PROGRAM KERJA TIM HIV/AIDS RSBK PERIODE 2015-2016 A. PENDAHULUAN RSBK ………..yang merupakan Rumah Sakit vertikal Kementerian Kesehatan RI
yang
mempunyai
masyarakat
dan
tanggungjawab
memberikan
meningkatkan
pelayanan
yang
status
kesehatan
sebaik-baiknya
bagi
masyarakat Indonesia yaitu dalam hal pemenuhan hak azasi manusia untuk mendapatkan kehidupan yang sejahtera seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 pada alenia ke empat tentang cita-cita Indonesia untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social. Mengingat Indonesia adalah salah satu Negara yang menandatangani kesepakatan Millenium Development Goals pada tahun 2000 yang mengikat Indonesia untuk menurunkan angka kematian ibu melahirkan, angka kematian bayi, angka kematian neonates, TB dan HIV, malaria serta gizi buruk yang mengikat Indonesia untuk menurunkan angka-angka kejadian tersebut. RSBK ……….wajib mensukseskan program pemerintah tersebut. Komitmen ………. Saroso dalam upaya pencapaian Millenium Development Goals telah tertuang dalam Rencana Strategis RSBK……. sejak tahun 2010-1015. RSBK ……..bertekad
mendukung
pemerintah
dan
berkomitmen
dalam
penanggulangan HIV dan AIDS. Hal ini sejalan dengan PERMENKES RI Nomor 21 Tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS dan KEPMENKES RI Nomor 451 Tahun 2012 tentang Rumah Sakit Rujukan Bagi Orang Dengan HIV dan AIDS. Sebagai upaya mendukung dan menyukseskan Millenium Development Goals pada
tahun
2000
(MDGs)
dalam
penanggulangan
HIV/AIDS
maka
RSBK………….. berupaya meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan HIV/AIDS secara terpadu mulai dari diagnostik/penunjang, tata laksana kasus (pengobatan) baik di rawat jalan dan rawat inap. Sebagai upaya mewujudkan 1
hal
tersebut
maka
diperlukan
pedoman
pelayanan
HIV/AIDS
di
RS………….yang mengacu kepada pedoman nasional dengan harapan pengendalian kesehatan terkait HIV/AIDS menjadi seragam dan terstandar. B. LATAR BELAKANG Sejak pertengahan tahun 2004 yang lalu telah dimulai pelaksanaan layanan Perawatan, Dukungan, dan Pengobatan (PDP), yaitu perawatan dan pemberian ARV bagi pasien HIV pada 25 Rumah Sakit yang telah ditunjuk sebagai rumah sakit rujukan pengobatan ARV. Sampai dengan Maret 2016 , pengobatan ARV sudah dapat dilayani di 410 fasyankes di Indonesia. Berdasarkan beberapa penelitian di seluruh dunia ditemukan bahwa pasien HIV dalam perjalanan penyakitnya akan memberikan beberapa komplikasi akibat infeksi opportunistik, seperti: TB, toksoplasmosis, diare, dan lain-lain. Demikian juga dalam pengobatan ARV, dijumpai banyak komplikasi akibat obat tersebut baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Oleh karena itu, diperlukan pencatatan yang dilaksanakan secara rutin dan berkesinambungan, lengkap, akurat, serta, tepat waktu agar komplikasi, efek samping pemberian ARV dan resistensi obat, serta kemajuan pasien dapat dideteksi secara dini. Selain itu, diharapkan petugas juga dapat membuat laporan bulanan dan laporan analisis kohort dampak pengobatan ARV sebagai bahan untuk evaluasi pelaksanaan program di rumah sakit dan untuk menyusun perencanaan selanjutnya. Rumah Sakit ………………merupakan Rumah Sakit vertikal Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan merupakan Rumah Sakit kelas C Pendidikan yang bertugas memberikan pelayanan kesehatan di wilayah