolasi-extrapolasi data masa lalu. Akan tetapi ternyata keadaaan lingkungan luar membuat berbagai extrapolasi ini dapat meleset jauh.5
SISTEM NILAI YANG BERFIKIR SECARA ABSTRAK
Pada fase dengan sistem nilai ini, terjadi suatu keadaan dimana para manajer mulai tidak percaya pada prediksiprediksi akibat kegagalan-kegagalan yang ada. Para manajer mulai mempelajari fenomena-fenomena ataupun kedaaan-keadaan yang menyebabkan suatu lembaga sukses atau gagal. Mereka akhirnya mempunyai suatu pemahaman mengenai kunci-kunci sukses suatu lembaga. Dengan suatu kombinasi keahlian analisis kekuatan dan kelemahan internal, dan komposisi produk dibanding dengan pesaing, para manajer mulai dirangsang untuk berpikir secara inovatif, dan bahkan cenderung menjadi abstrak pada masanya, atau sulit diterapkan menjadi suatu rencana operasional. Keadaan ini yang menjadi cikal bakal suatu sistem manajemen yang mengarah pada penciptaan masa depan.5
SISTEM NILAI YANG MEMBENTUK MASA DEPAN
Dalam sistem manajemen, para manajer mulai merencana dengan berbasis pada visi masa mendatang. Gambaran masa depan yang dicita-citakan akan diusahakan tercapai dengan berbagai program yang operasional.5
Manajemen strategis merupakan konsep yang membutuhkan nilai penciptaan masa depan. Jika sebuah lembaga tidak mempunyai nilai penciptaan masa depan, maka dapat diartikan bahwa lembaga tersebut belum siap menjalankan manajemen strategis.
INTERDISIPLINER DALAM PELAYANAN RUMAH SAKIT
Berjalannya suatu lembaga ternyata tidak bisa terlepas dari kebaikan dari lembaga yang lain. Artinya, suatu lembaga kesehatan yang baik, tidak akan bisa berjalan dengan baik dan efisien bila lembaga pendukung dan lembaga terkait tidak berjalan dengan baik pula. Program pelayanan kesehatan bagi masyarakat ternyata melibatkan banyak komponen, minimal dua lembaga/instansi, dan di dalam masing-masing instansi masih terdiri banyak komponen, baik komponen pokok maupun pendukung.
Apabila kita uraikan lebih rinci, pelayanan kesehatan tersebut di tingkat rumah sakit ternyata terdiri dari komponen utama yaitu pelayanan kesehatan/klinis yang meliputi unsur dokter, tenaga paramedis, prasarana dan sarana pelayanan, peralatan dan laboratorium pendukung, tersedianya berbagai jenis obat-obatan, sistem administrasi, sistem bukti asuransi, dan sistem teknologi informasi. Kemudian masing-masing unsur tersebut masih memiliki sistem-sistem tersendiri yang memiliki suatu pedoman manajemen khusus yang berlaku pada lingkungannya masing-masing. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pelayanan kesehatan ternyata tidak hanya mengandalkan kehebatan seorang dokter atau tenaga medis/pendukung medis belaka, namun harus terintegrasi dari berbagai komponen yang berjalan dalam suatu sistem yang saling terkait, dan harus saling sinergis (Gambar 3).
Gambar 3. Interaksi manajemen kesehatan dengan instansi lain5
Konsep interdisipliner dapat dipahami dari dua sisi yang berbeda meskipun dengan tujuan akhir penyelesaian suatu permasalahan yang sama yaitu secara komprehensif, yaitu (1) pandangan bahwa interdisipliner dipandang sebagai suatu kajian atau kerja sekelompok ahli dari berbagai bidang ilmu, dan (2) dipandang sebagai suatu pandangan baru pada individu seseorang tentang penyelesaian suatu permasalahan yang dapat dilakukan secara komprehensif melalui pendekatan beberapa bidang ilmu.
Untuk yang pertama dapat diungkapkan bahwa Interdisciplinary approach (IDA) adalah suatu model pendekatan/riset oleh tim atau individual yang mengintegrasikan informasi, data, teknik, peralatan, perspektif, konsep, dan/atau teori, dari dua atau lebih disiplin atau bodies of specialized knowledge, untuk mengembangkan pemahaman yang mendasar atau menyelesaikan masalah yang "penyelesaiannya" di luar lingkup suatu disiplin ilmu. Sedangkan untuk konsep yang kedua bahwa Interdisciplinary approach/research is "research that involves the interaction among two or more different disciplines" and occurs at the interface between disciplines. This may range from the sharing of ideas to the full integration of concepts, methodology, procedures, theory, terminology, data, organization of research and training. Multidisciplinary research draws on knowledge from different disciplines, but stays within the boundary of one primary field. In this document, "interdisciplinary" is used to refer to both interdisciplinary and multidisciplinary research.5
Manajemen layanan kesehatan tidak bisa berjalan sendiri, namun harus berjalan dan didukung oleh berbagai komponen yang lain. Secara garis besar sifat interrelationships ini dapat dikelompok menjadi dua kelompok besar yaitu organ manajemen dan fungsi manajemen.2,4,5
Organ manajemen pelayanan kesehatan diantaranya teridiri dari para pimpinan (manajer), manajer lini bawah, sarana manajemen (dana, material, permesinan dan peralatan laboratorium, tenaga paramedis, tenaga administrasi, tenaga pendukung dan tenaga riset dan pengembangan), unsur pemerintah dan tenaga pendukung yang lain. Sedangkan fungsi manajemen pelayanan kesehatan tidak melepaskan fungsi-fungsi manajemen secara umum yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penempatan dan pembinaan staf yang sesuai, sistem penganggaran, sistem pelaksanaan, pengendalian, monitoring dan evaluasi.2,4,5
Dalam suatu perangkat yang diterapkan pada suatu rumah sakit, saat ini terjadi perubahan sistem evaluasi mutu pelayanan suatu rumah sakit, dimana kepuasan konsumen/pasien manjadi titik tolak utama. Sedikitnya ada 5 kriteria dalam melakukan evaluasi rumah sakit kaitannya dengan tingkat kepuasan pelayanan yaitu bukti langsung (sarana, prasarana, kelengkapan laboratorium, dll), kehandalan (yang menyangkut mutu sumberdaya manusia pelaku pelayanan kesehatan), respon (daya tanggap para pelaku pelayanan dan kecepatan waktu pelayanan), empati (sikap, perilaku, keramahan, kesopanan) dan budjet (besaran dana yang harus dikeluarkan oleh pasien dibandingkan dengan mutu pelayanan yang diterima). Input data untuk evaluasi diperoleh dari para pelanggan/pasien yang mendapatkan pelayanan kesehatan di suatu rumah sakit/puskesmas, baik rawat jalan maupun rawat inap. Penelitian lebih mendalam dalam hal ini masih dibutuhkan dengan membandingkan beberapa rumah sakit yang berbeda fasilitasnya dan kondisi dan status rensponden yang berbeda.2,4,5
MENGAPA RUMAH SAKIT PERLU PERENCANAAN STRATEGIS?
Pertanyaan tersebut menjadi relevan dengan keadaan rumah sakit di Indonesia saat ini. Manajemen strategis telah menjadi alat yang menentukan pengembangan lembaga-lembaga kontemporer dalam dunia usaha. Konsep manajemen strategis digunakan pada sektor kesehatan di negara maju sejak tahun 1970-an. Masa sebelum itu, berbagai lembaga pelayanan kesehatan tidak berminat untuk menggunakan manajemen strategis. Hal itu karena lembaga-lembaga tersebut umumnya masih independen, merupakan lembaga nonprofit, dan penganggaran pelayanan kesehatan diberikan berdasarkan ongkos pelaksanaan plus keuntungan.4
Manfaat manajemen strategis di rumah sakit mungkin belum diperhatikan oleh seluruh sumber daya manusia di dalamnya. Hal ini terkait dengan keadaan kekurangan komitmen yang terjadi di rumah sakit daerah di Indonesia. Sebuah kelaziman bahwa rumah sakit daerah tidak mampu memberi penghidupan layak dan suasana kerja yang menyenangkan untuk sumber daya manusianya. Ketika pendapatan di lembaga lain lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan dari rumah sakitnya sendiri, terjadilah kehilangan komitmen mereka.4
Fenomena tersebut terlihat pada kegiatan penyusunan rencana strategi di rumah sakit daerah pada penghujung dekade 1990-an. Berdasarkan kegiatan tersebut ternyata kelompok sumber daya manusia yang paling bersemangat adalah para manajer, sementara para klinisi cenderung tidak bersemangat. Hal ini disebabkan para manajer rumah sakit menyadari berbagai kondisi yang dapat mengurangi atau meningkatkan perkembangan rumah sakit. Sedangkan para klinisi cenderung tidak melihat perkembangan rumah sakit daerah sebagai hal yang penting. Ketidaksepakatan dalam rumah sakit akhirnya mengakibatkan konsep berpikir strategis untuk masa mendatang menjadi tidak dipergunakan. Akibatnya, rumah sakit kehilangan kontrol atas perkembangannya.4
Akibat kehilangan kontrol atas perkembangan menyebabkan rumah sakit mengalami penurunan daya saing. Hal ini terjadi di berbagai rumah sakit daerah. Kemudian, muncul fenomena yang disebut sebagai bulgurisasi rumah sakit pemerintah. Proses bulgurisasi ini berdasarkan pada kenyataan bahwa rumah sakit pemerintah sebagai lembaga yang tidak mempunyai daya saing. Sebagian RS pemerintah pusat maupun RS pemerintah daerah (dalam konteks persaingan dengan RS swasta), hanya diminati oleh masyarakat miskin yang tidak mempunyai pilihan. Posisi bersaing untuk mendapatkan pasien kelas menengah ke atas tidak ada. Sementara itu, subsidi rumah sakit pemerintah sangat kecil sehingga tidak mampu mengikat para staf rumah sakit untuk bekerja secara penuh waktu. Pada gilirannya akan menyebabkan fasilitas penunjang serta fisik berada dalam kondisi buruk. Mutu pelayanan rumah sakit menjadi rendah dan rumah sakit hanya diminati oleh masyarakat miskin yang tidak mempunyai pilihan lain. Akibatnya, timbul pelayanan rumah sakit berlapis. Untuk masyarakat kaya berobat ke rumah sakit swasta, sedangkan untuk yang miskin menggunakan pelayanan kesehatan pemerintah yang cenderung tidak sebaik swasta. Pada saat masyarakat miskin meningkat pendapatannya, maka pelayanan rumah sakit pemerintah yang bermutu rendah akan ditinggalkan.3,4,5
Dalam situasi ini, filosofi manajemen strategis dapat dipergunakan untuk menghindarkan rumah sakit pemerintah dari keterpurukan. Hal inilah yang menjadi relevansi manajemen strategis di rumah sakit. Pada prinsipnya manajemen strategis di sektor rumah sakit beguna untuk:3,4,5
Menjadi sistem yang dipergunakan rumah sakit untuk melakukan pengembangan ke masa depan dengan memahami masa lalu dan masa sekarang. Arah ke masa depan tersebut bersifat strategis yang mencakup pengembangan atau penghentian kegiatan lama, pengembangan kegiatan baru untuk memenuhi harapan masyarakat pengguna, pengembangan sumber biaya baru dan penggalian lebih dalam terhadap sumber biaya lama.
