BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Permasalahan
Tanah lempung (clay) merupakan salah satu bahan galian utama yang ditambang oleh PT. Clayindo, sebagai bahan baku pembuatan keramik dan bahan untuk membuat produk kosmetik. Berdasarkan penambangan dengan metode quarry yang nantinya akan menimbulkan dampak terhadap perubahan bentang alam, yaitu berupa cekungan-cekungan bekas penambangan. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, development, penambangan, pengangkutan, pengolahan sampai pemasaran. Kegiatan pertambangan secara umum yang dilakukan di lapangan terdiri atas tahapan p embongkaran material (land clearing, loosening, digging), pemuatan (loading), pengangkutan (hauling) dan pengolahan. Adanya kegiatan reklamasi yang terencana dengan baik pada lahan bekas penambangan maka dapat memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem, sehingga lahan
tersebut
dapat
dimanfaatkan
kembali
sesuai
peruntukannya.
Dalam
melaksanakan reklamasi tidak terlepas dari pertimbangan penataan lahan bekas penambangan yang telah ditentukan oleh pemerintah daerah setempat untuk pengoptimalan fungsi lahan.
1.2.
Perumusan Masalah
Sistem penambangan tanah lempung (clay) di PT. Clayindo, dengan tambang terbuka menggunakan metode quarry. Metode ini biasanya diterapkan untuk menambang mineral atau bahan galian industri yang terletak pada suatu daerah yang relatif datar. Arah penambangan ke arah bawah sehingga membentuk cekungan. Sedangkan cekungan bekas penambangan menjadi suatu permasalahan kerusakan yang
1
harus segera diatasi, sehingga lahan bekas penambangan dapat dimanfaatkan kembali sesuai peruntukannya.
1.3.
Maksud dan Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah merencanakan mengenai teknis atau tahapan pelaksanaan reklamasi pada lahan bekas penambangan tanah lempung (clay) yang meliputi: 1. Menghitung kebutuhan Top Soil dan jumlah Pot yang harus disediakan. disediakan. 2. Pemilihan sistem penataan lahan. 3. Menghitung waktu yang yang dibutuhkan untuk penataan dan penanaman. 4. Pelaksanaan revegetasi. 5. Kegiatan pemeliharaan revegetasi.
1.4.
Batasan Masalah
Adapun batasan masalah penelitian ini, yaitu merencanakan teknis reklamasi pada lahan bekas penambangan pada pad a PT. Clayindo.
1.5.
Tinjauan Pustaka
Sumber Daya Alam adalah semua potensi dan lingkungan yang dapat memenuhi kebutuhan manusia (Sumaatmaja, 1988). Sesuai dengan fisiknya, klasifikasi sumberdaya alam terdiri dari: (1) sumberdaya alam yang jumlahnya terbatas; (2) sumberdaya alam yang dapat diperbaharui; (3) Sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui; dan (4) sumber potensial yang saat ini belum menjadi sumberdaya (Ritohardoyo, 1999). Kegiatan manusia yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan atau kelangkaan sumberdaya alam berlangsung dalam tiga cara: pertama, jika sumberdaya dieksploitasi dengan tingkat kecepatan yang melebihi daya pulihnya; kedua, kelangkaan sumberdaya disebabkan oleh pertumbuhan penduduk, dan ketiga, akses terhadap lingkungan dan sumberdaya alam yang tidak seimbang (Mitchell dkk, 2000).
2
1.6.
Hipotesis
Berdasarkan
rumusan
masalah
dari
penelitian
tentang
lahan
bekas
penambangan, maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini yaitu teknis reklamasi yang tepat dan terencana dengan baik dapat memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem daerah penambangan.
1.7.
Hasil Yang Diharapkan
Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah mendapatkan teknik reklamasi yang tepat pada penambangan clay di PT. Clayindo.
1.8.
Manfaat Penelitian
Sebagai tolok ukur bagi perusahaan untuk merencanakan kegiatan reklamasi pasca penambangan, sehingga tata guna lahan bekas tambang dapat berfungsi sesuai peruntukannya.
3
BAB II METOGOLOGI PENELITIAN
2.1.
