PERISTIWA BANDUNG LAUTAN API Peristiwa Bandung Lautan Api merupakan merupakan peristiwa besar yang terjadi setelah kemerdekaan Indonesia. Peristiwa ini merupakan sebuah perjuangan yang dilakukan oleh rakyat Bandung dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Dalam pembahasan kali ini, Sumber Sejarah akan mengulas sebuah peristiwa Bandung Lautan Api secara lengkap. Pembahasan mengenai Peristiwa Bandung Lautan Api meliputi ; Latar Belakang, Kronologi Tujuan, Asal Julukan Bandung Lautan Api, Dan hal menarik Tentang Peristiwa tersebut. Monggo simak artikel berikut ini. Sejarah Peristiwa Bandung Lautan Api adalah sebuah situasi dimana para pejuang kemerdekaan Indonesia yang ada di kota Bandung membakar kota tersebut demi upaya untuk mempertahankan kemerdekaan republik Indonesia. Peristiwa ini terjadi pada bulan Maret 1946. Pembakaran kota Bandung dilakukan oleh masyarakat sebagai respon perintah dari pihak Sekutu yang menyuruh masyarakat Bandung agar mengosongkan kota Bandung. Pembakaran tersebut dilakukan oleh sekitar 200 ribu masyarakat dalam waktu 7 jam. Mereka membakar harta benda dan rumah selanjutnya pergi meninggalkan kota Bandung.
Foto Ilustrasi Peristiwa Bandung Lautan Api Latar Belakang Peristiwa Bandung Lautan Api Peristiwa Bandung Lautan Api dilatarbelakangi ketika pasukan sekutu memasuki Bandung, pasukan ini dipimpin oleh Brigadir MDonald. Kedatangan Kedatangan pasukan sekutu kemudian menguasai dan menduduki pusat-pusat penting di kota Bandung seperti kantor-kantor. Terjadi insiden ditempat para pasukan Sekutu dan NICA menginap yakni di Gedung Denis. Insiden yang terjadi adalah perobekan Bendera Belanda yang berwarna biru, merah dan putih, perobekan yang dilakukan menghilangkan warna biru sehingga menjadi merah putih yang merupakan bendera Indonesia. Perbuatan ini dilakukan oleh pemuda Indonesia yaitu M. Endang Karmas dan temannya bernama Moeljono.
Sementara itu, berikut ini beberapa penyebab / latarbelakang peristiwa Bandung Lautan Api, sebagai berikut : Belanda merencanakan pembangunan markas bagi sekutu di kota Bandung. Perintah / Ultimatum dari Belanda yang intinya masyarakat harus mengkosongkan kota Bandung Utara. Pengosongan tersebut selambat-lambatnya dilakukan pada 29 November tahun 1945. Akibat perintah Belanda agar masyarakat menyerahkan senjata yang dimiliki dari perampasan pasukan Jepang. Jepang. Perintah tersebut tersebut langsung di umumkan oleh Brigade M. Donald Donald Penyebab lain adalah karena kota bandung dibagi menjadi dua wilayah, yaitu bandung selatan dan utara. Peristiwa Bandung Lautan Api dimulai saat mendaratnya pasukan Sekutu di Bandung, Jawa Barat. Pasukan yang mendarat adalah pasukan Inggris yang dipimpin oleh Brigade MDonald pada bulan Oktober tahun 1945. Saat itu, para pemuda yang ada di kota Bandung sedang gencarnya melakukan pelucutan senjata yang dimiliki oleh bekas tentara Jepang. Akhirnya hubungan Republik
