PRESENTASI KASUS
IBU DENGAN KPD DAN IUGR
Pembimbing: dr. Iman, SpOG (K) dr. Aditiyo Januajie, SpOG, M.Kes Disusun oleh: Yustiana Dewi
STASE OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RSUD SOREANG 2011
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. Y
Umur
: 33 tahun
Agama
: Islam
Pend Pendidi idika kan n terak terakhir hir : SD Pekerjaan
: Ib Ibu Rumah Tangga
Nama Suami Suami
: Tn. D
Umur
: 36 tahun
Pend Pendidi idika kan n terak terakhir hir : SMP SMP Pekerjaan
: Buruh
II. ANAMNESIS
Auto Autoan anam amne nesi siss tan tangg ggal al
: Sabt Sabtu, u, 07 Mei Mei 201 2011 1 Puk Pukul ul 13.3 13.31 1 WI WIB B
Keluha Keluhan n Utama Utama
: Keluar Keluar cairan cairan dari dari jalan jalan lahir lahir
Riwayat Perjalanan Penyakit : G3P2A0, ibu merasa hamil 8 1/2 bulan, mengeluh keluar cairan banyak dari jalan lahir sejak 3 jam SMRS disertai mules-mules. Cairan jernih, tidak berbau, dan tidak disertai panas badan. badan. Gerakan Gerakan anak anak dirasakan dirasakan ibu. ibu.
Riwayat Obstetri : •
G3P2A0 : 1. Perempuan, 14 tahun, bidan, 2000 gram 2. Laki-laki, 9 tahun, bidan, 3000gram 3. Hamil ini
•
HPHT
: Lupa
•
Menarche
: 12 tahun
•
ANC
: 12 kali ke bidan
2
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. Y
Umur
: 33 tahun
Agama
: Islam
Pend Pendidi idika kan n terak terakhir hir : SD Pekerjaan
: Ib Ibu Rumah Tangga
Nama Suami Suami
: Tn. D
Umur
: 36 tahun
Pend Pendidi idika kan n terak terakhir hir : SMP SMP Pekerjaan
: Buruh
II. ANAMNESIS
Auto Autoan anam amne nesi siss tan tangg ggal al
: Sabt Sabtu, u, 07 Mei Mei 201 2011 1 Puk Pukul ul 13.3 13.31 1 WI WIB B
Keluha Keluhan n Utama Utama
: Keluar Keluar cairan cairan dari dari jalan jalan lahir lahir
Riwayat Perjalanan Penyakit : G3P2A0, ibu merasa hamil 8 1/2 bulan, mengeluh keluar cairan banyak dari jalan lahir sejak 3 jam SMRS disertai mules-mules. Cairan jernih, tidak berbau, dan tidak disertai panas badan. badan. Gerakan Gerakan anak anak dirasakan dirasakan ibu. ibu.
Riwayat Obstetri : •
G3P2A0 : 1. Perempuan, 14 tahun, bidan, 2000 gram 2. Laki-laki, 9 tahun, bidan, 3000gram 3. Hamil ini
•
HPHT
: Lupa
•
Menarche
: 12 tahun
•
ANC
: 12 kali ke bidan
2
Riwayat Penyakit Terdahulu : •
Hipertensi
: disangkal
•
Riwayat DM
: disangkal
•
Riwayat asma
: disangkal
•
Riway iwayaat pe penyakit jant jantu ung
: dis disaangkal
•
Riwayat alergi obat
: disangkal
Riwayat Tambahan : •
Vaksin : TT 2x di bidan
•
KB
: pil
III. PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis •
Keadaan Umum
: Baik
•
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda Vital Tekanan darah
: 13 130/90 mmHg
Nadi
: 80 x/menit x/menit
•
Pernafasan
: 22 x/menit
•
Suhu
: 36,3oC
•
Conjungtiva
: tidak anemis
•
Ekstremitas
: edema (-/-)
•
•
Status Obstetri
Pemeriksaan Abdomen •
TFU
: 27 cm
•
LP
: 87 cm
•
HIS
: (-)
•
BJA
: 157 X/menit
•
TBBA
: 2325 gram
3
Pemeriksaan Dalam •
v/v
: t.a.k
•
ostium
: tertutup
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Hematologi •
Hb
: 10,2 g/dl
•
Ht
: 40 %
•
Leukosit
: 9800 /mm3
•
Trombosit
: 327.000/mm 3
•
Golongan darah
:O
Hemostasis •
Masa Pembekuan / CT: 8’00”
•
Masa Perdarahan / BT
: 3’00”
Kimia Klinik •
Gula darah sewaktu
: 78,4 mg/dl
•
AST (SGOT)
: 26,8 U/L
•
ALT (SGPT)
: 13,7 U/L
•
Ureum
: 16,6 mg/dl
•
Kreatinin
: 0,49 mg/dl
Urine
Protein : (-)
Tes Lakmus
Lakmus merah menjadi biru
USG
4
Janin tunggal hidup, letak kepala sesuai kehamilan 34-35 minggu, oligohidramnion, plasenta korpus depan, grade I. TBBJ : 1400 gram Kesan : suspek IUGR berat dengan oligohidramnion
NST
Gawat janin
V. DIAGNOSIS
G3P2A0 gravida 34-35 minggu dengan KPD dan IUGR
VI. RENCANA PENGELOLAAN DAN TERAPI •
Menjelaskan hasil pemeriksaan pada pasien dan keluarga
•
Melakukan pemeriksaan hematologi, kimia darah, protein urin dan USG
•
Rawat konservatif KPD
•
NST
•
Mengobservasi v/v t.a.k, HIS, dan BJA
•
Dexametason 2 x 5 mg
•
Amoxicillin 3 x 500 mg
5
ANALISA KASUS
Anamnesis
Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa ibu datang ke rumah sakit merasa hamil 8 1/2 bulan, mengeluh keluar cairan banyak dari jalan lahir sejak 3 jam SMRS. Yang merupakan salah satu tanda KPD.
