PERMASALAHAN PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEG ARA DAN DAERAH
A.
Refor Reforma masi si Tata Kelo Kelola la Keuan Keuanga gan n Nega Negara ra/D /Dae aera ra
Reformasi tata kelola keuangan negara/daerah telah digulirkan oleh pemerintah pusa pusat, t,
yang ang
meru merupa paka kan n
lan langkah gkah
maju maju
khus khusus usny nya a
dala dalam m
mena menata ta
siste istem m
pemerintahannya. Reformasi tata kelola keuangan negara/daerah secara ideal tidak hanya mencakup reformasi akuntansi akuntansi keuangannya. keuangannya. Namun demikian, reformasi reformasi akuntansi sektor publik merupakan sesuatu yang sangat fundamental khususnya bagi pengelolaan keuangan daerah. Reformasi ini, secara substantif mengandung pengerti pengertian an pengelo pengelolaan laan sumber-s sumber-sumbe umberr daya daya daerah daerah secara secara ekonomi ekonomis, s, efisien efisien,, efektif, efektif, transpa transparan, ran, dan akuntabe akuntabell dalam dalam rangka rangka peningk peningkatan atan kesejah kesejahtera teraan an dan pemberdayaan daerah. Pake Pakett
Undan ndangg-un unda dang ng
bidan idang g
Keua Keuang ngan an
Nega Negara ra
tela telah h
memb member erik ikan an
landas landasan an/p /pay ayung ung huku hukum m di bidan bidang g penge pengelol lolaa aan n dan dan admin administ istras rasii keua keuanga ngan n negar negara/d a/daer aerah. ah. Unda Undangng-un unda dang ng
ini ini
dimaks dimaksudk udkan an pula pula
untuk untuk memper memperko koko koh h
landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah dalam kerangka Negara Kesatua Kesatuan n Republi Republik k ndones ndonesia. ia. !alam !alam rangka rangka pelaksan pelaksanaan aan desentr desentralis alisasi asi dan otonomi daerah, kepada daerah telah diberikan ke"enangan yang luas, demikian pula pula dana dana yang yang diperl diperluk ukan an untu untuk k menye menyelen lengg ggar araka akan n ke"e ke"ena nanga ngan n itu. itu. #gar ke"enan ke"enangan gan dan dana dana tersebut tersebut dapat dapat digunak digunakan an dengan dengan sebaiksebaik-baik baiknya nya untuk untuk penyelenggaraan penyelenggaraan tugas pemerintahan pemerintahan di daerah, diperlukan kaidah-kaidah sebagai rambu-rambu dalam pengelolaan keuangan daerah. $tonomi !aerah merupakan upaya pemberdayaan daerah dalam pengambilan keputusan daerah secara lebih leluasa dan bertanggung ja"ab untuk mengelola sumber daya yang dimiliki sesuai dengan kepentingan, prioritas, dan potensi daerah sendir sendiri. i. Ke"e Ke"ena nang ngan an yang yang luas, luas, utuh utuh dan dan bulat bulat yang yang melipu meliputi ti peren perenca canaa naan, n, pelak pelaksa sana naan, an, peng penga" a"asa asan, n, peng pengen enda dalia lian n dan dan e%alu e%aluasi asi pada pada semua semua aspek aspek pemerint pemerintaha ahan n ini, pada pada akhirny akhirnya a harus harus diperta dipertangg nggung ungja" ja"abka abkan n kepada kepada pemberi pemberi "e"ena "e"enang ng dan masyarak masyarakat. at. Penerap Penerapan an otonomi otonomi daerah daerah seutuhn seutuhnya ya memba" memba"a a konsek konsekuen uensi si logis logis berup berupa a pelak pelaksa sana naan an peny penyele eleng ngga garaa raan n pemer pemerint intah ahan an dan dan pembangunan daerah berdasarkan manajemen keuangan yang sehat. $leh karena 1
itu, diperlukan sistem pengelolaan keuangan daerah yang baik dalam rangka mengelola dana #P&! secara transparan, ekonomis, efisien, efektif dan akuntabel. !alam perundang-undangan bidang keuangan negara ini secara tegas diatur bagaimana Pemerintah !aerah menata sistem pemerintahan khususnya di bidang keuangan. Undang-undang ini mengatur mengenai asas umum perbendaharaan negara, ke"enangan pejabat pengelola keuangan negara, pelaksanaan pendapatan dan belanja negara/daerah, pengelolaan uang, piutang dan utang negara/daerah, pengelolaan in%estasi dan barang milik negara/daerah, penatausahaan dan pertanggungja"aban #P&N/#P&!, pengendalian internal pemerintah, penyelesaian kerugian negara/daerah, serta pengelolaan keuangan &adan 'ayanan Umum. Penyusunan R#P&! dengan pendekatan prestasi kerja, penerapan (istem #kuntansi Keuangan !aerah, penyajian Neraca !aerah dan 'aporan #rus Kas sebagai bentuk pertanggungja"aban Kepala !aerah, merupakan beberapa hal baru yang diamanahkan dalam peraturan tersebut. Perubahan
pendekatan
entry menuju double
akuntansi
entry merupakan
pemerintah perubahan
yang
daerah
dari single
cukup
re%olusioner.