Indonesia dengan pihak sekutu memanas. Ultimatum di keluarkan di kota Bandung yaitu semua senjata yang dimiliki oleh pemuda dan masyarakat, kecuali polisi dan TKR, harus segera diserahkan ke pihak Sekutu. Selain ultimatum untuk menyerahkan senjata, pihak Sekutu juga mengelurakan perintah agar kor Bandung segera di kosongkan. Pengosongan dilakukan karena alasan keamanan rakyat dan perintah ini harus dilakukan selambat-lambatnya tanggal 29 November tahun 1945. Akibat ultimatum tersebut membuat terjadinya bentrokan senjata antara pasukan TKR dan pasukan Inggris tidak bisa dihindarkan. Kronologi Peristiwa Bandung Lautan Api Pada malam hari tanggal 21 November 1945, Tentara Keamanan Rakyat besarta pejuang muda / badan perjuangan melakukan serangan terhadap pasukan Inggris yang berada di Bandung Utara. Serangan ini difokuskan di tempat penginapan pasukan inggris yaitu hotel Preanger dan hotel Homann. Akibat serangan yang dilakukan, pihak Inggris melalui MDonald mengelaurkan ultimatum kepada Gubernur Jabar. Perintah ini berisi mengenai wilayah Bandung bagian Utara harus segera dikosongkan dari unsur pasukan bersenjata dan juga penduduk Republik Indonesia. Ultimatum yang dikeluarkan tidak membuat perjuangan melawan Inggris di Bandung Utara berhenti begitu saja. Pertempuran antara pejuang Bandung dan pasukan sekutu pecah pada tanggal 6 Desember tahun 1945. Selanjutnya, tepat pada tanggal 23 maret, pihak sekutu kembali mengeluarkan ultimatum yang sama. Pihak sekutu memberikan perintah agar pasukan TKR secepat mungkin meninggalkan wilayah kota Bandung. Setelah pemerintah pusat Republik Indonesia di Jakarta mendengar hal tersebut, kemudian memerintahkan Tentara Keamanan Rakyat untuk mengosongkan kota Bandung. Hal tersebut terpaksa dilakukan demi keselamatan masyarakat yang ada di daerah tersebut. Perintah yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat ternyata berbeda dengan perintah yang dikeluarkan dari markas Tentara Keamanan Rakyat yang saat itu berada di kota Yogyakarta. Perintah dari markas TKR yaitu pasukan TKR tetap bertahan di kota Bandung. Pada saat itu, pihak sekutu membagi bandung menjadi 2 sektor, yaitu Bandung Selatan dan bandung Utara. Kemudian pihak sekutu memberi perintah agar masyarakat Indonesia yang berada di kota Bandung Utara segera mengkosongkan kota tersebut. Suasana dan situasi kota Bandung semakin panik, genting dan mencekam. Pejuang di kota Bandung merasa kebingungan harus mengikuti instruksi yang mana, karena terdapat dua instruksi yang berlainan. Keputusan pun harus segera dibuat, akhirnya pejuang kemerdekaan memutuskan untuk melakukan serangan dengan sekala besar terhadap pasukan sekutu. Serangan tersebut terjadi pada tanggal 24 Maret tahun 1946. Serangan yang dilakukan para pejuang di Bandung tertuju pada pos-pos yang digunakan tentara sekutu. Selain serangan, para pejuang juga melakukan pembakaran seluruh isi dari kota Bandung Utara. Kemudian setelah melakukan serangan dan membakar habis kota Bandung sebelah utara, mereka kemudian meninggalkan daerah tersebut. Serangan dan aksi pembakaran dilakukan oleh pejuang yang berjumlah 200 ribu orang dalam waktu tujuh jam saja. Tujuan Dibakarnya Kota Bandung Keputusan membakar kota Bandung tentunya memiliki tujuan yang sudah dipertimbangkan dengan matang-matang. Kenapa sampai membakar kota bandung? Langkah pembakaran kota Bandung bertujuan untuk mencegah pasukan NICA dan pasukan Sekutu memanfaatkan kota ini dijadikan sebagai tempat atau markas. Hal ini karena wilayah Bandung memiliki lokasi yang sangat strategis dalam perang yang berlangsung di Indonesia. Keputusan pembakaran dilakukan melalui musyawarah Majelis Persatuan Perjuangan Priangan atau MP3. Musyawarah dilakukan bersama seluruh kekuatan perjuangan pihak RI, tepatnya pada tanggal 23 Maret tahun 1946. Kemudian hasil dari musyawarah yang telah dilakukan selanjutnya diumumkan oleh AH Nasution (Komandan divisi 3 TRI). AH Nasution juga memerintahkan agar masyarakat kota Bandung segera di evakuasi. Pada hari itu, para pejuang membakar kota Bandung. Pembakaran dan evakuasi masyarakat kota Bandung dilakukan pada malam hari. Pembakaran kota Bandung membuat pihak NICA dan Sekutu tidak bisa menggunakan kota ini sebagai markas militer. Aksi pembakaran