Jakarta. Hingga saat ini RSBK merupakan salah satu rujukan nasional penyakit infeksi. Rumah Sakit Penyakit …………………meningkatkan mutu pelayanan dengan mengutamakan pemberian layanan pengobatan, asuhan keperawatan secara berkesinambungan salah satunya adalah melalui pelayanan HIV/AIDS. Layanan HIV/AIDS yang diberikan di RSBK terdiri dari Perawatan Dukungan dan Pengobatan (PDP), Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak (PPIA), Tes HIV atas Inisiatif Pemberi Layanan Kesehatan dan Konseling (TIPK), Voluntary Counselling and Testing (VCT), dan Infeksi Oportunistik. 2
C. TUJUAN 1. TUJUAN UMUM : Meningkatkan standar mutu dan kualitas pengendalian kesehatan dalam mengendalikan HIV/AIDS di RSBK…………. melalui pelayanan terpadu dan komprehensif. 2. TUJUAN KHUSUS : a. Tercapainya pelayanan pengobatan untuk pasien HIV/AIDS di Rawat Jalan maupun Rawat Inap sesuai dengan standar penanggulangan HIV/AIDS b. Tercapainya pencatatan dan pelaporan data HIV/AIDS secara lebih baik c. Terjalinnya kerja sama antara jerjaring internal dan eksternal dalam penanggulangan HIV/AIDS d. Terdeteksinya pasien mangkir atau pasien yang putus obat (loss to e. f. g. h.
follow up) Tercapainya penurunan angka stigma HIV/AIDS Tercapainya penurunan angka kesakitan HIV/AIDS Tercapainya penurunan angka kematian HIV/AIDS Tercapainya pelayanan kolaborasi HIV dan TB
D. STRATEGI PELAKSANAAN 1. Konseling Tes Sukarela (KTS) adalah Konseling HIV yang merupakan suatu dialog antara konselor 3ndicator untuk meningkatkan kemampuan klien dalam memahami HIV dan AIDS beserta resiko dan konsekuensi terhadap diri, pasangan dan keluarga serta orang di sekitarnya. Bahwa seseorang yang akan melakukan tes HIV haruslah berdasarkan atas kesadaranya sendri, bukan atas paksaan/tekanan orang lain. Ini juga berarti bahwa dirinya setuju unutk dites setelah mengetahui hal-hal apa saja yang tecakup dalam tes itu, apa keuntungan dan kerugian dari testing, serta apa saja implikasi dari hasil positif ataupun hasil negative 2. Tes HIV atas Inisiatif Pemberi Layanan Kesehatan dan Konseling (TIPK) dilakukan dengan langkah-langkah meliputi pemberian informasi HIV dan AIDS sebelum tes, pengambilan darah, penyampaian hasil dan konseling. 3. Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak adalah prosedur yang dilaksanakan melalui 4 kegiatan yaitu pencegahan penularan HIV pada 3
perempuan
usia
reproduktif,
pencegahan
kehamilan
yang
tidak
direncanakan pada perempuan dengan HIV, pencegahan penularan HIV dari ibu hamil dengan HIV ke bayi yang dikandungnya, dan pemberian dukungan. 4. Pengobatan HIV dilakukan dengan cara pengobatan teraputik meliputi pengobatan ARV dan pengobatan infeksi oportunistik, pengobatan profilaksis dan pengobatan penunjang. 5. Pengobatan ARV setelah mendapatkan konseling, mempunyai pengingat minum obat dan pasien patuh terhadap pengobatan seumur hidup. E. KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN 1. Pelayanan a. Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak (PPIA) / Prevention of mother to child transmission (PMTCT). b. Pelayanan koinfeksi HIV dan hepatitis virus. c. Perawatan dukungan dan pengobatan (PDP) d. Konseling dan tes HIV (KTHIV) 2. Pelatihan a. Pelatihan PDP b. Pelatihan VCT c. Pelatihan pencatatan dan pelaporan d. Siang klinik HIV/AIDS 3. Riset/ Penelitian Melakukan berbagai riset HIV/AIDS terkait : diagnosis, perawatan, pengobatan, klinis dan laboratorium 4. Pertemuan a. Pertemuan Konselor b. Pertemuan Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) 5. Sarana dan Prasarana Sarana 1. Papan nama / petunjuk 2. Ruang tunggu 3. Ruang Konseling dan Ruang Periksa, dilengkapi dengan : a. Tempat duduk b. Formulir catatan konselor, formulir informed consent, catatan medis klien, formulir pra dan pasca testing, formulir rujukan, kalender, dan