Memahami filosofi survival untuk bertahan dan berkembang bagi rumah sakit dengan berbagai standar kinerja lembaga. Dalam hal ini manajemen strategis berguna sebagai dasar sistem perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian yang terukur dengan indikator jelas.
Memahami aspek komitmen dari sumber daya manusia. Dengan menggunakan konsep manajemen strategis, otomatis pengukuran kadar komitmen sumber daya manusia dilakukan untuk pengembangan rumah sakit. Sistem manajemen strategis menuntut kadar komitmen yang tinggi dari seluruh tenaga kesehatan di rumah sakit. Dengan menyusun rencana strategi, pelaksanaan dan pengendalian strategi maka akan terlihat kelompok sumber daya manusia yang mempunyai komitmen dan yang tidak mempunyai komitmen.
Sebagai pegangan dalam menghadapi masa depan yang tidak pasti dan mempunyai berbagai perubahan. Manfaat ini membutuhkan kemampuan untuk melakukan prediksi ke masa depan dan melakukan berbagai skenario dalam menyusun strategi.
Bagi sumber daya manusia di bidang kesehatan, khususnya para kelompok profesional, manajemen strategis memberikan pemahaman bahwa tidak mungkin sebuah profesi atau seseorang bekerja sendiri di rumah sakit tanpa didukung oleh kelompok yang mempunyai harapan sama terhadap rumah sakit di masa depan.
Pertanyaan penting kemudian adalah: apakah rumah sakit sebagai lembaga bukan mencari untung perlu menggunakan konsep manajemen strategis? Koteen (1997) menyatakan bahwa lembaga-lembaga pemerintah dan nonpublik perlu menggunakan konsep manajemen strategis sebagai jawaban terhadap berbagai kenyataan baru. Dalam hal ini lembaga nonprofit sebaiknya menggunakan konsep manajemen strategis karena berbagai faktor: (1) unsur penilaian hasil di lembaga nonprofit biasanya sulit dikuantifikasi atau diidentifikasi secara jelas; (2) lembaga nonprofit dapat dengan mudah terjebak pada mitos bahwa efisiensi merupakan hal yang hanya penting di lembaga for profit sehingga tidak pemikirkannya; (3) lembaga nonprofit perlu mempunyai pegangan kuat dalam mencapai tujuan lembaga yang sering sulit dikuantifikasi; (4) lembaga nonprofit pada dasarnya juga mempunyai persaingan dengan lembaga for profit.4,5
Pada intinya manajemen strategis rumah sakit ditulangpunggungi oleh suatu model perencanaan strategis rumah sakit, diikuti dengan pelaksanaan dan pengendalian yang tepat. Model perencanaan strategis menekankan persoalan visi dan analisis faktor-faktor eksternal dan internal yang dapat mempengaruhi tercapainya tujuan lembaga. Faktor-faktor internal tersebut dapat menunjukkan kekuatan dan kelemahan lembaga, sedangkan analisis faktor eksternal dapat menggambarkan hambatan dan dorongan dari luar lembaga. Faktor-faktor eksternal dan internal yang ada harus dianalisis untuk menyusun strategi di masa mendatang. Dengan analisis keadaan ini maka perencanaan di masa mendatang dapat lebih rasional dan tepat.4
MENGENAL MANAJEMEN LOGISTIK RUMAH SAKIT
Manajemen sebagai suatu proses, melihat bagaimana cara orang untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Manajemen ditinjau baik dari segi unsur-unsurnya atau fungsi-fungsinya. Menurut Terry (2000), manajemen adalah suatu proses kegiatan yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan dengan memadukan penggunaan ilmu dan seni untuk mencapai tujuan organisasi, yang dikenal dengan Planning-Organizing-Actuating-Controlling (POAC). Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, manajemen memerlukan unsur atau sarana atau "the tool of management" yang meliputi 5M, yaitu sumber daya manusia (man), anggaran dana (money), bahan material (material), peralatan operasional (machine), dan metode kerja (method).6,7
Manajemen logistik dalam lingkungan rumah sakit dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengolahan secara strategis terhadap pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pemantauan persediaan bahan yang diperlukan bagi produksi jasa rumah sakit. Manajemen logistik perlu dilaksanakan secara efisien dan efektif. Dalam arti bahwa segala macam barang, bahan ataupun peralatan harus dapat disediakan tepat pada waktu dibutuhkan, dalam jumlah yang cukup tidak kurang atau lebih, dan yang paling penting adalah ketersediaannya dengan mutu yang memadai.6,7
Di dalam manajemen rumah sakit perlu dilengkapi dengan manajemen farmasi yang sistematis. Manajemen farmasi tentu tidak terlepas dari konsep umum manajemen logistik. Manajemen logistik dalam lingkungan rumah sakit merupakan suatu proses pengolahan secara strategis terhadap pengadaan, penyimpanan, pendistribusian serta pemantauan persediaan barang yang diperlukan dalam produksi jasa rumah sakit.6,7
Menurut bidang pemanfaatannya, barang dan bahan yang harus disediakan di rumah sakit dapat dikelompokkan menjadi: persediaan farmasi, persediaan makanan, persediaan logistik umum dan teknik. Biaya rutin terbesar di rumah sakit pada umumnya terdapat pada pengadaan persediaan farmasi, yang meliputi:7
Persediaan obat: obat-obatan esensial, non esensial, obat-obatan yang cepat, lama terpakai.
Persediaan bahan kimia: persediaan untuk kegiatan operasional laboratorium dan produksi farmasi intern, serta kegiatan non medis.
Persediaan gas medis, kegiatan pelayanan bagi pasien di kamar bedah, ICU atau ICCU membutuhkan beberapa jenis gas medis.
Peralatan kesehatan, berbagai peralatan yang dibutuhkan bagi kegiatan perawatan maupun kedokteran yang dapat dikelompokkan sebagai barang habis pakai serta barang tahan lama atau peralatan elektronik atau non elektronik.
Kegiatan logistik sangat penting dalam menunjang kegiatan pengadaan barang atau jasa dan pihak perusahaan atau organisasi tidak mampu mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang dimiliki. Tujuan manajemen logistik menurut Aditama (2003) yang terdapat dalam buku Manajemen Administrasi Rumah Sakit yaitu:7
Tujuan operasional adalah agar tersedia barang serta bahan dalam jumlah yang tepat dan mutu yang memadai.
Tujuan keuangan yaitu dapat melaksanakan tujuan operasional dengan biaya yang serendah-rendahnya.
Tujuan pengamanan yaitu agar persediaan tidak terganggu oleh kerusakan, pemborosan, penggunaan tanpa hak, pencurian, dan penyusutan yang tidak wajar lainnya.
Fungsi logistik dapat disusun dalam bentuk skema siklus kegiatan logistik. Masing-masing fungsi logistik tersebut saling berhubungan satu dengan yang lain. 6,7
FUNGSI PERENCANAAN
Pengertian umum adalah proses untuk merumuskan sasaran dan menentukan langkah-langkah yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Sedangkan secara khusus perencanan logistik adalah merencanakan kebutuhan logistik yang pelaksanaannya dilakukan oleh semua calon pemakai (user) kemudian diajukan sesuai dengan alur yang berlaku di masing- masing organisasi. Perencanaan dapat dibagi ke dalam periode-periode tiga periode (1) Rencana jangka panjang (Long range); (2) Rencana jangka menengah (Mid range); dan (3) Rencana jangka pendek (Short range).6,7
FUNGSI PENGANGGARAN
Penganggaran (budgetting), adalah semua kegiatan dan usaha untuk merumuskan perincian penentu kebutuhan dalam suatu skala tertentu/skala standar yaitu skala mata uang dan jumlah biaya. Dalam fungsi penganggaran, semua rencana-rencana dari fungsi perencanaan dan penentu kebutuhan dikaji lebih lanjut untuk disesuaikan dengan besarnya biaya dari dana-dana yang tersedia. Dengan mengetahui hambatan-hambatan dan keterbatasan yang dikaji secara seksama maka anggaran tersebut merupakan anggaran yang reliable. Sumber anggaran di suatu rumah sakit bermacam-macam, tergantung pada institusi yang ada apakah milik pemerintah atau swasta. Pada Rumah Sakit Pemerintah, sumber anggaran dapat berasal dari Dana Subsidi (Bappenas, Depkes, Pemda) dan dari penerimaan rumah sakit. Sedangkan pada rumah sakit swasta sumber anggaran berasal dari Dana Subsidi (Yayasan dan Donatur), Penerimaan rumah sakit dan Dana dari pihak ketiga. Alokasi anggaran logistik Rumah Sakit 40 % - 50 % dalam bentuk obat-obatan dan bahan farmasi, alat tulis kantor, cetakan, alat rumah tangga, bahan makanan, alat kebersihan dan suku cadang.6,7
FUNGSI PENGADAAN
Pengadaan adalah semua kegiataan dan usaha untuk menambah dan memenuhi kebutuhan barang dan jasa berdasarkan peraturan yang berlaku dengan menciptakan sesuatu yang tadinya belum ada menjadi ada. Kegiatan ini termasuk dalam usaha untuk tetap mempertahankan sesuatu yang telah ada dalam batas-batas efisiensi. Sedangkan Mustikasari berpendapat fungsi pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasi atau mewujudkan kebutuhan yang telah direncanakan atau telah disetujui sebelumnya. Pengadaan tidak selalu harus dilaksanakan dengan pembelian tetapi didasarkan dengan pilihan berbagai alternatif yang paling tepat dan efisien untuk kepentingan organisasi. Cara–cara yang dapat dilakukan untuk menjalankan fungsi pengadaan adalah pembelian, penyewaan, peminjaman, pemberian (hibah), penukaran, pembuatanm dan perbaikan.6,7
FUNGSI PENYIMPANAN
Penyimpanan merupakan suatu kegiatan dan usaha untuk melakukan pngelolaan barang persediaan di tempat penyimpanan. Penyimpanan berfungsi untuk menjamin penjadwalan yang telah ditetapkan dalam fungsi-fungsi sebelumya dengan pemenuhan setepat-tepatnya dan biaya serendah-rendahnya. Fungsi ini mencakup semua kegiatan mengenai pengurusan, pengelolaan dan penyimpanan barang. Fungsi yang lain adalah: Kualitas barang dapat dipertahankan, barang terhindar dari kerusakan, pencarian barang yang lebih mudah dan barang yang aman dari pencuri. Faktor-faktor yang perlu mendapat perhatian dalam fungsi penyimpanan adalah pemilihan lokasi, barang (jenis, bentuk barang atau bahan yang disimpan), pengaturan ruang, prosedur/sistem penyimpanan, penggunaan alat bantu, pengamanan dan keselamatan.6,7
FUNGSI PENYALURAN (DISTRIBUSI)
Penyaluran atau distribusi merupakan kegiatan atau usaha untuk mengelola pemindahan barang dari satu tempat ke tempat lainnya. Faktor yang mempengaruhi penyaluran barang antara lain (1) Proses administrasi; (2) Proses penyampaian berita (data-data informasi); (3) Proses pengeluaran fisik barang; (4) Proses angkutan; (5) Proses pembongkaran dan pemuatan; dan (6) Pelaksanaan rencana-rencana yang telah ditentukan. Ketelitian dan disiplin yang ketat dalam menangani masalah penyaluran merupakan unsur yang sangat penting untuk mencapai tujuan yang diharapkan.6,7
FUNGSI PENGHAPUSAN
Penghapusan adalah kegiatan atau usaha pembebasan barang dari pertanggungjawaban sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Alasan penghapusan barang antara lain (1) Barang hilang, akibat kesalahan sendiri, kecelakaan, bencana alam, administrasi yang salah, tercecer atau tidak ditemukan; (2) Teknis dan ekonomis, setelah nilai barang dianggap tidak ada manfaatnya; (3) Surplus dan ekses; (4) Tidak bertuan, yaitu barang-barang yang tidak diurus; dan (5) Rampasan, yaitu barang-barang bukti dari suatu perkara.6,7
FUNGSI PENGENDALIAN
Pengendalian adalah sistem pengawasan dari hasil laporan, penilaian, pemantauan dan pemeriksaan terhadap langkah-langkah manajemen logistik yang sedang atau telah berlangsung. Bentuk kegiatan pengendalian adalah merumuskan tatalaksana, melaksanakan pengamatan, melakukan kunjungan staf, dan melakukan supervisi.6,7
APA SAJA KOMPETENSI MANAJEMEN RUMAH SAKIT?