Pemeriksaan Fisik •
TFU
: 27
tinggi TFU tidak sesuai dengan usia kehamilan karena berkurangnya cairan ketuban.
Pemeriksaan Penunjang Tes Lakmus : (+)
lakmus merah berubah menjadi biru menunjukan adanya air ketuban (alkalis)
USG
Janin tunggal hidup, letak kepala sesuai kehamilan 34-35 minggu, oligohidramnion, plasenta korpus depan, grade I. TBBJ : 1400 gram Kesan : suspek IUGR berat dengan oligohidramnion Untuk menunjang dignosis KPD dan IUGR
Rencana Pengelolaan dan Terapi •
Dexametason 2 x 5 mg → pengelolaan konsrvatif untuk pematangan paru janin
•
Amoxicillin 3 x 500 mg → untuk mencegah kemungkinan adanya amnionitis/tandatanda infeksi
6
LAPORAN SEKSIO SESARIA
Senin, 09 Mei 2011
Jenis anastesi
Spinal
Diagnosa prabedah
G3P2A0 gravida 34-35 minggu dengan KPD dan IUGR
Indikasi operasi
Gawat janin
Jenis operasi
SCTP
Macam sayatan
Insisi pfanennstiel
Pukul 13.10
Operasi dimulai
Pukul 13.15
Lahir bayi dengan jenis kelamin perempuan. Berat badan bayi 2100 gram dan panjang bayi 44 cm. APGAR 1’= 7
5’= 9.
Pukul 13.18
Lahir plasenta dengan arikan ringan pada tali pusat. Berat plasenta 300 gram dengan ukuran 20 x 18 x 2 cm Terdapat perdarahan sebanyak ± 200cc Pukul 14.10 Operasi selesai Diagnosa pasca-bedah P3A0 partus maturus dengan SC atas indikasi gawat janin
7
KPD (Ketuban Pecah Dini)
DEFINISI
KPD yaitu apabila ketuban pecah spontan dan tidak diikuti tanda-tanda persalinan, ada teori yang menghitung beberapa jam sebelum inpartu, misalnya 1 jam atau 6 jam sebelum inpartu. Ada juga yang menyatakan dalam ukuran pembukaan servik pada kala I, misalnya ketuban pecah sebelum pembukaan servik pada primigravida 3 cm dan pada multigravida kurang dari 5 cm.
KLASIFIKASI
1. Premature Rupture Of Membrane = Prelabour Rupture Of Membrane = PROM. yaitu pecahnya membran khorio-amniotik sebelum onset persalinan pada usia kehamilan kebih dari 37 minggu 2. Preterm Premature Rupture Of Membrane = Preterm Prelabour Rupture Of Membrane = PPROM. yaitu pecahnya membran Chorio-amniotik sebelum onset persalinan pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu
INSIDENSI
Insidensi KPD/KPSW berkisar antara 8 – 10 % dari semua kehamilan. Hal yang menguntungkan dari angka kejadian KPD/KPSW yang dilaporkan, bahwa lebih banyak terjadi pada kehamilan yang cukup bulan dari pada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95 %, sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan atau KPD/KPSW pada kehamilan preterm terjadi sekitar 34 % semua kelahiran prematur. KPD/KPSW merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan kurang bulan, dan mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian perinatal pada bayi yang kurang bulan. Pengelolaan KPD/KPSW pada kehamilan kurang dari 34 minggu sangat komplek, bertujuan untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas dan RDS.
FAKTOR RISIKO
Beberapa faktor risiko pada penyakit ini antara lain adalah:
1. 2. 3. 4.
Inkompetensi serviks (leher rahim) Polihidramnion (cairan ketuban berlebih) Riwayat KPD sebelumya Kelainan atau kerusakan selaput ketuban 8
5. Kehamilan kembar 6. Trauma 7. Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu 8. Infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis 9. Distensi uteri 10. Stress maternal 11. Stress fetal 12. Prosedur medis
ETIOLOGI
Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor predisposisi adalah: 1.Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascenden dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD. Penelitian menunjukkan infeksi sebagai penyebab utama ketuban pecah dini. 2.Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, kuretase). 3.Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya tumor, hidramnion, gemelli. 4.Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisisi atau penyebab terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi. 5.Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah. 6.Keadaan sosial ekonomi yang berhubungan dengan rendahnya kualitas perawatan antenatal, penyakit menular seksual misalnya disebabkan oleh Chlamydia trachomatis dan Neischeria gonorhoe. 7.Penyebab dari KPD tidak atau masih belum diketahui secara jelas maka usaha preventif tidak dapat dilakukan, kecuali dalam usaha menekan infeksi.
9
PATOGENESIS
Struktur Selaput Janin
Secara garis besar membran / selaput janin terdiri dari amnion dan chorion. Lapisan amnion terletak di sebelah dalam, lapisan ini walaupun lebih tipis namun lebih kuat daripada lapisan chorion. Pada permukaan luar, chorion melekat pada decidua capsularis. Dalam keadaan normal selalu terdapat keseimbangan dalam sintesis dan degradasi dari jaringan amnion dan chorion. Lapisan amnion tidak mengandung pembuluh darah maupun syaraf. Nutrisi diperoleh dari cairan amnion melalui proses difusi-osmosis. Lapisan amnion terdiri dari 5 lapisan : 1.Epitel amnion. Merupakan lapisan yang paling dalam dan dekat dengan janin. Lapisan ini memproduksi kolagen tipe III, IV, dan glikoprotein yang ketiganya ini akan membentuk lapisan berikutnya yaitu membrana basalis. 2.Membrana basalis 3.Lapisan jaringan ikat padat / kompakta. Lapisan ini melekat pada membrana basalis dan merupakan kerangka utama dari lapisan amnion sekaligus kerangka dari selaput janin. Lapisan ini terutama memproduksi kolagen interstitial (kolagen tipe I dan III), selain itu juga kolagen tipe V dan VI. 4.Lapisan fibroblast. Merupakan lapisan yang paling tebal dari amnion. Lapisan ini mengandung makrofag-makrofag yang berperan dalam respon terhadap adanya inflamasi. 5.Lapisan intermediet / spongiosa. Merupakan perbatasan antara amnion dan chorion. Lapisan ini terutama mengandung kolagen tipe III dan berfungsi untuk meredam adanya gangguan fisika seperti tekanan maupun gesekan.