Kesiapan (!) daerah khususnya di (atuan Kerja Pengelola Keuangan !aerah *&adan Pengelola Keuangan !aerah+ umumnya kurang memiliki latar belakang bidang akuntansi. $leh karena itu, penerapan pendekatan baru ini relatif akan menghadapi banyak kendala yang cukup besar di daerah. )eskipun pemerintah daerah sudah memiliki soft"are akuntansi pemerintah bagi daerahnya, namun demikian karena penguasaan terhadap akuntansi masih belum memadai, maka kualitas laporan keuangan yang dihasilkan juga menjadi tidak memenuhi kaidah pelaporan
keuangan normatif
sesuai
yang disyaratkan
(tandar
#kuntansi
Pemerintahan. (istem pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel itu sudah menjadi kebutuhan dalam rangka terciptanya good governance dan clean government yang menjadi simbol reformasi pemerintahan secara umum. Untuk itu upaya percepatan terhadap
keberhasilan
pembaruan
*reformasi+
manajemen
keuangan
bagi
pemerintah daerah sudah selayaknya mendapat perhatian serius .
2
!.
Permasalaan Tata Kelola Keuangan Negara/Daera
Pengelolaan keuangan daerah sering menghadapi masalah ketika perencanaan dan penganggaran
tidak
dilakukan
dan
berjalan
dengan
baik.
agal
dalam
merencanakan sesungguhnya merencanakan sebuah kegagalan. &erikut ini adalah permasalahan yang ada dalam perencanaan dan penganggaran di daerah antara lain ". #nter$ensi Ha% !u&get DPR/DPRD Terlalu Kuat
#nggota !PR/!PR! sering mengusulkan kegiatan-kegiatan yang menyimpang jauh dari usulan masyarakat yang dihasilkan dalam )usrenbang. ad"al reses !PR/!PR! dengan proses )usrenbang yang tidak match misalnya )usrenbang sudah dilakukan, baru !PR/!PR! reses mengakibatkan banyak usulan !PR/!PR! yang kemudian muncul dan merubah hasil )usrenbang. nter%ensi legislati%e ini kemungkinan didasari motif politis yakni kepentingan untuk mencari dukungan konstituen sehingga anggota !PR/!PR! berperan seperti sinterklas yang membagi-bagi proyek. (elain itu ada kemungkinan juga didasari motif ekonomis yakni membuat proyek untuk mendapatkan tambahan income bagi pribadi atau kelompoknya dengan mengharap bisa inter%ensi dalam aspek pengadaan barang (procurement) atau pelaksanaan kegiatan. nter%ensi hak budget
ini
juga
seringkali
mengakibatkan
pembahasan
R#P&N/R#P&!
memakan "aktu panjang untuk negosiasi antara eksekutif dan legislati%e. (alah satu strategi dari pihak eksekutif untuk menjinakkan0 hak budget !PR/!PR! ini misalnya dengan memberikan alokasi tertentu untuk !PR/!PR! missal dalam penyaluran &antuan (osial *&ansos+ ataupun pemberian !ana #spirasi0 yang bisa digunakan oleh anggota !PR/!PR! secara fleksibel untuk menja"ab permintaan masyarakat. 1ontoh kasus Korupsi #l-2uran di Kementerian #gama adalah contoh kasus berperannya !PR dalam penentuan pos anggaran di #P&N. !alam kasus Korupsi #l-2uran !PR bahkan melipatgandakan anggaran yang disetujui
dibandingkan dengan
anggaran yang diajukan oleh kementerian agama karena 3ulkarnaen !jabar
3
berkepentingan untuk mendapatkan proyek yang lebih besar. ni dilakukan karena pelaksana proyeknya adalah anak kandung dari anggota de"an tersebut.
&anyak pihak di berbagai kementerian yang terkaget-kaget karena usulan #P&N yang diajukannya dikembalikan !PR dengan banyak tambahan baru yang tak pernah diusulkan oleh pemerintah atau kementerian terkait. 4al ini membuat birokrasi kelabakan karena program tambahan seperti ini adalah program titipan dan sudah jelas kemana proyek harus diarahkan dan dimenangkan.