Kompetensi menurut Spencer & Spencer dalam Palan (2007) adalah sebagai karakteristik dasar yang dimiliki oleh seorang individu yang berhubungan secara kausal dalam memenuhi kriteria yang diperlukan dalam menduduki suatu jabatan. Kompetensi terdiri dari 5 tipe karakteristik, yaitu motif (kemauan konsisten sekaligus menjadi sebab dari tindakan), faktor bawaan (karakter dan respon yang konsisten), konsep diri (gambaran diri), pengetahuan (informasi dalam bidang tertentu) dan keterampilan (kemampuan untuk melaksanakan tugas).8
Hal ini sejalan dengan pendapat Becker and Ulrich (2001) bahwa competency refers to an individual s knowledge, skill, ability or personality characteristics that directly influence job performance. Artinya, kompetensi mengandung aspek-aspek pengetahuan, keterampilan (keahlian) dan kemampuan ataupun karakteristik kepribadian yang mempengaruhi kinerja. Berbeda dengan Fogg (2004) yang membagi Kompetensi berasal dari kata "competency" merupakan kata benda yang menurut Powell (1997) diartikan sebagai (1) kecakapan, kemampuan, kompetensi (2) wewenang. Kata sifat dari competence adalah competent yang berarti cakap, mampu, dan tangkas. Pengertian kompetensi ini pada prinsipnya sama dengan pengertian kompetensi menurut Stephen Robbins (2008) bahwa kompetensi adalah "kemampuan (ability) atau kapasitas seseorang untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan, dimana kemampuan ini.8
Pengertian kompetensi sebagai kecakapan atau kemampuan juga dikemukakan oleh Robert A. Roe (2001) sebagai berikut; "Competence is defined as the ability to adequately perform a task, duty or role. Competence integrates knowledge, skills, personal values and attitudes. Competence builds on knowledge and skills and is acquired through work experience and learning by doing". Kompetensi dapat digambarkan sebagai kemampuan untuk melaksanakan peran atau tugas, kemampuan mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi, dan kemampuan untuk membangun pengetahuan dan keterampilan yang didasarkan pada pengalaman dan pembelajaran yang dilakukan secara lebih rinci. Spencer dan Spencer (2008) mengemukakan bahwa kompetensi menunjukkan karakteristik yang mendasari perilaku yang menggambarkan motif, karakteristik pribadi (ciri khas), konsep diri, nilai-nilai, pengetahuan atau keahlian yang dibawa seseorang yang berkinerja unggul (superior performer) di tempat kerja. Ada 5 (lima) karakteristik yang membentuk kompetensi yakni (1) Faktor pengetahuan meliputi masalah teknis, administratif, proses kemanusiaan, dan sistem; (2) Keterampilan, merujuk pada kemampuan seseorang untuk melakukan suatu kegiatan; (3) Konsep diri dan nilai-nilai; merujuk pada sikap, nilai-nilai dan citra diri seseorang, seperti kepercayaan seseorang bahwa dia bisa berhasil dalam suatu situasi; (4) Karakteristik pribadi; merujuk pada karakteristik fisik dan konsistensi tanggapan terhadap situasi atau informasi, seperti pengendalian diri dan kemampuan untuk tetap tenang dibawah tekanan; (5) Motif merupakan emosi, hasrat, kebutuhan psikologis atau dorongan-dorongan lain yang memicu tindakan. Pernyataan di atas mengandung makna bahwa kompetensi adalah karakteristik seseorang yang berkaitan dengan kinerja efektif dan atau unggul dalam situasi pekerjaan tertentu. Kompetensi dikatakan sebagai karakteristik dasar (underlying characteristic) karena karakteristik individu merupakan bagian yang mendalam dan melekat pada kepribadian seseorang yang dapat dipergunakan untuk memprediksi berbagai situasi pekerjaan tertentu. Kemudian dikatakan berkaitan antara perilaku dan kinerja karena kompetensi menyebabkan atau dapat memprediksi perilaku dan kinerja.8
Kompetensi manajemen merupakan gabungan dari pengetahuan, keterampilan, sikap, dan perilaku manajemen agar dapat menjalan fungsinya dengan efektif pada berbagai tingkat organisasi, seperti yang terlihat pada Gambar 4.
Standar Kompetensi Manajemen yang ada di Rumah Sakit dapat membantu untuk meningkatkan kualitas pemimpin yang ada di Rumah Sakit, dalam hal ini Manajer Rumah Sakit. Kompetensi-kompetensi manajemen ini sebaiknya dimiliki oleh seorang Manajer agar dapat mencapai tujuan-tujuan dan mengelola organisasi rumah sakit yang kompleks.9,10,11
Dalam memenuhi fungsinya untuk merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, mengawasi, dan mengevaluasi, manajer harus memiliki beberapa kompetensi yang akan membantu mereka untuk berfungsi secara efektif dan efisien. Kompetensi manajer ini merupakan kumpulan pengetahuan, kemampuan, perilaku, dan sikap dalam mengelola suatu peran manajerial.9,10,11
Gambar 4. Kompetensi manajemen rumah sakit11
Kompetensi tersebut dapat diperoleh melalui pendidikan sebelum bekerja (pre-service education), pelatihan saat bekerja (in-service training), dan dari pengalaman kerja (work / on-the-job experience) termasuk umpan balik dari atasan maupun rekan kerja. Kompetensi ini merupakan determinan utama kinerja tenaga kesehatan atau penyedia pelayanan kesehatan. Karena itu, pengukuran kompetensi secara berkala penting dilakukan untuk menentukan kemampuan dan kesiapan para tenaga kesehatan sehingga dapat memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas.9,10,11
ETIKA BISNIS DALAM RUMAH SAKIT
Tanpa obat, rumah sakit akan sulit melakukan kegiatan. Yang menarik, perilaku industri farmasi sebenarnya mengacu pada memaksimalkan keuntungan. Perilaku ini tentunya masuk ke dalam sektor rumah sakit yang merupakan sektor dengan tradisi sosial kemanusiaan. Dalam hal ini pertanyaannya, apakah ada pertimbangan etika dalam industri farmasi yang memaksimalkan keuntungan?12
Dalam sektor kesehatan, industri farmasi mempunyai pengaruh besar terhadap rumah sakit dan berbagai organisasi pelayanan kesehatan. Besarnya omset obat dapat mencapai 50%-60% dari anggaran rumah sakit. Obat merupakan bagian penting dalam kehidupan rumah sakit, dokter, dan pasien. Oleh karena itu, perlu untuk memahami perilaku industri farmasi dalam konteks aplikasi ekonomi di rumah sakit.12
Pada akhir abad ke-20, pemerintah di berbagai negara kesulitan untuk membiayai pelayanan kesehatan secara penuh. Menurut pakar manajemen pelayanan kesehatan (Studin, 1995) dalam keadaan yang menjauhi konsep welfare-state, terjadi suatu transisi pandangan yaitu dari perencanaan rumah sakit yang berorientasi pelayanan kesehatan masyarakat menjadi suatu perencanaan strategis yang menyerupai perencanaan lembaga usaha.12
Pada intinya terjadi berbagai transisi antara lain, sistem perencanaan rumah sakit berubah dari perencanaan yang birokratis tahunan atau pelayanan organisasi sosial menjadi suatu proses perencanaan yang disebut sebagai perencanaan strategis. Pada perencanaan ini dikenal berbagai teknik yang dipergunakan pada perencanaan perusahaan misalnya analisis Strength, Weakness, Opportunity dan Threats (SWOT), serta penyusunan strategi bisnis.12
Penyusunan rencana strategis ini membutuhkan ketrampilan khusus yang dapat dipelajari dari buku-buku dan pelatihan manajemen strategis. Hal lain yang diperlu diperhatikan adalah penggunaan istilah needs untuk perencanaan. Dalam pendekatan needs, maka perencanaan pelayanan kesehatan dilakukan berdasarkan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan tanpa membedakan status ekonominya. Transisi pada aspek ini menggunakan konsep demand, yaitu masyarakat dinilai mengenai kemauan dan kemampuannya mendapatkan pelayanan kesehatan. Dengan menggunakan pendekatan demand ini maka ada berbagai kelompok masyarakat yang mampu untuk membiayai sendiri, tetapi ada yang memerlukan subsidi dari pemerintah atau bantuan lembaga sosial untuk memenuhi kebutuhannya (needs) akan pelayanan kesehatan.12
Pola penyakit dan kematian, atau yang disebut sebagai data epidemiologi berubah menjadi data yang dapat dipergunakan untuk pemasaran rumah sakit. Berbagai trend perkembangan penyakit dipergunakan untuk melakukan peramalan akan prospek pasar pengguna rumah sakit. Transisi ini mengenal istilah manajemen produksi untuk menyebutkan pengembangan program rumah sakit di masyarakat. Istilah kelompok masyarakat yang menggunakan rumah sakit kemudian disebut sebagai customer.12