Gambar 2.1 Struktur Selaput Janin
10
Sedangkan lapisan chorion yang lebih tebal dari lapisan amnion terdiri dari 3 lapisan : 1.
Lapisan retikuler 2. Membrana basalis 3. Lapisan trofoblast
Perubahan-perubahan Pada Selaput Janin
Rupturnya selaput janin berhubungan dengan perubahan – perubahan yang terjadi pada selaput janin, terutama kolagen, antara lain adalah menurunnya komposisi kolagen, perubahan struktur kolagen, dan meningkatnya degradasi kolagen. Hal ini terjadi akibat beberapa hal yang berhubungan dengan etiologi dan faktor resiko, yaitu :
1. Kelainan pada jaringan ikat dan defisiensi nutrisi
Kelainan jaringan ikat berhubungan dengan melemahnya selaput janin, seperti terjadi pada Ehlers – Danlos syndrome, yaitu kumpulan gejala-gejala yang terutama ditandai oleh hiperelastisitas dari kulit dan sendi akibat struktur kolagen yang abnormal. Menurut penelitian dengan 18 ibu hamil yang menderita Ehlers – Danlos syndrome, sebanyak 13 di antaranya lahir prematur setelah terjadi KPSW. Defisiensi nutrisi juga meningkatkan resiko terjadinya KPSW. Jembatan-jembatan kolagen yang dibentuk dengan bantuan enzim lysyl oxidase meningkatkan elastisitas selaput janin terhadap regangan. Enzim lysyl oxidase ini diproduksi oleh sel-sel mesenkim pada lapisan kompakta pada amnion. Selain itu enzim ini juga bekerja dengan bantuan tembaga. Pada ibu hamil dengan KPSW ditemukan kadar tembaga yang rendah pada serum maternalnya. Pada ibu hamil yang mengalami defisiensi asam askorbat juga meningkatkan resiko terjadinya KPSW sebab asam askorbat ini diperlukan dalam pembentukan struktur triple helix dari kolagen. Kebiasaan merokok dapat menurunkan absorbsi dari asam askorbat, selain itu unsur Cadmium dalam tembakau meningkatkan aktivitas enzim pengikat logam pada lapisan trofoblast sehingga kadar tembaga dalam serum maternal berkurang.
2. Peningkatan degradasi kolagen
Degradasi kolagen terjadi dengan bantuan enzim matrix metalloproteinase (MMP). Terdapat enzim - enzim matrix metalloproteinase yang mencerna matrix extraseluler (kolagen) yang merupakan kerangka dari selaput janin. Saat terjadi proses metabolisme proteolitik ini
11
unsur kolagen pada selaput janin berkurang dan hal ini memperlemah selaput janin tersebut dan juga mengurangi elastisitasnya. Terdapat beberapa jenis MMP yaitu : - MMP-1 dan MMP-8 : membuka untaian triple helix pada kolagen tipe I dan III - MMP-2 dan MMP-9 : membuka untaian triple helix pada kolagen tipe IV MMP-1 dan MMP-9 terutama terdapat pada sel epitel amnion, lapisan fibroblast dari amnion, dan lapisan trofoblast dari chorion. Dengan demikian, lapisan kompakta dari amnion yang merupakan kerangka dari selaput janin dikelilingi oleh lapisan-lapisan yang memproduksi MMP. Aktivitas enzim ini dihambat oleh enzim lain yang disebut enzim protease inhibitor yaitu tissue inhibitor of metalloproteinase (TIMP) . Jenis dari TIMP : - TIMP-1 berikatan dengan MMP-1, MMP-8, dan MMP-9 - TIMP-2 berikatan dengan MMP-2 Aktivitas MMP dan TIMP yang seimbang sangat diperlukan untuk remodelling dan menjaga integritas dari selaput janin. Namun mendekati akhir kehamilan keseimbangan tersebut seringkali bergeser dan didapatkan aktivitas MMP yang meningkat (terutama MMP-9), tidak diikuti dengan meningkatnya aktivitas TIMP. Menurut penelitian yang lain didapatkan aktivitas kolagenase yang meningkat terutama pada jaringan cervix selama terjadinya dilatasi dari cervix. Selain itu didapatkan pula bahwa pada penyakit-penyakit periodontal terdapat peningkatan aktivitas enzim-enzim MMP pada gusi yang secara tidak langsung juga menyebabkan peningkatan dari MMP dan dihubungkan dengan terjadinya KPSW.
3. Keadaan klinik yang berhubungan dengan peningkatan degradasi kolagen
- Infeksi. Adanya infeksi masih menjadi suatu pertanyaan apakah infeksi tersebut menjadi penyebab dari KPSW atau sebaliknya terjadinya KPSW menjadi penyebab terjadinya infeksi. Identifikasi mikro-organisme patogen dari saluran reproduksi ibu hamil mendukung pendapat bahwa infeksi bakteri berperan dalam terjadinya KPSW. Koloni bakteri yang ditemukan lebih tinggi pada kasus KPSW adalah Streptococcus β haemolyticus, Chlamydia trachomatis, Neisseria gonorrhoeae, Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Entamoeba coli dan Pseudomonas sp dan Gardnerella vaginalis; sedangkan pada kasus tanpa KPSW ditemukan koloni bakteri Streptococcus viridans lebih tinggi dari kasus KPSW.
