Jus Cogens: Norma yang harus ditaati
64
PGAS (1)
Sejarah Singkat
Amerika Serikat terletak di tengah-tengah benua Amerika Utara, dibatasi oleh Kanada di sebelah utara dan Meksiko di sebelah selatan. Negara Amerika Serikat terbentang dari Samudera Atlantik di pesisir timur hingga Samudera Pasifik di pesisir barat, termasuk kepulauan Hawaii di lautan Pasifik, negara bagian Alaska di ujung utara benua Amerika, dan beberapa teritori lainnya.
Penetap pertama wilayah yang kini menjadi Amerika Serikat berasal dari Asia sekitar 15.000 tahun yang lalu. Mereka menyeberangi jembatan darat Bering ke Alaska. Selanjutnya, penduduk asli Amerika bermukim di wilayah tersebut selama ribuan tahun. Pada tahun 1492, Christopher Columbus berhasil mencapai Amerika. Orang-orang Inggris lalu bermukim di Jamestown, Virginia pada tahun 1607. Permukiman ini dianggap sebagai permukiman pertama di Amerika Serikat. Selanjutnya, Amerika Serikat terus didatangi oleh orang-orang Inggris. Orang Perancis, Spanyol, dan Belanda juga bermukim di sebagian Amerika Serikat. Perkembangan koloni-koloni Inggris berakhir tidak baik bagi penduduk asli Amerika, karena banyak dari mereka yang tewas akibat penyakit, dan mereka kehilangan negeri mereka.
Amerika Serikat terbentuk dari 13 bekas koloni Inggris selepas Revolusi Amerika setelah deklarasi kemerdekaan pada tanggal 4 Juli 1776. Perang ini dimulai karena kolonis merasa diperlakukan tidak adil oleh Inggris.
Setelah Revolusi, Amerika Serikat menghadapi banyak masalah, seperti perbudakan. Pada tahun 1800-an, AS memperoleh banyak wilayah dan mulai terindustralisasi. Dari tahun 1861 hingga 1865, Perang Saudara Amerika berkecamuk antara Utara dengan Selatan. Perang ini diakibatkan karena sengketa mengenai hak-hak negara bagian, perbudakan, dan masa depan Amerika Serikat. Beberapa negara bagian di Selatan meninggalkan Amerika Serikat dan mendirikan Konfederasi.
Utara memenangkan perang, dan negara-negara yang telah meninggalkan perserikatan kembali ke Amerika Serikat. Negara ini lalu melalui masa rekonstruksi. Pada akhir 1800-an, banyak orang Eropa datang ke Amerika Serikat dan bekerja di pabrik besar. Pada awal abad ke-20, AS menjadi kekuatan dunia. Ekonominya merupakan salah satu yang terbesar di dunia. Negara ini juga terlibat dalam Perang Dunia I dan II.
Setelah Perang Dunia II, Amerika Serikat terlibat dalam Perang Dingin dengan Uni Soviet. Selama Perang Dingin, pemerintah banyak menghabiskan dana untuk pertahanan. AS terlibat dalam Perang Korea dan Vietnam, dan juga mengirimkan Neil Armstrong dan orang-orang Amerika lain ke luar angkasa. Pada tahun 1991, Uni Soviet runtuh dan perang dingin berakhir. Timur Tengah menjadi penting bagi Amerika, terutama setelah Serangan 11 September 2001. Kini, Amerika Serikat merupakan negara adidaya, tetapi masih menghadapi beberapa masalah.
* Pra-Columbus
Nenek moyang dari penduduk asli Amerika berasal dari Asia. Mereka menyeberangi jembatan darat Bering ke Alaska.
Masa Pra-Columbus adalah masa sebelum kedatangan Christopher Columbus ke Amerika tahun 1492. Pada masa itu, penduduk asli Amerika menetap di Amerika Serikat. Mereka memiliki budaya yang berbeda: penduduk asli di Amerika Serikat timur berburu; penduduk asli di Amerika Serikat barat laut menangkap ikan; penduduk asli di barat daya menanam jagung dan membangun rumah yang disebut pueblo; dan penduduk asli di Great Plains berburu bison
* Zaman Kolonial
Bangsa Inggris mencoba mendirikan permukiman di Pulau Roanoke tahun 1585, tetapi tidak berlangsung lama. Pada tahun 1607, permukiman Inggris pertama yang dapat bertahan berdiri di Jamestown, Virginia. Permukiman ini didirikan oleh John Smith, John Rolfe, dan orang-orang Inggris lainnya yang tertarik dengan kekayaan dan petualangan. Koloni di Virginia hampir gagal bertahan karena penyakit dan kelaparan, tetapi berhasil karena penanaman tembakau.
Pada tahun 1621, sekelompok orang Inggris yang dijuluki Pilgrim Fathers (orang yang melarikan diri karena berselisih paham dengan gereja) menetap di Plymouth, Massachusetts. Koloni yang lebih besar dibangun di Teluk Massachusetts oleh Puritan tahun 1630. Daripada menemukan emas, Pilgrims dan Puritan lebih tertarik untuk membuat masyarakat yang lebih baik, yang mereka juluki "kota di sebuah bukit." Roger Williams, yang ditendang keluar dari Massachusetts, mendirikan koloni di Rhode Island tahun 1636.
Inggris bukan hanya satu-satunya negara yang menetap di wilayah yang kini menjadi Amerika Serikat. Pada tahun 1500-an, Spanyol mendirikan benteng di Saint Augustine, Florida. Perancis menetap di Kanada dan wilayah sekitar Danau-Danau Besar. Bangsa Belanda mendirikan koloni di New York, yang mereka sebut Nieuw Nederland. Wilayah-wilayah lain dimukimi oleh orang Skotlandia-Irlandia, Jerman, dan Swedia.
Perkembangan koloni merupakan hal yang buruk bagi penduduk asli Amerika. Mereka kehilangan negeri mereka, dan banyak dari antara mereka yang meninggal akibat variola, penyakit yang dibawa bangsa Eropa ke Amerika.
Pada awal tahun 1700-an, muncul gerakan religius yang disebut Gerakan Kebangunan Rohani. Gerakan Kebangunan merupakan salah satu peristiwa pertama dalam sejarah Amerika yang merupakan "pergerakan besar", atau sesuatu yang melibatkan banyak orang Amerika. Gerakan Kebangunan Rohani, bersama dengan Penghukuman Penyihir Salem, merupakan tanggapan atas situasi Amerika saat itu, dan mungkin memengaruhi pemikiran yang digunakan dalam Revolusi Amerika.
Pada tahun 1733, terdapat tiga belas koloni. Koloni-koloni ini biasanya dikelompokan menjadi New England (New Hampshire, Massachusetts, Rhode Island and Connecticut), koloni-koloni Tengah (New York, New Jersey, Pennsylvania, Delaware), dan Selatan (Maryland, Virginia, Carolina Utara, Carolina Selatan, dan Georgia). New England memiliki peternakan-peternakan kecil, dan lebih bertumpu pada perikanan, perkapalan, dan industri-industri kecil. Koloni Selatan memiliki perkebunan tembakau dan kapas. Kebun-kebun ini awalnya digarap oleh pekerja yang bersedia bekerja beberapa tahun dengan upah pintu masuk ke Amerika dan tanah, lalu oleh budak. Koloni tengah memiliki peternakan berukuran kecil, dan dikenal memiliki budaya dan kepercayaan yang beragam.
Ketigabelas koloni tersebut terikat dengan "ekonomi Atlantik", yang melibatkan penggunaan kapal untuk perdagangan budak, tembakau, rum, gula, emas, rempah-rempah, ikan, kayu, dan barang hasil produksi, antara Amerika, Hindia Barat, Eropa, dan Afrika. New York, Philadelphia, Boston, dan Charleston merupakan kota dan pelabuhan utama pada masa itu.
Dari tahun 1754 hingga 1763, Inggris dan Perancis terlibat dalam perang yang disebut Perang Tujuh Tahun. Inggris berhasil memenangkan perang. Perancis menyerahkan koloninya di Kanada kepada Inggris, dan menyerahkan Louisiana ke Spanyol; Spanyol menyerahkan Florida ke Inggris. Selanjutnya, Inggris mengeluarkan Proklamasi 1763, yang menyatakan bahwa orang yang tinggal di tiga belas koloni tidak dapat menetap di sebelah barat Pegunungan Appalachia.
* Revolusi Amerika
Setelah Perang Tujuh Tahun, kolonis mulai merasa mereka tidak memperoleh hak-hak mereka. Selain akibat Proklamasi 1763, mereka merasa diperlakukan tak adil karena pajak yang dipungut oleh pemerintah Britania. Kolonis menyatakan "Tak ada pajak tanpa perwakilan", yang berarti mereka meminta agar mereka memiliki suara di Parlemen Britania. Pajak-pajak tersebut meliputi Sugar Act (1764), Stamp Act (1765), Townsend Duties (1767), dan Tea Act (1773). Pada tahun 1770, peristiwa Boston Tea Party terjadi. Kolonis-kolonis di Boston membuang ratusan kotak berisi teh dari kapal di Pelabuhan Boston, sebagai tanggapan terhadap Tea Act. Tentara Britania lalu mengambil alih Boston, yang mengakibatkan pendirian Kongres Kontinental, terdiri dari pemimpin setiap 13 koloni. Tokoh-tokoh penting dalam kongres tersebut adalah Benjamin Franklin, John Adams, Thomas Jefferson, John Hancock, Roger Sherman, dan John Jay.
Pada tahun 1776, Thomas Paine menulis pamflet Common Sense, yang menyatakan bahwa koloni-koloni harus merdeka dari Britania. Pada 4 Juli 1776, ketigabelas koloni setuju terhadap Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat. Kolonis-kolonis telah terlibat dalam pertempuran dengan Britania dalam Perang Revolusi Amerika. Perang dimulai pada tahun 1775 di Lexington dan Concord. Meskipun tentara Amerika di bawah kepemimpinan George Washington banyak mengalami kekalahan, mereka memenangkan perang setelah kemenangan di Yorktown yang dibantu oleh Perancis. Traktat Paris ditandatangani, dan Britania menarik semua pasukannya dari Amerika Serikat.
* Perang Saudara
Pada tahun 1840-an dan 1850-an, Utara dan Selatan kurang saling menyukai karena berbagai perbedaan, seperti:
Ekonomi Utara berdasarkan pada industri, sedangkan Selatan berdasarkan agraris.
Negara bagian Utara tidak memerlukan budak, sementara Selatan memerlukan budak. Orang-orang di Selatan juga marah dengan buku-buku seperti Uncle Tom's Cabin yang menyatakan bahwa perbudakan itu salah.
Utara memiliki Partai Republik, sementara Selatan memiliki Partai Demokrat.
Perbedaan pandangan mengenai kekuasaan pemerintahan federal.
Pejabat-pejabat pemerintahan berusaha membuat perjanjian untuk menghentikan perang. Akan tetapi, perjanjian-perjanjian ini tidak berhasil menghentikan perpecahan. Orang-orang Utara dan Selatan mulai saling membunuh di Kansas karena masalah perbudakan. Peristiwa ini disebut "Kansas Berdarah". Pada tahun 1859, John Brown mengambil alih sebuah kota di Virginia untuk menunjukan bahwa perbudakan itu salah dan ia mencoba mengajak budak-budak melawan pemiliknya.
Abraham Lincoln dari Partai Republik berhasil memenangkan pemilu pada tahun 1860. Setelah itu, sebelas negara bagian meninggalkan Amerika Serikat dan mendirikan Negara Konfederasi Amerika. Maka meletuslah Perang Saudara Amerika antara Utara dengan Selatan. Konfederasi memiliki jenderal yang lebih cakap daripada utara, akan tetapi memiliki lebih sedikit jalur kereta dan hampir tidak mempunyai pabrik senjata. Pada awal perang, jenderal-jenderal Konfederasi seperti Robert E. Lee dan Stonewall Jackson memenangkan pertempuran melawan jenderal-jenderal Utara seperti George B. McClellan dan Ambrose Burnside. Pada pertengahan perang, Lincoln mengumandangkan Proklamasi Emansipasi yang akan membebaskan semua budak di Konfederasi, dan memperbolehkan orang kulit hitam bertempur dalam angkatan bersenjata Utara. Alur perang mulai memihak pada Utara setelah pertempuran Gettysburg tahun 1863. Pada tahun 1865, jenderal Ulysses S. Grant telah merebut ibukota Konfederasi di Richmond, Virginia, dan memaksa jenderal Lee untuk menyerah.
PGAS (2)
Sistem Politik Domestik
Amerika Serikat adalah sebuah republik konstitusional federal, di mana Presiden (kepala negara dan kepala pemerintahan), Kongres, dan lembaga peradilan berbagi kekuasaan yang melekat pada pemerintah nasional, dan pemerintah federal berbagi kedaulatan dengan pemerintah-pemerintah negara bagian.
Cabang eksekutif dikepalai oleh Presiden dan tidak memiliki kebergantungan terhadap cabang legislatif. Kekuasaan legislatif berada pada dua kamar Kongres, Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat. Cabang yudikatif (atau peradilan), terdiri atas Mahkamah Agung dan pengadilan-pengadilan federal yang lebih rendah kedudukannya, menjalankan kekuasaan yudikatif (atau peradilan). Fungsi peradilan adalah untuk menafsirkan konstitusi dan hukum-hukum federal dan peraturan-peraturan yang berlaku di Amerika Serikat. Hal ini termasuk menyelesaikan sengketa antara cabang-cabang eksekutif dan legislatif. Susunan dan kedudukan pemerintah federal dijelaskan di dalam konstitusi. Dua partai politik, Partai Demokrat dan Partai Republik, mendominasi politik di Amerika sejak perang saudara, meskipun partai-partai lain juga ada.
Terdapat dua perbedaan utama antara sistem politik yang dijalankan di Amerika dan di sebagian besar negara-negara demokrasi maju lainnya. Hal ini meliputi bertambahnya kekuasaan majelis tinggi di cabang legislatif, sebuah cakupan kekuasaan yang lebih luas dipegang oleh Mahkamah Agung, pemisahan kekuasaan antara cabang legislatif dan eksekutif, dan dominasi dua partai politik. Amerika Serikat adalah salah satu negara demokratis maju di dunia, di mana partai-partai ketiga memiliki pengaruh politik yang kecil.
Entitas federal yang diciptakan oleh Konstitusi Amerika Serikat adalah fitur dominan sistem pemerintahan Amerika. Tetapi, sebagian besar rakyat menjadi subjek bagi pemerintah negara bagian, dan semuanya adalah subjek bagi berbagai unit pemerintah daerah. Pemerintah daerah yang dimaksud adalah county (setara kabupaten), munisipalitas, dan distrik khusus.
Tumpang tindihnya wilayah hukum ini mencerminkan sejarah Amerika Serikat. Pemerintah federal diciptakan oleh negara-negara bagian, sejak koloni-koloni didirikan secara terpisah dan memerintah wilayah masing-masing, merdeka satu sama lain. Satuan-satuan pemerintah daerah diciptakan oleh koloni-koloni untuk menjalankan fungsi-fungsi tertentu negara bagian. Seiring meluasnya negara ini, pemerintah federal menganjurkan agar negara-negara bagian baru meniru sistem yang telah ada.
* Ideologi Amerika
Republikanisme, bersama-sama dengan sebentuk liberalisme klasik masih menjadi ideologi dominan. Dokumen-dokumen sentral di antaranya Deklarasi Kemerdekaan (1776), Konstitusi (1787), Makalah Federalis (1788), Bill of Rights (1791), dan "Gettysburg Address" karya Lincoln (1863), dan lain-lain. Prinsip-prinsip inti dari ideologi ini di antaranya:
Tugas warga negara: warga negara bertanggung jawab untuk memahami dan mendukung pemerintah, turut serta dalam pemilihan umum, membayar pajak, dan menjalankan tugas kemiliteran (apabila negara meminta).
Melawan korupsi.
Demokrasi: Pemerintah mampu memenuhi keinginan warga negara, yang dapat mengubah wakil-wakilnya melalui pemilihan umum.
Kesamaan di depan hukum: Undang-undang tidak boleh memuat perlakuan khusus bagi warga negara. Pegawai pemerintah juga menjadi subjek hukum seperti masyarakat lainnya.
Kebebasan beragama: Pemerintah tidak boleh membantu ataupun menekan agama tertentu.
Kebebasan berbicara: Pemerintah dilarang membatasi orang (melalui undang-undang/ peraturan lain) untuk mengemukakan pendapat selagi tidak memicu tindak kekerasan; pasar pemikiran.
Pada permulaan didirikannya Amerika Serikat, ekonomi bertumpu pada pertanian dan usaha kecil swasta, dan pemerintah negara bagian meninggalkan isu-isu kesejahteraan kepada pihak swasta atau inisiatif daerah. Seperti di Britania Raya dan negara industri lainnya, ideologi laissez-faire secara luas diragukan pada periode Kelesuan Besar Ekonomi. Di antara dasawarsa 1930-an dan 1970-an, kebijakan fiskal dicirikan oleh konsensus Keynes, suatu masa di mana liberalisme modern Amerika mendominasi kebijakan ekonomi yang secara virtual tidak dapat ditantang. Tetapi, sejak penghujung dasawarsa 1970-an dan permulaan dasawarsa 1980-an, ideologi laissez-faire menjadi kekuatan yang lebih besar dalam politik Amerika. Sementara negara kesejahteraan Amerika membesar lebih dari tiga kali lipat setelah Perang Dunia II, justru besaran PDB-nya sebesar 20% PDB dasawarsa 1970-an. Kini, liberalisme Amerika modern, dan konservatisme Amerika modern terlibat dalam peperangan politik tanpa henti, dicirikan oleh apa yang dijelaskan para ekonom sebagai "perpecahan besar [dan] tertutup, tetapi melawan pemilihan umum secara keras."
Sebelum Perang Dunia II, Amerika Serikat menganut kebijakan politik luar negeri yang jauh dari upaya campur tangan kepada pihak asing, yakni dengan tidak mengambil bagian dalam silang sengketa di antara kuasa-kuasa asing. Amerika Serikat mengabaikan kebijakan ini ketika ia menjadi adikuasa, dan negara ini sangat menganjurkan prinsip internasionalisme.
* Pemerintahan Negara Bagian
Pemerintahan negara bagian memiliki kekuasaan untuk membuat undang-undang pada semua subjek yang tidak diberikan kepada pemerintah federal atau yang diserahkan kepada negara bagian menurut konstitusi. Kekuasaan-kekuasaan ini di antaranya pendidikan, hukum keluarga, kontrak, dan sebagian besar hukum pidana. Tidak seperti pemerintah federal, yang hanya memiliki kekuasaan-kekuasaan itu berdasarkan konstitusi, pemerintah negara bagian memiliki kekuasaan melekat yang memungkinkannya bertindak, kecuali jika dibatasi oleh konstitusi nasional atau ketentuan negara bagian.
Seperti pemerintah federal, pemerintah negara bagian memiliki tiga cabang: eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Kepala eksekutif negara bagian adalah gubernur yang dipilih langsung oleh rakyat, yang biasanya bertugas untuk masa bakti empat tahun (meskipun di beberapa negara bagian lain hanya dua tahun). Kecuali untuk Nebraska, yang memiliki legislatif satu kamar, semua negara bagian memiliki legislatif dua kamar, di mana biasanya majelis tinggi disebut Senat dan majelis rendah disebut Dewan Perwakilan Rakyat, badan deliberatif atau yang serupa dengannya. Di sebagian besar negara bagian, para senator bekerja untuk masa bakti empat tahun, dan para anggota majelis rendah bekerja untuk masa bakti dua tahun.