Dalam perubahan ini berbagai prinsip dalam bisnis dipergunakan oleh rumah sakit. Rumah sakit tidak hanya berorientasi pada kesehatan masyarakat saja, tetapi juga harus memikirkan sistem bisnis agar dapat tumbuh dan berkembang. Keadaan pada sebagian rumah sakit daerah di Indonesia menunjukkan bahwa orientasi bisnis tidak diperhatikan sehingga terjadi kegagalan berkembang. Akibatnya, seluruh fungsi rumah sakit menjadi terganggu. Transisi ini menyebabkan rumah sakit menjadi lebih bersifat lembaga usaha dengan berbasis pada prinsip-prinsip ekonomi dan manajemen yang dipergu-nakan oleh badan-badan usaha lain (Kaluzny dkk., 1995; Mick, 1990). Dampak ini menuntut adanya perubahan pada berbagai tatanan baku yang secara tradisional sudah mengakar pada sistem pelayanan kesehatan, termasuk yang dikelola oleh pemerintah. Transisi ini meng-akibatkan rumah sakit menjadi lembaga yang mempunyai karakter ekonomi sekaligus mempunyai karakter sosial. Dalam hal ini dikhawatirkan apabila dampak tersebut tidak dikelola secara benar akan terjadi kesimpangsiuran dan ketidaktepatan pola manajemen yang dipakai. Dalam hal ini diperlukan suatu kombinasi yang tepat antara orientasi kesehatan masyarakat dan orientasi bisnis.12
Pada dasarnya sebuah lembaga usaha diasumsikan mempunyai tujuan untuk memaksimalkan keuntungan (for profit). Akan tetapi, sebagaimana lembaga usaha bertujuan tidak memaksimalkan untung (nonprofit). Di sinilah letak rumah sakit sebagai usaha nonprofit. Dengan menggunakan spektrum yang disusun oleh Dees (1999), rumah sakit dapat dibedakan dari lembaga usaha yang mempunyai motivasi campuran (rumah sakit berbentuk usaha nonprofit), kemudian pada bentuk lembaga usaha profit. Di Indonesia, sulit mencari rumah sakit yang benar-benar merupakan lembaga usaha yang mempunyai motivasi campuran, karena di Indonesia sendiri pemodal atau pemilik rumah sakit kebanyakan menerapkan sistem kejar setoran yang mana semua tenaga medis dirumah sakit tersebut harus mendapatkan target yang dibuat oleh rumah sakit itu untuk menutupi pembiayaan tiap bulannya.12
Pada saat ini bentuk rumah sakit di Indonesia memang masih belum jelas, apakah berdasarkan konsep lembaga usaha, ataukah berbentuk lembaga sosial. Dalam keadaan yang belum jelas ini, wajar jika timbul berbagai kasus yang mungkin dianggap normal di rumah sakit, tetapi apabila dibahas menggunakan etika bisnis atau norma-norma ekonomi maka kasus-kasus tersebut merupakan penyimpangan. Kasus-kasus tersebut sebagai berikut:12,13
Kasus 1. Mengenai pengaturan jumlah dokter dan penempatan. Di sebuah kota besar, berbagai rumah sakit swasta besar tidak mempunyai satu jenis spesialis full-timer, walaupun sanggup untuk mempunyainya dan membutuhkan keberadaannya secara full-timer. Dalam pengaturan tenaga spesialis oleh pemerintah tidak ada peraturan mengenai penempatan spesialis tersebut di rumah sakit swasta. Akan tetapi, data menunjukkan bahwa seluruh tenaga spesialis tersebut berasal dari rumah sakit pendidikan pemerintah yang diatur oleh perhimpunan spesialis tersebut, walaupun tanpa aturan tertulis. Patut dicatat bahwa tenaga spesialis tersebut sangat dibutuhkan oleh berbagai tindakan medik yang membutuhkan pembedahan dan ICU.12,13
Kasus 2. Penetapan tarif yang terlalu tinggi oleh spesialis. Seorang direktur rumah sakit keagamaan mengeluh karena pasien SC (nama pasien) kelas III harus membayar jasa medik sebesar Rp2.000.000,00 untuk dokternya. Jasa medik ini tidak bisa ditawar karena dokter ahli kebidanan dan kandungan tersebut satu-satunya di wilayah tersebut. Dalam kasus ini posisi direktur rumah sakit X berada pada situasi yang sulit. Apabila tidak menyetujui tarif tersebut, maka dokter yang bersangkutan tidak mau bekerja di rumah sakitnya. Akan tetapi, apabila mengikutinya, maka rumah sakit X ini menjadi mahal yang berarti berlawanan dengan misi sosialnya.12,13
Kasus 3. Hubungan dokter dengan industri farmasi merupakan keadaan yang diwarnai dengan berbagai motivasi ekonomi. Konferensi-konferensi ilmiah para dokter dipengaruhi kuat oleh industri farmasi. Konferensi-konferensi ilmiah menjadi ajang promosi industri obat yang berusaha mempengaruhi pola peresepan dokter. Hal yang menarik bahwa banyak diskusi atau sesi-sesi dalam pertemuan ilmiah yang dibiayai oleh perusahaan farmasi dengan mekanisme memberikan door-prize dan makan siang.12,13
Kasus 4. Ketika tarif poli spesialis di rumah sakit pemerintah murah yang jasa mediknya rendah, maka terjadilah peresepan yang sangat tinggi dan menggunakan jasa apotek di luar rumah sakit. Hal ini disebabkan oleh motivasi ekonomi untuk mendapat persentase dari omzet penjualan obat. Walaupun tidak dapat dibuktikan secara "hitam di atas putih", dokter mendapat keuntungan materi dari apotek yang menjual obat yang diresepkan tersebut. Akibatnya, pasien yang ingin membeli obat harus pergi ke apotek di luar rumah sakit yang ditunjuk oleh dokter. 12,13
Kasus 5. Penjualan bahan dan alat yang diikutkan dengan pelayanan. Seorang keluarga pasien mengeluh karena operasi bedah tulang tidak dapat dilakukan sebelum pen-nya dibeli. Pembelian pen tersebut terpisah dari biaya rumah sakit karena rumah sakit tidak menyediakan langsung. Ketika pihak manajemen rumah sakit ditanya mengenai masalah ini, jawabannya sangat sederhana karena dokter bedah tulang mensyaratkan bahwa pen harus berasal dari dirinya. 12,13
Kasus 6. Angka bedah caesar di sebuah rumah sakit sangat tinggi karena indikasi diperlonggar. Angka tersebut sangat tinggi karena memang pasien menginginkan bedah SC (nama pasien) tanpa indikasi medik, dokter kebidanan dan kandungan juga tertarik melakukannya, serta sistem manajemen rumah sakit mendorong mendapatkannya. 12,13
Kasus 7. Lingkungan fisik lembaga pelayanan kesehatan. Hampir seluruh praktik bersalin, dokter, dan dokter gigi tidak memper-hatikan masalah pencemaran lingkungan. Tempat-tempat praktik jarang yang mempunyai sistem pembuangan limbah. Limbah praktik diperlakukan sama dengan limbah rumah tangga. Berbagai rumah sakit membuang limbah berbahaya dengan tidak menggunakan instalasi limbah yang cukup baik. Akibatnya, limbah rumah sakit tidak dapat dijamin untuk tidak membahayakan penduduk di sekitar lingkungan rumah sakit. 12,13
Kasus-kasus tersebut patut dipertanyakan: apakah melanggar etika dokter? Apabila dikaji kasus per kasus, terdapat berbagai praktik terlarang secara ekonomi yang dipraktikkan. Kasus ke-1 terkait dengan praktik-praktik kartel dan perilaku monopolistik. Dengan adanya pengaturan jumlah dokter spesialis oleh perhimpunan profesi di sebuah daerah, dipandang dari kacamata anggota maka akan terjadi suatu jaminan pendapatan yang tinggi. Akan tetapi, dari kacamata konsumen ataupun dokter spesialis lain yang menggunakan jasa dokter spesialis tersebut akan terjadi keadaan yang berlawanan. Masyarakat dan dokter lain akan kesulitan mendapatkan jasa, dan nilai jasa menjadi tinggi karena pihak dokter spesialis tersebut dapat berlaku sebagai penentu jasa (price-maker). 12,13
Kasus ke-2, dokter menetapkan tarif tinggi walaupun di rumah sakit X karena perilaku monopolistik (di mana terdapat banyak obat yang menghasilkan khasiat serupa tetapi memiliki perbedaan dalam beberapa aspek) dengan sifat supply tenaga spesialis yang inelastik (suatu keadaan dimana pasien kurang peka terhadap perubahan harga). Jika rumah sakit X tadi tidak mau memberikan tarif seperti yang diminta, maka tidak ada pilihan kedua untuk mencari spesialis lain. 12,13
Kasus ke-3 dan ke-4 yang dilakukan oleh dokter akan meningkatkan biaya obat. Hal ini bertentangan dengan prinsip efisiensi. Praktik-praktik hubungan antara dokter dan perusahaan farmasi merupakan salah satu faktor penyebab tingginya harga obat di pasar produk. Kasus ke-5 yaitu penjualan pen oleh dokter merupakan praktik tidak terpuji karena menghilangkan esensi dari hubungan yang seharusnya antara rumah sakit dan pasien bahwa dokter akan bertindak atas nama pasien. Kesulitan utama akan terjadi misalnya pada saat re-imburstment oleh pihak asuransi kesehatan karena tentunya pen yang dibeli dari dokter tidak mempunyai kuitansi. Di samping itu, kemungkinan:12,13
Dokter bedah tulang mengambil keuntungan yang tidak sepatutnya dalam penjualan pen, karena ada faktor kerahasiaan antara pemasok pen dan dokter.
