PERJUANGAN DIPLOMASI
DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN INDONESIA
MAKALAH
Oleh:
Faishal Digdoyo Prasojo
(XII MS 1)
DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN REJANG LEBONG
SMAN 1 CURUP
TAHUN AJARAN 2016/2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik meskipun masih memiliki kekurangan dalam penyajiannya. Makalah tentang "Perjuangan Diplomasi Indonesia" ini merupakan langkah awal kami dalam berkarya demi kemajuan bangsa dan untuk meluangkan waktu dengan melakukan hal-hal postif yang diharapkan akan bermanfaat di masa mendatang. Makalah ini disusun dan dikembangkan dari berbagai sumber yang penulis cari dan disertai dengan pemikiran penulis agar lebih lengkap dan jelas.
Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada seluruh pihak yang telah mendukung dan membantu dalam pembuatan makalah ini, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Makalah ini memiliki banyak sekali kekurangan sehingga kami memohon maaf kepada pembaca atas kekurangan tersebut. Kritik dan saran mengenai makalah ini bisa disampaikan pada kami, guna menjadi perbaikan bagi pembuatan makalah selanjutnya.
Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah khasanah perbukuan dan pengetahuan bagi para pembaca.
Curup, September 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di zaman modern dengan perkembangan segala aspek kehidupan yang pesat seperti sekarang, tak bisa dipungkiri bahwa terkadang kita lupa apa yang telah diperjuangkan para pahlawan untuk merebut kemerdekaan di masa lalu. Bila meninjau kembali kalimat yang pernah dilontarkan John F. Kennedy; "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya." maka melihat kondisi masyarakat Indonesia, terutama pelajarnya, bisa dikatakan Indonesia bukanlah bangsa yang besar. Bukanlah fakta yang menyenangkan, tapi itulah yang terjadi saat ini.
Upaya bangsa Indonesia untuk memepertahankan kemerdekaan dilakukan melalui 2 cara, yaitu upaya diplomasi dan fisik (konfrontasi). Salah satu upaya mempertahankan keutuhan RI melalui jalur diplomasi yaitu diadakannya perjanjian-perjanjian.
Sebab-sebab diadakannya perjanjian tersebut berawal dari kemarahan NICA yang menemukan kenyataan bahawa pemerintahan Republik Indonesia telah berjalan dengan efektif. Pihak NICA marah karena mereka merasa sebagai pihak yang berhak menguasai Indonesia . Tentara NICA yang berhasil menyusup masuk di antara pasukan Inggris kemudian berhasil membuat pemerintahan di Jakarta dan memprovokasi bekas interniran untuk melakukan teror di wilayah republik Indonesia. Selain itu, NICA juga berhasil mendaratkan 800 marinir Belanda di Jakarta pada tanggal 30 Desember 1945 yang mendapat protes keras dari pihak Republik. Tindakan NICA dan tentara sekutu menimbulkan konflik bersenjata di setiap wilayah.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini meliputi:
a. Apakah yang dimaksud dengan perjuangan diplomasi?
b. Bagaimana diplomasi pasca proklamasi kemerdekaan?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perjuangan Diplomasi
Perjuangan diplomasi adalah perjuangan yang dilakukan dengan cara melakukan perundingan dengan sekutu (Belanda) untuk mendapatkan hak dan kewajiban (hukum-hukum). Contohnya Indonesia juga mengadakan perundingan langsung dengan Belanda. Berbagai perundingan yang pernah dilakukan untuk menyelesaikan konflik Indonesia- Belanda misalnya: Perundingan Linggarjati, Perjanjian Renville, Persetujuan Roem-Royen, Konferensi Inter-Indonesia, dan Konferensi Meja Bundar. Nah dari perundingan itu muncullah salah satu kebijakan yaitu terbentuknya Republik Indonesia Serikat (RIS) dan masih banyak lainnya.
B. Berbagai Perjuangan Diplomasi Indonesia dalam Mempertahankan Kemerdekaan
Pasca Poklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Indonesia mengalami berbagai tantangan dan ujian sebagai sebuah negara baru. Perang dan diplomasi adalah dua jalan yang dilakukan dalam upaya pengakuan kemerdekaan dan kedaulatan RI. Berbagai perundingan dan perjanjian untuk mencapai cita-cita tersebut dilakukan terus menerus tidak pernah menyerah dan putus asa. Kondisi dalam negeri juga mempengaruhi upaya yang dilakukan.