Konstitusi negara-negara bagian berbeda dalam beberapa rinciannya, tetapi secara umum mengikuti pola yang sama dengan konstitusi federal, termasuk pernyataan hak-hak rakyat dan rencana perlembagaan pemerintah. Tetapi, konstitusi negara bagian lebih terperinci.
* Partai Politik dan Pemilihan Umum
Konstitusi Amerika Serikat tidak pernah secara formal membahas hal-ikhwal partai politik, terkhusus karena para pendiri bangsa aslinya tidak menentukan politik Amerika sebagai partisan. Dalam Makalah Federalis No. 9 dan No. 10, Alexander Hamilton dan James Madison, masing-masing menulis secara khusus tentang bahaya faksi politik dalam negeri. Dan lagi, Presiden Amerika Serikat pertama, George Washington, bukanlah seorang anggota partai politik manapun pada masa pemilihannya atau selama dia menjabat sebagai presiden. Lebih jauh lagi, dia berharap bahwa partai-partai politik tidak perlu dibentuk, khawatir akan terjadinya konflik dan kemandekan politik. Meskipun demikian, permulaan sistem dua partai di Amerika mulai muncul dari lingkaran terdekat penasihatnya, termasuk Hamilton dan Madison.
Di dalam pemilihan umum partisan (berpartai), para calon diajukan oleh partai politik atau mencari kantor publik sebagai peserta independen. Tiap-tiap negara bagian memiliki kebijakan penting dalam hal menentukan bagaimana para calon diajukan, dan dengan demikian memenuhi persyaratan untuk tampil pada surat suara pemilihan umum. Biasanya, para calon dari partai besar secara resmi ditentukan dalam sebuah konvensi atau rapat primer partai yang bersangkutan, sedangkan para calon dari partai kecil atau independen harus melengkapi proses permohonan.
* Kongres Amerika Serikat
Kongres Amerika Serikat (Bahasa Inggris: United States Congress) adalah cabang legislatif dari pemerintahan federal Amerika Serikat. Sistem yang dianut adalah sistem dua kamar atau bikameral, terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat. Dewan Perwakilan terdiri dari 435 anggota, masing-masing mewakili sebuah distrik dan bertugas selama dua tahun. Jumlah kursinya dibagi berdasarkan jumlah penduduk tiap negara bagian; sedangkan dalam Senat, setiap negara bagian memiliki dua Senator, tidak memandang populasi. Ada 100 orang Senator, yang menjabat selama enam tahun. Anggota DPR dan senator, dipilih secara langsung oleh masyarakat, tetapi di beberapa negara bagian gubernur dapat memilih pengganti sementara ketika sebuah kursi Senat kosong.
Konstitusi Amerika Serikat memberikan seluruh kekuasaan legislatif dari pemerintah federal dalam Kongres. Kekuasaan kongres dibatasi kepada yang disebutkan dalam Konstitusi; seluruh kekuasaan lain diberikan kepada negara bagian dan masyarakat. Kekuasaan yang tertulis dari Kongres termasuk otoritas untuk mengatur perdagangan luar negeri dan antar negara bagian, memungut pajak, mendirikan pengadilan federal di bawah Mahkamah Agung, untuk mengatur angkatan bersenjata, dan menyatakan perang. Konstitusi juga memasukkan "klausa perlu dan layak", yang memberikan Kongres kekuasaan untuk "membuat seluruh hukum yang diperlukan dan layak dijalankan dalam kekuasaan sekarang". Tujuan umum yang ditampilkan dalam Mukadimah juga telah dianggap sebagai otoritas Acts of Congress.
Senat sepenuhnya setara kedudukannya dengan Dewan Perwakilan Rakyat, dan bukan merupakan "majelis peninjauan" keputusan, seperti halnya dengan majelis tinggi dalam sistem legislatif dua kamar di banyak negara. Namun ada sejumlah kekuasaan khusus yang diberikan kepada satu majelis saja. Di satu pihak, nasihat dan persetujuan Senat dibutuhkan untuk pengangkatan pejabat eksekutif dan posisi yudikatif tingkat tinggi oleh presiden dan untuk mengesahkan perjanjian. Di pihak lain, rancangan undang-undang untuk meningkatkan pendapatan hanya boleh diajukan oleh DPR saja. DPR dan Senat bersidang di Gedung Capitol di Washington, D.C.
* Senat Amerika Serikat
Senat Amerika Serikat (Bahasa Inggris: United States Senate) adalah salah satu dari dua bagian Kongres Amerika Serikat. Bagian lain dari Kongres adalah Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat (US House of Representatives).
* Keanggotaan Senat
Setiap negara bagian Amerika Serikat mempunyai dua orang senator yang mempunyai masa jabatan 6 tahun, dan dapat dipilih kembali tanpa batas. Karena Pemilu AS diselenggarakan setiap dua tahun (setiap bulan November tahun genap), setiap kursi senator akan habis masanya setiap 3 kali pemilihan.
* Komposisi Senat
Saat ini, Senat Amerika Serikat terdiri dari 100 senator (ada 50 negara bagian dan masing-masing negara bagian mengirim 2 senator).
Pemilu 2004 menghasilkan komposisi sebagai berikut: 55 senator dari Partai Republik, 44 dari Partai Demokrat, dan 1 independen.
Pemilu 2008 menghasilkan komposisi sebagai berikut: 40 senator dari Partai Republik, 59 dari Partai Demokrat, dan 1 independen.
PGAS (3)
Kebijakan LN Amerika Serikat
* Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat
Politik Luar Negeri suatu negara dipastikan mengarah kepada promosi kepentingan nasional suatu negara termasuk juga negara Amerika Serikat. Tindakan-tindakan Amerika Serikat ini tercermin dari serangkaian kebijakan luar negeri Amerika Serikat terkait kompetisi ekonomi, memperkuat pertahanan di perbatasan negara-negara, mewujudkan perdamaian, kebebasan, dan upaya perluasan ideologi demokrasi. Namun pada dasarnya politik luar negeri tidak pernah pernah bersifat tetap, politik luar negeri harus merespon dan merumuskan kebijakan sesuai dengan kepentingan nasional dan peluang dalam hubungan internasional.
* Aktor Yang Berperan Dalam Kebijakan Luar Negeri
Beberapa aktor yang memegang peranan pentinga dalam kebijakan luar negeri amerika serikat yaitu :
Presiden berperan sebagai penyelenggara politik luar negeri melalui departemen luar negeri dan menunjuk dan memberhentikan duta besar (atas persetujuan kongres)
Kongres berperan dalam menunjuk duta besar dan menyetujui ataupun meratifikasi pembuatan kebijakan yang di buat oleh presiden.
Senat dan house of representative berperan dalam mengeluarkan resolusi ataupun menolaknya
Departemen berperan dalam penyelenggaraan secara administratif politik luar negeri Amerika Serikat.
* Institusi Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat
Dalam pembuatan kebijakan luar negeri amerika serikat terdaat institusi pemerintahan yang memegang peranan penting yaitu :
Department of State
Department of Defense
National Security Council
Central Intelligence Agency
Secara umum berbagai arah kebijakan luar negri Amerika Serikat di tujuan nasionalnya yaitu memantapkan diri di dunia sebagai polisi dunia, dominasi sumber daya alam, orientasi ekonomi, penyebaran ideologi liberalism dan demokrasi, keamanan nasional dan pemberantasan terrorisme, dan mewujudkan tatanan dunia baru.
Dalam format politik internasional Amerika Serikat terdapat dua pilar paling mengemuka yang dijadikan kebijakan pokok negara adidaya itu adalah demokratisasi (termasuk HAM) dan liberalisme ekonomi dunia.
* Langkah Politik Amerika Serikat
Sebagaimana yang telah si singgung di atas, untuk memperjuangkan kepentingan ideologinya, langkah pertama yang dilakukan AS adalah mengajak seluruh dunia untuk menjadikan kapitalisme sebagai standar, persepsi, serta keyakinan yang berlaku di segala aspek kehidupan bagi seluruh umat manusia. Untuk itu, AS melakukan internasionalisasi ideologi kapitalisme sebagai asas interaksi dan UU internasaional. AS dan sekutunya kemudian membentuk PBB dan Piagam PBB, yang menjadi legitimasi dan alat kepentingan internasionalnya. Sebagai pembentuk badan internasional itu, AS tentu harus mendapat jaminan, bahwa kepentingan-kepentingannya tetap bisa terjamin. Dari sana, dibuatlah Dewan Keamanan PBB (DK PBB) dengan anggota tetap yang memiliki hak veto. Dengan hak ini, AS dapat dengan mudah menggagalkan segala keputusan yang dianggap bertolak belakang dengan kepentingannya; tidak peduli sebaik apa pun keputusan itu; tidak peduli meskipun seluruh negara mendukung keputusan tersebut.
Dalam bidang politik, berbagai aturan yang jelas-jelas bersumber dari ideologi kapitalisme dibuat dan diinternasionalisasikan. Lahirlah, antara lain, Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia (Deklarasion of Human Right) tahun 1948. Deklarasi ini mencantumkan penjaminan atas kebebasan manusia; terutama kebebasan beragama, berpendapat, kepemilikan, dan perilaku. Internasionalisasi ini dibutuhkan AS agar setiap tindakannya di dunia internasional menjadi legal atau sah meskipun sebenarnya sekadar untuk kepentingan nasional (national interest) AS semata.
* Langkah Ekonomi Amerika Serikat
Dalam bidang ekonomi, internasionalisasi kepentingan AS dilakukan dengan memuat suatu tatanan ekonomi internasional dengan seperangkat organisasinya seperti IMF, Bank Dunia, dan WTO. Langkah paling penting dilakukan AS adalah mengubah sistem mata uang dunia dengan menjadikan dollar sebagai standar untuk menilai mata uang yang berbeda-beda. Tahun 1944, delegasi 44 negara yang mengadakan pertemuan di Bretton Woods menerima gagasan itu. AS bisa memaksa penggunaan dollar karena saat itu AS merupakan negara yang sangat kuat secara politik dan militer di dunia. Dollar AS sejak saat itu mendominasi dunia.
Perdagangan bebas juga menjadi program utama dari WTO yang pembentukannya dipelopori AS. Tujuan utama dari liberalisasi perdagangan ini adalah untuk membuka pasar seluruh negara-negara di dunia bagi produk unggul dan investasi negara-negara kapitalis. Dengan demikian, negara-negara berkembang akan selalu berada dibawah hegemoni AS.
* Politik Luar Negeri Obama
Ciri utama politik luar negeri AS sejak tahun 1940-an hingga kini dibentuk oleh dua tradisi besar dalam ilmu hubungan internasional, yaitu realisme politik dan idealisme politik.
Tradisi realisme politik berkembang di era Perang Dingin, dimana tujuan utamanya dimaksudkan untuk melakukan politik pembendungan terhadap Uni Soviet yang dinilai membahayakan supremasi kekuasaan AS didunia. Sementara itu, tradisi idealisme politik berkembang di era pasca-Perang Dingin, dimana tujuan utama politik luar negeri AS diarahkan untuk melakukan ekspansi kebebasan/ demokrasi ke seluruh penjuru dunia.
Richard N. Haas (2009), Presiden Council on Foreign Relations, pernah mengatakan bahwa politik luar negeri Obama itu lekat dengan tradisi realisme politik dibandingkan idealisme politik. Penilaian Haas itu didapatkan setelah melakukan studi banding antara politik luar negeri Obama dengan politik luar negeri George Bush yang beraliran realisme politik (sang ayah) dan politik luar negeri George W. Bush yang beraliran idealisme politik (sang anak).
George Bush dan George W. Bush adalah presiden AS yang telah menceburkan AS pada Perang Irak. Tapi ada yang membedakan keduanya dalam hal motif/ tujuan Perang Irak. Motif/ tujuan Presiden Bush (sang anak) melancarkan Perang Irak 2003 adalah untuk mengganti rezim pemerintahan. Ia berharap penggantian rezim di Baghdad bakal berujung pada terbentuknya Irak yang demokratis. Sebagai penganut paham idealisme politik, Bush tentu berharap dengan demokratisnya Irak, negara ini akan menjadi lebih bersahabat dengan AS.
Sementara itu, politik luar negeri Presiden Bush (sang ayah) dalam Perang Irak sebelumnya adalah untuk membebaskan Kuwait dari aneksasi Irak. Setelah berhasil membebaskan Kuwait, AS justru tidak terus bergerak maju menuju Baghdad dan menggulingkan pemerintahan Saddam Hussein, seperti apa yang telah dilakukan oleh anaknya. Bush disini nampaknya hanya tertarik pada strategi realisme politik yang tidak ingin melihat negara lain unjuk kekuatan/ kekuasaan yang dapat mengganggu kepentingan AS di Kuwait.
Dalam konteks itu, Presiden Obama rupanya lebih bersepakat dengan pendekatan realisme politik Bush (sang ayah) dibandingkan dengan pendekatan idealisme politik Bush (sang anak). Dalam politik luar negeri AS di Afghanistan, misalnya, Presiden Obama sama sekali tidak menyinggung soal mengubah negara itu menjadi demokratis. Di Afghanistan, Obama hanya tertarik untuk menghancurkan Al-Qaidah, yang selama ini telah mengganggu kepentingan/ kekuasaan AS.
Merujuk pada politik luar negeri realisme politik Obama sebelumnya, maka pernyataan Obama yang menyebut "AS adalah Kekuatan Asia Pasifik" dapat dipahami sebagai unjuk kekuatan AS terhadap Cina yang selama ini dipandang agresif di kawasan pasifik dan pernyataan Obama yang menyebut "AS tidak Takut terhadap Cina" adalah penegasan Obama untuk memperingatkan Cina bahwa AS tidak gentar dengan kemajuan teknologi militernya yang di awal tahun 2011 telah berhasil mengembangkan dan meluncurkan rudal balistik yang jarak jangkauannya mampu mencapai pangakalan militer AS di Okinawa dan Guam, Jepang. Pada intinya penempatan pasukan marinir AS di Darwin itu ditujukan untuk meredam kekuatan Cina yang semakin merajalela di kawasan Asia pasifik.
* Implikasi
Meskipun Menlu Indonesia Marty Natalegawa mengatakan Indonesia dan ASEAN tidak merasa terganggu dan terancam oleh keputusan penempatan pasukan AS tersebut dan tidak akan membiarkan Asia Tenggara menjadi ajang persaingan negara-negara kuat, seperti AS dan Cina, tetap ada implikasi yang dapat merugikan Indonesia dan ASEAN akibat dari taktik politik luar negeri Obama di kawasan Asia Pasifik.
Implikasi pertama terkait kedekatan geografis wilayah Darwin, dimana pasukan marinir AS ditempatkan, dengan wilayah Indonesia bagian Timur, Papua dan Maluku, yang secara potensial rawan akan gerakan separatisnya. Siapa yang bisa menjamin bahwa AS dan Australia tidak mengamati aktivitas kita dan memiliki agenda tersembunyi? Apalagi Indonesia pernah memiliki pengalaman pahit terhadap Australia karena mendukung disintegrasi Timor Leste dari Indonesia pada 1999 (Herry Juliartono, 2011).
Implikasi kedua adalah jangan sampai persepsi positif Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Singapura (sebagai anggota ASEAN) terhadap penempatan pasukan AS ini dipandang negatif oleh Cina. Dan ini dapat berakibat bagi relasi Cina-ASEAN kedepannya. Apalagi Cina telah berjasa bagi ASEAN dengan inisiatifnya menyediakan bantuan dana sejumlah US$ 10 miliar untuk kepentingan kerja sama ASEAN-Cina.
Sangat jelas, taktik politik luar negeri realisme politik Obama cukup efektif untuk menunjukkan AS sebagai kekuatan Asia Pasifik. Cina pun memiliki pengaruh kuat bagi ASEAN dengan sejumlah bantuan dananya. Implikasi utama dari semua ini adalah, Indonesia dan ASEAN pastinya akan terancam, terganggu dan menjadi objek dari pengaruh dua kekuatan utama yang bersaing antara AS dan Cina di kawasan Asia Pasifik.
Khusus untuk Indonesia, dengan mencermati politik luar negeri Obama yang demikian, jangan sampai doktrin "a Million Friends, Zero Enemies" yang menjadi pedoman politik luar negeri Indonesia membuat kita lengah, hanya karena doktrin tersebut yang mengharuskan kita bersikap positif terhadap Negara lain. Tidak ada pilihan lain bagi Indonesia untuk terus selalu waspada terhadap setiap motif politik luar negeri Obama, karena disintegrasi Timor Leste dari Indonesia adalah pelajaran berharga bagi bangsa ini agar tidak terulang kembali dengan menularkannya pada wilayah-wilayah Indonesia lainnya seperti Papua dan Maluku yang mungkin akan dijadikan target AS dan Australia.
PGAS (4)
Aktor Non Negara
* Freemasonry
Freemasonry adalah sebuah organisasi persaudaraan yang asal-usulnya tidak jelas antara akhir abad ke-16 hingga awal abad ke-17. Freemasonry kini ada dalam beragam bentuk di seluruh dunia dengan jumlah anggota diperkirakan sekitar 6 juta orang, termasuk 150.000 orang di bawah yurisdiksi Loji Besar Skotlandia dan Loji Besar Irlandia, lebih dari seperempat juga orang di bawah yurisdiksi Loji Besar Bersatu Inggris dan kurang dari dua juta orang di Amerika Serikat.
Organisasi Freemasonry tidak mempunyai pusat dan setiap negara mempunyai organisasi yang berdiri sendiri. Sekalipun demikian setiap organisasi Freemasonry di mana pun akan memunyai nomor pendirian dan berhubungan satu dengan lainnya. Freemasonry juga mempunyai Master tertinggi yang merupakan master tertinggi dari seluruh Master Freemasonry yang bertugas melakukan koordinasi seluruh Freemasonry yang ada di dunia.
Organisasi ini diatur menjadi Loji-Loji Besar atau kadang-kadang Orient yang mandiri, yang masing-masing memiliki yurisdiksinya tersendiri, yang terdiri atas Loji bawahan atau konstituen. Berbagai Loji Besar dapat mengakui atau tidak mengakui satu sama lain berdasarkan Prinsip Mason (sebuah Loji Besar bisanya menganggap Loji Besar lainnya yang memiliki prinsip yang sama sebagai Loji reguler, dan mereka yang tidak sama dianggap sebagai Logi "tak reguler" atau Loji "gelap").
Freemasonry merupakan organisasi yang tertutup dan ketat dalam penerimaan anggota barunya. Organisasi ini bukan merupakan organisasi agama dan tidak berdasarkan pada teologi apapun. Tujuan utamanya adalah membangun persaudaraan dan pengertian bersama akan kebebasan berpikir dengan standar moral yang tinggi. Freemasonry sendiri adalah simbolisasi dari pengertian pekerja keras yang memunyai kebebasan berpikir. Kata mason berasal dari bahasa Perancis, maçon, yang artinya "tukang batu". Sekalipun organisasi ini merupakan organisasi hanya bagi kaum laki-laki namun kini sudah banyak pula kelompok Freemasonry wanita.
Ada juga lembaga tambahan, yang merupakan organisasi yang terkait dengan cabang utama Freemasonry, namun dengan administrasinya sendiri.