Masalah penghindaran pajak akibat praktik jual beli yang tidak sepantasnya. Dalam hal ini dokter sebenarnya bukan penjual barang, tetapi lebih sebagai penyedia jasa. Keadaan ini serupa dengan penjualan obat oleh dokter pada daerah yang ada apoteknya. Kasus ini menjadi sulit apabila ternyata harga pen yang dijual dokter lebih murah dibanding melalui rumah sakit. Hal ini dapat menunjukkan adanya inefisiensi dalam manajemen rumah sakit.
Kasus ke-6 merupakan salah satu dampak dari fenomena supplier-induced-demand. Di beberapa rumah sakit angka kelahiran melalui bedah Caesar (bedah SC) dapat mencapai 50% dari seluruh jumlah kelahiran. Dalam hal ini berbagai pihak di rumah sakit menikmati adanya bedah SC. Secara sadar atau tidak, berbagai komponen dalam rumah sakit mengharapkan adanya lebih banyak SC. Lingkungan ini ditambah oleh keinginan pasien merupakan tempat yang cocok untuk melakukan SC walaupun tidak ada kebutuhan secara medik. 12,13
Kasus ke-7, merupakan kebalikan dari tugas rumah sakit sebagai suatu lembaga yang seharusnya mampu memberikan eksternalitas positif (good-externalities) dengan menyembuhkan berbagai penyakit, khususnya penyakit menular. Apa yang terjadi, justru semakin meningkatnya kemungkinan eksternalitas negatif (bad externalities) akibat rumah sakit mencemari lingkungan. 12,13
Kasus-kasus tersebut menunjukkan bahwa tindakan-tindakan yang dinilai tidak baik dalam prinsip ekonomi ternyata dipraktikkan dalam pelayanan kesehatan. Praktik melakukan tindakan yang tidak baik ini kemungkinan dilakukan secara sadar ataupun tidak sadar karena memang tidak mengetahui konsep yang benar. Dalam diskusi dengan seorang ahli anestesi, memang tidak ada pemahaman mengenai apa yang disebut sebagai kartel (kelompok produsen independen yang bertujuan menetapkan harga, untuk membatasi suplai dan kompetisi). Yang dipahami oleh para dokter adalah suatu semangat kebersamaan yang kuat, dapat memberikan bantuan bagi yang sedang kesusahan, atau menggantikan praktik apabila dokter yang bersangkutan sedang di luar kota untuk belajar, konferensi atau menghadiri pertemuan sosial dan keluarga. Di sebuah kota sistem tersebut dapat memberikan jaminan untuk ahli yang senior atau yang akan memasuki masa pensiun. Dalam hal ini memang terjadi suatu perbedaan pemahaman prinsip normatif ekonomi yang menentang kartelisme dan rasa persaudaraan profesi. Di sisi dokter, bentuk-bentuk yang mengarah pada kartel adalah bentuk nyata dari kultur profesional yang menempatkan rasa persaudaraan dan senioritas sebagai hal utama. 12,13
Dengan demikian, keadaan yang baik atau buruk dapat dilihat sebagai sesuatu yang relatif, tergantung dari sudut pandangan mana dilakukan. Pertanyaan yang sering timbul: apakah tidak terdapat pedoman yang dapat diikuti oleh semua pihak yang terkait dengan kasus di atas? 12,13
Ketika dokter atau rumah sakit melakukan penetapan tarif terlalu tinggi, jelas bahwa mereka yang miskin akan semakin sulit mendapatkan akses pelayanan kesehatan. Demikian pula apabila harga obat menjadi semakin mahal akibat tidak efisiennya sistem produksi dan distribusi obat, maka masyarakat ekonomi lemah yang akan dirugikan.
Ada pertanyaan menarik mengapa etika dokter cenderung tidak mampu mengatasi permasalahan tersebut, atau pertanyaan lain mengapa para ahli etika dokter tidak tertarik untuk membahas masalah ini? Pertanyaan ini terjadi karena pada saat Seminar Internasional Bioetika yang diselenggarakan oleh Fakultas Kedokteran UGM dan Harvard University pada pertengahan tahun 2000, ternyata tidak banyak pembahasan mengenai kasus-kasus tersebut dari para ahli etika. Dapat dikatakan bahwa kasus-kasus tersebut menjadi bagian abu-abu dari etika. 12,13
Dalam seminar tersebut, seorang ahli etika Prof. Syamsu Hidayat mengungkapkan hal menarik dengan mengutip George Bernard Shaw yang menyatakan: "Every profession is a conspiracy against the public". Menafsirkan pernyataan tersebut maka dapat diperkirakan bahwa etika dokter sulit mencegah dokter mendapatkan keuntungan-keuntungan ekonomi yang tidak wajar seperti yang terdapat pada kasus-kasus di atas. Hal ini yang mendorong berbagai pengamat etika mengusulkan adanya etika untuk lembaga pelayanan kesehatan. Etika ini bersifat lebih luas daripada etika dokter, karena sebenarnya di rumah sakit tidak hanya dokter yang mempunyai kegiatan dan interes (Monagle dan Thomasma, 1998). Oleh karena itu, diperlukan etika profesional dan etika kelembagaan.12
Dalam membahas hubungan antara etika rumah sakit dan etika professional Jacobalis (1993) menyatakan sebagai etika individual dan etika institusional. Etika individual adalah etika profesi seperti etika dokter, etika perawat, dan sebagainya yang mengatur perilaku pribadi dan perilaku profesional pengemban profesi itu. Etika dokter adalah etika profesi yang tertua, yang berawal pada sumpah Hippokrates (460 - 377 SM). Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki) masih mengandung unsur-unsur seperti dalam sumpah Hippokrates 2500 tahun yang lalu. Konsep etika institusional relatif baru, yaitu konsep berperilaku bagi suatu institusi atau dalam ikatan institusi. Etika rumah sakit adalah salah satu etika institusional dalam layanan kesehatan. Etika rumah sakit dapat dipilah dalam: (1) etika biomedik atau bioetika (bioethics); dan (2) etika manajemen yang lebih banyak terkait dengan aspek-aspek dalam manajemen dan administrasi.12
Etika biomedik menyangkut masalah-masalah sekitar konsepsi, reproduksi, kehamilan, kelahiran, hidup, penyakit, dan kematian manusia. Istilah "bioetika" masih relatif baru. Orang yang pertama kali mencetuskannya adalah Dr. Van Ransellaer Potten dalam bukunya Bioethics, Bridge To The Future (1971). Bioetika menjadi sangat mendesak diperhatikan dan dipelajari guna mencari pemecahan atas dilema atau masalah yang timbul oleh perkembangan yang sangat pesat dalam ilmu dan teknologi biologi dan kedokteran dalam beberapa dekade terakhir. Perkembangan itu dalam banyak hal telah mengubah sama sekali konsepsi dan persepsi tentang hidup dan mati manusia, sehingga diperlukan peninjauan kembali tentang norma-norma moral yang sudah dianggap mapan sebelumnya (Jacobalis, 1993).12
Dalam "kasus abu-abu" di atas, terlihat bahwa memang etika profesi dokter tidak dapat menjadi pedoman untuk mencari pemecahan akan kasus-kasus di atas. Untuk itu diperlukan etika lain yaitu etika organisasi rumah sakit yang mana setiap tenaga medis harus berperan dan bertanggung jawab untuk menyesaikan permasalahan diatas. Kemudian harus ada pula undang-undang kefarmasian dan kesehatan yang harus menjadi landasan konkrit agar memiliki payung hukum yang sah dalam menyelsaikan kasus-kasus yang terjadi di rumah sakit. Lalu semua tenaga medis di rumah sakit harus mengingat sumpah tiap-tiap profesi yang disandang yang intinya adalah untuk kemaslahatan masyrakat tanpa mengenal kelas sosial di dalam masyarakat itu senidiri. 12,13
MELIRIK PELUANG BISNIS RUMAH SAKIT
Rumah sakit merupakan salah satu bentuk usaha yang memiliki siklus pelayanan tiada henti, berbasis pada kepercayaan terhadap kualitas pelayanan, memiliki tingkat unpredictable service tinggi, pola pelanggan atau pasien yang datang tanpa rencana dengan alasan pemberian layanan lebih dikarenakan kebutuhan keinginan, proses pembuatan produk layanan sarat dengan interaksi langsung antara pasien dengan petugas rumah sakit, perawat, dan dokter serta memiliki resiko operasional relatif tinggi. Rumah sakit juga merupakan suatu bentuk usaha yang membutuhkan peralatan canggih, tenaga kerja kompeten dan kebutuhan material khusus (farmasi). Di samping itu pelayanan dan operasionalisasi usaha rumah sakit juga sarat dengan aturan, standarisasi dan senditif terhadap aspek etika moral. 13,14
Situasi politik di dalam negeri maupun internasional juga berubah-ubah tidak menentu. Pada saat ini dunia politik sangat mudah bergejolak, terutama setelah kehidupan demokrasi mulai ditegakkan. Nilai-nilai barat yang dimotori oleh Amerika Serikat mewarnai lingkungan strategis dunia dengan isu globalisasi dengan ciri demokrasi, penghormatan hak asasi manusia, dan lingkungan hidup yang menjadi suatu ukuran yang baru.13,14,15,16
Begitu juga dalam dunia kesehatan yang sangat penting bagi setiap lapisan masyarakat, pemerintah kurang memberikan perhatian terhadap masalah kesehatan. Negara Indonesia sendiri sudah mengalami masa pergantian pemerintah sebanyak enam kali dan selama itu pula dalam kampanye mereka selalu menjanjikan kesehatan sebagai salah satu fokus yang utama. Tapi itu semua hanya janji politik yang tidak teralisasikan. Terkadang topik tentang kesehatan hanya menjadi alat untuk kepentingan politik bagi individual atau pun golongan bagi orang-orang yang duduk di dalam dunia politik.15,16
Dengan adanya globalisasi, pemerintah sendiri belum memberikan perhatian khusus pada industri kesehatan terutama rumah sakit agar dapat bersaing dengan negara lain dan dapat memenangkan persaingan bebas yang akan membawa kemajuan dalam pergaulan global.15,16