4
formulir laboratorium, formulir konsul antar departemen, formulir pemeriksaan penunjang. c. Kondom dan alat peraga penis d. Alat peragaan lainnya yaitu gambar berbagai penyakit oportunistik e. Materi KIE : Poster, leaflet, brosur f. Tempat sampah dan tissu g. Meja dan kursi yang tersedia dan nyaman. h. Kalendar i. Tempat tidur j. Stetoskop & tensimeter k. Blanko resep, surat sakit, surat masuk perawatan l. Alat timbangan badan Prasarana a. Aliran listrik untuk penerangan serta untuk alat pendingin ruangan. b. Air yang mengalir untuk menjaga kebersihan ruangan dan mencuci tangan c. Sambungan telepon 6. Mutu Pelayanan dan Indikator Mutu Tercapainya angka kepatuhan minum ARV (Adherence) > 90%. F. CARA MELAKUKAN KEGIATAN A. Promosi Kesehatan 1. Promosi kesehatan ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan yang benar dan
komprehensif
mengenai
pencegahan
penularan
HIV
dan
menghilangkan stigma serta diskriminasi. 2. Promosi kesehatan diberikan dalam bentuk advokasi, sosialisasi, pameran, pemberdayaan dan kemitraan 3. Promosi kesehatan dilakukan oleh tenaga kesehatan dan tenaga non
kesehatan terlatih. 4. Sasaran promosi meliputi: a. Tenaga kesehatan di lingkungan RSBK Lokalisasi 5. Promosi kesehatan dapat dilakukan terintegrasi dengan pelayanan kesehatan maupun program promosi kesehatan lainnya, meliputi: a. Iklan layanan masyarakat; b. Promosi penggunaan kondom pada setiap hubungan seks berisiko; c. Promosi kesehatan yang terintegrasi pada pelayanan kesehatan diutamakan pada pelayanan: 1) Kesehatan reproduksi dan keluarga berencana; 2) Pemeriksaan asuhan antenatal; 3) Infeksi menular seksual; 4) Tuberkulosis. B. Pencegahan Penularan HIV 5
Pencegahan penularan HIV dapat dicapai secara efektif dengan cara menerapkan pola hidup aman dan tidak berisiko, meliputi upaya : 1. Pencegahan Penularan HIV Melalui Hubungan Seksual untuk : a. Tidak melakukan hubungan seksual (Abstinensia); b. Tidak melakukan hubungan seksual ditujukan bagi orang yang belum menikah. c. Setia dengan pasangan (Be Faithful); Setia dengan pasangan hanya berhubungan seksual dengan pasangan tetap yang diketahui tidak terinfeksi HIV d. Menggunakan kondom secara konsisten (Condom use); Menggunakan kondom secara konsisten berarti selalu menggunakan kondom bila terpaksa berhubungan seksual, serta hubungan seks dengan pasangan yang telah terinfeksi HIV dan/atau IMS. e. Menghindari penyalahgunaan obat/zat adiktif (no Drug); f. Meningkatkan kemampuan pencegahan melalui edukasi termasuk mengobati
IMS
sedini
mungkin
(Education);
dan
melakukan