* Prinsip
Pada dasarnya Freemasonry lebih mengedepankan masalah-masalah kemanusiaan atau humanisme sekuler. Dalam kelompok persaudaraan tersebut, manusia akan dilihat sebagai mahluk individu dan pemikirannya menjadi titik sentral pandangan. Pekerjaan dan spirit kerja dalam Freemasonry ditujukan pada menemukan bagaimana harapan-harapan utama manusia dalam menempuh kehidupan ini. Dalam upaya kebersatuan anggota sebagai ikatan persaudaraan, adalah dengan cara melihat segi positif pemikiran setiap individu, dan meninggalkan segi negatifnya. Berkumpul dalam Loji adalah merupakan tradisi sejak awal dimana para anggota akan saling bertukar pikiran, dan yang lebih penting adalah tetap membina ikatan persaudaraan atau brotherhood. Masing-masing anggota harus mampu bekerja untuk diri sendiri agar menjadi manusia yang lebih baik, berguna, berdasarkan ikatan persaudaraan, serta membangun kebebasan berpikir dalam kehidupannya di tengah masyarakat. Secara ideal dapat dikatakan bahwa: membangun sebuah kuil kemanusiaan.
Dalam praktiknya, Freemasonry tidak menyajikan suatu doktrin maupun dogma, dan juga tidak memunyai program yang kaku. Bagaimana peraturan kebebasan berpikir yang dikembangkan oleh setiap anggota komunitas adalah secara sadar atau tidak apabila pemikiran seorang anggota itu dapat diterima secara umum oleh anggota komunitas. Kebenaran spirit dalam filosofi yang dikembangkan Freemasonry akan terus berkembang sebagai wujud dari bagaimana cara pandang melihat kebenaran yang dipercayai, bagaimana kekuatan sistem nilai, norma, adat dan tradisi yang ada dalam masyarakat, serta adanya kompromi penerimaan sesuatu pandangan atau pemikiran yang baru.
Freemasonry pada dasarnya menghormati semua agama dan kepercayaan yang dianut oleh anggotanya. Freemasonry sebagai organisasi persaudaraan tidak terlibat pada suatu agama dan kepercayaan yang dianut para anggotanya. Dengan demikian setiap anggota juga perlu menghormati kebebasan setiap individu dalam menentukan pilihan agama dan kepercayaannya masing-masing. Sekalipun demikian Freemasonry memercayai bahwa Tuhan adalah kreator dari alam raya. Secara prinsip Freemasonry memunyai tiga pilar filosofi yang harus selalu dipegang yaitu: rasionalitas, ketuhanan, dan etika.
Pada dasarnya Freemasonry mengajarkan sebuah filosofi baru dalam kehidupan ini. Filosofi baru tersebut yaitu sekularisme yang artinya memisahkan berbagai sektor kehidupan dengan agama yaitu pada sektor-sektor pendidikan, hukum, politik, ekonomi, kesehatan, dan ilmiah. Dalam hal ini agama menjadi kebutuhan individu, dan mengurangi fungsi agama dalam kehidupan sosial. Dengan demikian sekularisasi dalam Freemasonry adalah sebuah proses dimana semua yang mengatur segi kehidupan sosial berupa sistem nilai, norma, dan ide-ide, landasannya adalah empirik, rasional, dan pragmatik. Filosofi baru inilah yang kemudian dalam perjalanan kehidupan Freemasonry telah menarik begitu banyak pertentangan dengan prinsip-prinsip yang sudah ada.
Sekalipun Freemasonry tidak ada sangkut pautnya dengan peperangan, ataupun perkembangan politik suatu negara, namun dalam praktiknya nilai-nilai yang diajarkan oleh Freemasonry telah memberikan sumbangan yang besar dalam setiap individu Freemasonry dalam membangun masyarakat yang diidamkan yaitu bebas dari tirani dan dogma.
* Kegiatan
Hingga kini Freemasonry tetap menjaga tradisi ritual, yang merupakan simbol bahwa setiap anggota adalah pekerja bangunan (maçon) yang dapat disimbolkan sebagai batu bata yang harus disusun menjadi sebuah bangunan kuil. Bagunan kuil Freemasonry merupakan simbol dari sebuah masyarakat yang besar. Dalam menerima anggota baru dari sebuah Loji atau rumah Freemason, maka ritual ini akan diperkenalkan kepada setiap anggota baru tersebut. Ia kemudian mempunyai kewajiban untuk juga berfungsi sebagai pekerja membangun kuil secara bersama-sama dengan anggota yang lain. Freemasonry meletakkan visi bahwa bekerja membangun kuil adalah sebuah seni yang tinggi agar nampak indah baik di bagian luar, di bagian dalam maupun di bagian pusat bangunan. Sebagai anggota suatu Loji, komunitas Freemasonry memunyai hierarki tiga tingkatan dari yang terrendah hingga yang tertinggi yaitu murid, pekerja, dan master. Setiap master memunyai tugas untuk membimbing murid-muridnya dan membantu para pekerja agar dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Para Master memunyai hierarki dengan tingkatan yang tertinggi adalah tingkat 33 yang merupakan Grand Master untuk suatu negara.
* Simbol
Simbol kuil yang digunakan oleh Freemasonry adalah Bait Salomo sebagai simbolik kerja manusia dalam membangun kehidupan masyarakat yang majemuk yang permasalahannya tak pernah selesai. Pengambilan Bait Salomo ini sebab Bait Salomo di Yerusalem selalu menjadi polemik antar agama dengan sengketa yang tak pernah selesai – di atas pondasi yang ada ingin selalu dibongkar oleh kelompok agama yang menang mendudukinya dan dibangun kembali sebagai kuil agama yang lain. Diduga, Bait Salomo berada di bawah Masjid Al-Aqsa yang merupakan masjid besar kedua setelah Masjid Al-Haram di Mekkah. Namun penggunaan Bait Salomo sebagai simbol kerja Freemasonry dalam masyarakat majemuk telah diartikan oleh kelompok anti Freemasonry bahwa Freemasonry identik dengan Yahudi dan Zionisme.
* Kerahasiaan
Freemasonry adalah organisasi yang tertutup dan memegang rahasia apa yang tengah dibicarakan di dalamnya. Berbagai upacara ritual yang dilaksanakan hanya boleh dilihat oleh anggota komunitas Freemason. Perilaku atau peraturan seperti ini sudah berlangsung beratusan tahun. Awalnya adalah demi perlindungan para anggota Freemasonry itu sendiri dari tekanan pihak yang bertentangan dengan prinsip berkebebasan berpikir dan anti dogma di tiga ratus tahun lalu di Inggris, dimana agama Katolik masih kuat memegang kendali hukum. Namun dengan tidak terbukanya kelompok Freemasonry ini telah membawa pergunjingan di luar yang dilakukan oleh berbagai kelompok yang berseberangan prinsip. Karena begitu banyak pergunjingan dan spekulasi, baik dari kelompok agama maupun politik garis keras yang semakin banyak muncul di media massa, maka akhir-akhir ini Freemasonry mulai membuka diri, kecuali berbagai ritual yang dilaksanakan di dalam kelompok. Keterbukaan ini dilakukan guna membantah berbagai pergunjingan dan spekulasi tersebut.
* Anggota
Anggota Freemasonry yang umumnya dari kalangan intelektual dan tokoh-tokoh politik akhirnya juga menjadikan negara-negara yang dipimpin para Freemasonry menjadi negara sekuler. Contoh yang paling jelas adalah Amerika Serikat. Saat adanya perang saudara di Amerika antara Utara dan Selatan, banyak kalangan tinggi militer dan politik yang menjadi anggota Freemason. Presiden pertama Amerika sebagai sebuah negara republik yaitu George Washington adalah juga anggota Freemason. Amerika kemudian menjadi negara sekuler sebagaimana negara-negara di Eropa setelah revolusi Perancis.
Pembesar dan orang terkenal Freemasonry tercatat 14 orang Presiden Amerika antara lain George Washington, Gerald Ford, James Monroe, Franklin Delano Roosevelt, Theodore Roosevelt, dan Harry Truman. Dari Inggris tercatat antara lain Raja Edward VII, Raja Edward VIII, Raja George VI, dan Winston Churchil. Musikus terkenal antara lain Mozart dan Beethoven, serta ahli politik terkenal antara lain Montesquieu.
* American Israel Public Affairs Committee (AIPAC)
American Israel Public Affairs Committee (AIPAC) adalah sebuah kelompok lobi di Amerika Serikat yang bertujuan melobi Kongres Amerika Serikat dan badan eksekutif pemerintahan dengan tujuan menghasilkan kebijakan yang meningkatkan hubungan dekat antara Amerika Serikat dan Israel. AIPAC dibentuk pada masa pemerintahan Eisenhower, dan sejak saat itu membantu meningkatkan bantuan dan dukungan Amerika Serikat kepada Israel. AIPAC telah sering disebut-sebut dalam berbagai survei sebagai salah satu kelompok lobi paling berpengaruh dalam politik Amerika Serikat.
Beberapa kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang diduga mendapat pengaruh AIPAC antara lain:
Menekan Pemerintah Palestina melalui surat yang ditandatangani oleh 259 anggota kongres dan 79 senator. Tujuannya adalah untuk memaksa Uni Eropa dan Amerika Serikat tidak memberikan bantuan kepada Otoritas Palestina sebelum mencapai persyaratan internasional
Memperkuat hubungan keamanan dalam negeri Amerika Serikat-Israel dengan menjalin kerja sama dalam bidang riset dan pembangunan proyek.
Menjamin perolehan bantuan luar negeri untuk Israel, yang mencapai US$2.52 triliun pada tahun 2006 dan dukungan ekonomi serta militer
Melarang bantuan dan kontak Amerika Serikat dengan Hamas sampai pemimpinnya mengakui keberadaan negara Israel
Memperpanjang pinjaman keuangan untuk Israel sampai 2011
Mengutuk Iran atas konferensi anti-Holocaust.
Mensponsori "Iran Freedom and Support Act", yang menguatkan sanksi untuk mencegah program nuklir Iran
Mencap stasiun televisi Hezbollah sebagai agen teroris melalui surat Presiden Bush yang ditandatangai oleh 51 senator
Mensponsori "Syrian Accountability Act" yang membolehkan Presiden Bush untuk memberi sanksi kepada Suriah atas campur tangan di Lebanon
Meningkatkan bantuan militer kepada Israel mencapai US$ 1 triliun dalam bentuk bantuan pemerintah.
PGAS (5)
The Cold War
* Latar Belakang Terjadinya Perang Dingin
Perang Dingin merupakan perang yang terjadi tanpa adanya bentrokan fisik, maksudnya pihak yang berperang saling menggertak satu sama lain dengan memperlihatkan kebolehannya dan kelebihannya tanpa menyerang satu sama lain.
Menurut para ahli politik, Perang Dingin (bahasa Inggris: Cold War, bahasa Rusia: холо́дная война́, kholodnaya voyna, 1947-1991) adalah sebutan bagi sebuah periode di mana terjadi konflik, ketegangan, dan kompetisi antara Amerika Serikat (beserta sekutunya disebut Blok Barat) dan Uni Soviet (beserta sekutunya disebut Blok Timur) yang terjadi antara tahun 1947-1991.
Istilah "Perang Dingin" ini sendiri diperkenalkan pada tahun 1947 oleh Bernard Baruch dan Walter Lippman dari Amerika Serikat untuk menggambarkan hubungan yang terjadi di antara Amerika Serikat dan Uni Soviet.
Setelah Perang Dunia II berakhir, Amerika Serikat dan Uni Soviet muncul sebagai negara adikuasa. Amerika serikat muncul dengan ideologi demokratis kapitalis, dan Uni Soviet muncul dengan ideologi komunis. Kedua negara tersebut berusaha mencari pengaruh dan dukungan dari negara-negara yang baru memerdekakan diri. Mereka bersaing dalam melakukan ekspansi ideologi. Hal ini memicu terjadinya Perang Dingin dan berpengaruh kepada negara-negara di luar Eropa.
Sebelum lebih jauh membahas tentang perang dingin sebelumnya perlu diketahui bahwa Amerika dan Uni Soviet juga terlibat di dalam Perang Dunia I dan II. Pada perang Dunia I Jerman, Austria, dan Turki membuat negara aliansi dan bekerja sama. Awalnya Amerika Serikat merupakan negara netral dan tidak memihak siapapun akan tetapi ketika perang kapal selam tak terbatas, secara tidak sengaja Jerman mengenai kapal Amerika sehingga Amerika yang awalnya netral akhirnya memihak Inggris, Uni Soviet dan Prancis yang merupakan lawan dari aliansi Jerman. Dengan turun tangannya Amerika maka akan mempermudah kekalahan Jerman.
Setelah Jerman kalah pihaknya dipaksa menandatangani perjanjian Versailes yang isinya membuat pihak Jerman harus membayar kerugian yang dikeluarkan pihak musuh selama perang. Jerman telah kalah, ditambah lagi harus membayar kerugian musuh. Hal ini menyebabkan Jerman harus kesulitan memperbaiki kondisi ekonominya tetapi ketika Adolf Hilter meminpin Jerman, ia melancarkan politik balas dendam. Inilah cikal bakal penyebab Perang Dunia II. Pada tanggal 1 September 1939 Jerman menyerang negara Polandia yang merupakan negara yang dilindungi oleh pihak sekutu yang terdiri dari Inggris, Pranciss dan Uni Soviet. Pada Perang Dunia II yang bertindak sebagai negara sentral adalah Jerman, Italia, dan Jepang. Jepang memiliki pemikiran tersendiri, Jepang ingin menguasai dunia. Sebelum menguasai dunia hal yang pertama harus dilakukan adalah menguasai Cina, lalu Asia dan seluruh dunia. Sehingga Jepang pada waktu itu sangat gencar memperluas wilayahnya dan menyerang wilayah lain. Jepang juga ingin menundukkan Amerika dan berpikiran bahwa jika mereka berhasil menyerang pelabuhan Pearl maka mereka akan dengan mudah mengalahkan Amerika. Akan tetapi, rencananya tidak berhasil, Jepang hanya membangunkan macan yang lagi tidur. Amerika yang semula netral di Perang Dunia II akhirnya turun tangan dan mempercepat kekalahan Jepang dengan mengebom atom Nagasaki dan Hirosima.
Selama berlangsungnya Perang Dunia II, Amerika Serikat merupakan salah satu negara Sekutu yang memiliki kekuatan militer cukup besar. Dalam pertempuran melawan Jerman dan Italia, Amrika serikat berhasil memukul mundur dan bahkan memaksa kedua negara tersebut untuk menyerah kepada sekutu. Selain itu, Jepang juga menyerah dan tunduk di bawah kekuatan sekutu setelah kota Hirosima dan Nagasaki dijatuhi bom atom pada 9 Agustus 1945. Sementara itu, Uni Soviet juga memiliki peran yang sangat besar dalam kemenangan Sekutu dalam Perang Dunia II. Berkat Uni Soviet, negara-negara Eropa Timur berhasil direbut oleh pihak sekutu dari tangan Jerman.
Penguasaan kawasan yang dilakukan oleh Amerika Serikat dan Uni Soviet memunculkan perimbangan kekuatan dalam hal ekonomi, politik dan ideologi. Kedua negara adikuasa itupun melakukan ekspansi ideologi ke negara-negara lain. Berbagai metode pun digunakan, baik dalam bentuk pemberian bantuan ekonomi, maupun kerja sama militer dan persenjataan. Hal itulah yang dimaksud Perang Dingin.
Dalam usaha untuk melancarkan ekspansi politis dan ideologis, pada tahun 1947, Amerika serikat mengeluarkan Marshall Plan yaitu sebuah traktat tentang bantuan ekonomi dalam rangka pemulihan perekonomian Eropa yang hancur akibat Perang Dunia II. Selain Marshall Plan posisi luar negeri Amerika tercermin dalam Truman Doctrine yang merupakan sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh Presiden Hary Truman pada tahun 1947 yang menyatakan kesediaan Amerika Serikat untuk memberikan bantuan bagi kekuatan anti-komunis di Turki dan Yunani dalam menghadapi kekuatan komunisme Uni Soviet.
Pada 4 April 1949 North Atlantic Treaty Organization/ NATO dibentuk dengan tujuan mendukung stabilitas politik dan keamanan di daerah Atlantik Utara. Pembentukan NATO memancing blok Timur untuk mendirikan Warsawaw Pact atau Pakta Warsawa. Pakta tersebut dibentuk tanggal 14 Mei 1955 di kota Warsawa, Polandia. Di bawah kepemimpinan Uni Soviet.
* Dampak Perang Dingin
* Dampak Positif
Selama Perang Dingin berlangsung perkembangan IPTEK maju pesat karena kedua Blok ini banyak melakukan pengembangan dan mempunyai hasil yang sangat bagus terutama masalah eksplorasi luar angkasa. Perang Dingin adalah sebutan bagi sebuah periode di mana terjadi konflik, ketegangan, dan kompetisi antara Amerika Serikat (beserta sekutunya disebut Blok Barat) dan Uni Soviet (beserta sekutunya disebut Blok Timur) yang terjadi antara tahun 1947-1991. Persaingan keduanya terjadi di berbagai bidang: koalisi militer; ideologi, psikologi, dan tilik sandi; militer, industri, dan pengembangan teknologi; pertahanan; perlombaan nuklir dan persenjataan; dan banyak lagi. Ditakutkan bahwa perang ini akan berakhir dengan perang nuklir, yang akhirnya tidak terjadi. Istilah "Perang Dingin" sendiri diperkenalkan pada tahun 1947 oleh Bernard Baruch dan Walter Lippman dari Amerika Serikat untuk menggambarkan hubungan yang terjadi di antara kedua negara adikuasa tersebut.
* Dampak Positif di Tiap Bidang :
1. Bidang Ekonomi
Dalam bidang ekonomi ternyata Perang Dingin juga membawa dampak positif pada perekonomian dunia. Baik itu secara sengaja maupun tidak sengaja. Hal ini ditandai dengan munculnya negara super power. Dengan adanya negara super power, maka perekonomian dunia banyak dikuasai oleh para pemegang modal. Mereka saling berlomba untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dengan cara menginvestasikan modal mereka ke negara-negara berkembang yang upah buruhnya masih relatif rendah. Sehingga keuntungan mereka juga melambung tinggi.
Namun siapa sangka bahwa hal diatas juga berdampak baik bagi negara yang ditempati untuk membuka usaha para pemilik modal. Pertumbuhan ekonomi di negara itu juga akan tumbuh pesat. Jadi keduanya diuntungkan dalam usaha ekonomi ini. Pada saat itu negara pemilik modal yang berlomba-lomba untuk menguasai dunia perekonomian, secara tidak langsung juga membawa unsur politik didalamnya. Sehingga pemilik modal besar mendapatkan keuntungan besar, sementara negara yang modalnya terbatas keuntungannya juga kecil. Karena itu munculah istilah globalisasi ekonomi di masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut maka dilakukanlah beberapa tindakan seperti misalnya menyatukan mata uang. Contoh yang sangat terlihat adalah negara-negara di kawasan eropa yang menyatukan mata uang mereka menjadi euro.
2. Bidang Militer
Karena adanya rasa iri di antara negara- negara yang berseteru, masing-masing negara mulai meningkatkan persenjataannya. Mereka melakukan hal ini agar tidak kalah dengan negara besar. Dengan begitu persaingan senjata semakin maju dan berkembang pesat. Itu semua memacu tiap negara untuk terus mengembangkan pertahanan negaranya masing-masing.
3. Bidang Sosial Budaya.
Menyebarnya isu-isu HAM mulai sedikit demi sedikit mengglobal. Secara langsung adanya undang-undang tentang HAM mulai diakui, karena itu rakyat menyetujui peresmian HAM itu sendiri. Dengan adanya HAM, rakyat semakin percaya akan adanya demokrasi dan tidak ada lagi penindasan bagi kaum lemah.