Ekonomi juga menjadi perhatian utama dalam tata hubungan antarnegara saat ini. Kehidupan ekonomi mempunyai ciri saling bergantung dan saling bersaing. Hubungan ini akan menjadi semakin kompleks sehingga jika suatu negara mengalami krisis, maka akan berdampak pada negara lainnya. Besar kecilnya dampak sangat bergantung pada fundamental ekonomi suatu negara. 15,16
Sedangkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia berkembang secara cepat dan berfluktuasi. Keadaan ekonomi negara kita sekarang cenderung tidak stabil. Prediksi untuk inflasi di tahun 2007 sekitar 6%, dan terjadi penurunan dibanding sebelumnya, yaitu 8%. Nilai tukar rupiah terhadap dolar saat ini berkisar pada Rp13300 untuk US$ 1. Dengan ketidakpastian perekonomian seperti ini, maka dapat berdampak buruk terhadap industri kesehatan terutama rumah sakit. 15,16
Tekanan demografi dan transisi epidemiologi mengakibatkan beban sosial-ekonomi yang semakin berat. Hal ini disebabkan pertumbuhan ekonomi yang tidak stabil, sumber daya yang tidak tersedia dan tidak sepadan untuk memenuhi kebutuhan, serta adanya tuntutan dan harapan yang terus meningkat tentang pemeliharaan kesehatan. 15,16
Hampir 70% biaya kesehatan dikeluarkan oleh swasta, sementara pemerintah hanya sekitar 30%. Biaya yang berasal dari swasta sebagian besar dikeluarkan langsung dari saku masyarakat (out of pocket) ketika mereka sakit dan hanya 6-19% yang melalui mekanisme asuransi atau perusahaan. Dengan ketidakpastian perekonomian dan pola pembiayaan kesehatan tersebut diatas, maka tingkat kesehatan penduduk sangat rawan terhadap perubahan situasi ekonomi maupun global. 15,16
Di bawah tekanan masih rendahnya rata-rata pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya biaya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, rumah sakit menghadapi masa tanda tanya. Benarkah dalam menghadapi era perdagangan bebas nanti pelayanan kesehatan di Indonesia, khususnya pelayanan rumah sakit mampu mengatasi desakan investasi asing? 15,16
TANTANGAN RUMAH SAKIT DALAM MENGHADAPI ERA GLOBAL
Rumah sakit masa kini menghadapi tantangan-tantangan berat, termasuk menghadapi era globalisasi. Globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan serta investasi adalah lahan dasar untuk sistem pasar bebas. Pasar bebas berarti persaingan bebas, termasuk persaingan bebas dalam jasa pelayanan kesehatan.16
Dalam persaingan secara umum, ada yang dinamakan segitiga persaingan, yaitu customer (pelanggan), competitor (pesaing), dan corporate (rumah sakit itu sendiri). Tantangan utama secara nasional atau makro adalah bahwa kebutuhan akan kesehatan (health needs) secara kuantitatif dan kualitatif sangat meningkat. Oleh karena itu, dibutuhkan lebih banyak sumber daya kesehatan (health resources) yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan yang meningkat itu. Sedangkan, sumber daya untuk itu (SDM, dana, sarana, ilmu dan teknologi, manajemen, material kesehatan, obat, dll) terbatas. Sehingga kesenjangan antara kebutuhan dan sumber daya cenderung menjadi semakin besar. Inilah yang menjadi masalah dan tantangan bagi rumah sakit kita dalam globalisasi.
Di dalam rumah sakit, tantangan itu muncul dari konsumen atau pasien, sebab pemakai jasa sudah lebih tinggi lagi tuntutan akan pelayanan yang baik dan bermutu. Konsumen atau pasien sudah terbiasa "dimanjakan" oleh industri barang atau jasa lain yang sudah terlebih dahulu menempatkan "kepuasan pelanggan" sebagai fokus utama dalam pelayanan. Selain itu, akibat globalisasi konsumen juga dapat dengan mudah mendapatkan informasi tentang pelayanan kesehatan dari luar negeri. Sehingga mereka mudah untuk membanding-bandingkan.16
Jadi kita harus berani mengakui bahwa, tantangan pertama bagi rumah sakit kita adalah bagaimana mengubah paradigma kita menjadi lebih berfokus pada upaya sungguhsungguh meningkatkan kepuasan konsumen. Ini berarti mengubah sikap dan perilaku terhadap pasien.16
Selain itu, tantangan bagi rumah sakit adalah tantangan untuk bersaing, baik dengan sesama pemberi pelayanan kesehatan di dalam negeri maupun luar negeri. Dalam arti positif, kompetisi dalam industri kesehatan adalah kemampuan memberikan konsumen barang atau jasa untuk pemeliharaan kesehatan yang bermutu lebih baik, berharga lebih rendah, pelayanan yang lebih sempurna, lebih mudah terjangkau, memenuhi kebutuhan, tuntutan, harapan, dan kepuasan konsumen.16
PELUANG DALAM ERA GLOBAL
Era globalisasi akan membuka berbagai peluang, baik bagi profesi medis maupun bagi rumah sakit sendiri. Informasi IPTEK dari berbagai negara maju akan cepat dapat diterima dan dipelajari serta kemudian dapat diterapkan secara tepat dan benar dalam pelayanan kepada masyarakat. Alih ilmu dan teknologi, alih keterampilan dari para pakar internasional kepada tenaga kesehatan Indonesia semakin meningkat. Alih IPTEK dan keterampilan dapat melalui berbagai kegiatan, seperti melalui kegiatan di rumah sakit, pelatihan-pelatihan singkat, dalam berbagai disiplin ilmu serta kegiatan seminar dan simposium.16
Dengan adanya AFTA yang sebentar lagi akan terbuka, maka juga dapat menciptakan peluang untuk tenaga kesehatan Indonesia dapat bersaing di luar negeri dan hal tersebut akan membawa dampak yang baik bagi peningkatan devisa negara. Penanam modal asing juga akan lebih terbuka untuk berinvestasi di Indonesia, terutama di bidang kesehatan.16
SIKAP WIRAUSAHAWAN DALAM MENGHADAPI PERSAINGAN GLOBAL
Menurut David (1996) karakteristik yang dimiliki oleh seorang wirausaha memenuhi syarat-syarat keunggulan bersaing bagi suatu perusahaan/ organisasi, seperti inovatif, kreatif, adaptif, dinamik, kemampuan berintegrasi, kemampuan mengambil risiko atas keputusan yang dibuat, integritas, daya-juang, dan kode etik niscaya mewujudkan efektivitas perusahaan/organisasi. Hal ini dapat dilihat dari Gambar 5.17
Gambar 5. Karakteristik seorang wirausahawan
Karakteristik ini merupakan modal penting bagi seorang wirausahawan dalam mengembangkan rumah sakit yang dimilikinya (rumah sakit swasta). Hal ini juga menjadi faktor pendukung utama dalam menghadapi dunia bisnis global seperti sekarang ini.
ASPEK KEUANGAN RUMAH SAKIT
Masalah utama yang saat ini dihadapi oleh sistem pelayanan kesehatan adalah sumber daya yang semakin lama semakin sulit mengejar kebutuhan pelayanan. Sumber daya ini berasal dari swasta dan pemerintah dengan persentase dari swasta relatif semakin membesar sehingga muncul masalah baru yang berkaitan dengan akses ke pelayanan kesehatan dan semakin rendahnya mutu pelayanan kesehatan masyarakat karena kekurangan subsidi pemerintah.18
Di negara-negara sedang berkembang, public spending pada semua sektor berkembang dengan pesat pada dekade 1960-an dan 1970-an. Pada periode ini ada optimisme bahwa pemerintah dapat aktif membiayai program-program kesejahteraan rakyatnya. Salah satu program kesejahteraan adalah membiayai pelayanan rumah sakit. Dengan demikian, rumah sakit milik pemerintah adalah suatu organisasi normatif yang mengacu pada fungsi sosial untuk menyehatkan masyarakat. Periode ini dipuncaki dengan deklarasi pada tahun 1978 di Alma-Ata. Di bekas negara sosialis Uni Soviet tersebut WHO mengeluarkan deklarasi "Health for All by the Year 2000".18
Pada dekade 1980-an, pertumbuhan ekonomi dunia melambat dan pengeluaran untuk kesehatan menurun. Subsidi untuk pelayanan kesehatan semakin kecil, sementara itu biaya pelayanan kesehatan semakin meningkat, khususnya pelayanan rumah sakit yang menggunakan teknologi canggih. Tidaklah mengherankan jika terjadi pergeseran mengenai arti pelayanan rumah sakit dari suatu pelayanan yang bersifat public-goods (dengan subsidi tinggi atau bahkan gratis sama sekali) menjadi suatu pelayanan yang bersifat individualistis (private goods).18
Pelayanan rumah sakit semakin mengarah pada barang komoditi yang mengacu pada kekuatan pasar dalam perekonomian masyarakat. Sebagai suatu organisasi, rumah sakit mulai berubah dari organisasi yang normatif (organisasi sosial) ke arah organisasi yang utilitarian. Saat ini dikenal istilah rumah sakit sebagai suatu organisasi sosial-ekonomis.18
Perubahan sifat rumah sakit ke arah organisasi sosial-ekonomi ini dipacu oleh keterlibatan Bank Dunia dalam sektor kesehatan. Tahun 1980 Bank Dunia mulai memberikan pinjaman ke sektor kesehatan. Pada tahun 1983 Bank Dunia telah menjadi salah satu pemberi dana kesehatan terbesar untuk negara-negara sedang berkembang. Tidaklah mengherankan para ekonom sebagai organisasinya apabila Bank Dunia berperan dalam menekankan prinsip-prinsip ekonomi dalam manajemen rumah sakit.18
Sistem pelayanan kesehatan di Indonesia didanai oleh pemerintah dan swasta. Secara garis besar pihak swasta membiayai sekitar 70% total pendanaan (Biro Keuangan Depkes, 2001). Pendanaan dari swasta terutama diperuntukkan bagi sistem pelayanan kesehatan perorangan yang lebih bersifat private goods. Di samping itu, sistem pelayanan kesehatan mendapatkan dana dari sumber pemerintah dan juga dari luar negeri. Sebagian kecil dana pelayanan kesehatan menggunakan asuransi kesehatan sebagai mekanisme pendanaan. Sumber dana kemanusiaan secara resmi tidak tercatat. Gambar 6 menunjukkan peta sumber pendanaan kesehatan di Indonesia.18