12
Bakteri-bakteri tersebut mengeluarkan protease yang menyebabkan degradasi dari kolagen dan melemahkan selaput janin. Pemberian antibiotik untuk mengatasi infeksi bakteri-bakteri tersebut menurunkan insidensi dari KPSW. Akibat adanya infeksi dan inflamasi maka tubuh ibu memberikan respon dengan : Mengaktivasi sel-sel PMN dan makrofag. Sel-sel ini akan mengeluarkan mediator-
mediator kimia seperti sitokin, MMP, dan prosraglandin. Sitokin-sitokin tersebut antara lain adalah Interleukin-1 (IL-1) dan Tumor Necrosis Factor α (TNF α). Sitokin-sitokin ini akan meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan pembentukan prostaglandin E2 oleh sel-sel pada chorion. Menyebabkan
pengeluaran
prostaglandin
pada
selaput
janin
melalui
jalur
cyclooxygenase. Beberapa bakteri vagina mengeluarkan enzim phospholipase A 2 yang kemudian akan membentuk asam arakidonat yang merupakan prekursor dari prostaglandin. Pembentukan
prostaglandin
dari
asam
arakidonat
terjadi
melalui
aktivitas
enzim
cyclooxygenase-2 (COX-2). Prostaglandin yang terbentuk akan menyebabkan iritabilitas dari uterus dan menyebabkan kontraksi dari uterus. Menyebabkan pelepasan glukokortikoid. Hormon ini memiliki aktivitas anti inflamasi
dengan menekan produksi prostaglandin, namun secara paradoksa ternyata pada lapisan amnion glukokortikoid ini malah merangsang pembentukan prostaglandin, bahkan pemberian dexamethasone menyebabkan menurunnya produksi kolagen tipe III pada kultur sel amnion in vitro.
- Hormonal. Hormon progesteron dan estradiol menekan terjadinya proses remodelling pada matrix ekstraseluler. Pada kelinci kedua hormon ini menurunkan kadar MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan kadar TIMP. Pada marmut, konsentrasi progesteron yang tinggi juga menurunkan kadar kolagenase di jaringan cervix. Hormon yang lain yaitu relaxin merupakan hormon yang mengatur proses remodelling pada jaringan ikat terutama terdapat pada decidua dan placenta. Hormon ini mempunyai efek yang berlawanan dengan progesteron dan estradiol dengan meningkatkan kadar MMP-3 dan MMP-9 pada selaput janin. Kadar hormon relaxin meningkat sebelum persalinan dan pada usia kehamilan aterm. - Apoptosis. Proses apoptosis terjadi pada setiap sel dalam tubuh manusia termasuk dalam selaput janin. Secara molekuler, apoptosis ditandai dengan fragmentasi DNA dan katabolisme subunit RNA. Kematian sel secara normal ini mengikuti degradasi dari matrix ekstraseluler.
13
Pada pemeriksaan lapisan amnion dan chorion setelah terjadinya KPSW ternyata didapatkan banyak sel-sel yang mengalami apoptosis. Pada kasus chorioamnionitis ternyata selsel epitel amnion yang mengalami apoptosis mengandung sel-sel granulosit. Hal ini menunjukkan bahwa adanya proses infeksi mempercepat kematian sel / apoptosis pada selaput janin. - Peregangan selaput janin. Distensi uterus yang berlebihan seperti pada polihidramnion maupun kehamilan ganda akan menyebabkan peregangan selaput janin dan meningkatkan resiko terjadinya KPSW. Peregangan selaput janin secara mekanik akan meningkatkan produksi dari prostaglandin E 2 (PGE2) dan Interleukin-8 (IL-8). Seperti telah diuraikan di atas bahwa PGE2 berefek : Meningkatkan iritabilitas uterus Menurunkan sintesis kolagen pada selaput janin Meningkatkan produksi MMP-1 dan MMP-3
Sedangkan IL-8 yang diproduksi oleh sel-sel di amnion dan chorion merupakan zat kemotaktik yang menarik netrofil dan meningkatkan aktivitas kolagenase. Produksi dari IL-8 sendiri dihambat oleh hormon progesteron.
Gambar 2.3 Rangkuman Patofisiologi Terjadinya KPSW
14
Tanda dan Gejala
1. Maternal : Demam (dan takikardi), uterine tenderness, keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina, cairan amnion yang keruh dan berbau, leukositosis (peningkatan sel darah putih) meninggi, leukosit esterase (LEA) meningkat, kultur darah/urin. 2. Fetal : takikardi, kardiotokografi, profilbiofisik. 3. Cairan amnion : Volume cairan ketuban berkurang, tes cairan amnion, diantaranya dengan kultur/gram stain, fetal fibronectin, glukosa, leukosit esterase (LEA) dan sitokin.
DIAGNOSA
Diagnosa KPD ditegakkan dengan cara : 1. Anamnesa Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak secara tibatiba dari jalan lahir. Cairan berbau khas, dan perlu juga diperhatikan warna keluarnya cairan tersebut, his belum teratur atau belum ada, dan belum ada pengeluaran lendir darah. 2. Inspeksi Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas. Adanya cairan yang berisi mekonium (kotoran janin), verniks kaseosa (lemak putih) rambut lanugo atau (bulu-bulu halus) bila telah terinfeksi bau. Terdapat infeksi genital (sistemik). 3. Pemeriksaan dengan spekulum Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar, fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk, mengejan atau mengadakan manuver valsava, atau bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada fornik anterior. Lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari kanalis servikalis pada bagian yang sudah pecah, atau terdapat cairan ketuban pada forniks posterior. 4. Pemeriksaan dalam Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi. Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan, pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam. Karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah 15
rahim dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan kalau KPD sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan dibatasi sesedikit mungkin. 5. Gejala chorioamnionitis Jika terjadi chorioamnionitis maka angka mortalitas neonatal 4x lebih besar, angka respiratory distress, neonatal sepsis dan pardarahan intraventrikuler 3x lebih besar. 6. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan laboratorium Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine atau sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil pH : 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning. 1. Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7 – 7,5, darah dan infeksi vagina
dapat
menghasilkan
tes
yang
positif
palsu.
2. Mikroskopik ( ferning appearance), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis. b. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit (oligohidramnion) .