4. Luar angkasa
Perang dingin ini juga membawa pengaruh besar pada perkembangan keruangangkasaan yang kita miliki. Mungkin jika tidak ada Perang Dingin, kita tidak akan tahu bagaimana bentuk tata surya kita. Pada saat itu kedua negara yang bersengketa saling berlomba-lomba menunjukkan kepada dunia bahwa negara merekalah yang paling baik dengan menyebarkan doktrin-doktrin yang mereka miliki.
Karena untuk meningkatkan gengsi negara mereka maka mereka sama-sama berlomba untuk meluncurkan roket ke luar angkasa. Hasilnya, kita semua menjadi tahu bahwa sebenarnya kita ada pada tata surya apa, kemudian bagaimana bentuknya. Terlepas dari siapa yang pertama kali mengabarkan berita ini, namun dengan adanya perang dingin ini secara tidak langsung juga berdampak pada perkembangan ilmu pendidikan keruang angkasaan kita.
5. Teknologi
Pada masa Perang Dingin sains dan teknologi yang terpaut dengan kegiatan militer mendapat sorotan yang lebih dari pemerintah. Pemerintah bersedia mengeluarkan dana yang besar demi kemajuan iptek di negara mereka.
Pada periode ini tumbuh disiplin-disiplin ilmu yang mempelajari dampak sains pada masyarakat. Di negara-negara maju, teknologi di era modern bukan lagi urusan individu atau komunitas berskala kecil. Teknologi modern mempunyai tujuan-tujuan nasional pada wilayah ideologi, militer, ataupun ekonomi dan bentuk kesadaran nasional untuk menggali sumber-sumber alam yang ada. Ini juga bertujuan untuk mewujudkan produksi barang dengan skala yang besar.
* Dampak Negatif
Perang Dingin ini juga membawa dampak yang negatif pula, selama Perang Dingin berlangsung masyarakat mengalami ketakutan akan perang nuklir yang lebih dahsyat dari Perang Dunia II. Dampak lainnya adalah terbaginya Jerman menjadi dua bagian yaitu Jerman Barat dan Jerman Timur yang dipisahkan oleh Tembok Berlin.
* Dampak Negatif di Tiap Bidang:
1. Bidang Militer
Dengan adanya senjata nuklir yang dikembangkan secara pesat oleh kedua negara, maka masyarakat dunia mengalami ketakutan yang luar biasa akan adanya kemungkinan perang nuklir yang sebenarnya oleh kedua negara yang bersengketa itu. Saat itu memang sempat beredar rumor bahwa Uni Soviet sudah meletakkan nuklir-nuklirnya di Kuba dan diarahkan ke Amerika. Mendapat ancaman nuklir seperti itu Amerika tidak tinggal diam. Amerika kemudian menandatangani terbentuknya NATO. Ini adalah suatu organisasi pertahanan yang kira-kira menyetujui tentang perjanjian bahwa apabila salah satu negaranya diserang maka dianggap sebagai serangan terhadap NATO. Setelah mengetahui hal ini maka pemerintah Uni Soviet menarik kembali rudal-rudal nuklirnya dari Kuba.
2. Bidang Politik
Dampak dalam bidang politik dapat kita lihat dari dibangunnya tembok berlin di Jerman sebagai batas antara Jerman Barat dan Jerman Timur. Dalam Perang Dunia II negara ini memang sudah terbagi menjadi 2, yaitu Jerman Baran yang beribukota di Bonn dan Jerman Timur yang beribukota di Berlin. Negara ini mengalami perpecahan karena adanya 2 paham yang berbeda berlaku di negara ini, yaitu liberal yang dianut Jerman Barat dan Komunis yang dianut Jerman Timur.
Dalam perjalanan pemerintahannya, Jerman Barat mengalami perkembangan yang jauh lebih pesat daripada Jerman Timur. Oleh sebab itu, banyak orang Jerman Timur yang memutuskan untuk hijrah ke Jerman Barat. Namun karena saat itu terjadi Perang Dingin antara Amerika dan Uni Soviet, Uni Soviet merasa tersinggung dengan adanya orang-orang pindah ke Jerman Barat. Kerena itu Uni Soviet mendanai dan mendukung untuk membangun sebuah tembok yang berada di kota Berlin yang menyebabkan terbelahnya kota itu. Selain itu di tembok ini, Uni Soviet juga menyiagakan tentaranya agar menembaki orang-orang yang masih berani untuk menyebrang. Kemudian tembok ini sangat dikenal orang sebagai simbol bagi Perang Dingin.
PGAS (6)
AS dan Amerika Lain
* Kepentingan Amerika Di Venezuela
Bagi Amerika Serikat, Venezuela merupakan negara yang harus dikuasai karena memiliki nilai yang strategis dan kekayaan alam yang besar. Venezuela secara geografis berada diujung utara benua Amerika Selatan. Negara ini berbatasan dengan laut Karibia dan samudera atlantik di sebelah utara, Guyana di Timur, Brazil di Selatan, dan Kolombia di Barat. Di lepas pantai Venezuela terbentang negara-negara Karibia seperti Aruba, Antilles, Belanda dan Trinidad dan Tobago.
Venezuela, dengan 2.800 kilometer (1.700 mil) dari garis pantai, merupakan negara dengan pemandangan indah yang luas. Bentangan yang sangat luas di begian timur laut dan Andes hingga menuju bagian barat daya Venezuela dan sampai sepanjang pantai Karibbean Utara. Pusat negara ada di Llanos, perluasan daratan tersebut merentang dari barat yang paling jauh di perbatasan Kolombia menuju Delta di Timur sungai Orinoco yang mengandung kekayaan minyak.
Venezuela adalah salah satu negara Amerika Latin yang sejak lama negara yang menguntungkan bagi AS, mulai dari minyak hingga kebutuhan-kebutuhan bahan baku lainya, disamping buruhnya yang murah. Tetapi, karena kawasan ini sempat menjadi basis bagi perlawanan terhadap kapitalisme global dan juga banyak negara yang sempat menerapkan sosialisme, komunisme, dan menjadi mitra Uni Soviet, maka intervensi AS dengan korporasi bisnis dan CIA menjadi intensif.
Dengan demikian, AS menginginkan wilayah Amerika Latin menjadi daerah yang berada di bawah pengaruh kekuasaan (sphere of influence)-nya. Selain karena kawasan ini kaya akan sumber daya alam, AS juga kawatir ideologi komunis masuk di kawasan ini. Jadi, strategi membendung ideologi komunis (conteinment) yang diadopsi dalam kebijakan luar negeri AS selama Perang Dingin mau tak mau harus menjadikan Amerika Latin sebagai wilayah yang sangat penting.
Oleh karena itu, sejarah politik AS di Amerika Latin juga dapat dipandang sebagai kelanjutan doktrin Monroe (Monroe Doctrines) yang lahir pada 12 Desember 1823. Doktrin ini dikeluarkan oleh presiden AS yang kelima, James Monroe, atas desakan dari sekretaris negara John Quency Adams. Doktrin ini dilatar belakangi oleh ancaman keamanan dan ekonomi dalam persaingan AS dengan kekuatan Eropa (terutama Perancis, Inggris, dan Spanyol) di Amerika Latin. AS melihat bahwa Amerika Latin sebagai kawasan dengan negara-negara lahir dapat menjadi ajang kompetisi bangsa Eropa yang saat itu dikenal dengan semboyan "Gold, Glory, Gospel" sebuah semangat yang intinya juga ingin mencari sumber-sember ekonomi, sumber alam dan rempah-rempah, bahan mentah, dan sekaligus mencari daerah baru yang dapat dijadikan tempat baru untuk menyebarkan agama Katholik/ misi.
* Doktrim Monroe terdiri dari:
Tidak ada kolonialisasi. Artinya, benua Amerika Latin harus berada dalam kondisi bebas dan merdeka, yang harus di jaga untuk selanjutnya tidak akan menjadi daerah kekuasaan Eropoa mana pun;
Tidak ada serah-terima. Artinya, daerah yang menjadi milik salah satu negara Eropa tidak dapat diserahterimakan kepada negara lain (karena bukan koloni);
Tidak ada camput tangan Eropa. Artinya, segala usaha kekuatan-kekuatan negara Eropa untuk memperluas pengaruhnya adalah membahayakan bagi keamanan dan perdamaian di benua Amerika;
Amerika Serikat tidak akan melibatkan diri di Eropa. Artinya, dalam peperangan Eropa, Amerika Serikat tidak akan mengambil bagian dan turut campur.
Ancaman Eropa terhadap kawasan Amerika memang terjadi. AS berusaha untuk menghilangkan pengaruh Eropa tersebut. Pembelian daerah Lousiana tahun 1803 menyisihkan Prancis dari wilayah yang sangat luas di sebelah barat sungai Missisipi. Ekspansi wilayah oleh Inggris juga dapat di bendung oleh misi perdamaian Ghent tahun 1815, dan Spanyol juga terpaksa keluar dari Florida di tahun 1819 oleh tekanan-tekanan AS. Ekspansi ke wilayah barat dan dan pola-pola yang sistematis untuk mengurangi kolonialisasi bangsa Eropa berlanjut pada tahun 1940 (Inggris keluar dari wilayah Oregon di tahun 1846).
Selain itu, doktrin Monroe juga merupakan dokumen yang menwujudkan kebijakan untuk mengeluarka Eropa dari masa depan bangsa-bangsa baru yang bisa jadi lahir di Amerika Latin. Doktrin ini bahkan memandang masa depan Amerika Latin sebagai bagian dari belahan bumi bagian barat (The Western Hemisphere Idea), artinya bahwa masa depan kedua Amerika (AS dan AL) harus saling terkait.
Ekonomi Venezuela meningkat secara sognifikan. Hingga tahun 2006 pertumbuhan Venezuela lebih dari 9%. Sebagaimana dilaporkan sejak awal oleh Bank Sentral Venezuela, petumbuhan terkuat justru berada di sektor non-minyak, terutam bidang konstruksi. Di dalamnya meliputi proyek pembangunan masyarakat yang berupa pembangunan rumah-rumah untuk rakyat. Pada tahun 2005, Venezuela menjadi negara dengan tingkat pertumbuhan GDP tertinggi di Amerika Latin karena pertumbuhan ekonominya sebesar 9,3%.
Komisi perdagangan Amerika Serikat (United State International Trade Commission) melaporkan bahwa pada tahun 2005 Venezuela menjadi mitra dagang kedua AS di Amerika Latin (melebihi Brazil) dan di bawah Meksiko. Di tingkat dunia, Venezuela menjadi mitra dagang AS ke-13. Wall Street Journal melaporkan bahwa Venezuela adalah pemilik cadangan minyak mentah (heavylcrude oil) terbesar di dunia, bahkan melebihi Arab Saudi. Venezuela merupakan satu-satunya negara pemilik cadangan minyak terbear di belahan bumi barat (western hemisphere). Expor minyak melonjak sebesar 16,6 miliar dolar pada kuartal kedua tahun 2006.
Di samping itu upaya untuk menghilangkan pengangguran di sana juga menunjukan perkembangan yang terus menerus. Di akhir 2004 pengangguran mencapai titik terendah 10,9%. Di awal tahun 2006, angka pengangguran turun secara drastis dari tingkat tertingginya pada januari sebesar 12,9%. Pejabat dari lembaga Statistik Nasional memprediksikan bahwa jumlah itu akan terus menurun dengan perkiraan mencapai angka 7% di akhir tahun. Buktinya, pada Maret saja jumlah pengangguran menurun menjadi 10,1%, lebih kecil dari jumlah pengangguran di Washington Amerika Serikat. Dan pada Juni turun lagi menjadi 9,7%.
Aktivitas non-minyak menigkat pesat; sektor bangunan 40,3%, institusi keuangan 27,2%, trasportasi dan pertokoan 24,3%, produksi kayu 132,3%, tekstil dan garmen 85,1%, produksi perabot 71,2%. Kondisi ekonomi pun membaik. Inflasi akhir 2004 menurun hingga 19,2% dan terus menurun di tahun 2005. Komitmen Chaves terhadap rakyat juga di buktikan dengan mengalokasikan sebesar 38% dari keseluruhan anggaran negara di gunakan untuk program-program sosial.
Pemerintahan Venezuela juga mengumumkan rencana unutk menaikan upah minimum. Pada September 2006, upah yang di berikan meningkat 10%, berlaku baik bagi pekerja negara maupun sektor swasta. Hal itu merupakan tindak lanjut dari kebijakan menaikan upah sebesar 20-30% terhadap gaji buruh yang di lakukan sejak tahun 2000. Dalam pidato yang sama, Chaves mengatakan sebesar Bs. 2,5 triliun (hampir $1,2 miliar atau Rp. 1,2 triliun) akan dialokasikan untuk kenaikan gaji pegawai negeri. Kenaikan ini sekitar 3 kali dari kenaikan tahun sebelumnya untuk pegawai negeri. Selama dua tahun sebelumnya, pemerintah hanya memberikan kenaikan pada pegawai negeri yang berpenghasilan minimum, sekitar $200 - lebih kurang Rp. 2 juta per bulan. Sementara kaum buruh, bahkan mereka yang berpenghasilan mendekati skala terkecil belum menerima kenaikan dalam tiga tahun.
Pasar bebas juga membuka Venezuela bagi produk-produk asing. Terutama dari AS yang membuat rakyat tergantung pada produk-produk asing dan kemampuan produktif untuk menciptakan industri dalam negri non-minyak sangatlah rendah. Rendahnya tenaga produktif rakyat juga dipicu oleh kondisi kemiskinan yang menjaukan rakyat Venezuela dari pendidikan. Tanpa pendidikan rakyat tidak menjadi produktif, tidak kreatif, dan tidak memiliki pengetahuan dan mengembangkan keterampilan.
Oleh karena itu, Chavez diangap berhasil oleh rakyat sehingga membuatnya memiliki legitimasi dan dipilih kembali pada pemilu Desember 2006. Jelas saja, popularitas Chavez terus meningkat seiring dengan pendapatan minyak yang memuaskan. Pada 9 Februari 2006, Miami Herald melaporkan studi yang di lakukan oleh Center of Economic Investigations Venezuela yang secara detail menyebutkan di mana saja Venejuela mengeluarkan dananya, termasuk "$2,4 miliar untuk membiayai pemberantas kemiskinan, $2,4 miliar untuk membeli tanggungan utang luar negri Argentina, $4,3 miliar untuk proyek minyak dan energi di Brazil, dan $4,3 miliar lainya untuk menyubsidi minyak dan pembiayai infrastruktur energi di Kuba"
Upaya AS untuk membantu kudeta yang dilakukan tentu saja disebabkan oleh berbagai faktor, baik faktor ideologis, ekonomis, pertahanan dan keamanan, maupun kepentingan-kepentingan lainya. Di awal-awal Chavez menjadi presiden tahun 1998, AS tampaknya berusaha mencegah konfrontasi dan lebih melakukan pendekatan terhadap para tokoh yang ada. Namun, sejak Bush menjadi presiden di tahun 2001, hubungan antara kedua negara secara jelas berubah memburuk. Para pejabat Washington menunjukan kewaspadaan kepada pemerintahan Chavez. Apalagi ketika Hugo Chavez bersikap tidak sejalan dengan AS dalam memerangi terorisme setelah peristiwa 11 September 2001, hubungan kedua negara tampak kian tegang.
Sikap Chavez terhadap terorisme memang berbeda dengan negara-negara kebanyakan. Bahkan ketika AS menyerang Taliban yang dituduh sebagai sarang teroris, Chavez justru mengumumkan sikapnya menolak tindakan tersebut dan justru menuduh AS sebagai "teroris". Di samping itu, kemarahan AS juga dipicu oleh sikap Chavez terhadap para pemberontak anti-Amerika di Amerika Latin yang dianggap melindungi kelompok gerilyawan bersenjata Revolutionary Armed Forces of Kolombia (FARC) yang bersembunyi di wilayah Venezuela.
Begitu juga hubungan Hugo Chavez dengan pemerintahan Kolombia, mengalami hubungan yang buruk, hal ini disebabkan pemerintahan Kolombia menjadi mitra AS dalam rangka pemberantasan obat bius dan melawan pemberontakan FARC yang disebutnya sebagai "narco-terrorist" di Amerika Latin.
Chavez juga menjadi pelopor gerakan anti-Amerikanisme di kawasan Amerika Latin, yang juga meluas di kawasan-kawasan lainya. Dengan mengonsolidasikan hubungan dekat dengan Fidel Castro, Chavez menegaskan kepercayaan revolusionernya dan mencoba menempatkan dirinya sebagai pemimpin Amerika Latin di masa depan yang mendorong gerakan anti-imperialisme. Kepemimpinan itu memang berhasil dengan munculnya pemimpin-pemimpin negara Amerika Latin lainya yang bersikap kritis dan melawan terhadap kebijakan AS di Amerika Latin. Sebut saja Presiden Evo Morales di Bolivia, Nestor Kirchner dari Argentina, dan Luiz Inacio Lula da Silva dari Brazil yang berkeyakinan sama dengan Chavez bahwa keadilan dan kesamaan sosial dan ekonomi di Amerika Latin berakar pada ketergantungan eksternal. Belakangan presiden terpilih Ekuador Rafael Correa juga memiliki pandangan dan sikap yang sama. Semua pimpinan tersebut menentang kebijakan pasar bebas AS.
Hugo Chavez sering mengatakan maksudnya untuk mendiferstifikasi pasar bagi minyak Venezuela dan memperluas cakupan investor yang juga melibatkan sektor hidrokarbon. Pada kenyataannya, dalam beberapa kesempatan, ia telah mengancam akan menghentikan pengiriman minyak ke AS atau menutup kilang minyak di AS. Bahkan pada Agustus 2006, misalnya Chavez menandatangani kesepakatan kerja sama di bidang energi dengan Cina. Impor Cina melebihi 100.000 barel per hari dari Venezuela, dan negara tersebut juga telah berkomitmen untuk membeli 500.000 barel per hari menjelang tahun 2011. Beijing telah menyepakati akan menyediakan "tangker raksasa" (supertankers) untuk pengiriman lintas benua dan akan membangun dua belas tempat pengeboran minyak lepas pantai yang baru. Dalam waktu dekat Venezuela memang masih tergantung pada penjualan minyak ke AS. Saat ini, Venezuela memproduksi 2,7 juta barel per hari, 1,5 juta darinya dikirim secara lansung ke AS. Walaupun sebagian besar usaha bersama perusahaan negara dilakukan dengan Rusia, Iran, India, dan Brazil, tiga perusahaan minyak utama AS, Chevron, Conoco Philips, dan Exxon Mobil, tetap memegan investasi utama.
Jadi, sangat jelas bahwa faktor yang paling menonjol dari upaya AS untuk memusuhi Chaves tentu saja adalah faktor ekonomi. Masalahnya, nasionalisasi perusahaan minyak Venezuela akan menyebabkan kerugian pada AS. Sebagai negara yang cukup dengan sumber minyak, setengah dari pendapatan negara Venezuela adalah dari minyak. Produksi minyak mentah tiap harinya sekitar 3 juta barrel dan 75%-nya diekspor. Pendapatan devisa dari hasil ekspor minyak berkisar antara 3 miliar dan 4 dollar US setahunnya. Venezuela adalah eksportir minyak nomor 5 di dunia, dan 13% kebutuhan minyak AS tiap harinya disuplai oleh Venezuela.