Industri farmasi merupakan satu aspek dalam sistem pelayanan kesehatan yang mempunyai ukuran ekonomi relatif besar. Pada tahun 1991 konsumsi per kapita untuk obat sebesar Rp 8.162,00, sehingga dengan demikian sekitar Rp 1,5 triliun beredar dalam industri farmasi. Pada tahun 1994/1995 anggaran Depkes berjumlah Rp 1,281,18 milyar. Apabila dibandingkan dengan total (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maka perkembangan proporsi anggaran Depkes dapat dilihat pada tabel berikutnya. Secara nasional, anggaran pemerintah untuk Depkes relatif kecil, sekitar 2,5%. Proporsi yang kecil ini menunjukkan bahwa Depkes bukan merupakan bagian utama dari kabinet. Dengan kata lain, pemerintah belum memberikan prioritas pada pelayanan kesehatan. Sebagai perbandingan tahun 1991, APBN untuk militer (8,2%), anggaran sektor pendidikan (9,1%), anggaran sektor kesehatan (2,4%), pelayanan jasa ekonomi (27,1%), perumahan (1,8%), dan lain-lain (51,5%).18
Gambar 6. Peta sumber pendanaan kesehatan di Indonesia18
Di samping APBN yang rendah untuk kesehatan, pengeluaran rumah tangga untuk kesehatan juga rendah, hanya 2%. Angka ini jauh dari pengeluaran untuk pakaian (7%), makanan (21%), bahan bakar (7%), dan pendidikan (4%). Setelah tahun-tahun tersebut, data anggaran pemerintah untuk kesehatan relatif tidak bertambah. Proporsi anggaran justru paling banyak untuk sekretariat jenderal (1994-1995: 52%, 1998/1999: 62,79%). Sangat menarik bahwa kenaikan anggaran Depkes banyak berasal dari pinjaman luar negeri. Pada tahun anggaran 1994/1995 pinjaman luar negeri dan bantuan luar negeri jumlahnya sebesar Rp 196.033.500.000,00, sedangkan pada tahun anggaran 1998-1999 berjumlah Rp 532.347.156.000,00.18
Prioritas rendah terhadap pengeluaran kesehatan menunjukkan bahwa penghargaan bangsa dan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan masih buruk. Hal ini disadari karena kegiatan peningkatan kesehatan merupakan suatu proses yang membutuhkan waktu panjang untuk membuktikan hasilnya, bukan suatu kegiatan jangka pendek yang akan terlihat hasilnya seperti membangun jembatan. Dengan demikian, Indonesia masih menunggu waktu sampai terjadi peningkatan apresiasi bangsa dan masyarakat terhadap kesehatan sehingga investasi untuk pelayanan kesehatan dapat layak.18
Salah satu hal yang dapat menjelaskan mengapa terjadi sumber pendanaan yang cenderung tidak berkembang adalah sikap pemerintah sendiri yang akhirnya justru membatasi perkembangan ekonomi pelayanan kesehatan. Jarang dilakukan inovasi-inovasi politik dan ekonomi yang dapat mengembangkan kegiatan di sektor kesehatan. Pengalaman di negara-negara lain membutuhkan inovasi tersebut. Dengan tidak adanya inovasi, maka laju pembangunan kesehatan di Indonesia menjadi terhambat misal adanya fenomena dokter menganggur walaupun secara rasio masih sangat dibutuhkan.18
Dalam konteks pengembangan sumber pendanaan rumah sakit perlu diperhatikan mengenai peran swasta yang besar. Secara konseptual peran swasta sebagai sumber pendanaan diwujudkan dalam berbagai kegiatan pada kotak 3 dan kotak 4. Dengan adanya program pengembangan mutu rumah sakit pemerintah diharapkan masyarakat atau swasta menggunakan rumah sakit pemerintah untuk mencari pengobatan. Pada sisi lain, berbagai sumber pendanaan pemerintah mungkin akan dikontrakkan ke perusahaan swasta, misalnya untuk promosi kesehatan ataupun kebersihan lingkungan. Pola kontrak keluar ini perlu diperhatikan karena cara yang baik untuk menghindari keadaan over-load pada lembaga pelayanan kesehatan pemerintah atau Dinas Kesehatan (Dinkes).18
Gambar 7. Peran swasta dalam pendanaan kesehatan
Akibat keterbatasan subsidi pemerintah saat ini semakin banyak dana masyarakat yang dilaksanakan oleh rumah sakit pemerintah. Hal ini yang menyebabkan semakin besarnya pengaruh mekanisme pasar di rumah sakit pemerintah. Dana yang didapat dari masyarakat dipergunakan oleh sistem manajemen rumah sakit untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit dengan cara memperbaiki mutu pelayanan, memperluas bangsal VIP, dan mengeluarkan berbagai produk pelayanan baru. Dengan cara ini diharapkan akan semakin banyak dana masyarakat masuk ke rumah sakit pemerintah sehingga rumah sakit mampu meningkatkan motivasi sumber daya manusianya serta meningkatkan mutu pelayanannya.18
PENGELOLAAN KEUANGAN RUMAH SAKIT SEBAGAI BADAN LAYANAN UMUM
Adanya isu desentralisasi dan perundangan yang berlaku yaitu: UU no: 22 dan UU no: 25 tahun 1999 (UU no: 33 dan 36 tahun 2004) tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, serta Kepmendagri no: 29 tahun 2002 tentang Pedoman Umum Penyusunan APBD, UU no: 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, UU no :25 tahun 2004 tentang Perencanaan Pembangunan Nasional, PP no: 23 tahun 2005 tentang Badan Layanan Umum, PP no: 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah, membuat rumah sakit harus melakukan banyak penyesuaian khusunya dalam hal pengelolaan teknis keuangan maupun penganggaraannya, termasuk penentuan biaya.19,20
Rumah sakit pemerintah dituntut untuk menjadi rumah sakit yang murah dan bermutu. Dalam pengelolaannya rumah sakit pemerintah memiliki peraturan pendukung yang terkait dengan pengelolaan keuangan yang fleksibel. Berdasar PP no: 23 tahun 2005 tersebut rumah sakit pemerintah telah mengalami perubahan sebagai badan layanan umum. Perubahan kelembagaan ini berimbas pada pertanggungjawaban keuangan bukan lagi kepada departemen kesehatan tetapi kepada departemen keuangan. Sebagaimana telah diuraikan di atas dari aspek pelaporan keuangan yang harus mengikuti standar akuntansi keuangan, maka dalam pengelolaan teknis keuangan pun harus diselenggarakan dengan mengacu pada prinsip-prinsip akuntanbilitas, transparansi dan efisiensi. Anggaran yang disusun rumah sakit pemeritah juga harus disusun dengan berbasis kinerja. 19,20
Berdasar prinsip-prinsip tersebut, aspek teknis keuangan perlu didukung adanya hubungan yang baik dan berkelanjutan antara rumah sakit,dengan pemerintah dan dengan para stakeholder, khususnya dalam penentuan biaya pelayanan kesehatan yang mencakup unit cost, efisiensi dan kualitas pelayanan. Yang perlu dipertimbangankan lagi adalah adanya audit atau pemeriksaan bukan saja dari pihak independen terhadap pelaporan keuangan tetapi juga perlu audit klinik. Dengan berubahnya kelembagaan sebagai BLU tentu saja aspek teknis sangat berhubungan erat dengan basis kinerja. 19,20
Sesuai dengan syarat-syarat BLU bahwa yang dimaksud dengan persyaratan substantif, persyaratan teknis dan persyaratan admnistratif adalah berkaitan dengan standar layanan, penentuan tarif layanan, pengelolaan keuangan,tata kelola semuanya harus berbasis kinerja. Hal-hal yang harus dipersiapkan bagi rumah sakit untuk menjadi BLU dalam aspek teknis keuangan adalah: 19,20
Penentuan tarif harus berdasar unit cost dan mutu layanan. Dengan demikian rumah sakit pemerintah harus mampu melakukan penelusuran (cost tracing) terhadap penentuan segala macam tarif yang ditetapkan dalam layanan. Selama ini aspek penentuan tarif masih berbasis aggaran ataupun subsidi pemerintah sehingga masih terdapat suatu cost culture yang tidak mendukung untuk peningkatan kinerja atau mutu layanan. Penyusunan tarif rumah sakit seharusnya berbasis pada unit cost, pasar (kesanggupan konsumen untuk membayar dan strategi yang diipilih). Tarif tersebut diharapkan dapat menutup semua biaya, diluar subsidi yang diharapkan. Yang perlu diperhatikan adalah usulan tarif jangan berbasis pada prosentase tertentu namun berdasar pada kajian yang dapat dipertanggungjawabkan. Secara umum tahapan penentuan tarif harus melalui mekanisme usulan dari setiap divisi dalam rumah sakit dan aspek pasar dan dilanjutkan kepada pemilik. Pemilik rumah sakit pemerintah adalah pemerintah daerah dan DPRD.
Penyusunan anggaran harus berbasis akuntansi biaya bukan hanya berbasis subsidi dari pemerintah. Dengan demikian penyusunan anggaran harus didasari dari indikator input, indikator proses dan indikator output.
Menyusun laporan keuangan sesuai dengan PSAK 45 yang disusun oleh organsisasi profesi akuntan dan siap diaudit oleh Kantor Akuntan Independen bukan diaudit dari pemerintah.
Sistem remunerasi yang berbasis indikator dan bersifat evidance based. Dalam penyusunan sistem remunerasi rumah sakit perlu memiliki dasar pemikiran bahwa tingkatan pemberian remunerasi didasari pada tingkatan, yaitu tingkatan satu adalah basic salary yang merupakan alat jaminan safety bagi karyawan. Basic salary tidak dipengaruhi oleh pendapatan rumah sakit. Tingkatan dua adalah incentives yaitu sebagai alat pemberian motivasi bagi karyawan. Pemberian incentives ini sangat dipengaruhi oleh pendapatan rumah sakit. Tingkatan yang ketiga adalah bonus sebagai alat pemberian reward kepada karyawan. Pemberian bonus ini sangat dipengaruhi oleh tingkat keuntungan rumah sakit.