Dasar Teori
2.1.1. Landasan Hukum Kegiatan Reklamasi
Salah satu upaya untuk memperbaiki kualitas lingkungan yang menurun dan perubahan bentang alam yang timbul akibat kegiatan penambangan adalah dengan melakukan reklamasi yang terencana sesuai dengan Undang-undang dan peraturan yang berlaku. Landasan hukum yang dipakai sebagai acuan dalam pelaksanaan reklamasi antara lain, adalah: 1.
Undang-undang No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara. 2.
Undang-undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup. 3.
Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
4.
Peraturan Pemerintah No.22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan.
5.
Peraturan
Pemerintah
No.78
Tahun
2010
tentang
Reklamasi
dan
Pascatambang. 6.
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.07 Tahun 2014 tentang
Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. 7.
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No: P.60/ Menhut-II/ 2009
tentang Pedoman Penilaian Keberhasilan Reklamasi Hutan.
2.1.2. Pelaksanaan Reklamasi
Kegiatan reklamasi dimulai sesuai dengan rencana yang telah disetujui dan harus sudah selesai pada waktu yang ditetapkan. Dalam melaksanakan kegiatan
4
reklamasi, pemegang IUP bertanggung jawab sampai kondisi rona akhir sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Pelaksanaan reklamasi meliputi jenis kegiatan: 1.
2.
Penataan area tambang, yang meliputi: a.
Penutupan lubang-lubang pada lantai dasar penambangan.
b.
Pengaturan bentuk lahan.
c.
Pengelolaan tanah pucuk.
d.
Pembuatan teras.
e.
Saluran pembuangan air (SPA).
f.
Bangunan pengendali jurang.
g.
Pembuatan check dam.
h.
Penangkap oli bekas (oil catcher).
Kegiatan revegetasi, yang meliputi pemilihan: a.
Pola tanam.
b.
Tahapan penanaman.
c.
Sistem penanaman.
d.
Jenis tanaman yang disesuaikan dengan kondisi setempat.
Sedangkan dalam pelaksanaan reklamasi ditempuh melalui beberapa tahapan kegiatan, yaitu: 1.
Sebelum Penambangan a.
Pengambilan contoh tanah pucuk pada lahan yang akan ditambang.
b.
Penentuan lokasi penimbunan tanah pucuk pada lahan yang akan
ditambang. c.
Pengupasan lapisan tanah pucuk yang subur dipisahkan terhadap
lapisan tanah penutup, kemudian ditempatkan di tempat tertentu yang terhindar dari erosi air hujan dan longsoran tanah. 2.
Selama Penambangan a.
Pengupasan
diatur
sedemikian
rupa
sehingga
memudahkan
pengembalian tanah pucuk yang sedang dikupas. b. 3.
Penimbunan tanah penutup langsung pada lahan yang akan direklamasi.
Setelah Penambangan
5
Pada tahap ini dilakukan kegiatan reklamasi pada lahan bekas tambang yang meliputi: a.
Penataan lahan.
b.
Pengendalian erosi dan sedimentasi.
c.
Revegetasi.
d.
Pemeliharaan.
e.
Pemantauan.
2.1.3. Kegiatan Penataan Lahan Reklamasi
Kegiatan penataan lahan maliputi pengisian kembali lubang bekas tambang, pengaturan bentuk lahan, pengelolaan tanah pucuk. Penjelasan pada setiap kegiatan tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Pengisian kembali lubang bekas tambang Pada kegiatan tambang terbuka, lubang bekas tambang harus ditutup kembali
dengan cara ditimbun atau disesuaikan dengan dokumen AMDAL. Kegiatan penutupan tambang dilakukan secara progesif sesuai dengan kemajuan pelaksanaan penambangan. 2.
Pengaturan bentuk lahan Pada kegiatan pengaturan bentuk lahan perlu disesuaikan dengan kondisi
topografi, jenis tanah dan iklim setempat. Kegiatan pengaturan bentuk lahan meliputi: a.
Pengaturan bentuk lereng
Pengaturan bentuk lereng bertujuan untuk mengurangi kecepatan air limpasan (run off), erosi dan sedimentasi serta longsor. Bentuk lereng di sarankan tidak terlalu tinggi atau terjal dan dibentuk teras-teras. Tinggi dan kemiringan lereng disesuaikan terhadap sifat tekstur dan struktur tanah serta curah hujan.