Dimulai dengan kedatangan pasukan sekutu/Inggris pada tanggal 29 September 1945. Pada awalnya, kedatangan pasukan tersebut disambut dengan baik dan netral oleh pihak Indonesia. Tetapi, akhirnya diketahui bahwa pasukan itu juga membawa orang-orang NICA sehingga menimbulkan kecurigaan akan upaya Belanda untuk menjajah/mengambil kekuasaan mereka kembali. Namun hal tersebut juga sudah diantisipasi oleh pasukan sekutu, karena walau bagaimanapun mereka tidak bisa melakukan tugasnya dengan baik tanpa bantuan pemerintah Indonesia. Oleh karena itu, pihak sekutu melakukan perundingan dengan pihak Indonesia yang mengahasilkan keputusan mengenai pengakuan Republik Indonesia secara de facto pada tanggal 1 Oktober 1945.
Berbagai perjuangan diplomasi yang dilakukan Indonesia antara lain:
a. Perjanjian Linggarjati
Perjanjian Linggarjati dilakukan pada tanggal 10-15 November 1946 di Linggarjati, dekat Cirebon. Dalam Perjanjian ini, Indonesia diwakili oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir dan tiga anngota lainnya yaitu, Mohammad Roem, Susanto Tirtoprodjo, dan AK GANI , sedangkan Belanda diwakili oleh Prof. Scermerhorn yang beranggotakan Max Van Poll, Fde Boer, dan H.J.Van Mook. Perjanjian tersebut dipimpin oleh Lord Killearn, seorang diplomat Inggris.
Hasil Perundingan Linggajati ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947 di Istana Rijswijk (sekarang Istana Merdeka) Jakarta, yang isinya adalah sebagai berikut:
a) Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatra, Jawa dan Madura.
b) Belanda harus meninggalkan wilayah de facto paling lambat 1 Januari 1949.
c) Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat dengan nama Republik Indonesia Serikat yang salah satu bagiannya adalah Republik Indonesia.
d) Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia - Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
b. Agresi Militer 1
Perjanjian Linggarjati yang telah disepakati tanggal 25 Maret 1947 hanya berlangsung sekitar 4 bulan. Karena Belanda melanggarnya dan mulai melancarkan serangan serentak di beberapa daerah di Indonesia dengan nama " Operatie Product". Terjadi perbedaan penafsiran pada 21 Juli 1947, Belanda melakukan serangan militer yang disebut sebagai Agresi Militer Belanda I. TNI melawan serangan agresi Belanda tersebut menggunakan taktik gerilya. TNI berhasil membatasi gerakan Belanda hanya di kota-kota besar saja dan di jalan raya.
Untuk menyelesaikan masalah Indonesia-Belanda, pihak PBB membentuk Komisi yang dikenal dengan nama Komisi Tiga Negara (KTN). Tugas KTN adalah menghentikan sengketa RI-Belanda. Indonesia diwakili oleh Australia, Belanda diwakili oleh Belgia, dan Amerika Serikat sebagai penengah. Adapun delegasinya adalah sebagai berikut:
1) Australia (tunjukkan Indonesia), diwakili oleh Richard Kirby.
2) Belgia (tunjukkan Belanda), diwakili oleh Paul Van Zeland.
3) Amerika Serikat (netral), diwakili oleh Dr. Frank Graham.
c. Perjanjian Renville
Atas usul KTN maka pada tanggal 8 Desember 1947 dilaksanakan Perjanjian antara Indonesia dan Belanda di atas kapal Renville milik AS yang sedang berlabuh di Jakarta.
1) Delegasi Indonesia dipimpin oleh Mr. Amir Syarifuddin.
2) Delegasi Belanda dipimpin oleh R. Abdul Kadir Wijoyoatmojo.
3) Delegasi Australia dipimpin oleh Richard C. Kirby.
4) Delegasi Belgia dipimpin oleh Paul van Zeeland.
5) Delegasi Amerika Serikat dipimpin oleh Frank Porter Graham.
Setelah melalui perdebatan dan permusyawaratan dari tanggal 8 Desember 1947 sampai 17 Juni 1948 maka diperoleh persetujuan Renville. Isi perjanjian Renville, antara lain sebagai berikut.