Sementara itu, penguasaan negara terhadap PDVSA dengan cara menggantikan para manajer yang pro-modal akan digunakan untuk memastikan bahwa keuntungan yang didapat dari minyak secara maksimal dapat dimasukkan kedalam kas negara dan digunakan sepenuh-penuhnya untuk membiayai program-program sosial yang telah dan akan dilakukan. Kontrol negara terhadap perusahaan minyak juga akan mempersulit perusahaan-perusahaan AS untuk mendapatkan keuntungan dari penanaman saham yang dilakukan. Privatisasi PDVSA di tahun 1980-an telah membuat keuntungan dari minyak dieksploitasi para konglomerat swasta dan asing. Hugo Chavez dan dukungan politiknya ingin mengakhiri eksploitasi itu.
Itulah yang menyebabkan Hugo Chavez harus dimusuhi dan hendak digulingkan melalui kudeta pada April 2002. Dokumen yang diperoleh melalui Freedom of Information Act menunjukan bahwa diakhir tahun 2001 dan di awal tahun 2002, AS menigkatkan sumbangan dananya pada kelompok-kelompok oposisi dalam upayanya untuk menghidupkan oposisi terhadap Hugo Chaves, memperkuat bahwa posisi dengan menciptakan dan memelihara partai-partai politik, dan menyatukan kekuatan oposisi yang ada. Dan ini disalurkan melalui U.S. Agency for International Development (USAID) dan National Endowment for Democracy (NED), sebuah kelompok yang dibiayai oleh kongres (AS) yang memberikan bantuan melalui empat lembaga: National Democratic Institute (NDI); International Republican Institute (IRI); Pusat Solidaritas AFL-CIO; dan Center for International Private Enterprice (CIPE).
PGAS (7)
Humanitarian Interventions
* Pengertian Intervensi dan Intervensi Kemanusiaan
Untuk mengawali pembahasan tentang intervensi kemanusiaan, maka penulis akan mencoba untuk melacak beberapa pengertian tentang intervensi dan intervensi kemanusiaan. Dalam Black's Law Dictionary, intervensi diartikan sebagai turut campurnya sebuah negara dalam urusan dalam negeri negara lain atau dalam urusan dengan negara lain dengan menggunakan kekuatan atau ancaman kekuatan. Sedangkan intervensi kemanusiaan diartikan sebagai intervensi yang dilakukan oleh komunitas internasional untuk mengurangi pelanggaran hak asasi manusia dalam sebuah negara, walaupun tindakan tersebut melanggar kedaulatan negara tersebut.
Parry dan Grant memberikan definisi yang sedikit berbeda, menurut mereka intervensi adalah turut campur secara diktator oleh sebuah negara dalam hubungannya dengan negara lain dengan tujuan untuk menjaga atau mengubah kondisi aktual tertentu. Turut campur tersebut dapat dilakukan dengan hak ataupun tidak, namun hal tersebut selalu mengenai kebebasan eksternal atau wilayah atau keunggulan negara lain, dan dari keseluruhan tersebut memiliki dampak yang penting untuk negara tersebut dalam posisi internasional. Sedangkan intervensi kemanusiaan mereka artikan sebagai perlakuan sewenang-wenang sebuah negara terhadap penduduknya, terutama minoritas, lebih tepatnya kekejaman dan kejahatan yang mengagetkan kesadaran umat manusia. Kemudian, negara lain, yang biasanya negara adikuasa, mengambil tindakan atas peristiwa tersebut dengan ancaman atau penggunaan kekuatan dengan maksud untuk melindungi minoritas yang tertindas.
Lauterpach mengartikan intervensi sebagai campur tangan secara diktator oleh suatu negara terhadap urusan dalam negeri lainnya dengan maksud baik untuk memelihara atau mengubah keadaan, situasi atau barang di negeri tersebut.
Intervensi dapat menggunakan kekerasan ataupun tidak. Hal tersebut biasa dilakukan oleh negara adikuasa terhadap negara lemah. Tindakan tersebut dapat merupakan embargo senjata, ekonomi ataupun keuangan. Peristiwa tersebut dapat dilihat dalam kasus Nikaragua melawan Amerika.
Menurut Starke ada tiga tipologi dalam melihat sebuah intervensi negara terhadap negara lain:
Intervensi Internal: Intervensi yang dilakukan sebuah negara dalam urusan dalam negeri negara lain.
Intervensi Eksternal: Intervensi yang dilakukan sebuah negara dalam urusan luar negeri sebuah negara dengan negara lain. Contoh: Pelibatan Italia mendukung Jerman dalam Perang Dunia Kedua.
Intervensi Punitive: Intervensi sebuah negara terhadap negara lain sebagai balasan atas kerugian yang diderita oleh negara tersebut.
Dengan pembagian tipologi intervensi tersebut, Starke tidak hendak mengatakan bahwa intervensi negara atas kedaulatan negara lain sebagai tindakan legal. Ia berpendapat bahwa terdapat kasus-kasus tertentu dimana tindakan intervensi dapat dibenarkan menurut hukum internasional. Adapaun tindakan intervensi tersebut adalah:
Intervensi kolektif yang ditentukan dalam Piagam PBB.
Untuk melindungi hak dan kepentingan, serta keselamatan warga negaranya di negara lain.
Pembelaan diri. Jika intervensi dibutuhkan segera setelah adanya sebuah serangan bersenjata (armed attack). Syarat-syarat pembelaan diri adalah: langsung (instant), situasi yang mendukung (overwhelming situation), tidak ada cara lain (leaving no means), tidak ada waktu untuk menimbang (no moment of deliberation). Syarat-syarat ini diadopsi dari kasus Caroline.
Berhubungan dengan negara protektorat atas dominionnya.
Jika negara yang akan diintervensi dianggap telah melakukan pelanggaran berat atas hukum internasional.
Jika mengikuti klasifikasi legalitas yang dipergunakan oleh Starke, maka doktrin intervensi tidak sepenuhnya terlarang. Ada celah yang diberikan dalam mekanisme hukum internasional dalam melegalisasi sebuah intervensi.
Dalam klasifikasi yang dibuat oleh Starke, intervensi kemanusiaan dapat dimasukkan dalam klasifikasi yang terakhir. Apabila sebuah negara telah melanggar hak asasi manusia (sistematis dan terstruktur), maka negara tersebut dapat dikategorikan telah melakukan pelanggaran berat terhadap hukum internasional. Perlindungan hak asasi manusia dalam relasi antarnegara saat ini merupakan sebuah komitmen bersama.
Sedangkan menurut Teson, ada beberapa hal yang dianggap lazim dalam kebiasaan internasional mengenai intervensi kemanusiaan. Pertama; penggunaan kekuatan bersenjata suatu negara terhadap urusan domestik negara lain. Kedua; ada alasan kemanusian yang digunakan sebagai justifikasi penggunaan kekuatan bersenjata.
Dari pengertian tersebut di atas kiranya dapat ditarik beberapa kesamaan bahwa intervensi biasanya melanggar kedaulatan negara tertentu, selain itu tindakan intervensi biasanya menggunakan ancaman atau kekuatan. Sedangkan dalam definisi intervensi kemanusiaan kemudian ditambahkan alasan bahwa tindakan tersebut dilakukan karena adanya sebuah perlakuan kejahatan negara atas penduduknya.
* Intervensi Kemanusiaan Menurut Hukum Internasional
Sebagian pendapat dari para pakar hukum internasional mengindikasikan bahwa doktrin intervensi kemanusiaan bertentangan dengan hukum internasional. Hal ini dikarenakan doktrin tersebut bertentangan dengan salah satu prinsip fundamental dalam hukum internasional yaitu prinsip non intervensi.
Prinsip non intervensi menurut sebagian pendapat ahli telah sampai pada tahap peremptory norm (jus cogens). Ketika sebuah prinsip dalam hukum internasional telah mencapai derajat Jus Cogens, maka prinsip tersebut tidak dapat dikecualikan dalam keadaan apapun. Jus Cogens dalam hukum internasional pun masih menjadi perdebatan. Sulit untuk menentukan faktor apakah yang dapat menjadikan sebuah prinsip dalam hukum internasional menjadi sebuah Jus Cogens.
Menurut Schwarzerberger untuk membentuk jus cogens internasional, suatu aturan hukum internasional harus memiliki sifat-sifat yang universal atau asas-asas yang fundamental, misalnya asas-asas yang yang bersangkutan harus mempunyai arti yang luar biasa dalam hukum internasional di samping arti penting istimewa dibandingkan dengan asas-asas lainnya. Selain itu, asas-asas tersebut merupakan bagian esensial daripada sistem hukum internasional yang ada atau mempunyai karakteristik yang merupakan refleksi dari hukum internasional yang berlaku. Apabila sifat-sifat ini diterapkan, akan timbul tujuan asas fundamental dalam tubuh hukum internasional, yaitu: kedaulatan, pengakuan, pemufakatan, itikad baik, hak membela diri, tanggung jawab internasional dan kebebasan di laut lepas.
Sedangkan menurut Vedross terdapat tiga ciri aturan atau prinsip yang dapat menjadi Jus Cogens hukum internasional yaitu:
Kepentingan bersama dalam masyarakat internasional.
Timbul untuk tujuan-tujuan kemanusiaan.
Sesuai atau selaras dengan Piagam PBB.
Kemungkinan sebuah prinsip menjadi jus cogens sangat mungkin dalam hukum internasional jika telah melewati tahapan yang diajukan oleh beberapa pendapat para ahli tersebut. Namun, dalam perkembangan hukum internasional, setiap ketentuan dan norma itu selalu berubah sesuai dengan ketentuan zaman, lalu bagaimana menentukan sebuah prinsip dapat dipertahankan sebagai sebuah norma yang tidak boleh dikecualikan dalam praktek-praktek negara menurut hukum internasional.
Shen menyandarkan pendapatnya bahwa prinsip non intervensi telah masuk dalam kategori jus cogens berdasarkan instrumen-instrumen hukum internasional dan keputusan mahkamah internasional. Pasal 2(4) Piagam PBB menurut beliau merupakan dasar utama yang harus dirujuk ketika mengatakan bahwa prinsip non intervensi merupakan sebuah jus cogens. Ketentuan piagam tersebut kemudian didukung oleh deklarasi yang dibuat oleh majelis umum PBB tentang Declaration on the Inadmissibility of Intervention in the Domestic Affairs of States and the Protection of their Independence and Sovereignty (G.A. Res. 2131/XX, 21 Desember 1965). Dalam paragraf pertama deklarasi tersebut disebutkan bahwa setiap negara tidak memiliki hak untuk melakukan intervensi, langsung maupun tidak langsung, untuk alasan apapun, di dalam urusan dalam dan luar negeri sebuah negara.
Deklarasi tersebut diteguhkan kembali oleh masyarakat internasional melalui deklarasi Majelis Umum PBB, yang dikenal dengan, Declaration on Principles of International Law concerning Friendly Relations and Co-operation among States in accordance with the Charter of the United Nations (G.A. Res. 2625 (XXV), 24 Oktober. 1970). Deklarasi tersebut tidak hanya mengutuk sebuah tindakan intervensi, namun juga menyatakan bahwa tindakan intervensi merupakan sebuah pelanggaran terhadap hukum internasional, sehingga perihal intervensi akan masuk dalam sebuah tanggung jawab internasional.
Prinsip non intervensi kembali diteguhkan oleh Mahkamah Internasional (ICJ) dalam memutus perkara antara Nikaragua Vs Amerika Serikat. Mahkamah menyatakan bahwa:
"The principle of non-intervention involves the right of every sovereign State to conduct its affairs without outside interference; though examples of trespass against this principle are not infrequent, the Court considers that it is part and parcel of customary international law. Between independent States, respect for territorial sovereignty is an essential foundation of international relations and international law requires political integrity also to be respected…. The existence in the opinio juris of States of the principle of non-intervention is backed by established and substantial practice. It has moreover been presented as a corollary of the principle of the sovereign equality of States…"
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka prinsip non intervensi dapat dikategorikan sebagai jus cogens. Namun, tidak semua pakar hukum internasional sepakat bahwa prinsip non intervensi dapat dikategorikan sebagai sebuah jus cogens. Alasan mereka adalah bahwa prinsip non intervensi bukanlah sesuatu yang absolut. Masih dimungkinkan menurut hukum internasional untuk melakukan intervensi atas dasar kemanusiaan.
Intervensi kemanusiaan mendapatkan legitimasinya menurut para pendukungnya berdasarkan penafsiran atas pasal 2 (4) Piagam PBB. Pasal 2 (4) bukanlah sebuah larangan yang absolut, melainkan sebuah batasan agar sebuah intervensi tidak melanggar kesatuan wilayah (territorial integrity), kebebasan politik (political independence) dan tidak bertentangan dengan tujuan PBB (in any other manner inconsistent with the Purposes of the United Nations). Menurut hasil penelitian D'Amato, kesatuan wilayah dimaksudkan jika sebuah negara kehilangan wilayahnya secara permanen sedangkan dalam intervensi kemanusiaan pihak yang melakukan intervensi tidak mengambil wilayah negara secara permanen, tindakan tersebut hanya untuk memulihkan hak asasi manusia.
PGAS (8)
Intelijen AS
Badan Intelijen Pusat (Central Intelligence Agency/ CIA) ialah dinas rahasia pemerintah Amerika Serikat. Dibentuk pada 18 September 1947 dengan penandatanganan NSA (National Security Act) -- badan keamanan nasional AS -- oleh Presiden Harry S. Truman. Saat itu, yang menjadi orang nomor satu dalam CIA ialah Letnan Jenderal Hoyt S. Vandenberg. NSA sendiri sudah berganti nama menjadi DCI (Director of Centeral Intelligence), yang mengkoordinasi, mengevaluasi, mengkorelasi, dan mengirim para agen CIA termasuk ke luar AS untuk menjaga keamanan nasional. Kini CIA dipimpin oleh David H. Petraeus.
Pada era Perang Dingin dengan Uni Soviet, tugas-tugas CIA lebih banyak diarahkan pada kontra-intelijen. Kini, CIA juga mulai menangani peredaran narkotika, organisasi kejahatan internasional, perdagangan senjata gelap, dan yang paling hangat ialah kontra-teroris. Yang terakhir ini ialah terutama setelah serangan 11 September 2001 yang menghancurkan gedung World Trade Center.
CIA membekali para agennya dengan spy-kits, di tangan Direktorat Sains dan Teknologi. Berbagai peralatan canggih yang pernah dipakai CIA pada masa awal kelahirannya sampai era Perang Dingin disimpan di museum CIA di McLean, negara bagian Virginia. Seperti uang sedolar yang bisa menjadi 'kontainer' dokumen dan mesin, mesin pemecah kode bernama Enigma yang disetting untuk memberikan 150.000.000.000.000.000.000 jawaban, mikrodot kamera yang hanya bisa dibaca di bawah mikroskop. Itulah sebagian peralatan intelijen yang dipakai antara 1950-1960-an.
Salah satu operasi CIA yang berhasil ialah menjatuhkan Presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno. Ironisnya, putri Soekarno, Megawati Soekarnoputri juga naik menjadi Presiden dengan dukungan AS.
CIA juga ditengarai selain menggulingkan Soekarno juga berada di belakang pembantaian anggota dan mereka yang dituduh sebagai anggota PKI, terutama di Jawa dan Bali setelah tahun 1965.
* CIA dan Perang Irak 2003
Pada awal Februari 2003, Colin Powell, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pertahanan AS, berbicara di hadapan PBB untuk meyakinkan negara-negara anggota lembaga dunia itu tentang ancaman bahaya "senjata pemusnah massal" yang konon dimiliki atau sedang dibangun oleh Irak.
Namun setelah perang berlangsung berlarut-larut, sementara korban tentara yang tewas dan luka-luka di pihak AS tidak berhenti ataupun berkurang, rakyat AS mulai meragukan klaim yang diajukan Presiden Bush sebagai alasan untuk menyerang Irak. Sebaliknya, Bush dan kawan-kawan mempersalahkan CIA dan mengatakan bahwa badan intelijen itu telah memberikan informasi yang keliru.
Ironisnya, George Tenet, Direktur CIA pada masa Perang Irak 2003, justru dianugerahi "Medali Kemerdekaan Kepresidenan" oleh Presiden George W. Bush pada 14 Desember 2004, setelah sebelumnya ia mengundurkan diri dari jabatannya (Juni 2004). Ini adalah anugerah tertinggi untuk sipil di AS sebagai tanda bahwa si penerima telah membuat "sumbangan yang sangat istimewa bagi keamanan atau kepentingan nasional Amerika Serikat, atau bagi dunia, atau bagi kebudayaan ataupun upaya-upaya publik atau swasta lainnya yang penting."
* Penjara Rahasia CIA
Seorang wartawati The Washington Post melaporkan pada 2 November 2005 bahwa "CIA telah menyembunyikan dan menginterogasi beberapa dari tawanan terpenting mereka yang dituduh terlibat Al Qaeda di sebuah kompleks di negara Eropa Timur, menurut pejabat-pejabat AS dan asing yang mengetahui pengaturan ini."
Laporan ini menyatakan bahwa CIA mempunyai sebuah sistem penjara rahasia di seluruh dunia yang bertempat di Asia, Eropa Timur, dan di Teluk Guantanamo di Kuba. Sistem ini memainkan peranan penting dalam peranan anti-teror organisasi ini. Menurut laporan tersebut, sistem ini telah dirahasiakan dari para pejabat pemerintah (termasuk komisi-komisi Kongres yang mengawasi CIA) melalui upaya-upaya organisasi itu sendiri maupun melalui kerja sama dengan biro-biro intelijen asing.
Laporan Priest berlanjut:
"Keberadaan dan lokasi fasilitas-fasilitas ini -- yang disebut "tempat-tempat hitam" dalam dokumen-dokumen rahasia Gedung Putih, CIA, Departemen Kehakiman dan Kongres -- hanya diketahui oleh segelintir pejabat di AS dan, biasanya, hanya oleh presiden dan segelitinr perwira intelijen puncak di masing-masing negara tuan rumah... Fasilitas rahasia ini merupakan bagian dari sebuah sistem penjara rahasia yang dibangun oleh CIA hampir empat tahun lalu yang pada berbagai kesempatan mencakup pula tempat-tempat di delapan negara, termasuk Thailand, Afganistan serta sejumlah negara demokrasi di Eropa Timur, serta sebuah pusat kecil di penjara Teluk Guantanamo di Kuba, menurut pejabat-pejabat intel dan diplomat sekarang maupun yang lalu dari tiga benua."
BBC telah menindak-lanjuti laporan-laporan ini dan mengukuhkan bahwa ada bukti-bukti yang layak dipercaya tentang penjara-penjara rahasia ini. Trent Lott juga tampaknya telah menegaskan kehadiran penjara-penjara ini.
Pada 8 November 2005 Pemimpin Mayoritas Senat Bill Frist dan Ketua Dewan Perwakilan Dennis Hastert, lewat sebuah surat, menuntut diadakannya penyelidikan bersama oleh Komisi intelijen Senat dan Dewan Perwakilan atas kebocoran berita tentang fasilitas-fasilitas rahasia CIA ini. Dalam surat mereka (bila memang laporan Post itu benar) "pembocoran yang sangat buruk ini dapat membawa akibat-akibat yang merusak dan berbahaya jauh ke depan, dan akan membahayakan upaya-upaya kita untuk melindungi bangsa Amerika dan negara kita dari serangan-serangan teroris."
Surat itu selanjutnya mengatakan: "Apakah kerusakan yang sesungguhnya dan yang potensial terhadap keamanan nasional AS dan mitra-mitra kita dalam perang global melawan teror?"