pencegahan lain, antara lain melalui sirkumsisi. h. Pencegahan Penularan HIV Melalui Hubungan Non Seksual i. Pencegahan penularan HIV melalui hubungan non seksual ditujukan untuk mencegah penularan HIV melalui darah, pencegahan penularan HIV melalui hubungan non seksual meliputi pencegahan infeksi HIV pada tindakan medis dan non medis yang melukai tubuh; Pencegahan infeksi HIV pada tindakan medis dan non medis yang melukai tubuh dilakukan dengan penggunaan peralatan steril dan mematuhi standar prosedur operasional serta memperhatikan kewaspadaan umum (universal precaution). Prinsip Kewaspadaan Umum dijabarkan dalam 5 kegiatan pokok yaitu : a. Cuci tangan guna mencegah infeksi silang b. Pemakaian Alat Pelindung Diri/ perorangan (APP) c. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai (Dekontaminasi, sterilisasi, disinfeksi) d. Pengelolaan jarum & alat tajam e. Pengelolaan limbah & sanitasi Ruangan 2. Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anaknya a. Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anaknya dilaksanakan melalui 4 (empat) kegiatan yang meliputi: 1) Pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduktif; 2) Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada perempuan dengan HIV; 6
3) Pencegahan penularan HIV dari ibu hamil dengan HIV ke bayi yang dikandungnya; dan 4) Pemberian dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu dengan HIV beserta anak dan keluarganya. b. Terhadap ibu hamil yang memeriksakan kehamilan harus dilakukan promosi kesehatan dan pencegahan penularan HIV. c. Pencegahan penularan HIV terhadap ibu hamil
dilakukan melalui
pemeriksaan diagnostis HIV dengan tes dan konseling. d. Tes dan Konseling dianjurkan sebagai bagian dari pemeriksaan laboratorium rutin saat pemeriksaan asuhan antenatal atau menjelang persalinan pada Ibu hamil dengan keluhan keluhan IMS dan tuberkulosis. e. Ibu hamil dengan HIV dan AIDS serta keluarganya harus diberikan konseling mengenai: 1) Pemberian ARV kepada ibu; 2) Pilihan cara persalinan; 3) Pilihan pemberian ASI eksklusif kepada bayi hingga usia 6 b ulan atau pemberian susu formula yang dapat diterima, layak, terjangkau, berkelanjutan, dan aman (7ndicator, feasible, affordable, sustainable, and safe). 4) Pemberian susu formula dan makanan tambahan kepada bayi setelah usia 6 bulan; 5) Pemberian profilaksis ARV dan kotrimoksasol pada anak; dan 6) Pemeriksaan HIV pada anak. f. Konseling sebagai bagian dari standar perawatan bagi ibu hamil yang didiagnosis terinfeksi HIV g. Konseling pemberian ASI dan pemberian makanan tambahan kepada bayi setelah usia 6 bulan disertai dengan informasi pemberian imunisasi, serta perawatan bayi baru lahir, bayi dan anak balita yang benar. h. Setiap bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi HIV harus dilakukan tes virologi HIV (DNA/RNA) dimulai pada usia 6 (enam) sampai dengan 8 (delapan) minggu atau tes serologi HIV pada usia 18 (delapan belas) bulan ke atas. C. Pemeriksaan Diagnosis HIV 1. Pemeriksaan diagnosis HIV dilakukan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penularan atau peningkatan kejadian infeksi HIV. 7