1) Belanda tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia sampai dengan terbentuknya Republik Indonesia Serikat (RIS).
2) Sebelum RIS dibentuk, Belanda dapat menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada pemerintah federal.
3) RIS mempunyai kedudukan sejajar dengan Negara Belanda dalam Uni Indonesia-Belanda.
4) Republik Indonesia merupakan bagian dari RIS.
d. Agresi Militer II
Pada 18 Desember 1948, Belanda di bawah pimpinan Dr. Bell mengumumkan bahwa Belanda tidak terikat lagi oleh Persetujuan Renville. Pada 19 Desember 1948 Belanda mengadakan Agresi Militer II ke ibu kota Yogyakarta. Dalam agresi itu Belanda dapat menguasai Yogyakarta. Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta ditawan dan diasingkan ke Pulau Bangka. Beliau lalu mengirimkan mandat lewat radio kepada Mr. Syaffruddin Prawiranegara. Isinya agar membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI), di Bukit Tinggi Sumatra Barat.
Pada 1 Maret 1949 Brigadir X mengadakan serangan umum ke Yogyakarta. Penyerangan ini dipimpin Letkol. Soeharto. Serangan ini memakai sandi "Janur Kuning". Serangan ini dikenal juga dengan "Serangan Umum 1 Maret". Dalam penyerangan ini Tentara Republik Indonesia dalam serangan ini berhasil menduduki Kota Yogyakarta selama 6 jam.
e. Serangam Umum 1 Maret di Yogyakarta
Ketika Belanda melancarkan agresi militernya yang kedua pada bulan Desember 1948 ibu kota RI Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda. Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta beserta sejumlah menteri ditawan oleh Belanda. Belanda menyatakan bahwa RI telah runtuh. Namun di luar perhitungan Belanda pada saat yang krisis ini terbentuklah Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Buktitinggi, Sumatera Barat. Di samping itu Sri Sultan Hamengkubuwono IX sebagai Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta tetap mendukung RI sehingga masyarakat Yogyakarta juga memberikan dukungan kepada RI. Pimpinan TNI di bawah Jenderal Sudirman yang sebelumnya telah menginstruksikan kepada semua komandan TNI melalui surat Perintah Siasat No.1 bulan November 1948 isinya antara lain:
1) Memberikan kebebasan kepada setiap komandan untuk melakukan serangan terhadap posisi militer Belanda.
2) Memerintahkan kepada setiap komandan untuk membentuk kantong-kantong pertahanan (wehrkreise.)
3) Memerintahkan agar semua kesatuan TNI yang berasal dari daerah pendudukan untuk segera meninggalkan Yogyakarta untuk kembali ke daerahnya masing-masing (seperti Devisi Siliwangi harus kembali ke Jawa Barat), jika Belanda menyerang Yogyakarta.
Untuk pertahanan daerah Yogyakarta dan sekitarnya diserahkan sepenuhnya kepada pasukan TNI setempat yakni Brigadir X di bawah Letkol Soeharto. Dengan adanya agresi Militer Belanda maka dalam beberapa minggu kesatuan TNI dan kekuatan bersenjata lainnya terpencar-pencar dan tidak terkoordinasi. Namun para pejuang mampu melakukan komunikasi melalui jaringan radio, telegram maupun para kurir. Bersamaan dengan upaya konsolidasi di bawah PDRI, TNI melakukan serangan secara besar-besaran terhadap posisi Belanda di Yogyakarta. Serangan ini dilakukan pada tanggal 1 Maret 1949 dipimpin oleh Letkol Soeharto. Sebelum serangan dilakukan, terlebih dahulu meminta persetujuan kepada Sri Sultan Hamengkubuwono IX sebagai Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta.