Senator Republikan Lindsey O. Graham menuduh Pemimpin Mayoritas Senat Bill Frist dan Ketua Dewan J. Dennis Hastert telah mengalihkan perhatian pada investigasi tentang mengapa penjara-penjara rahasia ini ada kepada bagaimana informasi tentang tempat-tempat itu dibocorkan kepada umum.
Spanyol sedang menyelidiki tuduhan-tuduhan bahwa CIA menggunakan lapangan terbang Palma untuk mentransfer tawanan tanpa izin.
Pada Desember 2005, ABC News melaporkan bahwa sejumlah bekas agen CIA menyatakan bahwa CIA telah menggunakan waterboarding, bersama-sama dengan lima "Teknik Interogasi yang Diperkuat," terhadap mereka yang dicurigai menjadi anggota Al Qaeda yang ditawan di penjara-penjara rahasia.
Waterboarding secara luas dianggap sebagai suatu bentuk penyiksaan, meskipun ada laporan-laporan yang menyatakan bahwa Presiden Bush menandatangani suatu "penemuan" rahasia bahwa praktik itu tidak termasuk penyiksaan, dan karena itu mengizinkan penggunaannya. Pada 13 Desember, Dick Marty, yang menyelidiki aktivitas ilegal CIA di Eropa atas nama Dewan Eropa melaporkan bukti yang menunjukkan bahwa "sejumlah orang telah diculik dan dipindahkan ke negara-negara lain tanpa peduli tentang standar hukumnya." Pada sebuah konferensi pers, Marty mengatakan bahwa ia yakin bahwa AS telah memindahkan tahanan-tahanannya yang ilegal dari Eropa ke Afrika Utara pada awal November sebagai reaksi atas laporan Washington Post.
* Perbedaan CIA dan FBI
CIA dan FBI adalah bagian dari 16 elemen komunitas intelijen AS di bawah Director of National Intelligence (DNI). Jika melihat sepintas, dua lembaga ini terlihat mempunyai pekerjaan yang saling tumpang tindih. Masyarakat awam sering dibuat bingung dengan eksistensi keduanya yang terlihat sangat aktif dan atraktif menjalankan fungsi intelijen AS. Keduanya menjalankan fungsi pengamanan, intelijen dan penegakan hukum federal.
Namun sebenarnya dua lembaga ini sangat berbeda. Perbedaan paling menyolok adalah tempat bernaung dan lokasi kerja. CIA, walaupun dalam komunitas intelijen berada di bawah DNI, sesungguhnya adalah lembaga intelijen mandiri. la tidak bernaung pada departemen tertentu. Sebelum berada di bawah DNI, CIA berada langsung di bawah Presiden. Lembaga ini memiliki kedekatan khusus dengan Presiden. Sebagai agen intelijen nasional, ruang lingkup kerja CIA adalah internasional.
Badan ini menangani isu-isu di luar negeri yang terkait dengan keamanan AS. Agen-agennya disebar ke seluruh dunia untuk mengolek data dan dikirim ke kantor pusat di Virginia. Untuk hal tersebut, mereka bekerja secara klandestin (tidak terang-terangan). Data yang didapat selanjutnya diolah menjadi informasi dan disampaikan kepada pihak-pihak yang berwenang sesuai UU Intelijen AS. Jika diperlukan, juga akan melakukan operasi pengamanan dan penegakan hukum di luar negeri.
Contohnya, bila ada indikasi terorisme di luar negeri yang berpotensi mengganggu keamanan AS, maka CIA bisa bertindak sesuai kewenangannya. Bila diperlukan, CIA juga bekerjasama dengan Intelijen negara lain. Sebaliknya, FBI bersama-sama dengan Drug Enforcement Administration (DEA) adalah sebuah biro investigasi di bawah Departemen Kehakiman AS. Ruang lingkup kerja FBI adalah di dalam negeri. la akan menjalankan fungsi pengamanan, intelijen dan penegakan hukum federal di dalam negeri AS.
Di antara pekerjaan utamanya adalah mencegah timbulnya ancaman di dalam negeri, memproteksi ancaman teroris dan proteksi dari ancaman intelijen asing di dalam negeri AS. FBI akan membantu polisi lokal dalam menghadapi kasus besar, kasus kriminal antar negara bagian dan kasus penculikan. Dalam menjalankan tugasnya, agen-agen FBI bisa tampil langsung, terang-terangan di depan publik.
Walaupun ruang lingkupnya di dalam negeri, FBI juga memiliki kantor perwakilan di luar negeri untuk mengolek informasi yang berkaitan dengan keamanan dalam negeri AS. CIA dan FBI juga melakukan kerjasama. Misalnya ada ancaman teroris dari luar negeri yang masuk ke dalam negeri AS, maka CIA harus memberikan informasi dan melimpahkan wewenangnya pada FBI untuk menangani kasus tersebut. Sebaliknya, jika CIA membutuhkan informasi tentang seseorang di dalam negeri, FBI harus memberikannya.
PGAS (9)
Global Politics Today
* Politik Global Amerika Serikat - Teori Hubungan Internasional dan Kepentingan Amerika Serikat
* Military Industrial Complex
Sejak dahulu, bisnis penjualan senjata Amerika Serikat ke banyak negara berkembang telah menjadi bisnis yang menjanjikan, terbukti dengan semakin meningkatnya jumlah ekspor senjata negara maju tersebut ke negara berkembang. Seperti yang diungkapkan di dalam dokumentasi BBC Inggris yang berjudul "Addicted to Arms". Dokumentasi ini mendeskripsikan penjualan senjata yang dilakukan Inggris dan Amerika sebagai ekportir senjata terbesar di dunia. Baik Inggris maupun Amerika, masing-masing memberikan alasan untuk membenarkan penjualan senjata yang mereka lakukan.
Fenomena serupa juga dapat digunakan untuk melihat transaksi penjualan senjata antara Amerika Serikat dan Korea Selatan. Perang antara Korea Utara dan Korea Selatan tahun 1950 telah memberikan trauma tersendiri bagi Korea Selatan. Perbedaan kemampuan persenjataan antara kedua negara ini saat perang Korea 1950 lalu inilah yang membuat Korea Selatan begitu tergantung pada Amerika Serikat terutama dari sisi militer dan pertahanan. Walaupun sudah jelas bahwa kekuatan militer Korea Selatan saat ini sudah jauh lebih baik dari Korea Utara. Namun Korea Selatan tetap saja tidak bisa menghilangkan ketergantungannya terhadap Amerika Serikat.
Contoh lain, ketika Amerika Serikat menjual senjatanya berupa misil Patriot, helikopter Black Hawk dan perangkat komunikasi bagi pesawat tempur F-16 ke Taiwan pada tahun 2010 lalu, padahal Taiwan sedang terlibat konflik dengan China. Namun dengan alasan yang sangat diplomatis, Amerika Serikat melalui Juru Bicara Kementerian Luar Negerinya, Laura Tischler mengungkapkan bahwa penjualan senjata ini justru memberikan sumbangan pada tetap terpeliharanya keamanan dan stabilitas di Selat Taiwan.
Kebijakan penjualan senjata Amerika Serikat ini sejalan dengan konsep military industrial complex yang diperkenalkan oleh President Dwight Eisenhower pada tahun 1961. Korea Selatan misalnya, mengalokasikan dana pertahanan untuk mengatasi persepsi ancaman. Negara sebagai aktor rasional tentu saja akan membuat keputusan untuk kapabilitas ofensif dan defensif, memutuskan cara terbaik untuk memperoleh keamanan.
Pada dasarnya, Military Industrial Complex merupakan kombinasi dari kekuatan bersenjata Amerika Serikat, industri persenjataannya, dan hubungan kepentingan politik dan komersial yang tumbuh dalam skala dan intensitas yang besar serta berpengaruh sejak Perang Dunia II, sepanjang Perang Dingin hingga sekarang.
Namun, istilah Military Industrial Complex ini juga sering dipandang buruk, yaitu sebagai bentuk kolusi yang terlembaga diantara industri pertahanan swasta, jasa-jasa militer, dan pemerintah Amerika Serikat (terutama Departemen Pertahanan). Kolusi ini termasuk menghadiahkan kontrak kepada pendukung kampanye dan politisi yang tidak tepat untuk pengeluaran militer. Banyak pengamat yang mengkhawatirkan aliansi ini dikendalikan keinginan untuk mengejar keuntungan daripada kepentingan publik.
Decade akhir-akhir ini, praktek kolusi ini menjadi hal yang lazim, bahkan ditempatkan dalam agenda ekonomi Amerika Serikat, beberapa orang berpendapat kebijakan pemerintah Amerika saat ini menjamin kesiapan dengan mempertahankan seluruh Negara untuk menghabiskan uang dalam jumlah besar pada teknologi militer terbaru. Selain itu, ternyata akibat hal ini, ketergantungan negara terhadap industri pertahanan untuk pekerjaan bagi masyarakat dan pajak bagi Negara semakin meningkat. Jika pemerintah Amerika secara drastis mengurangi pengeluaran militer, banyak rakyat Amerika yang bekerja di pabrik manufaktur pertahanan di seluruh negeri akan kehilangan pekerjaan mereka; kenyataan ini membuat anggota Kongres Amerika semakin sulit untuk memberikan suara untuk mendukung pengeluaran militer yang tidak perlu ini.
Military Industrial Complex ini merupakan istilah yang pertama kali diperkenalkan oleh Dwight D. Eisenhower, Presiden Amerika Serikat pada saat pidatonya pada 17 Januari 1971. Walaupun istilah ini awalnya digunakan untuk mendeskripsikan keadaan di Amerika Serikat. Namun saat ini, istilah ini juga bias diaplikasikan untuk mendeskripsikan keadaan Negara lain. Seperti Rusia, Jerman, Inggris dan Prancis.
Seperti yang diungkapkan diatas, bahwa masing-masing negara besar termasuk Amerika Serikat memiliki justifikasi sendiri untuk membenarkan ekspor senjata mereka ke negara-negara lain, termasuk membawa-bawa kepentingan rakyat. Namun terlepas dari kepentingan Amerika Serikat untuk tetap mempertahankan keberlangsungan rakyatnya, ternyata pihak yang sebenarnya diuntungkan oleh bukanlah publik Amerika, melainkan korporasi yang menginginkan agar penjualan senjata terus meningkat, para pedagang senjata yang mendapatkan komisi yang besar serta pemerintah negara kuat yang ingin terus meningkatkan geopolitical power nya. Bahkan lini tertingggi dalam pemerintahan seperti Tony Blair dan Mentri Luar Negeri Jack Straw juga harus bertindak seperti penjual senjata dan memenangkan kontrak di luar negeri. Mereka beranggapan bahwa if they don't do it, someone else will.
Terlebih lagi, data distribusi dan transfer senjata Amerika dari 2002-2009 menunjukkan bahwa hampir sebagian besar negara yang membeli senjata dari Amerika Serikat adalah negara-negara berkembang dan juga Negara yang tengah berkonflik baik itu konflik intranegara maupun konflik antarnegara. Misalnya Korea, Taiwan, dan Thailand. Penjualan senjata terutama kepada pihak-pihak yang berkonflik ini, pasti akan semakin memperburuk kondisi konflik.
Dengan istilah yang lebih ekstrim dapat dikatakan bahwa Amerika Serikat beserta korporasi-korporasi persenjataan Amerika memang sengaja memelihara dan membangkitkan konflik-konflik di berbagai negara agar industri persenjataan mereka tetap memperoleh untung besar.
Jadi dengan alasan apapun pada dasarnya, aktivitas transfer senjata negara maju kepada negara berkembang yang tengah terlibat konflik sangat riskan. Pelanggaran terhadap hak azasi manusia dan praktek-praktek seperti genosida sangat mungkin terjadi. Dan ketika negara maju diminta pertanggungjawabannya atas hal-hal seperti itu, negara besar seperti Amerika Serikat pasti telah menyiapkan "exit way" agar dapat menyelamatkan muka.
* Tesis dari Francis Fukuyama (The End Of History and The Last Man)
The end of history and the last man merupakan sebuah buku yang ditulis oleh Francis Fukuyama, seorang teoritisi Amerika keturunan Jepang. Di dalam bukunya, Fukuyama berpendapat bahwa munculnya Demokrasi Liberal Barat merupakan tanda berakhirnya evolusi sosiokultural manusia dan merupakan bentuk akhir dari pemerintahan manusia. Tesis Fukuyama juga dibangun atas ide bahwa liberalisme akan menjadi ideologi yang dominan, dan menyatakan bahwa ideologi-ideologi lain tidak akan bertahan. Sementara ideologi lain runtuh, konsumerisme dan kapitalisme akan tercetak di dalam sejarah sebagai idelogi yang mampu membawa manusia pada kemakmuran.
Pada dasarnya tesis Fukuyama semakin mengagung-agungkan demokrasi ala Amerika dan juga sistem liberal kapitalis yang membawa Amerika Serikat menjadi negara dengan ekonomi yang sangat baik. Meskipun tesis Fukuyama ini diterima sebagian kalangan, namun tidak sedikit juga yang melontarkan kritik. Hal ini karena fenomena yang terjadi akhir-akhir ini pun juga menunjukkan gejala yang sangat kontradiktif dengan tesis Fukuyama. Semakin banyak orang yang merasa bertambah sengsara dengan kapitalisme sehingga membentuk gerakan penolakan juga munculnya system-sistem alternatif yang ternyata mulai popular dan diperkirakan bisa "eksis" dan bertahan. Dan contoh yang paling baik untuk menjawab fenomena ini adalah Amerika Latin.
Dengan sistem sosialisme abad 21 (New Socialisme) yang dipopulerkan Amerika Latin ternyata mampu melahirkan sistem alternatif baru yang terbukti mampu mengubah kehidupan rakyatnya. Bahkan system ini mampu membawa memberikan kesejahteraan dengan program-program pro rakyatnya. Hal ini tentu semakin meningkatkan popularitas para pemimpin kiri di Amerika Latin, seperti Hugo Chaves, Evo Morales dan Fidel Castro. Mereka tidak segan-segan memperlihatkan ketidaksukaannya pada sistem kapitalisme Amerika baik secara langsung dari tindakannya, dan juga dari kebijakan negaranya. Selain itu, banyak juga kekurangan lain dari tesis yang dibangun oleh Francis Fukuyama, ia mengatakan bahwa liberalisme dan demokrasi adalah kategori "one size fits all". Dalam artian masing-masing demokrasi yang ada di Negara-negara di dunia dibentuk oleh demokrasi ala Amerika. Namun sejarah telah mengungkapkan bahwa masing-masing negara memiliki sistem demokrasi liberal mereka sendiri.
* Politik Global Amerika Serikat dalam Isu Ekonomi Politik Internasional dan Lingkungan
Amerika Serikat pada tahun 1930, menjadi Negara yang dominan dan hegemoni terlebih saat terjadinya krisis ekonomi, namun Amerika Serikat tidak berkeinginan mengambil tanggung jawab untuk menciptakan tatanan ekonomi yang liberal. Namun keinginan itu muncul setelah perang kedua berakhir. Perang tersebut telah menjadikan Amerika Serikat sebagai Negara adidaya yang tidak tersaingi. Sebagai reaksi, beberapa politisi Amerika Serikat mengakui bahwa Amerika Serikat harus mengambil tanggung jawab untuk menciptakan perekonomian pasar dunia yang liberal. Namun upaya Amerika Serikat untuk memajukan perekonomiannya sudah terlihat sejak Amerika di pimpin oleh Presiden T. Roosevelt. Fokus perhatian Amerika Serikat pada bidang ekonomi Politik tercermin pada proses perdagangan yang dilakukan oleh AS ke Negara-negara lainnya. Selian itu, amerika Serikat juga mengembangkan industri negaranya agar lebih maju, sehingga Amerika Serikat melakukan ekspansi untuk mendapatkan bahan mentah dan mengadakan kerjasama dengan Negara lain yang menjadi pasar bagi Amerika Serikat.
Setelah Perang Dunia II, Amerika Serikat mengambil pimpinan dalam menentukan institusi dan peraturan baru yang mendasari perekonomian dunia liberal yang berubah. Sitem tersebut dinamakan sistem Bretton Woods yang menjadi tempat persetujuan tersebut dibuat pada tahun 1947 untuk membnetuk lembaga-lembaga penting perekonomian liberal pasca perang, seperti IMF (International Monetary Fund), World Bank, GATT (sekarang WTO: World Trade Organization). Jelas system itu demi kepentingan Amerika Serikat, sebagai kekuatan industrial dominan dunia, peekonomian yang terbuka merupakan keuntungan besar bagi Amerika Serikat sebab akan memberi akses bagi pasar luar negerinya.
Kemajuan dan perkembangan perindustrian sangat berpengaruh pada keadaan alam dan lingkungan hidup. Kegiatan perindustrian telah menyebabkan banyak kegiatan eksploitasi atau degradasi lingkungan baik skala lokal maupun nasional. Dan eksploitasi tersebut dilakukan di banyak tempat di seluruh dunia sehingga dapat dianggap sebagai masalah global, seperti masalah erosi dan degradasi tanah, penebangan hutan, polusi air dan masalah lingkungan lainnya. Selain itu, karena emisi gas atau pengeluaran karbon dioksida yang dihasilkan oleh pabrik-pabrik industri dapat menyebabkan global warming di masa yang akan datang. Akhirnya PBB mengadakan suatu konferensi yang dinamakan UNFCC (United Nations Framework on Climate Change) di Kyoto, Jepang, yang ditujukan untuk memaksa kurang lebih 150 negara di dunia yang sadar akan lingkungan dan agar lebih merespon permasalahan lingkungan dan menjaga keberlangsungan bagi kehidupan lingkungan di masa depan. Konferensi tersebut akhirnya menghasilkan perjanjian Protokol Kyoto. Protokol Kyoto diprediksi akan mengurangi rata-rata cuaca global antara 0,02°C dan 0,28°C pada tahun 2050.
Green politic theory mengajukan dasar normatif dari sudut pandang politik hijau mengenai politik global, ekologi global yang membuat suatu dasar eksplanatif. Green political theory memiliki semboyan yang sangat terkenal, yaitu berpikir global, bertindak lokal (think globaly, act locally). Dua prinsip tersebut berasal dari pemikiran bahwa sementara permasalahan lingkungan dan sosial atau ekonomi berlangsung pada suatu skala global, prinsip-prinsip tersebut hanya dapat terwujud dengan mendobrak struktur kekuasaan global yang akan mendorong mereka ketindakan lokal dan pembentukkan masyarakat politik dan swadaya ekonomi dalam skala yang lebih kecil.
Perjanjian yang tercatat dalam Protokol Kyoto mewajibkan Negara-negara yang mengembangkan program industrinya, terutama Negara-negara maju untuk mengurangi penggunaan gas emisi dunia. Amerika Serikat sebagai Negara maju yang menjadi penyumbang gas emisi terbesar di dunia, menganggap bahwa Protokol Kyoto tersebut tentu akan menghambat proses industri Amerika Serikat sehingga mengancam perekonomian Amerika Serikat. Amerika Serikat yang pada tahun 1990 tercatat sebagai Negara penyumbang gas emisi terbesar, dengan memproduksi lebih dari enam milyar ton gas rumah kaca per tahun, diwajibkan untuk mengurangi penggunaan gas emisi sebesar 30%. Akhirnya pada tahun 2001 Amerika Serikat mundur dari kesepakatan Protokol Kyoto dan menolak meratifikasi dengan mengatakan hal itu akan merugikan ekonominya dan protokol tersebut tidak sempurna karena tidak menerapkan restriksi emisi dari negara-negara yang industrinya berkembang pesat, seperti Cina dan India.