2. Pemeriksaan diagnosis HIV dilakukan berdasarkan prinsip konfidensialitas, persetujuan, konseling, pencatatan, pelaporan dan rujukan. 3. Prinsip konfidensial berarti hasil pemeriksaan harus dirahasiakan dan hanya dapat dibuka kepada : a. Yang bersangkutan; b. Tenaga kesehatan yang menangani; 1) Keluarga terdekat dalam hal yang bersangkutan tidak cakap; 2) Pasangan seksual; dan 3) Pihak lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. c. Pemeriksaan diagnosis HIV dilakukan melalui KTS atau TIPK. d. Pemeriksaan diagnosis HIV harus dilakukan dengan persetujuan pasien. e. Dikecualikan dari ketentuan, dalam hal: 1) Penugasan tertentu dalam kedinasan tentara/polisi; 2) Keadaan gawat darurat medis untuk tujuan pengobatan pada pasien yang secara klinis telah menunjukan gejala yang mengarah kepada AIDS; 3) Permintaan pihak yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. f. KTS dilakukan dengan langkah-langkah meliputi: 1. Konseling pra tes; 2. Tes HIV; dan 3. Konseling pasca tes. g. KTS hanya dilakukan dalam hal pasien memberikan persetujuan secara tertulis. h. Konseling pra tes dilakukan dengan tatap muka atau tidak tatap muka dan dapat dilaksanakan bersama pasangan (couple counseling) atau dalam kelompok (group counseling). i. Konseling pasca tes harus dilakukan tatap muka dengan tenaga kesehatan atau konselor terlatih. j. TIPK dilakukan dengan langkah-langkah meliputi: 1). Pemberian informasi tentang HIV dan AIDS sebelum tes; 2). Pengambilan darah untuk tes; 3). Penyampaian hasil tes; dan 4). Konseling. k. Tes HIV pada TIPK tidak dilakukan dalam hal pasien menolak secara tertulis. l. TIPK harus dianjurkan sebagai bagian dari standar pelayanan bagi: 1). Setiap orang dewasa, remaja dan anak-anak yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan dengan tanda, gejala, atau kondisi medis yang mengindikasikan atau patut diduga telah terjadi infeksi HIV terutama pasien dengan riwayat penyakit tuberculosis dan IMS; 8
2). Asuhan antenatal pada ibu hamil dan ibu bersalin; 3). Bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan infeksi HIV; 4). Anak-anak dengan pertumbuhan suboptimal atau malnutrisi di wilayah epidemi luas, atau anak dengan malnutrisi yang tidak menunjukan respon yang baik dengan pengobatan nutrisi yang adekuat; dan 5). Laki-laki dewasa
yang
meminta
sirkumsisi
sebagai
tindakan
pencegahan HIV. m. TIPK terutama diselenggarakan pada : 1). Pelayanan IMS; 2). Orang yang berperilaku risiko tinggi; 3). Pelayanan Ibu hamil, persalinan dan nifas; dan 4). Pelayanan tuberculosis. n. Tes HIV untuk diagnosis dilakukan oleh tenaga medis dan/atau teknisi laboratorium yang terlatih. o. Dalam hal tidak ada tenaga medis dan/atau teknisi laboratorium, bidan atau perawat terlatih dapat melakukan tes HIV. p. Tes HIV sebagaimana dilakukan dengan metode rapid diagnostic test (RDT) atau ELISA (Enzyme Immuno Assay). D. Pengobatan , Perawatan dan Dukungan 1. Setiap orang terinfeksi HIV wajib
mendapatkan
konseling
pasca
pemeriksaan diagnosis HIV, diregistrasi secara nasional dan mendapatkan pengobatan. 2. Registrasi meliputi pencatatan yang memuat nomor register nasional RSPI. Sulianti Saroso, nomor urut pasien berobat, nomor rekam medis, stadium klinis saat pertama kali ditegakkan diagnosisnya, status fungsional, berat badan dan nilai CD4 bila diperiksakan. 3. Registrasi harus dijaga kerahasiannya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 4. Pengobatan HIV harus dilakukan bersamaan dengan penapisan dan terapi infeksi oportunistik, pemberian kondom dan konseling. 5. Pengobatan AIDS bertujuan untuk menurunkan sampai tidak terdeteksi jumlah virus (viral load) HIV dalam darah dengan menggunakan kombinasi obat ARV. 6. Pengobatan HIV dan AIDS dilakukan dengan cara pengobatan: 1) Terapeutik; 2) Profilaksis; dan 3) Penunjang.