menyebabkan asap hitam menjulang tinggi dan menutupi kota Bandung. Pembakaran tersebut membuat semua listrik di kota ini padam. Melihat aksi pembakaran kota Bandung, pasukan Inggris tidak ti nggal diam. Pasukan Inggris melakukan penyerangan. Serangan bear berlangsung di sebelah selatan kota Bandung, tepatnya Desa Dayeuhkolot. Pada desa tersebut ternyata ada sebuah gudang tempat penyimpanan senjata mulik Sekutu. Ternyata ada pejuang Indonesia yang ditugaskan untuk menghancurkan tempat ini. Pejuang ini bernama Rahman dan Muhammad Toha. Kedua tokoh tersebut merupakan anggota Barisan Rakyat Indonesia (BRI). Kedua pejuang itu berhasil meledakan tempat penyimpanan senjata milik sekutu dengan dinamit, tetapi sangat disayangkan kedua tokoh gugur dalam serangan tersebut. Aksi pemindahan sempat ditolak oleh Staf Pemerintah Kota Bandung, mereka ingin tetap tinggal di kota tersebut. Namun pada akhirnya, demi keselamatan jiwa dan raga mereka, maka pada jam 9 malam, mereka ikut dievakuasi dari kota Bandung. Setelah jam 12 malam, kota Bandung kemudian kosong dari pasukan Tentara Keamanan Rakyat dan juga penduduk. Api masih berkobar membakar kota, menyebabkan Bandung berubah seperti lautan api. Akasi pembakaran terpaksa dilakukan karena perbandingan kekuatan antara pasukan sekutu dan pejuang Indonesia sangat berbeda jauh. Kemudian setelah peristiwa ini, pasukan pejuang kembali melakukan perlawanan dengan strategi gerila dari luar kota. Asal usul mengenai penamaan peristiwa "Bandung Lautan Api" pertama kali muncul pada harian merdeka tepanya tanggal 26 Maret tahun 1946. Selain itu, ada juga yang berpendapat bahwa sebutan Bandung Lautan Api juga dicetuskan oleh seorang Komandan Polisi Tentara bernama Rukmana. Disebutkan saat itu para petinggi militer di bawah pimpinan Komandan Divisi III (kini Kodam III/Siliwangi), Kolonel AH Nasution, melakukan rapat pada 24 Maret 1946 sekira pukul 10.00 WIB di Markas Divisi III Tentara Republik Indonesia (TRI). Saat itu, keadaan rapat sangat emosional karena pada umumnya peserta rapat adalah komandan lapangan yang menginginkan pertempuran dilanjutkan, dan menolak pasukan militer agar mundur sejauh 11 km sesuai ultimatum penjajah. Pada kondisi rapat yang cukup memanas, kemudian Rukana yang merupakan seorang polisi militer mengusulkan agar terowongan yang ada di sungai citarum untuk diledakan sehingga dapat menimbulkan lautan api. Tetapi karena sedang dalam kondisi sangat emosional, ia kemudian menyebutkan lautan air menjadi "lautan api". Hal ini diungkapkan AH Nasution dalam wawancara pada tanggal 1 Mei tahun 1997 seperti dikutip di dalam buku. Hingga kini, sebutan "Bandung Lautan Api" masih dikenang oleh warga Bandung dan seluruh rakyat Indonesia. Untuk mengenang peristiwa tersebut, pemerintah Kota Bandung telah membangun sebuah tugu 'Bandung Lautan Api' di Lapangan Tegalega berbentuk menyerupai obor dengan api yang berkobar. Selain itu, nama Bandung Lautan Api juga diabadikan menjadi nama stadion berstandar internasional yang baru selesai dibangun di kawasan Gedebage, Kota Bandung.