Serangan Umum ini dilakukan dengan mengkonsentrasikan pasukan dari sektor Barat (Mayor Ventje Samual), Selatan dan Timur (Mayor Sarjono) dan Sektor Kota (Letnan Amir Murtono dan Letnan Masduki). Serangan umum ini membawa hasil yang memuaskan sebab para pejuang dapat menguasai kota Yogyakarta selama 6 jam yakni jam 06.00 sampai jam 12.00. Berita Serangan Umum ini disiarkan RRI yang sedang bergerilya di daerah Gunung Kidul, yang dapat ditangkap RRI di Sumatera, selanjutnya dari Sumatera berita itu disiarkan ke Yangoon dan India. Keesokan harinya peristiwa itu juga dilaporkan oleh R. Sumardi ke PDRI di Buktitinggi melalui radiogram dan juga disampaikan pula kepada Maramis. (diplomat RI di New Delhi, India) dan L.N. Palar (Diplomat RI di New York, Amerika Serikat).
f. Perjanjian Roem-Royen
Perjanjian ini merupakan perjanjian pendahuluan sebelum KMB. Salah satu kesepakatan yang dicapai adalah Indonesia bersedia menghadiri KMB yang akan dilaksanakan di Den Haag negeri Belanda. Untuk menghadapi KMB dilaksanakan konferensi inter Indonesia yang bertujuan untuk mengadakan pembicaraan antara badan permusyawaratan federal (BFO/Bijenkomst Voor Federal Overleg) dengan RI agar tercapai kesepakatan mendasar dalam menghadapi KMB. Komisi PBB yang menangani Indonesia digantikan UNCI. UNCI berhasil membawa Indonesia-Belanda ke meja Perjanjian pada tanggal 7 Mei 1949 yang dikenal dengan persetujuan Belanda dari Indonesia :
1) Menyetujui kembalinya pemerintah RI ke Yogyakarta.
2) Menghentikan gerakan militer dan membebaskan para tahanan republik.
3) Menyetujui kedaulatan RI sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat.
4) Menyelenggarakan KMB segera sesudah pemerintahan RI kembali ke Yogyakarta.
g. Konferensi Meja Bundar
Konferensi Meja Bundar (KMB) merupakan tindak lanjut dari Perundingan Roem-Royen. Sebelum KMB dilaksanakan, RI mengadakan pertemuan dengan BFO (Badan Permusyawaratan Federal). Pertemuan ini dikenal dengan dengan Konferensi Inter-Indonesia (KII) Tujuannya untuk menyamakan langkah dan sikap sesama bangsa Indonesia dalam menghadapi KMB.
Konferensi Inter-Indonesia diadakan pada tanggal 19 - 22 Juli 1949 di Yogyakarta dan tanggal 31 Juli sampai 2 Agustus 1949 di Jakarta. Pembicaraan difokuskan pada pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS). Keputusan yang cukup penting adalah akan dilakukan pengakuan kedaulatan tanpa ikatan politik dan ekonomi.
KMB merupakan langkah nyata dalam diplomasi untuk mencari penyelesaian sengketa Indonesia – Belanda. Kegiatan KMB dilaksanakan di Den Haag, Belanda tanggal 23 Agustus sampai 2 November 1949. Dalam KMB tersebut dihadiri delegasi Indonesia, BFO, Belanda, dan perwakilan UNCI. Berikut ini para delegasi yang hadir dalam KMB:
1) Indonesia terdiri dari Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh. Roem, Prof.Dr. Mr. Soepomo
2) BFO dipimpin Sultan Hamid II dari Pontianak.
3) Belanda diwakili Mr. van Maarseveen.
4) UNCI diwakili oleh Chritchley.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah Indonesia merdeka ternyata perjuangan nya masih belum berhenti. Bangsa Indonesia masih harus berjuang mempertahankannya yaitu dengan cara perang,perundingan dan mencari dukungan di Negara lain. Khususnya untuk mempertahankan proklamasi dengan diplomasi ini dilakukan perundingan-perundingan sehingga menciptakan kebijakan baru yang berpengaruh pada bangsa Indonesia. Contoh-contoh perundingan tersebut ialah: Perundingan Linggarjati, Perjanjian Renville, Persetujuan Roem-Royen, Konferensi Inter-Indonesia, dan Konferensi Meja Bundar.
B. Saran
Diharapkan kita sebagai bangsa Indonesia dapat mempertahankan dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia ini agar tidak terjajahi lagi dan menghargai para pejuang yang telah berhasil memperjuangan Negara Indonesia ini.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Perjanjian_Renville
http://id.wikipedia.org/wiki/Perundingan_Linggarjati
http://belajar-sampai-mati.blogspot.com/2009/05/apa-yang-dimaksud-perundingan.html