Dengan implementasi perubahan kelembagaan menjadi badan layanan umum, dalam aspek teknis keuangan diharapkan rumah sakit akan memberi kepastian mutu dan kepastian biaya menuju pada pelayanan kesehatan yang lebih baik. 19,20
Organisasi BLU cenderung sebagai organisasi nirlaba kepemerintahan Sesuai dengan PP No:23 tahun 2005 pasal 26 menyebutkan bahwa akuntansi dan laporan keuangan diselenggarakan sesuai dengan Standar Akuntansi keuangan (SAK) yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia. Ketentuan ini mengakibatkan ketidakkonsistensian yaitu bahwa organisasi BLU yang cenderung sebagai organisasi kepemerintahan tetapi pelaporan akuntansi menggunakan PSAK (standar akuntansi keuangan ) dari IAI, bukan menggunakan PSAP (Standar akuntansi pemerintahan). Standar akuntansi pemerintah disusun oleh komite standar akuntansi pemerintah (KSAP). Standar ini digunakan untuk organisasi kepemerintahan dan merupakan pedoman dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan SAP dinyatakan dalam PSAP. 19,20
Organisasi pemerintahan sebagai organisasi yang nirlaba semestinya menggunakan SAP bukan SAK. Oleh karena itu jika rumah sakit pemerintah sebagai badan layanan umum semestinya juga menggunakan SAP bukan SAK, namun dalam PP disebutkan badan layanan umum sebagai institusi yang nirlaba menggunakan SAK. Dalam hal ini SAK yang tepat adalah PSAK no 45 yaitu standar akuntansi keuangan utuk organisasi nirlaba. 19,20
Nilai lebih dari rumah sakit pemerintah menjadi badan layanan umum ditinjau dari isi pelaporan keuangan adalah rumah sakit harus mengikuti ketentuan untuk pelaporan keuangan organisasi nirlaba dan menyanggupi untuk laporan keuangan tersebut diaudit oleh auditor independence. Dengan kesanggupan tersebut tentu saja diharapkan rumah sakit dapat mencapai tata kelola yang baik dan pelaporan yang transparans. Laporan keungan rumah sakit sebagai BLU yang disusun harus menyediakan informasi untuk:
Mengukur jasa atau manfaat entitas nirlaba,
Pertanggungjawaban manajemen entitas rumah sakit, (disajikan dalam bentuk laporan aktivitas dan laporan arus kas)
Mengetahui kontinuitas pemberian jasa, (disajikan dalam bentuk laporan posisi keuangan)
Mengetahui perubahan aktiva bersih, (disajikan dalam bentuk laporan aktivitas)
Dengan demikian laporan keuangan rumah sakit pemerintahan akan mencakup: 19,20
Laporan posisi keuangan (aktiva, utang dan aktiva bersih, tidak disebut neraca). Klasifikasi aktiva dan kewajiban sesuai dengan perusahaan pada umumnya. Sedangkan aktiva bersih diklasifikasikan aktiva bersih tidak terikat, terikat kontemporer dan terikat permanen. Yang dimaksud pembatasan permanen adalah pembatasan penggunaan sumber daya yang ditetapkan oleh penyumbang. Sedangkan pembatasan temporer adalah pembatasan penggunaan sumber daya oleh penyumbang yang menetapkan agar sumber daya tersebut dipertahankan sampai pada periode tertentu atau sampai dengan terpenuhinya keadaan tertentu.
Laporan aktivitas, yaitu penghasilan, beban dan kerugian dan perubahan dalam aktiva bersih.
Laporan arus kas yang mencakup arus kas dari aktivitas operasi, aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan.
Catatan atas laporan keuangan, antara lain sifat dan jumlah pembatasan permanen atau temporer dan perubahan klasifikasi aktiva bersih.
Pelaporan harus memiliki akuntabilitas yang tinggi dengan adanya tuntutan bahwa laporan keuangan harus diaudit oleh audit independen. Dengan menjadi BLU ini diharapkan rumah sakit menjadi suatu organisasi yang memiliki tata kelola yang transparansi dan auditable sehingga akan berujung pada peningkatan kualitas pelayanan.19,20
REFERENSI
Romaito A. Manajemen strategik rumah sakit: pentingnya tahapan formulasi strategi dalam menyusun perencanaan strategis. Tersedia pada: http://adelinaromaito.weblog.esaunggul.ac.id/2014/03/25/tugas-online-1-manajemen-strategik-rumah-sakit/. (Diakses pada 24 September 2017)
Swayne LE, Duncan WJ, Ginter PM. Strategic management of health care organizations. Edisi ke-6. Chichester: John Wiley & Sons; 2008.
https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=InjBkmPVTUUC&oi=fnd&pg=PR3&dq=strategic+management+for+hospitals&ots=jpCwmsGTX1&sig=0k09s8qjjjAPSP2-C4BghJV7ivU&redir_esc=y#v=onepage&q=strategic%20management%20for%20hospitals&f=false
Partakusuma LG. Evaluasi tata kelola rumah sakit badan layanan umum pada 4 rumah sakit vertikal kelas A di Jawa dan Bali. Jurnal Administrasi Kebijakan Kesehatan. 2014;1(1):32-41.
http://journal.ui.ac.id/index.php/arsi/article/viewFile/5210/3495
Yunus E. Manajemen strategis. Yogyakarta: Andi Offset; 2016.
https://books.google.co.id/books?id=vKk5DgAAQBAJ&pg=PA18&lpg=PA18&dq=konsep+manajemen+strategis&source=bl&ots=w8Z7GmyzaD&sig=_C7cogSZH1qprooOpIrsQXAsTQY&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwiA_sKG7bzWAhUIs48KHUunDyU4ChDoAQhfMAk#v=onepage&q=konsep%20manajemen%20strategis&f=false
Suyadi. Manajemen pelayanan kesehatan: suatu pendekatan interdisipliner. Disampaikan pada Seminar Nasional Pergeseran Paradigma Manajemen: Tinjauan dari Berbagai Disiplin Ilmu; 9 Desember 2011; Malang: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia, Malang; 2011.
http://www.suyadi.lecture.ub.ac.id/files/2011/12/MANAJEMEN-PELAYANAN-KESEHATAN-Prof-Suyadi.pdf
Kalasuat Y, Hariyono W, Rosyidah. Sistem pengelolaan logistik barang non medis di Rumah Sakit Panti Nugroho Kabupaten Sleman. Tersedia pada: http://eprints.uad.ac.id/2727/1/SISTEM_PENGELOLAAN_LOGITIK_BARANG_NON_MEDIS.pdf. (Diakses pada 24 September 2017)
Aditama TY. Manajemen administrasi rumah sakit. Jakarta: Universitas Indonesia; 2002.
https://books.google.co.id/books?hl=id&id=0fzaAAAAMAAJ&dq=manajemen+administrasi+rumah+sakit+buku&focus=searchwithinvolume&q=manajemen+logistik
Nurelisa. Hubungan manajemen berbasis kompetensi dengan kepuasan kerja perawat di RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo. Tersedia pada: http://repositori.uin-alauddin.ac.id/1135/1/NURELISA.PDF. (Diakses pada 25 September 2017)
Iskandar A. Kompetensi manajer rumah sakit. Tersedia pada: http://thingsidojustbecause.blogspot.co.id/2011/01/kompetensi-manajer-rumah-sakit.html. (Diakses pada 25 September 2017)
Aisyah N. Kompetensi manajer rumah sakit. Tersedia pada: http://www.nuraisyah.net/2013/01/kompetensi-manajer-rumah-sakit.html. (Diakses pada 25 September 2017)
Sabarguna BS. Kompetensi manajemen rumah sakit. Jakarta: Segung Seto; 2012.
https://sabarguna.files.wordpress.com/2013/01/jelajah-99-mrs-66-kompetensi-manajemen-rs.pptx
Lubis TDS. Pergeseran rumah sakit dari lembaga sosial ke lembaga usaha yang sosial. Tersedia pada: http://hmicbgciputat.org/index.php/artikel/pergeseran-rumah-sakit-dari-lembaga-sosial-ke-lembaga-usaha-yang-sosial. (Diakses pada 25 September 2017)
Anonimus. Etika bisnis rumah sakit. Tersedia pada: http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/images/buku/MRS1/MRS_BAB%20XVI%20-%20ETIKA%20BISNIS%20RUMAH%20SAKIT.pdf. (Diakses pada 25 September 2017)
Web page INA CBG's. Desain proses bisnis rumah sakit. Tersedia pada: http://inacbg.blogspot.co.id/2016/04/desain-proses-bisnis-rumah-sakit.html. (Diakses pada 25 September 2017)
Koestanto BD. Melirik bisnis rumah sakit. Tersedia pada: http://ekonomi.kompas.com/read/2013/01/07/02302070/melirik.bisnis.rumah.sakit. (Diakses pada 25 September 2017)
Adisasmito W. Case study: analisis kebijakan kesehatan. Jakarta: Universitas Indonesia; 2008.
https://staff.blog.ui.ac.id/wiku-a/files/2009/02/kesiapan-rs-dlm-menghadapi-globalisasi_edited.pdf
Rofiq MA. Karakter wirausahawan. Tersedia pada: http://materiusaha.blogspot.co.id/2015/03/karakter-kewirausahaan.html. (Diakses pada 25 September 2017)
Anonimus. Aspek pendanaan rumah sakit. Tersedia pada: http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/images/buku/MRS1/MRS_BAB%20II%20-%20ASPEK%20PENDANAAN%20RUMAH%20SAKIT.pdf. (Diakses pada 25 September 2017)
Irawan T. Teknis pengelolaan dan pelaporan keuangan rumah sakit sebagai Badan Layanan Umum (BLU). Tersedia pada: https://trikuris.wordpress.com/2014/12/11/teknis-pengelolaan-dan-pelaporan-keuangan-rumah-sakit-sebagai-badan-layanan-umum-blu/. (Diakses pada 25 September 2017)
Astawa IND, Hendra IPO. Strategi pengelolaan keuangan dalam upaya optimalisasi pemanfaatan anggaran di Rumah Sakit Umum Daerah Wangaya Kota Denpasar. Jurnal Manajemen & Bisnis. 2016;13(2):70-78.
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjf1Ji_nb_WAhUGs48KHbFXCAkQFggwMAE&url=https%3A%2F%2Fe-journal.stie-aub.ac.id%2Findex.php%2Fprobank%2Farticle%2Fdownload%2F64%2F65&usg=AFQjCNEbX882oGFtkDz5_OL4gFy0itsL7Q