(sumber:
http://www.kompasiana.com/shalahuddin.ahmad/modus-operandi-
penyalahgunaan-wewenang-anggota-dpr_54!55c"a###$$$d5!b4acc)
'. Breakdown RP(PD %e RP(MD &an RP(MD %e RKPD sering%ali ti&a% n)am*ung (match).
#da kecenderungan dokumen RPP ataupun RP)/Renstra (KP! seringkali tidak dijadikan acuan secara serius dalam menyusun RKP!/Renja (KP!. Kondisi ini muncul salah satunya disebabkan oleh kualitas tenaga perencana di (KP! yang terbatas kuantitas dan kualitasnya. !alam beberapa kasus ditemui perencanaan hanya dibuat oleh Pengguna #nggaran dan &endahara, dan kurang melibatkan staf program sehingga banyak usulan kegiatan yang sifatnya copy paste dari kegiatan yang lalu dan tidak %isioner. 1ontoh kasus &adan Pemeriksa Keuangan *&PK+ menyebut perencanaan pembangunan dan penganggaran Pemerintah Pro%insi a"a 5engah ateng tidak sesuai Rencana Pembangunan angka )enengah !aerah *RP)!+ 6789-678:. 5ata kelola Pempro% perlu mendapat perhatian karena tak selaras. Ketua !PR! ateng Rukma (etyabudi mengatakan, hasil pemeriksaan &PK tertuang dalam 'aporan 4asil Pemeriksaan *'4P+ &adan Pemeriksa Keuangan *&PK+ Nomor 88;/- '4P/&PK/<=.()/- 88/678>, tanggal 68 No%ember 678>. '4P ditandatangani Kepala &PK Per"akilan ateng 4ery (ubo"o dan 4
disampaikan ke !PR! pada 6: No%ember 678> melalui (urat Nomor >78/(/<=.()/88/678>. Permasalahan dalam perencanaan pembangunan daerah yaitu, Renstra (KP! 6789-678: belum selaras dengan RP)!. Kemudian, program prioritas pada RKP! 5ahun #nggaran 678?-678> belum konsisten dengan program prioritas yang ditetapkan dalam RP)! 6789- 678:. (sumber:
http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/anggaran-pemprov-tak-
sesuai-rp%md/ )
+. Terlalu *an)a% ,or&er- &alam roses erenanaan
)asing-masing
pihak
ingin
menjadi
arus
utama
dalam
perencanaan
pembangunan, misalnya gender mainstreaming& poverty mainstreaming& disaster mainstreaming dll.
Perencana
di
daerah
seringkali
kesulitan
untuk
menterjemahkan isu-isu tersebut. (elain itu mainstreaming 0 yang seharusnya dijadikan prinsip gerakan pembangunan0 seringkali malah disimplifikasi menjadi sektor-sektor baru, misalnya isu po%erty mainstreaming melahirkan lembaga Komisi Pemberantasan Kemiskinan padahal yang seharusnya perlu didorong adalah bagaimana setiap (KP! bisa berkontribusi mengatasi kemiskinan sesuai tupoksinya masing-masing. !emikian pula isu gender, juga direduksi dengan munculnya embel-embel pada &agian (osial menjadi &agian (osial dan Pemberdayaan Perempuan0 misalnya. 1ontoh kasus KPK lahir dari mainstreaming anti korupsi, yang sebenarnya telah ada lembaga lain yang bertugas untuk melaksanakan tugas KPK, diantaranya Kepolisan dan Kejaksaan untuk menangani kasus korupsi. Namun karena desakan pihak-pihak anti korupsi yang memandang lembaga-lembaga penegak hukum tersebut lemah, maka dibentuklah KPK berdasarkan Undang-Undang Nomor 97 5ahun 6776 tentang Komisi Pemberantasan 5indak Pidana Korupsi.
5
0. Koor&inasi antar SKPD untu% roses erenanaan masi lema
4al tersebut menyebabkan kegiatan yang dibangun jarang yang sinergis bahkan tidak jarang muncul ego sektoral. #da suatu kasus dimana di suatu ka"asan !inas
Kehutanan
mendorong
program
reboisasi
tapi disisi lain !inas
Pertambangan memprogramkan ekploitasi batubara di lokasi tersebut. 1ontoh kasus Kasus pada tahun 678?, antara Kementerian @(!) dan Kementerian Perdagangan, dimana Kementerian @(!) meminta Kementerian Perdagangan secepatnya menunda implementasi Permendag No.??/678? yang mengatur ketentuan ekspor timah di ndonesia. )enurut !irjen )ineral dan &atubara, Kementerian @(!), Permendag tersebut bertabrakan dengan Peraturan )enteri *Permen+ @(!) No.96/6789 tentang 5ata 1ara Pemberian Ain Khusus bidang Pertambangan. Permendag tersebut, dinilai ada indikasi peniadaan keterlibatan Kementerian @(!) dalam mengontrol dan menga"asi tata niaga timah. Padahal, menurut !irjen )ineral dan &atubara, Kementerian @(!) harus terlibat dalam menga"asi akti%itas perdagangan timah guna meminimalisasi praktik pertambangan ilegal. 1. Tenaga Perenana 2ang A&a &i SKPD %urang Mema&ai.