6
(Sumber: Permentan, 1947 ) Gambar 2.1 Pengaturan Bentuk Lereng Guludan b.
Pengaturan saluran air
Bertujuan untuk mengatur air agar mengalir pada tempat tertentu dan dapat mengurangi pengikisan tanah oleh air. Jumlah dan kerapatan serta bentuk saluran air tergantung pada bentuk lahan atau topografi, jenis tanah, curah hujan, dan luas area yang akan direklamasi.
(Sumber : Permentan, 1947 ) Gambar 2.2 Pengaturan Saluran Air 3.
Pengelolaan tanah pucuk
Tanah pucuk merupakan media tumbuh bagi tanaman dan merupakan salah satu faktor penentu untuk keberhasilan pertumbuhan tanaman pada kegiatan 7
reklamasi. Pengelolaan tanah pucuk bertujuan untuk mengatur dan memisahkan tanah pucuk (top soil) dengan lapisan tanah lain untuk selanjutnya dapat dimanfaatkan kembali. Dalam pengelolaan tanah pucuk (top soil) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu sebagai berikut: a.
Pengamatan profil tanah dan mengidentifikasi per lapisan tanah tersebut
sampai endapan bahan galian. b.
Pengupasan tanah berdasarkan lapisan-lapisan tanah dan ditempatkan
pada tempat sesuai tingkat lapisannya dan timbunan tanah pucuk (top soil) tidak melebihi 2 meter. c.
Pembentukan lahan sesuai dengan susunan lapisan tanah semula, tanah
pucuk (top soil) ditempatkan paling atas dengan ketebalan paling sedikit 0,15 meter. d.
Pengupasan tanah sebaiknya jangan dilakukan dalam keadaaan masih
basah untuk menghindari pemadatan dan rusaknya struktur tanah.
Dalam hal lapisan tanah pucuk tipis perlu mempertimbangkan: a.
Penentuan daerah prioritas yaitu daerah yang berpotensi terhadap erosi,
perlu segera dilakukan penanganan konservasi tanah dan penanaman tana man. b.
Penempatan tanah pucuk pada jalur penanaman, atau dengan sistem pot
atau lubang tanam. c.
Pencampuran tanah pucuk (top soil) dengan tanah lain, yaitu apabila
jumlah tanah pucuk terbatas atau sangat tipis dapat dicampur dengan tanah lapisan bawah (sub soil).
2.1.4. Metode Penataan Tanah Pucuk
Tanah hasil pengupasan tanah penutup (overburden) yang terdiri dari tanah pucuk (top soil) dan tanah dibawahnya dalam pelaksanaan reklamasi dipisahkan dalam penimbunannya. Tanah pucuk (top soil) merupakan lapisan tanah bagian atas yang merupakan lapisan tanah yang relatif subur karena mengandung unsur-unsur hara berbentuk humus organik serta variabel zat-zat mineral yang sangat diperlukan oleh
8
tanaman. Mikro flora dan mikro fauna atau jasad renik biologis hidup dan berperan dalam menyuburkan lapisan tanah. Cara penimbunan kembali tergantung dari ketersediaan tanah hasil pengupasan lapisan tanah penutup. Beberapa metode yang dapat digunakan dalam kegiatan penimbunan tanah pucuk (top soil) untuk penataan lahan adalah sebagai berikut: 1.
Sistem Perataan Tanah Dilakukan dengan pengaturan timbunan tanah yang terdiri dari tanah pucuk dan
tanah penutup dalam keadaan terpisah. Cara perataan tanah diterapkan apabila jumlah tanah pucuk dan jumlah tanah penutup yang ada, tersedia dalam jumlah yang relatif banyak dan memadai untuk menutupi seluruh lahan bekas penambangan. Tebal untuk perataan tanah disesuaikan dengan persyaratan ketebalan tanah untuk jenis tanaman yang akan ditanam. Pada saat penimbunan kembali, lapisan tanah pucuk berada di bagian atas dari tanah penutup yang relatif sedikit unsur hara.