Monumen Peristiwa Bandung Lautan Api Dampak Peristiwa Bandung Lautan Api Dampak Peristiwa Bandung Lautan Api sangat terasa bagi rakyat Bandung pada saat itu. Harta benda yang mereka miliki hangus terbakar. Aksi membumihanguskan kota Bandung agar tidak dijadikan markas oleh pihak Sekutu menyebabkan masyarakat Bandung harus meninggalkan kampung halamannya dan meninggalkan segala yang ada. Dampak bagi pihak Sekutu, dengan upaya
yang dilakukan oleh masyarakat Bandung untuk menyelamatkan wilayahnya dari sekutu dengan membumi hanguskan kota. Kerugian pihak Sekutu tidak seberapa, dibanding kerugian yang dialami oleh masyarakat Bandung. Pihak sekutu bisa juga disebut tidak mengalami kerugian. Karena tujuan sekutu dari awal sejak mereka datang ke Bandung adalah untuk menghancurkan kota Bandung. Beberapa bangunan milik Sekutu yang didesain yang cukup kuat ternyata terbukti mampu bertahan ditengah gempuran upaya penghancuran oleh para pejuang. Memang ada beberapa bangunan yang rusak, tetapi tidak membutuhkan banyak waktu untuk memperbaikinya. Dua tahun setelah terjadinya Peristiwa Bandung Lautan Api, tepatnya tahun 1948, tentara Sekutu yakin berhasil menguasai Bandung pasca dibuatnya perjanjian Renville pada tanggal 17 Januari 1948. Monumen sebagai simbol Peristiwa Bandung Lautan Api Dibuatnya Monumen Bandung Lautan Api kemudian menjadi salah satu ciri khas kota tersebut. Monumen Bandung Lautan Api memiliki sisi sembilan dan tingginya 25 meter. Dibangunnya monumen ini bertujuan untuk memperingati aksi "Bandung Lautan Api". Monumen ini lokasinya berada dikawasan Lap. Tegallega, tepatnya di tengah-tengah kota dan monumen yang cukup terkenal di kota Bandung. Setiap tanggal 23 Maret, monumen ini ramai dikunjungi karena untuk mengenang perjuangan saat peristiwa Bandung Lautan Api berlangsung. Demikian pembahasan mengenai sejarah Peristiwa Bandung Lautan Api yang diulas secara lengkap. Semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Jangan lupa baca artikel menari lainnya mengenai perang kemerdekaan Indonesia. Kurang lebihnya mohon maaf. Sekian, terimakasih
PERISTIWA 3 JULI 1946 Peristiwa 3 Juli 1946 adalah suatu percobaan perebutan kekuasaan atau kudeta yang dilakukan oleh pihak oposisi - kelompok Persatuan Perjuangan - terhadap pemerintahan Kabinet Sjahrir II di Indonesia. Pemicu peristiwa ini adalah ketidakpuasan pihak oposisi terhadap politik diplomasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap Belanda. Kelompok ini menginginkan pengakuan kedaulatan penuh, sedangkan kabinet yang berkuasa hanya menuntut pengakuan kedaulatan atas Jawa dan Madura. Pada 23 Maret 1946, tokoh-tokoh kelompok Persatuan Perjuangan - antara lain Tan Malaka, Achmad Soebardjo, dan Sukarni - ditangkap dengan tuduhan bahwa kelompok ini berencana untuk menculik anggota-anggota kabinet. Pada tanggal 27 Maret 1946, tuduhan tersebut menjadi kenyataan. Perdana Menteri Sutan Sjahrir dan beberapa anggota kabinet diculik oleh orang-orang yang tidak dikenal. Pada tanggal 28 Juni 1946, Presiden Soekarno menyatakan keadaan bahaya di Indonesia. Keesokan harinya, seluruh kekuasaan pemerintahan diserahkan kembali kepada Presiden Republik Indonesia. Upaya himbauan Soekarno melalui media massa akhirnya berhasil, karena beberapa hari setelah itu seluruh korban penculikan dibebaskan kembali. Tanggal 3 Juli 1946, Mayor Jendral R.P. Sudarsono, pelaku utama penculikan yang sehaluan dengan kelompok Persatuan Perjuangan, menghadap Soekarno bersama beberapa rekannya dan menyodorkan empat maklumat untuk ditandatangani presiden, yang menuntut agar: 1. Presiden memberhentikan Kabinet Sjahrir II 2. Presiden menyerahkan pimpinan politik, sosial, dan ekonomi kepada Dewan Pimpinan Politik 3. Presiden mengangkat 10 anggota Dewan Pimpinan Politik yang diketuai Tan Malaka dan beranggotakan Muhammad Yamin, Ahmad Subarjo, dr. Boentaran Martoatmodjo, Mr. R. S. Budhyarto Martoatmodjo, Sukarni, Chaerul Saleh, Sudiro, Gatot, dan Iwa Kusuma Sumantri.[1] 4. Presiden mengangkat 13 menteri negara yang nama-namanya dicantumkan dalam maklumat Soekarno tidak menerima maklumat tersebut dan memerintahkan penangkapan para pengantar maklumat. Empat belas orang yang diduga terlibat dalam upaya kudeta diajukan ke Mahkamah Tentara Agung. Tujuh orang dibebaskan, lima orang dihukum 2 sampai 3 tahun, sedangkan R.P. Sudarsono dan Muhammad Yamin dijatuhi hukuman selama empat tahun penjara. Dua tahun kemudian, pada tanggal 17 Agustus 1948, seluruh tahanan Peristiwa 3 Juli 1946 dibebaskan melalui pemberian grasi presiden.