#kibatnya proses perencanaan seringkali molor. 4al ini sering diperparah oleh minimnya tenaga &appeda yang mampu memberikan asistensi kepada (KP! dalam penyusunan rencana. 1ontoh kasus (aat ini PP@!# sulsel kekurangan tenaga fungsional perencanaan. (aat ini, jumlah tenaga kerja mereka hanya 66 orang saja, dimana ada ?B (KP!, sehingga jika 8 (KP! setidaknya membutuhkan 8 orang tenaga perencanaan, maka masih ada kekuragan 6; tenaga kerja perencanaan. (elama ini perencanaan hanya dilakukan oleh Kepala (eksi Program, sehingga saat dilakukan penga"asan ditemukan kesalahan, memang dari perencanaan sudah tidak tepat. 4al tersebut disebabkan karena merupakan "arisan dari kebijakan
6
pemerintahan sebelumnya yang kurang memberikan insentif untuk tenaga fungsional ini.
3.
Kesimulan
&erdasarkan permasalahan-permasalahan diatas dapat kita simpulkan bah"a ada beberapa kesalahan dalam praktik pengelolaan Keuangan Negara/!aerah antara lain ". Ti&a% seim*angn)a roorsi alo%asi anggaran antara *elan4a mo&al 5em*angunan6 &an *elan4a aaratur 5rutin6. !esain politik alokasi anggaran di banyak daerah menunjukan minimnya
peruntukan bagi masyarakat, baik berupa dana pelayanan publik maupun in%estasi pemerintah daerah untuk bergeraknya perekonomian. 4anya sekitar 67-97C #P&! untuk belanja langsung bagi kepentingan masyarakat dan sisa terbesarnya untuk membiayai birokrasi. '. Permasalaan Kaasitas Da)a Sera Anggaran (aat ini, sekitar >7C dana #P&N kita beredar di daerah *97C le"at skema transfer ditambah 97C berasal dari dana dekonsentrasi, medebewind dan dana sektoral+. (uatu jumlah uang beredar yang tentu amat besar, sekaligus tanggung ja"ab yang besar pula. Namun sayang, sejauh ini Pemda masih belum berkekuatan penuh menyerap anggaran yang ada, bahkan di sebagian daerah, sisa dana 0diparkir0 di perbankan berbentuk (ertifikat &. Perlu dicatat, adanya dana yang menganggur itu bukan lantaran daerah berkelebihan uang atau pun sebagai hasil dari penghematan *efisiensi+ anggaran. (ebaliknya, hal itu menunjukan adanya dana yang terbengkelai, karena
buruknya
sistem
perencanaan
anggaran,
berbelitnya
prosedur
pengadaan barang/jasa pemerintah, lemahnya proses legislasi di daerah, atau orientasi sempit pada P#! dari bunga simpanan (&. Kinerja instrumen fiskal semacam itu berakibat terbengkelainya pula program layanan publik dan tentu sulit menjadi stimulan alternatif di tengah masih lesunya in%estasi sektor s"asta.
+. Peran #nsetorat !ai% Pusat atau Daera Kurang Otimal 5erkait masalah ini, sumber masalah utama adalah tidak efektifknya peran
inspektorat daerah. nstitusi yang sejatinya dibentuk sebagai garda depan 7
jaminan
tegaknya good
governance dan
menjadi
instrumen
strategis
pemberantasan korupsi ini justru mandul. nstitusi ini hanya diposisikan sebagai unsur penunjang, desain kelembagaannya tidak kuat, ruang lingkup penga"asannya terbatas, tidak adanya mekanisme sanksi dalam penga"asan, dan status aparatnya disinyalir sebagai orang buangan yang mempengaruhi moti%asi dan kapasitas kerja. Padahal, keberadaan inspektorat ini mestinya bernilai strategis. Pertama, menjadi lembaga pre%entif dan jaring pengaman internal sebelum datangnya pihak penga"as eksternal *&PK, KPK, dll+. Kedua, sebagai unit penga"as internal yang memiliki peluang terlibat sejak fase perencanaan * input +, pelaksanaan, capaian dan e%aluasi kebijakan sehingga memungkinkan deteksi dini dan koreksi langsung untuk menghindari kerusakan masif. (eandainya semua ini dijalankan, bisa dipastikan mutu tata kelola dan tata pembukuan keuangan daerah tidak lagi menjadi sasaran permanen kritikan publik dan temuan &PK.
8