(Sumber : Sapertein, 1990 ) Gambar 2.3 Sistem Perataan Tanah 2.
Sistem Guludan Dilakukan dengan cara melakukan penimbunan kembali berbentuk tumpukan
atau guludan sebagai media tanam untuk kegiatan revegetasi. Dengan dimensi dan jarak antara guludan yang paling ideal. Sistem penataan tanah pucuk ini lebih efektif jika dibandingkan yang lain karena dapat menanam tanaman dengan jumlah yang lebih banyak.
9
(Sumber : Sapertein, 1990 ) Gambar 2.4 Sistem Guludan 3.
Sistem Pot/Lubang Tanam Cara ini juga digunakan apabila jumlah hasil pengupasan tanah pucuk yang
tersedia relatif sedikit atau terbatas. Pekerjaan yang dilakukan adalah membuat lubang tanam atau pot, dengan dimensi ukuran dan jarak lubang disesuaikan dengan jenis tanaman yang digunakan atau disesuaikan dengan jarak tanam paling ideal.
(Sumber: Saperstein, 1990 ) Gambar 2.5 Pembuatan Sistem Pot
10
2.1.5. Revegetasi
Revegetasi adalah usaha untuk memperbaiki dan memulihkan vegetasi yang rusak pada lahan bekas kegiatan pertambangan melalui kegiatan penanaman serta pemeliharaan pada lahan bekas kegiatan pertambangan. Tujuan dari revegetasi adalah untuk menutup tanah terbuka secepatnya, memperbaiki stabilitas lahan, dan mengurangi laju aliran permukaan. Dalam kegiatan revegetasi harus dilakukan beberapa kegiatan yang penting. Kegiatan-kegiatan yang penting dalam revegetasi tersebut adalah: 1.
Pemilihan Tanaman Pemilihan tanaman pada daerah yang direklamasi sebaiknya menggunakan
jenis lokal yang dapat tumbuh sesuai dengan kondisi daerah setempat. Pemilihan jenis tumbuhan juga ditentukan oleh rencana penggunaan lahan setelah reklamasi dan disesuaikan dengan rencana tata ruang daerah yang bersangkutan, selain itu pemilihan jenis tanaman dalam revegetasi memerlukan persyaratan sebagai berikut: a. Tanaman harus bisa tumbuh cepat sehingga bisa menutup tanah dalam waktu yang tidak lama. b. Mempunyai perakaran yang lebar dan dalam. c. Jika ditanam pada daerah yang sering hujan harus mempunyai sifat mudah menguapkan air. d. Sebaliknya untuk daerah yang kering, tanaman harus dipilih yang mempunyai sifat sulit menguapkan air. e. Tanaman harus bisa dimanfaatkan kemudian hari, artinya mempunyai prospek ekonomi yang baik. 2.
Pembuatan Lubang Tanam Dalam proses penanaman kegiatan yang dilakukan setelah pemilihan tanaman
adalah pembuatan lubang tanam. Lubang tanam tidak boleh terlalu dalam atau terlalu dangkal, karena akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Berikut ini adalah caracara pembuatan lubang tanam: a.
Tanah tempat penanaman digali dengan ukuran tertentu.
b.
Tanah hasil galian diletakkan disebelah lubang galian.
11
c.
Kemudian lubang dibiarkan terbuka selama 5 sampai 7 hari untuk menguapkan gas yang bersifat racun dan mematikan hama penyakit dengan penyinaran matahari dan ditambahkan bahan organik (kompos).
d.
Setelah dibiarkan terbuka tanah sudah siap ditanami tanaman.
3.
Penanaman Penanaman di lahan bekas tambang sebaiknya dilakukan pada waktu yang
tepat, waktu tanam yang ideal yaitu awal musim penghujan, hal ini dilakukan agar tumbuhan dapat tumbuh dengan baik. Penanaman di lahan bekas tambang dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: a. Penanaman monokultur Penanaman secara monokultur dipilih karena pertimbangan teknis, modal usaha,
maupun
tenaga
kerja.