Komplikasi dan Prognosis
1. Infeksi intrauterin 2. Tali pusat menumbung 3. Prematuritas 4. Distosia
Adapun
pengaruh
ketuban
pecah
dini
terhadap
ibu
dan
janin
adalah
:
1. Prognosis Ibu a.
Infeksi intrapartal/dalam persalinan
Jika terjadi infeksi dan kontraksi ketuban pecah maka bisa menyebabkan sepsis yang selanjutnya dapat mengakibatkan meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas b.
Infeksi puerperalis/ masa nifas
c.
Dry labour/Partus lama 16
d.
Perdarahan post partum
e.
Meningkatkan tindakan operatif obstetri (khususnya SC)
f.
Morbiditas dan mortalitas maternal
2. Prognosis Janin a.
Prematuritas
Masalah yang dapat terjadi pada persalinan prematur diantaranya adalah respiratory distress sindrome, hypothermia, neonatal feeding problem, retinopathy of premturity, intraventricular hemorrhage, necrotizing enterocolitis, brain disorder (and risk of cerebral palsy), hyperbilirubinemia, anemia, sepsis. b.
Prolaps funiculli/ penurunan tali pusat
c.
Hipoksia dan Asfiksia sekunder (kekurangan oksigen pada bayi)
Mengakibatkan kompresi tali pusat, prolaps uteri, dry labour/pertus lama, apgar score rendah, ensefalopaty, cerebral palsy, perdarahan intrakranial, renal failure, respiratory distress. d.
Sindrom deformitas janin atau sindrom Potter.
Sindrom ini meliputi restriksi pertumbuhan intrauterin, deformitas akibat kompresi pada muka dan ekstremitas, dan yang paling penting adalah hipoplasia paru-paru sering terjadi pada preterm PROM. e.
Morbiditas dan mortalitas perinatal.
TERAPI
a.
Konservatif
Pengelolaan konservatif dilakukan bila tidak ada penyulit (baik pada ibu maupun janin), pada umur kehamilan 28-36 minggu, dirawat selama 2 hari. Selama perawatan dilakukan: 1.
observasi kemungkinan adanya amnionitis/tanda-tanda infeksi
Ibu : suhu >38ºC, takikardi ibu, leukositosis, tanda-tanda infeksi intra uterin, rasa nyeri pada rahim, secret vagina purulen Janin : takikardi janin 2.
pengawasan timbulnya persalinan.
3.
pemberian antibiotic (Ampisilin 4x500 mg atau Eritromisin
4x500 mg dan metronidazol 2x500 mg) selama 3-5 hari. 4.
ultrasonogravi untuk menilai kesejahteraan janin. 17
5.
bila ada indikasi untuk melahirkan, dilakukan pematangan paru
janin Dexametason, 5 mg tiap 12 jam (i.m) sampai 4 dosis Betametason, 12 mg (i.m) sampai 2 dosis dengan interval 24 jam
b.
Aktif 1.
pengelolaan aktif pada KPD dengan umur kehamilan 20-28 minggu dan >37
minggu.
terminasi kehamilan 20-28 minggu 1.
Misoprostol 100 ug intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah
pemberian pertama. 2.
Pemasangan batang laminaria selama 12 jam.
3.
Pemberian tetes oksitoksin 5 IU dalam dextros 5% mulai 20 tetes per
menit sampai maksimal 60 tetes per menit. 4.
Kombinasi 1 dan 3 untuk janin hidup maupun mati
5.
Kombinasi 2 dan 3 untuk janin mati.
Terminasi kehamilan >28 minggu 1.
Misoprostol 50 ug intravaginal, yang dapat diulangi ² kali 6 jam sesudah
pemberian pertama. 2.
Pemberian tetes oksitoksin 5 IU dalam dextros 5% mulai 20 tetes per
menit sampai maksimal 60 tetes untuk primi dan multigravida, 40 tetes untuk grande multigravida sebanyak 2 labu.
2.
Ada tanda-tanda infeksi
3.
Timbulnya tanda-tanda persalinan
4.
Gawat janin
IUGR (Intra Uterine Growth Restriction )
18
DEFINISI
Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) ialah janin dengan berat badan di bawah presentil ke-10 pada standard intrauterine growth chart of low birth weight untuk masa kehamilan, dan mengacu kepada suatu kondisi dimana janin tidak dapat mencapai ukuran genetik yang optimal. Artinya janin memiliki berat kurang dari 90 % dari keseluruhan janin dalam usia kehamilan yang sama. Janin dengan PJT pada umumnya akan lahir prematur (<37 minggu) atau dapat pula lahir cukup bulan (at term, >37 minggu). Bila berada di bawah presentil ke-7 maka disebut small for gestational age (SGA), di mana bayi mempunyai berat badan kecil yang tidak menimbulkan kematian perinatal.
Gambar 1. Persentil Berat Badan Janin sesuai dengan Usia Kehamilan
Jadi ada dua komponen penting pada PJT yaitu: 1. Berat badan lahir di bawah presentil ke-10 2. Adanya faktor patologis yang menyebabkan gangguan pertumbuhan. Sedangkan pada SGA ada dua komponen yang berpengaruh yaitu: 1. Berat badan lahir di bawah presentil ke-7 2. Tidak adanya proses patologis.