KONFERENSI MALINO 1946
Jenderal H.J. van Mook duduk ditengah saat membuka Konferensi Malino.
Harian Sejarah - Dalam situasi politik yang tidak menentu di Indonesia, Belanda melakukan tekan politik dan militer di Indonesia. Tekanan politik dilakukan dengan menyelenggarakan Konferensi Malino, yang bertujuan untuk membentuk negara-negara federal di daerah yang baru diserahterimakan oleh Inggris dan Australia kepada Belanda. Disamping itu, di Pangkal Pinang, Bangka diselenggarakan konferensi untuk golongan minoritas. Konferensi Malino diselenggarakan pada 15-26 juli 1946, sedangkan Konferensi Pangkal Pinang pada 1 Oktober 1946. Diharapkan daerah-daerah ini akan mendukung Belanda dalam pembentukan negara federasi. Di samping itu, Belanda juga terus mengirim pasukannya memasuki Indonesia. Dengan demikian kadar permusuhan antara kedua belah pihak semakin meningkat. Namun usaha-usaha diplomasi terus dilakukan. Sebagai contoh tanggal 14 Oktober 1946 tercapai persetujuan gencatan senjata. Usaha-usaha perundingan pun terus diupayakan. Setelah perjanjian Linggarjati Van Mook mengambil inisiatif untuk mendirikan pemerintahan federal sementara sebagai pengganti Hindia Belanda. Tindakan Van Mook itu menimbulkan kegelisahan di kalangan negara-negara bagian yang tidak terwakili dalam susunan pemerintahan. Pada kenyataannya pemerintah federal yang didirikan Van Mook itu tidak beda pemerintah Hindia Belanda.
Perwakilan dari Ternate dan Halmahera dalam Konferensi Malino.
Untuk itulah negara-negara federal mengadakan rapat di Bandung pada Mei – Juli 1948. Konferensi Bandung itu dihadiri oleh empat negara federal yang sudah terbentuk yaitu Negara Indonesia Timur, Negara Sumatera Timur, Negara Pasundan, dan Negara Madura. Juga dihadiri oleh daerah-daerah otonom seperti, Bangka, Banjar, Dayak Besar, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Riau, dan Jawa Tengah. Sebagai ketua adalah Mr. T. Bahriun dari Negara Sumatera Timur. Rapat itu diberi nama Bijeenkomst voor federal Overleg (BFO), yaitu suatu pertemuan untuk Musyawarah Federal. Pengambil inisiatif BFO itu adalah Ida Agung Gde Agung, seorang perdana menteri Negara Indonesia Timur. juga R.T. Adil Puradiredja, seorang perdana menteri Negara Pasunan. BFO itu dimaksudkan untuk mencari solusi dari situasi politik yang genting akibat dari perkembangan politik antara Belanda dan RI yang juga berpengaruh pada perkembangan negaranegara bagian. Pertemuan Bandung juga dirancang untuk menjadikan pemerintahan peralihan yang lebih baik daripada pemerintahan Federal Sementara buatan Van Mook.