9
7. Pengobatan terapeutik meliputi pengobatan ARV, pengobatan IMS, dan pengobatan infeksi oportunitis. 8. Pengobatan profilaksis meliputi: 1) Pemberian ARV pasca pajanan; dan 2) Kotrimoksasol untuk terapi dan profilaksis. 9. Pengobatan penunjang meliputi pengobatan
suportif,
adjuvant
danperbaikan gizi. 10. Pengobatan ARV diberikan setelah mendapatkan konseling, mempunyai pengingat minum obat (PMO) dan pasien setuju patuh terhadap pengobatan seumur hidup dengan mengisi lembar persetujuan memulai ARV. 11. Pengobatan ARV harus diindikasikan bagi: Penderita HIV yang telah menunjukkan stadium klinis 3 atau 4 atau jumlah sel Limfosit T CD4 kurang dari atau sama dengan 350 sel/mm3. 12. Inisiasi dini ART tanpa melihat CD4 dapat diberikan kepada mereka yang HIV (+) yaitu: Ibu hamil dengan HIV, Penderita HIV dengan tuberkulosis, Lelaki Seks dengan Lelaki, Pengguna Narkoba Suntik, ODHA dengan pasangan sero diskordan. 13. Pengobatan Bayi dan Ibu Hamil a. Pelayanan persalinan memperhatikan prosedur kewaspadaan standar b. Setiap bayi baru lahir dari ibu HIV dan AIDS harus segera mendapatkan profilaksis ARV dan kotromoksazol c. Dalam hal status HIV belum diketahui, pemberian nutrisi sebagai pengobatan penunjang bagi bayi baru lahir dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan 14. Perawatan dan dukungan HIV dan AIDS harus dilaksanakan dengan pilihan pendekatan sesuai dengan kebutuhan a. Perawatan berbasis fasilitas pelayanan kesehatan b. Perawatan rumah berbasis masyarakat (Community Home Based Care). c. Perawatan dan dukungan HIV dan AIDS
harus dilakukan secara
holistik dan komprehensif dengan pendekatan biopsikososiospiritual yang meliputi : Tatalaksana gejala Tata laksana perawatan akut Tatalaksana penyakit kronis Pendidikan kesehatan; 15. Pencegahan komplikasi dan infeksi oportunistik 16. Perawatan paliatif 10
17. Dukungan dukungan psikologis kesehatan mental, dukungan sosial ekonomi dan pemberdayaan masyarakat untuk membina kelompokkelompok dukungan 18. Evaluasi dan pelaporan hasil. E. Pencatatan dan Pelaporan Perawatan HIV yang berlangsung seumur hidup yang efektif, termasuk pemberian terapi antiretroviral (ART), memerlukan pencatatan informasi pasienyang penting yang direkam sebagai bagian dari rekam medis sejak pasien diketahui menderita infeksi HIV, perawatan follow-up dan riwayat pengobatannya. Setiap pemberi layanan kesehatan dalam tim medis (seperti dokter, perawat, konselor, psikolog) perlu mengetahui rincian data klinisnya dan apa yang dilakukan pada kunjungan yang lalu dan kemudian harus dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi dan Kementerian Kesehatan. Pencatatan dan pelaporan ini dapat dimanfaatkan oleh tim medis dalam melihat kemajuan pengobatan dan selain itu berguna bagiprogram untuk perencanaan selanjutnya. Pada prinsipnya, pencatatan dan pelaporan perawatan HIV termasuk pemberian ART adalah termasuk dalam sistem monitoring dan evaluasi tatalaksana ARV yang merupakan bagian dari sistem monitoring dan evaluasi Program Penanggulangan HIV dan AIDS serta IMS Nasional. Semua data dari fasilitas
layanan
kesehatan
pemerintah
dan
non-pemerintah
yang
menyelenggarakan layanan perawatan dan pengobatan HIV, harus mengikuti pedoman monitoring dan evaluasi nasional dan terintegrasi dalam sistem informasi di tingkat kabupaten/kota, provinsi dan nasional, terutama dalam pengumpulan semua indikator yang terpilah dalam kelompok populasi. Jenis pencatatan yang terdapat di HIV : 1. Formulir Ikhtisar Perawatan HIV dan ART 2. Kartu Pasien 3. Register Pra ART 4. Register ART 5. Register Pemberian Obat 6. Register Stock Obat 7. Formulir Rujukan Jenis Pelaporan : 11