Ada dua bentuk PJT menurut Renfield (1975) yaitu: 1. Proportionate Fetal Growth Restriction (type 1): Janin yang menderita distress yang lama di mana gangguan pertumbuhan terjadi berminggu-minggu sampai berbulan-bulan sebelum bayi lahir sehingga berat, panjang dan lingkar kepala dalam proporsi yang seimbang akan tetapi keseluruhannya masih di bawah gestasi yang sebenarnya. 19
2. Disproportionate Fetal Growth Restriction (type 2): Terjadi akibat distress subakut. Gangguan terjadi beberapa minggu sampai beberapa hari sebelum janin lahir. Pada keadaan ini panjang dan lingkar kepala normal akan tetapi berat tidak sesuai dengan masa gestasi. Bayi tampak waste dengan tanda-tanda sedikitnya jaringan lemak di bawah kulit, kulit kering keriput dan mudah diangkat, bayi kelihatan kurus dan lebih panjang. INSIDEN
Di negara berkembang angka PJT kejadian berkisar antara 2%-8% pada bayi dismature, pada bayi mature 5% dan pada postmature 15%. Sedangkan angka kejadian untuk SGA adalah 7% dan 10%-15% adalah janin dengan PJT. Pada 1977, Campbell dan Thoms memperkenalkan ide pertumbuhan simetrik dan pertumbuhan asimetrik. Janin yang kecil secara simetrik diperkirakan mempunyai beberapa sebab awal yang global (seperti infeksi virus, fetal alcohol syndrome). Janin yang kecil secara asimetrik diperkirakan lebih kearah kecil yang sekunder karena pengaruh restriksi gizi dan pertukaran gas. Dashe dkk mempelajari hal tersebut diantara 1364 bayi PJT (20% pertumbuhan asimetris, 80% pertumbuhan simetris) dan 3873 bayi dalam presentil 25-75 (cukup untuk usia kehamilan). MANIFESTASI KLINIS
Bayi-bayi yang dilahirkan dengan PJT biasanya tampak kurus, pucat, dan berkulit keriput. Tali pusat umumnya tampak rapuh dam layu dibanding pada bayi normal yang tampak tebal dan kuat. PJT muncul sebagai akibat dari berhentinya pertumbuhan jaringan atau sel. Hal ini terjadi saat janin tidak mendapatkan nutrisi dan oksigenasi yang cukup untuk perkembangan dan pertumbuhan organ dan jaringan, atau karena infeksi. Bayi-bayi yang dilahirkan dengan PJT akan mengalami keadaan berikut : Penurunan level oksigenasi Nilai APGAR rendah (suatu penilaian untuk menolong identifikasi adaptasi bayi segera setelah lahir) Aspirasi mekonium (tertelannya faeces/tinja bayi pertama di dalam kandungan) yang dapat berakibat sindrom gawat nafas Hipoglikemi (kadar gula rendah) Kesulitan mempertahankan suhu tubuh janin Polisitemia (kebanyakan sel darah merah) • •
•
• • •
KLASIFIKASI PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT (PJT)
Antara PJT dan SGA banyak terjadi salah pengertian karena definisi keduanya hampir mirip. Tetapi pada SGA tidak terjadi gangguan pertumbuhan, bayi hanya mempunyai ukuran tubuh yang kecil. Sedangkan pada IUGR terjadi suatu proses patologis sehingga berat badan janin tersebut kecil untuk masa kehamilannya Berdasarkan gejala klinis dan ultrasonography janin kecil dibedakan atas: 1. Janin dengan gangguan pertumbuhan karena proses patologis, inilah yang disebut true fetal growth restriction. Berdasarkan ukuran kepala, perut, dan panjang lengan dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
20
a. Simetris (20%), gangguan terjadi pada fase Hiperplasia, di mana total jumlah sel kurang, ini biasanya disebabkan oleh gangguan kromosom atau infeksi kongenital misalnya TORCH. Proses patologis berada di organ dalam sampai kepala. b. Asimetris (80%), gangguan terjadi pada fase Hipertrofi, di mana jumlah total sel normal tetapi ukurannya lebih kecil. Biasanya gangguan ini disebabkan oleh faktor maternal atau faktor plasenta.
SIMETRIS
ASIMETRIS
Semua bagian tubuh kecil
Kepala lebih besar dari perut
Ponderal index normal
Meningkat
Perbandingan kepala, perut dan panjang Meningkat tangan normal Etiologi: faktor genetik dan infeksi Insufisiensi plasenta kronik Jumlah sel lebih kecil Ukuran sel normal Bayi dengan komplikasi prognosisnya buruk
Normal Kecil Biasanya tanpa komplikasi baik prognosisnya
Gambar 1. IUGR Type I dan Type II ETIOLOGI
Penyebab dari PJT dapat dibedakan menjadi tiga faktor, yaitu: 1. Maternal Tekanan darah tinggi Penyakit ginjal kronik Diabetes Melitus Penyakit jantung dan pernapasan Malnutrisi dan anemia Infeksi Pecandu alkohol dan obat tertentu Perokok 2.
Uterus dan Plasenta
21
Penurunan aliran darah di uterus dan plasenta Plasenta abruption, plasenta praevia, infark plasenta (kematian sel pada
plasenta), korioangioma. Infeksi di jaringan ikat sekitar uterus Twin-to-twin transfusion syndrome
3.
Janin
Janin kembar Penyakit infeksi (Infeksi bakteri, virus, protozoa dapat menyebabkan PJT. Rubela dan cytomegalovirus (CMV) adalah infeksi yang sering menyebabkan PJT). Kelainan kongenital Kelainan kromosom (Kelainan kromosom seperti trisomi atau triploidi dan kelainan jantung bawaan yang berat sering berkaitan dengan PJT. Trisomi 18 berkaitan dengan PJT simetris serta polihidramnion (cairan ketuban berlebih). Trisomi 13 dan sindroma Turner juga berkaitan dengan PJT) . Pajanan teratogen (zat yang berbahaya bagi pertumbuhan janin). Berbagai macam zat yang bersifat teratogen seperti obat anti kejang, rokok, narkotik, dan alkohol dapat menyebabkan PJT. Penyebab dari PJT menurut kategori retardasi pertumbuhan simetris dan asimetris dibedakan menjadi: 1. Simetris : Memiliki kejadian lebih awal dari gangguan pertumbuhan janin yang tidak simetris, semua organ mengecil secara proporsional. Faktor yang berkaitan dengan hal ini adalah kelainan kromosom, kelainan organ (terutama jantung), infeksi TORCH (Toxoplasmosis, Other Agents
22
b. Penyakit ginjal kronis c. Hipoksia kronis d. Anemia maternal e. Abnormalitas plasenta dan tali pusat f. Janin multipel g. Kehamilan postterm h. Kehamilan ekstrauteri DIAGNOSIS
Usia kehamilan harus diketahui dengan pasti. 1. Anamnesis : ada riwayat/faktor risiko Hipertensi Penyakit paru kronis Penyakit jantung sianotik Pemakaian obat-obatan Merokok Infeksi janin Riwayat PJT sebelumnya 2. Pemerikssan Fisik Kurva Gravidogram Gravidogram adalah suatu rekam grafik/ nomogram untuk memantau pertumbuhan janin dan keadaan ibu dalam kehamilan. Gravidogram membandingkan tinggi fundus uteri dengan usia kehamilan. Kecurigaan PJT ditegakan apabila TFU ditemukan menetap 2 kali pemeriksaan dengan selang 1-2 minggu atau menurun dibawah garis 10 persentil.Cara ini tidak dapat diterapkan pada kehamilan multipel, hidramnion, janin letak lintang.