Sikap Amerika Serikat ini telah melanggar kesepakatan internasional. Padahal sebelumnya Amerika Serikat pada masa pemerintahan Bush senior telah menandatangani dan meratifikasi perjanjian induknya, yaitu Kerangka Konvensi Perubahan Iklim, yang mengharuskannya mengadopsi kebijakan nasional dan mengambil langkah untuk mitigasi perubahan iklim dengan membatasi emisi gas rumah kaca. Bahkan pada pertemuan peranjian Protokol Kyoto II, tidak hanya Amerika Serikat yang mengundurkan diri dan menolak meratifikasinya, tapi juga Negara lain seperti Rusia dan Italia. Ini disebabkan karena Amerika Serikat adalah Negara maju pertama yang keluar dari kesepakatan tersebut karena takut mengancam kemajuan indutrinya, sehingga Negara-negara lainnya turut serta mengambil langkah yang diambil oleh Amerika Serikat.
Kemajuan industri yang dicapai oleh suatu Negara telah menyebabkan krisis terhadap lingkungan karena telah melakukan eksploitasi terhadap lingkungan dan sumber daya alam. Meskipun banyak Negara industri maju yang berusaha untuk menciptakan industri yang lebih ramah lingkungan, tapi hal tersebut sulit untuk dilakukan jika penggunaan sumber daya alam yang diambil terus menerus dilakukan. Terlebih biaya untuk menciptakan industri yang ramah lingkungan membutuhkan biaya yang sangat mahal. Inilah yang menjadi perdebatan kaum environmentalism dan gerakan politik hijau.
PGAS (10)
Global War on Terror
* Kebijakan Amerika Serikat Dalam Mengatasi Aksi Terorisme
Sampai tahun 1980-an, pemerintah Amerika Serikat, seperti kebanyakan negara Barat lainnya, menganggap teroris adalah menjadi tanggungjawab polisi semata. Tetapi setelah serangan terhadap kedutaan Amerika Serikat di Teheran dan serangan bom mobil dan truk pada fasilitas Amerika di Libanon terpaksa semua kebijakan di evaluasi kembali. Kebijakan terbaru saat ini meliputi kebijakan tentang upaya melawan terorisme baik didalam negeri Amerika maupun di luar negeri.
Amerika Serikat telah mempertimbangkan bahwa semua tindakan teroris dan kriminal tidak dapat di tolerir dan mengutuk aksi-aksi ini tanpa membeda apapun motivasi dan tujuan mereka. Amerika Serikat akan mendukung semua tindakan hukum untuk mencegah terorisme dan membawa pelaku ke pengadilan. Kami tidak akan membuat konsekuensi atau perjanjian pada teroris karena karena hanya akan mengundang lebih banyak tindakan teroris. (Tidak ada konsesi tidak berarti tidak ada negosiasi).
Depertement Pertahanan Amerika (Department of Defense/ DOD) telah mengidentifikasi lima tingkat ancaman dalam menstandarisasikan pelaporan. Yaitu berdasarkan keberadaan teroris, kemampuan, tujuan, sejarah, target, dan keamanan lingkungan. Lima tingkatan tersebut dapat dilihat lebih jelas dalam keterangan di bawah ini:
Kritis, yang berarti bahwa kelompok teroris telah memasuki negara dan memiliki kemampuan untuk melakukan itu. Memiliki kemampuan untuk menyerang dan melakukan seleksi target. Dalam hal ini Sejarah dan tujuan mungkin dikenal atau mungkin tidak dikenal.
Tinggi, menunjukkan bahwa ada kelompok teroris yang memiliki kemampuan, sejarah, dan tujuan untuk menyerang.
Sedang, menjelaskan kondisi yang sama seperti kondisi tinggi kecuali tujuan yang tidak diketahui.
Rendah, adalah suatu situasi di mana ada kelompok-kelompok teroris mereka memiliki kemampuan untuk menyerang. Sejarah mereka mungkin diketahui atau mungkin tidak dikenal.
Diabaikan, menggambarkan situasi di mana keberadaan atau kemampuan kelompok teroris mungkin ada atau tidak ada.
Tingkat ancaman tidak sama dengan ancaman kondisi (threatcon); yang kedua adalah soal perintah keputusan yang menerapkan tindakan balasan.
* Serangan 11 September 2001 dan Perubahan Kepentingan Serta Tujuan Kebijakan Pertahanan Amerika Serikat.
Serangan 11 September 2001 yang lalu telah terbukti memberikan efek yang luar biasa tidak hanya bagi Amerika Serikat (AS), tetapi juga terhadap perkembangan keamanan secara global. Tantangan keamanan dunia pasca Perang Dingin yang selalu didengungkan selama ini adalah munculnya AS sebagai negara dengan kekuatan unipolar. Dan sejak perang dingin berakhir, hegemoni AS di berbagai belahan dunia semakin terlihat.
Terminologi terorisme sendiri sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru. Bahkan jauh sebelum peristiwa 11/ 9 terjadi, Dick Cheney yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Pertahanan AS dibawah Administratif Clinton (1993), telah membahas terorisme serta isu-isu lain seperti perdagangan narkotika dan obat bius, dan proliferasi senjata-senjata pemusnah massal dalam strategi pertahanan regionalnya. Artinya, meskipun terorisme telah lama dikenal sebagai sebuah ancaman terhadap keamanan dan kepentingan nasional, tidak membuat AS siap menghadapi serangan terorisme. Hal ini diperkuat dengan reaksi nyata baik pemerintah maupun publik AS yang terkejut dalam peristiwa 11 September 2001, yang meruntuhkan gedung menara kembar WTC di jantung kota dan pusat finansial New York.
Sebuah pelajaran yang luar biasa besar dari peristiwa 11/ 9 adalah bahwa negara lemah (weak states) seperti Afganistan, mampu menjadi ancaman besar bagi kepentingan nasional negara yang kuat, seperti AS. Apalagi ancaman yang kini dihadapi adalah kelompok-kelompok teroris internasional, sehingga AS harus memperkuat hubungan kerjasama dengan setiap negara terutama negara-negara yang masuk dalam kategori weak states. Karena kemiskinan, institusi yang lemah, dan korupsi dapat menyebabkan negara-negara lemah rentan terhadap jaringan teroris termasuk juga peredaran obat-obat terlarang.
Memperkuat aliansi dan kerjasama dengan setiap negara untuk mengalahkan teroris internasional adalah sangat penting. Namun upaya itu juga harus didukung dengan reformasi strategi keamanan negara serta maksimalisasi setiap kekuatan yang dimiliki. Kekuatan militer, pertahanan nasional, penegakan hukum, intelejen, dan upaya-upaya untuk mematahkan jalan dari pembiyaan operasi terorisme merupakan sebuah kesatuan yang harus dilakukan.
Peristiwa 9/ 11 telah memberikan guncangan psikologis bagi AS, sehingga perhatian AS akan keamanan negara (homeland security) secara total mengalami penyesuaian. Pemerintahan Bush sedang membangun kebijakan-kebijan baru dan strategi pertahanan nasional, berupaya menciptakan institusi keamanan baru, dan berusaha memenuhi sumber-sumber dana yang dibutuhkan untuk menanggulangi ancaman-ancaman terorisme. Hebatnya serangan teroris pada 11 September, dipadukan dengan karakter pemerintahan Bush yang neokonservatif menyebabkan kebijakan AS pasca 11/ 9 cenderung pada pendekatan militeristik dalam kampanyenya memerangi Osama Bin Laden, tersangka utama dalam peristiwa 11/ 9.
* Strategi Keamanan Nasional AS pasca 11 September 2001
Beberapa saat setelah penyerangan terhadap gedung WTC dan Pentagon terjadi, AS langsung mengeluarkan laporan rutin Dapartemen Pertahanan AS, yaitu "Quadrennial Defense Review Report/ QDR" (30 September 2001) dan setahun kemudian disusul dengan dikeluarkannya "The National Security Strategy/ NSS" (17 September 2002) yang merupakan strategi pemerintahan Bush dalam menghadapi perubahan ancaman keamanan AS pasca 11 September 2001.
Perubahan cara pandang terhadap konsep keamanan serta transformasi strategi pertahanan terlihat jelas baik dalam laporan QDR 2001 maupun didalam NSS 2002. Jika pada masa sebelum Bush menjabat sebagai presiden, yaitu pada masa pemerintahan Bill Clinton, kebijakan luar negeri AS lebih menekankan pada isu-isu ekonomi, penegakan Hak Asasi Manusia (HAM), serta nilai-nilai demokrasi. Hal ini terlihat dalam "National Security Strategy" (1999), dimana Clinton merumuskan empat tugas besar bangsa AS, antara lain:
1. Untuk menjaga keamanan AS
2. Untuk mengembangkan kesejahteraan ekonomi AS
3. Untuk memperkenalkan demokrasi
4. Memperkenalkan HAM kedepan
Sementara dalam NSS 2002, presiden George W. Bush sangat menekankan persoalan-persoalan keamanan. Meskipun tidak secara eksplisit, kecenderungan Bush mengedepankan pendekatan militer dalam strategi keamanannya jelas terlihat. Dalam pidatonya di Westpoint, pada 1 Juni 2002, Bush mengemukakan tiga tugas besar AS kedepan, yaitu:
1. Kita akan menjaga perdamaian dengan melawan tirani dan teroris
2. Kita akan menciptakan perdamaian dengan membangun hubungan baik dengan beberapa kekuatan besar
3. Kita akan memperluas perdamaian dengan memperkenalkan masyarakat bebas dan terbuka disetiap benua
Arah dan warna kebijakan AS memperlihatkan perubahan yang cukup menyolok. Peristiwa 11 September tersebut terbukti memiliki peranan yang besar dalam mengubah kepentingan dan tujuan politik luar negeri AS. Setidaknya seperti apa yang terlihat dalam Quadrennial Defense Review Report 2001 (QDR) yang dikeluarkan Deparment of Defense (Departemen Pertahanan AS) pada akhir September 2001 menunjukkan perubahan orientasi yang besar dalam tujuan-tujuan kebijakan pertahanan. Ada empat kebijakan (defense policy goals) yang tercatat dalam laporan tersebut:
Menjaga teman dan aliansi
Kompetisi militer ke depan yang pasif
Mencari ancaman dan serangan terhadap kepentingan AS
Jika kebijakan penangkalan gagal, maka musuh akan menang
Dalam laporan QDR 2001, AS juga kembali menegaskan bahwa tujuan kekuatan bersenjata AS adalah untuk melindungi dan meningkatkan kepentingan nasional, serta jika strategi penangkalan mengalami kegagalan harus mampu melakukan perlawanan pada ancaman-ancaman terhadap kepentingan tersebut. AS memiliki kepentingan, tanggung jawab, dan komitmen terhadap dunia. Sebagai sebuah kekuatan global dalam masyarakat yang sangat terbuka, AS sangat dipengaruhi oleh trend, kejadian, dan pengaruh-pengaruh yang lain yang berasal dari luar teritorialnya. Oleh karenanya, AS memandang bahwa pembangunan postur pertahanan harus memperhitungkan kepentingan-kepentingan nasionalnya, antara lain:
* Aksi Kepastian Keamanan dan Kebebasan AS, yang meliputi:
- Kedaulatan (sovereignity) AS, integritas teritorial (territorial integrity), dan kebebasan (freedom).
- Melindungi warga negara AS baik yang berada di dalam dan luar negeri.
- Perlindungan terhadap infrastruktur strategis AS.
* Menghormati Komitmen Internasional, yang meliputi:
- Keamanan dan kesejahteraan negara aliansi dan sahabat.
- Menghalangi permusuhan yang mendominasi wilayah-wilayah strategis, khususnya Eropa, Asia Timur Laut, pesisir Asia Timur, dan Timur Tengah serta Asia Barat Daya.
- Perdamaian dan stabilitas di dunia barat (west hemisphere).
* Mendukung Kesejahteraan Ekonomi, meliputi:
- Vitalitas dan produktivitas ekonomi global.
- Keamanan internasional atas laut, udara dan ruang angkasa, dan jalur komunikasi informasi.
Melihat penekanan isu-isu keamanan dan kentalnya nuansa militeristik dalam pendekatan strategi baru Bush, maka perkembangan baru dalam strategi keamanan nasional AS akan diikuti juga dengan transformasi dalam militer AS. Donald H. Rumsfeld, Mentri Pertahanan pemerintahan Bush, mengatakan bahwa Departemen Pertahanan AS harus memfokuskan perhatian pada upaya pencapaian enam tujuan program pengembangan transformasional (development of transfomational programs). Keenam tujuan yang disebut Rumsfeld sebagai "six-step strategy" tersebut meliputi:
Melindungi keamanan negara dan menjaga pangkalan-pangkalan AS di luar negeri.
Menbangun dan mempertahankan kekuatan dalam medan-medan perang.
Meniadakan tempat perlindungan bagi musuh dan memastikan bahwa tidak satu pun tempat di dunia ini yang dapat melindungi mereka dari penangkapan.
Melindungi jaringan informasi dari serangan-serangan.
Mempergunakan teknologi informasi untuk perhubungan antar berbagai kekuatan militer sehingga dapat bekerjasama dalam berperang, dan
Mempertahankan kemudahan akses udara dan melindungi kemampuan (pertahanan) udara dari serangan musuh.
Dari pengalaman 11/ 9 dan ditambah dengan pengalaman dalam perang Afganistan yang lalu, pada akhirnya menciptakan kebutuhan akan perubahan dalam postur pertahanan AS dengan cara-cara diatas. Hal ini juga yang menyebabkan mengapa budget pertahanan 2003 telah dirancang untuk mengembangkan keenam tujuan tersebut yang membutuhkan dana yang signifikan. Diatas 5 tahun kedepan peningkatan pembiayaan yang diperkirakan untuk setiap poin dari progam tersebut adalah:
Program Pengembangan Transformasional
Program
Peningkatan
1.
Melindungi keamanan negara dan menjaga pangkalan-pangkalan AS di luar negeri
47%
2.
Menbangun dan mempertahankan kekuatan dalam medan-medan perang
157%
3.
Meniadakan tempat perlindungan bagi musuh dan memastikan bahwa tidak satu pun tempat di dunia ini yang dapat melindungi mereka dari penangkapan
21%
4.
Melindungi jaringan informasi dari serangan-serangan
125%
5.
Mempergunakan teknologi informasi untuk perhubungan antar berbagai kekuatan militer sehingga dapat bekerjasama dalam berperang
28%
6.
Mempertahankan kemudahan akses udara dan melindungi kemampuan (pertahanan) udara dari serangan musuh
145%
*data diolah sendiri
Sekali lagi, Tragedi 11 September 2001 adalah sejarah besar bagi AS dan merupakan momentum untuk melakukan perubahan dalam strategi dan kebijakan luar negeri serta militernya. AS tidak hanya berupaya untuk menangkap Osama Bin Laden dan kelompok militannya yang dinyatakan AS sebagai pelaku serangan 11/ 9, lebih jauh AS berusaha mengajak masyarakat internasional untuk ikut serta dalam perangnya memerangi terorisme internasional. Kebutuhan AS akan kampanye ke berbagai belahan dunia, menyeret AS kembali pada mandala politik luar negeri yang ekspansionis, yang sarat kan kebijakan-kebijakan intervensionisme baik secara langsung maupun tidak langsung.
Meskipun demikian, guncangan psikologis yang diciptakan tragedi "Black Tuesday", membuat warga AS sangat ingin tahu mengapa serangan 11/ 9 dapat terjadi dan harus ada kebijakan pemerintah yang memberikan garansi bahwa peristiwa ini tidak akan terjadi kembali. Sehingga adalah hal yang natural jika "war on terrorism" menjadi kebijakan luar negeri dengan prioritas nomor satu bagi Amerika Serikat.
PGAS (11)
Televisi Sebagai Sarana Politik
* Opini Publik dan Propaganda
Dalam komunikasi, propaganda merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menanamkan pesan. Propaganda berasal dari bahasa latin propagare yang artinya mengembangkan atau memekarkan. Dalam sejarahnya, propaganda awalnya adalah upaya mengembangkan dan memekarkan agama Katholik Roma baik di Italia maupun di negara-negara lain. Propaganda timbul dari kalimat "sacra congregatio de propaganda fide" atau dari kata "congregatio de propaganda fide" atau Congregation for the Propagandation of Faith tahun 1622 ketika Paul Grogelius ke-15 mendirikan organisasi yang bertujuan mengembangkan agama Katolik Roma di Italia dan negara-negara lain. Sejalan dengan tingkat perkembangan manusia, propaganda tidak hanya digunakan dalam bidang keagamaan saja tetapi juga dalam bidang pembangunan, politik, komersial, pendidikan, dan lain-lain (Nurudin, 2001 : 9).
Nurudin mengartikan propaganda merupakan kegiatan yang dilakukan individu atau kelompok tertentu untuk proses mempengaruhi pihak lain dengan tidak mengindahkan etika, moral, aturan, nilai, norma dan lain-lain guna memenangkan tujuan yang akan dicapai. Akibatnya, apapun akan dilakukan untuk memenangkan tujuan yang akan dicapai tersebut.
Propaganda modern menurut Garth S. Jowett and Victoria O'Donnell, Propaganda And Persuasion, adalah usaha dengan sengaja dan sistematis, untuk membentuk persepsi, memanipulasi pikiran, dan mengarahkan kelakuan untuk mendapatkan reaksi yang diinginkan penyebar propaganda.
Dalam kegiatannya, propaganda ditandai dengan beberapa komponen penting, yaitu : ada pihak yang menyebarkan pesan; dilakukan secara terus menerus (kontinyu); terdapat proses penyampaian, ide/ gagasan, kepercayaan atau doktrin; mempunyai tujuan untuk mengubah opini, sikap dan perilaku individu atau kelompok; suatu cara sistimatis prosedural dan perencanaan matang; suatu program yang mempunyai tujuan kongkrit
Dalam kaitannya dengan opini publik, propaganda merupakan salah satu metode penting untuk membentuk opini publik itu sendiri. Sebuah pesan sengaja dihembuskan oleh orang atau kelompok tertentu dengan gencar, sebagai upaya mempengaruhi publik akan sesuatu wacana. Dalam hal ini, mereka yang menjadi propagandis mencoba untuk mengarahkan opini publik untuk mengubah tindakan dan harapan dari target individu.
Opini publik dan propaganda mempunyai hubungan yang erat. Carl I Hovlan mengungkapkan bahwa propaganda merupakan usaha untuk merumuskan secara tegas azas-azas penyebaran informasi serta pembentukan opini dan sikap. Lasswell, dalam "Propaganda Technique in The World War" (1927) mendefenisikan Propaganda: "Propaganda semata merujuk pada kontrol opini dengan simbol-simbol penting, atau berbicara secara lebih konkret dan kurang akurat melalui cerita, rumor, berita, gambar, atau bentuk-bentuk komunikasi sosial lainnya. Propaganda dilakukan untuk mempengaruhi atau mengontrol opini publik yang menjadi sasaran dari propaganda. Opini publik menjadi perantara dari perubahan sikap dan perilaku menjadi sasaran para propagandis. Opini publik dipersiapkan dulu kemudian dilontarkan (dipropagandakan) untuk mempengaruhi opini publik. Jika opini publik sudah terbentuk secara baik baru ditegakkan demokrasi, kemudian akan terpengaruh pada sikap dan perilaku masyarakat. Jadi opini publik menjadi alat yang baik untuk mewujudkan propaganda.