1. Laporan Bulanan Perawatan HIV dan ART (LBPHA) 2. Laporan Kohort Dampak ART F. Konseling, Inform Cosent (persetujuan), Kerahasiaan 1. Konseling wajib diberikan pada setiap orang yang telah melakukan tes HIV, terdiri atas konseling pribadi, konseling berpasangan, konseling kepatuhan,
konseling
perubahan
perilaku,
pencegahan
penularan
termasuk infeksi HIV berulang atau infeksi silang, atau konseling perbaikan kondisi kesehatan, kesehatan reproduksi dan keluarga berencana. 2. Konseling merupakan proses membantu seseorang untuk belajar menyelesaikan masalah interpersonal, emosional dan memutuskan hal – hal tertentu. 3. Konseling
berkualitas
tinggi
merupakan
komponen
efektif
untuk
pendekatan prevensi, yang mempromosikan perubahan prilaku seksual dalam menurunkan penularan HIV. 4. Konseling telah terbukti sangatlah tinggi dalam hal merupakan pintu
gerbang menuju pelayanan medik dan dukungan sesuai yang dibutuhkan. 5. Konseling sebagai bagian dari standar perawatan bagi pasien yang didiagnosis terinfeksi HIV 6. Konseling dilakukan dengan langkah-langkah meliputi: a. Konseling pra tes b. Tes HIV dan c. Konseling pasca tes. 7. Persetujuan dalam konseling dapat dilakukan dengan pasien mengisi inform consent atau surat persetujuan dari pasien. 8. Kerahasian dalam konseling harus selalu di jaga oleh petugas konseling. G. Menghilangkan Stigma dan Diskriminasi 1. Anggapan bahwa HIV tinggal menunggu waktu “mati” sangatlah disayangkan. HIV bukanlah vonis mati bagi pengidapnya, HIV adalah virus yang dapat menyebabkan hilangnya kekebalan tubuh manusia. 2. Mitos yang salah yang di masyarakat bahwa berhubungan 12ndica dengan penderita HIV & AIDS akan membuat kita tertular, seperti bersalaman, menggunakan WC yang sama, tinggal serumah, atau menggunakan sprei yang sama dengan penderita HIV & AIDS. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi stigma terhadap HIV & AIDS : a. HIV & AIDS adalah penyakit yang mengancam jiwa b. Orang-orang takut terinfeksi HIV c. Penyakit dihubungkan dengan perilaku yang telah terstigma dalam masyarakat. 12
d. ODHA sering dianggap sebagai yang bertanggung jawab bila ada yang terinfeksi e. Nilai-nilai moral atau agama membuat orang yakin bahwa HIV & AIDS sebagai hasil dari pelanggaran moral (seperti kekacauan atau penyimpangan seksual) yang layak untuk dikucilkan. 4. Beberapa bentuk diskriminasi dan Stigmatisasi terhadap ODHA dapat diuraikan sebagai berikut : a. Dukungan Bagi ODHA dan keluarga b. Tempat Layanan Kesehatan c. Akses untuk Perawatan 5. Stigma dan diskriminasi dapat diatasi dengan cara intervensi berbasis masyarakat, termasuk keluarga, tempat kerja, layanan kesehatan, agama, dan media. Intervensi diarahkan untuk membatasi sikap 13ndicato sebagai efek samping dari tujuan lain melalui pendekatan yang inovatif.
G. SASARAN a. Penderita suspek HIV/AIDS, penderita HIV/AIDS dan keluarga b. Tenaga medis dan non medis c. Masyarakat, LSM d. Dinas Kesehatan e. Puskesmas f. Satelit H. PELAKSANAAN a. Waktu : Januari 2015 s/d Desember 2016 b. Lokasi : Internal dan Eksternal RSBK I. TIME TABLE PROGRAM KERJA (Lampiran 1) J. MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM a. Pelaksanaan program kerja akan dilaksanakan sesuai jadwal b. Evaluasi dan analis pelaksanaan program dilakukan setiap bulan, walau pada beberapa kegiatan dilakukan 3 bulan sekali
DITETAPKAN DI
:
PADA TANGGAL
:
DIREKTUR UTAMA
13
dr. ……………………MARS NIP. …………………
14