Grafik 4. Pengukuran dibawah persentil 10
23
3. Pemeriksaan Ultrasonografi
Pemeriksaan dengan menentukan bagian-bagian fetus seperti diameter biparietal, lingkar kepala, lingkar perut dan panjang fetus yang penting untuk memastikan usia kehamilan, menilai pertumbuhan janin, dan memperkirakan berat badan bayi. USG dapat juga mendiagnosa restriksi pertumbuhan janin yang simetris dan asimetris dan indikator yang paling sensitif (>95%) adalah lingkar perut/Abdominal Circumference (AC).
Diameter Biparetal
Diameter biparietal berhubungan dengan umur kehamilan. Diameter ini spesifik pada keadaan normal (yaitu lebih besar dari 25 persentil). Keterbatasan lain untuk menilai pertumbuhan janin pada BPD yaitu: ketidaktepatan dalam menilai berat lahir, penilaian angka yang rendah dari bayi rendah yang asimetris, dengan ukuran kepala normal atau hampir normal, dan adanya perubahan bentuk kepala karena flattening atau dolicocephaly (kepala panjang).
Gambar 2.5. Pengukuran BPD dengan USG Lingkar Perut
Lingkar perut sangat berguna dalam memperkirakan status nutrisi dalam keadaan normal dan menentukan keadaan pertumbuhan janin. Alasannya karena pemeriksaan ini meliputi hati dan jaringan subkutan daerah tersebut, dimana keduanya dapat menunjukkan adanya reduksi atau pengurangan ukuran sebagai akibat sekunder dari hipoksia kronis dan penurunan unsur-unsur yang berhubungan dengan IUGR .
24
Gambar 2.6. Pengukuran lingkar abdomen
Gambar 2.7. Pengukuran lingkar perut dengan USG
Femur Length (Panjang femur)
Pemeriksaan ini dilakukan dengan pengukuran pada tulang terpanjang dari tubuh janin. Pengukuran panjang femur ini lebih efektif untuk mengetahui adanya skeletal displasia dari pada pertumbuhan janin terhambat. Pengukuran panjang femur ini paling baik dilakukan pada kehamilan lebih dari 14 minggu.
Gambar 2.8. Pengukuran panjang femur
Gambar 2.9. Pengukuran panjang femur dengan USG
Diameter Biparetal (BPD)/ Lingkar Kepala (HC) dan Pola Pertumbuhan Lingkar Perut (AC)
Normalnya, perbandingan lingkar kepala-perut lebih besar dari 1 sampai usia kehamilan 35-36 minggu, selanjutnya perbandingan kurang dari 1, tergantung dari lemak subkutan,
25
jaringan lunak pada perut janin. Metode pengukuran lingkar kepala dan lingkar perut terbaik diperoleh secara langsung dengan USG. Rasio Lingkar Kepala terhadap Lingkar Perut
Normalnya, lingkar kepala lebih besar daripada lingkar perut sampai kehamilan mencapai usia kurang lebih 32 minggu. Pada usia antara 32 dan 36 minggu, kedua lingkaran tersebut sama besarnya. Setelah 36 minggu lingkaran perut biasanya melampaui lingkar kepala. Tetapi dalam mendiagnosa IUGR yang simetris, rasio ini tidak dapat digunakan karena dalam hal ini ukuran janin berkurang seluruhnya.
Indeks Ponderal
Indeks ponderal digunakan untuk memperkirakan apakah bayi lahir dengan berat diatas 10 persentil mengalami gangguan nutrisi bila dibandingkan relatif terhadap panjang badan. Indeks tersebut dihitung dengan rumus: Indeks Ponderal = Berat (gram)
x 100
Panjang3 (cm) Teknik tersebut dapat digunakan untuk mengenali janin makrosomia atau janin dengan restriksi pertumbuhan yang asimetris, namun tidak bisa dipakai untuk mengenali bayi secara konstitusional berukuran kecil menurut usia kehamilannya atau bayi dengan restriksi pertumbuhan yang simetris.