Adolf Hitler sangat menyadari kekuatan propaganda untuk mencetak dan membentuk opini publik. Hitler juga menulis informasi dalam bentuk esai mengenai kekuatan propaganda dalam otobiografi politiknya, Mein Kampf. Hitler juga menggunakan propaganda, karena propaganda merupakan salah satu cara terbaik untuk mengendalikan orang agar mudah mudah dimanipulasi. Adolf Hitler, dalam tulisannya menyebutkan "Propaganda adalah senjata yang mengerikan di tangan seorang ahli" dan dengan memanfaatkan metode (propaganda) tersebutlah Adolt Hitler dapat menjadi pemimpin tunggal yang diktaktor, melakukan agresi militer, pembunuhan massal dan genocide.
* Media Massa Sebagai Alat Propaganda Amerika Serikat Dalam Masalah Terorisme Di Asia Tenggara
Keamanan Internasional menjadi isu yg sangat panas pasca serangan pemboman gedung WTC (World Trade Centre) dan Pentagon tahun 2001 di Washington DC Amerika Serikat (AS). Seperti yang telah diketahui sebelumnya AS adalah negara yang memiliki komitmen Preemptive Strike yakni The United States must and will maintain the capability to defeat any attempt by an enemy–whether a state or non-state actor–to impose its will on the United States, our allies, or our friends, Amerika Serikat harus dan akan menjaga kapabilitas untuk mengalahkan segala usaha musuh baik aktor negara maupun aktor non-negara, dan untuk diterapkan di Amerika Serikat, dengan aliansi atupun rekan.
Pastinya serangan tersebut merupkan tamparan keras bagi AS dan g dipercaya kuat oleh Amerika dilakukan oleh Al-Qaeda, sehingga menyebabkan banyak perubahan dalam kebijakan luar negeri dari negara superpower AS menjadi lebih reaktif baik secara militer maupun non-militer. Ditekankan pada kebijakan non-militer yakni dalam penggunaan publik diplomasi yang dilakukan melalui media massa dan maupun teknologi informasi melaui media massa elektronik untuk menyebarkan ideologi mengobarkan perlawanan terhadap terorisme.
Media massa merupakan alat yang sangat berperan besar bagi penyebaran
ideologi seiring dengan berkembangnya populasi dan teknologi yang dibuat
manusia. Sebagai media massa potensial yang muncul mempercepat jarak
penyebaran komunikasi. Media cetak, telegrafi, telepon, sistem wireless, film, radio, satelit, dan lain-lain.
Harold D. Laswell dalam tulisannya Propaganda (1937), mengatakan "propaganda adalah teknik untuk mempengaruhi kegiatan manusia dalam memanipulasi representasinya". Definisi lainnya dari Laswell dalam bukunya Propaganda Technique in the World War (1927), menyebutkan bahwa, "Propaganda adalah semata-mata kontrol opini yang dilakukan melalui simbol-simbol yang memiliki arti, atau menyampaikan pendapat yang kongkrit dan akurat (teliti), melalui sebuah cerita, rumor laporan, gambar-gambar dan bentuk-bentuk lain yang bisa digunakan dalam komunikasi sosial".
* Propaganda sendiri bisa dibagi menjadi 3 macam:
a. Propaganda putih, yaitu propaganda yang menyebarkan informasi ideologi
dengan menyebutkan sumbernya.
b. Propaganda kelabu, yaitu propaganda yang dilakukan oleh kelompok yang
tidak jelas. Biasanya ditujukan untuk mengacaukan pikiran orang lain,
seperti adu domba, intrik dan gosip.
c. Propaganda hitam adalah propaganda yang menyebarkan informasi palsu
untuk menjatuhkan moral lawan, tidak mengenal etika dan cenderung
sepihak
Kita bisa katakan propaganda media massa ini sebagai propaganda putih, dilihat dari caranya yang secara terbuka mendeklarasikan perang ideologi terhadap terorisme melalui media massa.
Media massa menjadi satu-satunya cara yang praktis untuk menyebarluaskan pesan-pesan dan menjadi pembawa propaganda baru sejalan dengan perkembangannya (Combs dan Nimmo dalam Shoelhi, 2009 : 53).
Secara non-military Amerika memilih menggunakan kampanye atau campaign dalam upayanya memerangi terorisme di Asia Tenggara dengan cara propaganda melalui media massa. Hal ini juga didukung oleh perkembangan teknologi informasi komunikasi yang semakin maju dan menjadi salah faktor pendorong bagi Amerika dalam pemanfaatan media massa, karena memungkinkan terjadinya siklus arus informasi di seluruh dunia, dan masyarakat tidak bisa terpisahkan didalamnya.
Amerika Serikat melihat bahwa seluruh negara di dunia tidak terlepas dari komunikasi dan informasi, maka Amerika memiliki badan tersendiri dalam mengatur arus informasi ke seluruh dunia. Badan tersebut adalah USIA (United State Information Agency) Melalui berbagai bentuk pemerintah Amerika Serikat mampu mendistribusikan dan menyamarkan propaganda lebih mudah. Termasuk di dalamnya saluran media massa. Amerika Serikat menyediakan dana kurang lebih 1 juta dolar tiap tahunnya untuk pemberitaan-pemberitaan ke seluruh dunia.
Amerika Serikat saat ini bermain dengan lebih terbuka dan agresif, khususnya dalam pemberlakuan kebijakan propaganda "War on Terrorism", dalam hal ini Amerika Serikat bermain dengan lebih efektif dalam penggunaan media massa yang dijadikan alat untuk mempengaruhi opini publik dunia terutama Asia Tenggara. Di samping itu diketahui hadirnya kantor-kantor berita atau media internasional tercatat New York Times, The Washington Post, Asia Times, VOA, Global Times Online dan Newsweek punya perwakilan di Jakarta atau setidaknya memiliki koresponden di beberapa negara-negara di Asia Tenggara.
Hal tersebut lebih mempermudah AS dalam melancarkan diplomasi publiknya yakni dengan cara white propaganda di kawasan Asia Tenggara dimana white propaganda yaitu menyebarkan informasi ideologi dengan menyebut sumbernya (Cangara, 2009:332).
Propaganda melalui media massa ini memberikan banyak pengaruh bagi kawasan di Asia Tenggara, yakni Asia Tenggara menyandang julukan sarang terorisme dari dunia internasional, terutama dari Amerika Serikat, kemudian negara-negara di kawasan ini juga memberikan kesempatan Amerika dalam mempengaruhi kebijakan dalam negeri untuk memerangi terorisme. Dalam hal ini kebijkan war on terror di kawasan Asia Tenggara. Sebagai contohnya adalah di level internasional Counter Terrorism Commite (CTC), merupakan bukti dukungan Indonesia terhadap kebijakan anti terorisme global AS. Dan puncaknya pada pertemuan mereka 5 November 2001, saat itu AS telah meluncurkan operasi militer melawan Taliban, pemimpin ASEAN mengeluarkan Deklarasi Joint Action to Counter Terrorism dan ASEAN Minister Meeting on Transnational Crime (AMMTC) pada tahun 2001 tentang Kesatuan Aksi untuk melawan terorisme.
Media massa merupakan alat komunikasi publik nasional maupun internasional yang efektif karena mudahnya akses yang dapatdijangkau hampir di seluruh dunia, terutama media massa AS, dalam hal ini VOA, CNN dan the Times Magazine. Sebagai audience atau pemirsa kita memang disuguhi berbagai macam pemberitaan yang memang di dalamnya terdapat penyebaran ideologi salah satunya, maka dari itu diharapkan kita bisa menyaring berita dan informasi yang didapat,sehingga kita bisa membedakan informasi positif dan negatifnya, dan kita bisa mengambil manfaat dari adanya arus informasi tersebut.
Dalam mencapai kepentingannya Amerika Serikat berupaya baik secaram materil maupun ideologi untuk mempengaruhi pemerintahan yang ada di Asia Tenggara dalam membuat kebijakan, ataupun bekerjasama dalam rangka war on terrorism melalui counter of terrorism. Hal ini memang bisa dikatakan positif, tapi lepas dari itu pemerintahan yang berdaulat di Asia Tenggara harus bisamenggunakannya secara bijak dan proporsional dan tetap menjaga substansi kedaulatan dalam negeri dalam penerapan kebijakannya
Dengan adanya propaganda untuk memerangi terorisme di Asia Tenggara yang dilakukan Amerika Serikat seyogyanya harus ada penekanan bahwa ideologi terorisme berbeda ideologi sebuah agama, perang melawan terorisme bukan berarti perang dalam melawan agama tertentu, tapi dalam hal ini adalah aksi-aksi penyerangan dan kekerasan yang dilakukan agar tidak ada generaliasasi kesamaan antara paham terorisme dengan suatu agama. Seyogyanga pemirsa di seluruh dunia bukan hanya di Asi Tenggara dapat memahami hal tersebut.
Dengan kekuatan dunia yang unipolar dan kecanggihan teknologi informasi saat ini, terlalu naïve/ naif apabila kita katakan media massa sebagai aktor netral. Berbica secara non-eutopis pasti akan selalu ada kepentingan dibalik kebijakan, peraturan, maupun kerjasama antra state actor dan atau non-state actor. Perlu kedewasaan dalam menyikapi arus informasi dan kebijakan untuk tidak menggeneralisasikan sebuah terminologi, terutama antara agama dan golongan tertentu.
PGAS (12)
Hubungan AS-Taiwan
Hubungan diplomatik Amerika Serikat dan Cina dimulai pada tanggal 15 Desember 1978 yang secara efektif mulai diberlakukan pada 1 Januari 1979, akibatnya ada perubahan kebijakan yang diberlakukan Amerika terhadap Taiwan yang sebelumnya masih diakui sebagai bagian dari Negara Cina yang pemberlakuaannya dipandu oleh Taiwan Relations Act (TRA) bersama dengan tiga bentuk kerjasama yang terjalin antara Amerika Serikat dengan RRC diantaranya adalah Perjanjian Shanghai pada tahun 1972, Perjanjian Normalisasi pada tahun 1979 dan Perjanjian Bersama Amerika – Cina pada tanggal 17 Agustus 1982. Keberadaan TRA pada dasarnya memberikan bingkai hukum bagi kerjasama yang dilakukan antara Amerika Serikat dengan Taiwan. Amerika Serikat juga mengakui adanya one China policy bahwa hanya ada satu Cina dengan Beijing sebagai sentral pemerintahan dan Taiwan merupakan bagian darinya. Hubungan diplomatik antara Amerika Serikat-Cina memang pada dasarnya selalu mengalami pasang surut, hal ini semakin diperburuk dengan adanya kebijakan pemerintah Amerika Serikat untuk mengenakan pajak terhadap pipa gas buatan Cina yang masuk ke Amerika Serikat dan menyetujui adanya pemasokan sistem penangkal peluru modern kepada Taiwan. Dari sisi Cina penurunan hubungan diplomatik diakibatkan oleh penerimaan kunjungan Dalai Lama oleh Amerika Serikat, yang dianggap bahwa dengan penerimaan Dalai Lama maka secara tidak langsung Amerika mengakui eksistensi dari Tibet serta mendukung lepasnya Tibet dari kekuasaan Cina.
Dari penjelasan tersebut maka timbul sebuah permasalahan bila Amerika Serikat kembali bekerjasama dengan Taiwan yang kali ini terfokus dalam bidang militer. Hal ini akan menimbulkan dampak yang akan dirasakan oleh Cina selama terjadinya kerjasama tersebut. Dalam membahas permasalahan ini penulis akan menggunakan teori realisme dengan pendekatan balance of power.
Teori Realis ini paling tepat untuk digunakan dalam menganalisa hubungan antara Amerika Serikat dengan Taiwan ini. Dalam teori Realis, negara sebagai faktor utama dalam hubungan internasional lebih bersifat rasional dan monolith, jadi negara bisa memperhitungkan cost and benefit dari setiap tindakanya demi kepentingan keamanan nasional, fokus dari penganut realis adalah struggle for power dan real politik. Dalam pandangan realis sifat dasar interaksi Negara dalam sistem internasional adalah anarkhi (negara sejajar, tidak ada otoritas tertinggi di atas negara), kompetitif, kerap kali konflik dan kerjasama dibangun hanya untuk kepentingan jangka pendek, sehingga negara-negara bertindak hati-hati dalam memprioritaskan kepentingan nasional. Ketertiban dan stabilitas hubungan internasional hanya akan dicapai melalui keseimbangan distribusi kekuatan (balance of power).
Balance of Power menurut Ernst B. Haas adalah pendistribusian dari power, proses keseimbangan, sebuah hegemoni yang mengimbangi hegemoni lain, stabilitas dan perdamaian dalam penonjolan power, ketidakstabilan dan perang akibat power, power politik secara umum, peraturan yang bersifat universal, dan sebuah sistem yang mengarahkan untuk membuat suatu kebijakan. BoP dalam sistem power ini muncul untuk menghasilkan tiga kondisi. Pertama, adanya keberagaman kedaulatan negara yang mucul haruslah tidak tunduk pada keterpaksaan dari salah satu legitimasi kedaulatan negara lain yang lebih berkuasa. Kedua, kontrol secara terus-menerus dari kompetisi akibat langkanya sumber daya atau nilai-nilai konflik. Ketiga, menyamaratakan distribusi status, kekayaan, dan potensi power diantara aktor politik yang masuk dalam suatu sistem. Secara sistemik, BoP digunakan untuk mencegah adanya sistem hegemoni yang diartikan sebagai sebuah dominasi suatu negara terhadap negara atau kelompok negara lain
* Kebijakan Hubungan Militer Amerika Serikat dengan Taiwan.
Sejak tahun 1972 AS telah mulai membuka hubungan dengan Cina sehingga mereduksi kondisi hubungan diplomatik dengan Taiwan. Kondisi ini diperparah dengan perjanjian yang dilakukan oleh Presiden AS Ronald Reagen dengan Cina yang berisi perjanjian AS untuk mengurangi penjualan senjata ke Taiwan. Dalam periode 1970 sampai 1980-an tersebut, penjualan senjata kepada Taiwan menurus drastis ketika AS mulai membantu Cina meningkatkan teknologi senjatanya. Namun kondisi tersebut menjadi terbalik setelah terjadinya peristiwa Tiananmen pada tahun 1989 di Beijing. Program AS untuk membantu pasokan persenjataan militer Cina mulai menurun dan sebaliknya, penjualan militer AS ke Taiwan meningkat.
Pada tahun 2003, Presiden George W. Bush menawarkan Taiwan paket senjata terbesar semenjak ayahnya, George W. Bush Sr. menjual bermacam-macam kapal perang dan pesawat F-16 ke Taiwan dekade yang lalu. Namun pembelian item paling mahal dan kontroversial AS yakni empat Arleigh Burke-class destroyers dilengkapi dengan system radar Aegis, ditolak Bush. Meski demikian, AS menyetujui dua sistem senjata lain yang ditentang Cina: delapan kapal selam dan 12 pesawat patroli anti-kapal selam P-3C. AS juga menawarkan empat Kid-class penghancur rudal yang lebih besar dua kali lipat dari semua kapal perang Taiwan yang pernah ada dan lebih kuat dari penghancur milik Cina.
Alasan AS ketika menjual senjata militer ke Taiwan adalah pada saat itu Cina menempatkan 1.500 rudal balistik di perairan dekat Taiwan. Karena AS berdasarkan kesepakatan harus melindungi Taiwan dari ancaman militer, maka langkah untuk melawan Cina ini pun harus dilaksanakan. Selain itu, pada era Bush tersebut, Cina tanpa bantuan AS telah mulai untuk meremajakan alat-alat militer mereka. Mereka telah mengalokasikan setidaknya 60 miliar dolar untuk program peremajaan tersebut. Karena itu di era Bush ini AS mulai mengagendakan program untuk penangkalan kekuatan Cina.
* Hubungan Washington, Taipei dan Beijing
Hubungan diplomatik antara Amerika Serikat dengan Cina maupun Taiwan pada dasarnya cukup rumit, pada satu sisi Cina menganggap Amerika Serikat sebagai musuh kuat dalam bidang militer namun disisi lain Cina juga harus melindungi Taiwan dari upaya deklarasi kemerdekaan penuh yang selalu diinginkan selama ini dan pemerintahan Cina juga ingin menghalangi adanya komitmen kerjasama antara Amerika Serikat dengan Taiwan. Cina selama ini selalu berusaha untuk menjadikan Taiwan sebagai sekutunya, tetapi hal yang terjadi tidak pernah ada titik temu dari kesepakatan ini. Lebih-lebih pada saat Taiwan memutuskan kerjasama dalam bidang militer dengan Amerika Serikat, yang mengakibatkan Cina semakin berusaha untuk memperkuat kemampuan militernya namun Cina juga tidak menutup usaha perbaikan hubungan antara Taiwan dengan masyarakat Cina.
Bagi Amerika Serikat, dampak kebijakan kerjasama militer Amerika Serikat-Taiwan merupakan usaha mencapai kepentingan nasional Amerika Serikat menuju unilateralis dengan melanjutkan nilai-nilai inti Amerika Serikat. Kebijakan kerjasama militer Amerika Serikat-Taiwan dapat membebani negara Amerika Serikat sebab selain harus menjaga Taiwan, Amerika Serikat harus semakin waspada membendung Cina, usaha ini sering dinilai dengan standar ganda Amerika Serikat dalam membangun hubungan bilateral dengan Cina. Di sisi lain mendukung satu Cina, tapi di sisi lain juga membangun kerja sama militer dengan Taiwan yang eksistensinya sebagai negara merdeka ditentang Cina. Dampak lainnya adalah pengaruh Amerika Serikat semakin kuat di kawasan Asia Pasifik. Hal ini dapat memperburuk hubungan AS – Cina, karena Cina berambisi menjadi kekuatan militer baru di Asia.
Bagi Taiwan, kerjasama militer dengan Amerika Serikat merupakan suatu keuntungan tersendiri, terutama dalam menghadapi intimidasi militer Cina yang jauh lebih kuat. AS diharapkan dapat menekan akselerasi Cina yang menginginkan Taiwan berada di dalam kedaulatannya. Keuntungan lainnya adalah Taiwan dapat memainkan peran diplomatik strategis terkait dengan hubungan bilateral AS-Cina yang tidak harmonis. Taiwan diuntungkan dengan upaya meningkatkan kapabilitas militernya di kawasan Asia Timur melalui bantuan dari AS. Satu-satunya faktor yang mungkin dianggap tidak menguntungkan Taiwan dari kerjasama ini adalah munculnya ketergantungan militer Taiwan terhadap Amerika Serikat dan sekutunya.
Dilihat dari sudut manapun, kerjasama militer AS-Taiwan sangat tidak menguntungkan posisi Cina dalam konflik kedaulatan dengan Taiwan, juga di kawasan Asia Timur. Kerja sama militer ini dapat dianggap sebagai upaya membendung kepentingan nasional Cina menuju kekuatan baru dunia yang merubah unilateralisme Amerika Serikat menjadi multilateral global. Hal ini juga memicu munculnya bibit konflik baru, yang awalnya hanya Cina-Taiwan, berkembang menjadi konflik multilateral yaitu AS-Taiwan versus Cina. Situasi ini juga secara alamiah akan membuat Cina menjaga jarak dengan AS dan sekutunya. Hal ini merupakan hubungan antarnegara yang sangat buruk, karena berkembang berdasarkan konflik kepentingan dan dimungkinkan berkembang menjadi konflik kawasan.