Volume Total Intrauterin
Perkiraan terhadap volume total intrauterin mencakup janin, cairan amnion, dan plasenta yang keduanya sering menurun bersamaan dengan terjadinya restriksi pertumbuhan janin. Karena adanya kaitan antara oligohidramnion dan restriksi pertumbuhan janin, Manning, dkk (1981) mengemukakan bahwa perkiraan kualitatif terhadap volume cairan amnion dapat digunakan untuk mengenali restriksi pertumbuhan. Perkiraan volume uterie (janin, massa plasenta dan cairan amnion) didapatkan dengan mengukur diameter transversal dan longitudinal dari uterus. Jika hasil yang di dapat lebih dari 1,5 standar deviasi di bawah umur kehamilan rata-rata kemungkinan besar merupakan IUGR, bila standar deviasi antara 1,01,5 diagnosa kurang terjamin. Bila diameter sebuah kantung cairan lebih dari 1 cm membantu mengurangi perkiraan faktor-faktor resiko IUGR
26
Grafik 2.1. Perbandingan cairan amnion dengan usia kehamilan
Velosimetri Doppler
Pemeriksaan Doppler dimaksudkan untuk menilai perubahan resistensi vaskuler melalui pengukuran velositas arus darah dengan gelombang ultrasonik. Pertumbuhan janin terhambat tipe II (asimetris, disproporsional) yang terutama disebabkan oleh insufisiensi plasenta akan terdiagnosis dengan baik secara Ultrasonik Doppler. Peningkatan resistensi perifer dari kapilerkapiler dalam rahim (terutama pada penyakit hipertensi dalam kehamilan akan ditandai dengan penurunan tekanan diastolik sehingga akan terjadi peninggian rasio sistolik/diastolik), indeks pulsatilitas dan indeks resistensi. Kelainan aliran darah pada pemeriksaan Doppler baru akan terdeteksi oleh kardiotokografi 1 minggu kemudian. Hilangnya gelombang diastolik ( lost of end diastolik velocity wave form) akan diikuti oleh kelainan kardiotokogram 3-4 hari kemudian. Gelombang diastolik yang terbalik (reversed diastolik flow) akan disertai dengan peningkatan kematian perinatal dalam waktu 48-72 jam. Identifikasi adanya bentuk gelombang yang abnormal pada arteri umbilikalis perlu dicurigai adanya retardasi pertumbuhan pada janin. Kelainan bentuk gelombang yang perlu dicurigai terjadinya retardasi pertumbuhan jika tidak ditemukannya aliran distolik akhir pada gelombang aliran arteri umbikalis. Kelainan bentuk gelombang aorta janin yang abnormal juga dapat sebagai pertanda retardasi pertumbuhan janin, berkurangnya aliran volume darah aorta juga perlu dicurigai. Peningkatan pulsatilitas arteri umbilikalis dan penurunan pulsatilitas arteri karotis yang terjadi bersamaan juga dapat terjadi pada retardasi pertumbuhan janin. Pada keadaan resistensi vaskuler yang meningkat, maka velositas arus darah selama sistolik akan meningkat, sedangkan velositas arus darah selama diastolik akan berkurang. Makin besar peningkatan resistensi vaskuler, maka velositas arus darah diastolik akan semakin berkurang. 27
Gambar 2.13 Gambaran gelombang Doppler yang normal pada Arteri umbilicalis.
(a)
(b)
Gambar 2.14 Gambaran gelombang Doppler yang abnormal (a) absent end diastolic flow (b) reversed end diastolic flow.
Perubahan-perubahan velositas arus darah sistolik dan diastolik digunakan sebagai cara penentuan resistensi vaskuler. Pada pertumbuhan janin terhambat, biasanya janin mengalami asfiksia kronik dan terjadi redistribusi aliran darah. Pemeriksaan velosimetri dari pembuluh darah tertentu pada janin (arteri karotis, aorta abdominalis) dapat menentukan adanya risiko asfiksia, dan derajat beratnya asfiksia janin pada pertumbuhan janin terhambat yang disebabkan insufisiensi plasenta. Selain itu pemeriksaan ini juga dapat membedakan pertumbuhan janin terhambat yang disebabkan insufisiensi plasenta dari pertumbuhan janin terhambat yang disebabkan kelainan kongenital. Pada kasus yang ekstrim dari hipoksia janin, yang dikenal dengan istilah brain sparing akan diperlihatkan melalui dilatasi pembuluh darah intracranial janin yaitu Arteri cerebralis media yang melindungi otak agar tetap mendapat aliran darah dengan mengorbankan organorgan lain.
28
(a)
(b)
Gambar 2.15 Gambaran gelombang Doppler pada Arteri cerebralis media, normal (a), abnormal (b). Dengan menggunakan Doppler kita dapat mengetahui adanya bunyi end-diastolik yang tidak normal pada arteri umbilicalis, ini menandakan bahwa adanya PJT. KOMPLIKASI PJT
Komplikasi pada PJT dapat terjadi pada janin dan ibu : 1. Janin Antenatal : gagal nafas dan kematian janin Intranatal : hipoksia dan asidosis Setelah lahir : a. Langsung: Asfiksia Hipoglikemi Aspirasi mekonium DIC Hipotermi Perdarahan pada paru Polisitemia Hiperviskositas sindrom Gangguan gastrointestinal
b. Tidak langsung Pada simetris PJT keterlambatan perkembangan dimulai dari lambat dari sejak kelahiran, sedangkan asimetris PJT dimulai sejak bayi lahir di mana terdapat
29
kegagalan neurologi dan intelektualitas. Tapi prognosis terburuk ialah PJT yang disebabkan oleh infeksi kongenital dan kelainan kromosom. 2. Ibu
Preeklampsi Penyakit jantung Malnutrisi
EVALUASI
Evaluasi kesejahteraan janin untuk mendiagnosis keadaan hipoksia janin, dengan melakukan pemeriksaan: Pemantauan gerakan janin (fetal kick count) setiap hari USG Dopler setiap minggu NST (uji tanpa kontraksi) setiap minggu 0CT (uji dengan kontraksi) bila NST non reaktif Cairan amnion, untuk mendiagnosis oligohidramnion (diameter kantong terbesar <2 cm, atau nilai AFI <5) BPP setiap minggu PENATALAKSANAAN
1. Terapi kausal terhadap penyebab atau penyulit yang mendasari 2. Konservatif Tirah baring (tidur miring kekiri) Pemberian kalori >2600 kal/hari peroral atau parenteral Pemberian kortikosteroid (kehamilan 24-34 minggu) Dexametason, 5 mg tiap 12 jam (i.m) sampai 4 dosis Betametason, 12 mg (i.m) sampai 2 dosis dengan interval 24 jam Pertimbangkan pemberian aspirin bila tidak ada kontra indikasi Terminasi kehamilan: Terminasi kehamilan dilakukan apabila ditemukan satu dari hal-hal dibawah ini: Hamil aterm (>37 minggu) Sudah mendapat terapi kortikosteroid (kehamilan 24-34 minggu) yang disertai tandatanda dibawah ini: - Skor biofisik <2 (terutama bila ditemukan oligohidramnion) - Deselerasi lambat atau deselerasi berulang - Kelainan gambaran dopler a.umbilikalis: RED (Reversed End Diastolic- flow velocity blood flow), atau AED (Absent of End Diastolic- flow velocity blood flow)
30