Penanaman
secara
monokultur
hanya
menggunakan satu jenis tanaman sehingga perawatan tanamnya akan lebih mudah dan biaya pengadaan bibit tanaman yang dibutuhkan lebih sedikit. b. Secara tumpang sari Penanaman secara tumpang sari dipilih untuk pemanfaatan lahan. Adapun cara penanaman secara tumpang sari adalah sebagai berikut: 1)
Penanaman tanaman utama reklamasi Tanaman yang digunakan sebagai tanaman utama reklamasi merupakan jenis
tanaman lokal daerah setempat yang dapat tumbuh sesuai kondisi tanah daerah setempat. 2)
Penanaman tanaman sela Jenis tanaman sela yang digunakan adalah jenis tanaman bawah kome rsil yaitu
jenis tanaman yang tidak saling merugikan tanaman lainnya seperti membutuhkan serapan pupuk paling dominan sehingga dapat men gganggu pertumbuhan tanaman lain dan memberikan nilai ekonomis.
12
2.1.6. Pemeliharaan Tanaman Revegetasi
Pemeliharaan tanaman adalah salah satu kegiatan yang penting agar tanaman tumbuh dengan baik dan tidak layu. Adapun cara pemeliharaan tanaman adalah sebagai berikut: 1.
Pendangiran Pendangiran merupakan kegiatan untuk membersihkan tanah disekitar tanaman
revegetasi dari tanaman liar agar penyerapan pupuk oleh tanaman revegetasi dapat maksimal. 2.
Pemberian pupuk Pemberian pupuk sangat penting dilakukan agar tanaman dapat tumbu h dengan
baik. Pemberian jenis pupuk tergantung pada hasil analisis tanah. Pemberian pupuk untuk tanaman dilakukan dengan cara memberikan pupuk yang banyak mengandung unsur-unsur yang diperlukan tanaman dan tanah. 3.
Penyulaman Tujuan dari penyulaman adalah untuk mengganti tanaman yang gagal tumbuh
dengan tanaman yang baru. 4.
Penyiraman tanaman Tanaman memerlukan air oleh karena itu penyiraman harus dilakukan agar
tanaman tidak kekurangan air dan agar tidak layu. Penyiraman dilakukan tergantung pada kondisi tanaman dan tergantung pada musim. Pada saat musim penghujan, penyiraman lebih sedikit dilakukan dibandingkan pada musim kemarau. 5.
Pengendalian hama dan panyakit tanaman Untuk mencegah tanaman terserang hama dan penyakit tanaman dapat
dilakukan dengan cara: a. Pemeliharaan tanaman secara intensif yaitu dengan cara melakukan pembersihan gulma dan pemupukan secara berkala, hal ini bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan tanaman sehingga terhindar dari serangan hama. b. Melakukan pemantauan secara terus-menerus pada tanaman muda, untuk mengetahui serangan hama atau penyakit. Hal ini bertujuan agar upaya pencegahan serangan hama yang dapat menyebar ke seluruh tanaman.
13
2.1.7. Perhitungan Kebutuhan Tanah Pucuk (Top Soil)
1.
Sistem pot atau lubang tanam Dalam menata menggunakan lahan dengan menggunakan sistem pot atau
lubang tanam, maka kebutuhan tanah pucuk (top soil) dipengaruhi: a. Dimensi pot atau lubang tanam berbentuk kubus. Volume tiap lubang tanam = (sisi x sisi x sisi)………………..(2.1) b. Jarak tanam Jarak tanam akan menentukan banyaknya pot atau lubang tanam: Jumlah pot per Ha = (〖10.000m〗^2)/(Panjang jarak tanam x Lebar jarak tanam )………………………………………………………...(2.2)
Jumlah pot untuk area yang ditata = jumlah pot per Ha x Luas area yang ditata.
Jadi volume tanah pucuk (top soil) yang dibutuhkan untuk menata lahan dengan sistem pot atau lubang tanam adalah: = Volume top soil per lubang x jumlah pot
2.
Sistem perataan tanah Volume tanah pucuk (top soil) yang dibutuhkan dengan sistem perataan tanah dapat digunakan rumus sebagai berikut: Volume = luas area x tebal top soil……………………………..(2.3)
1.
Perhitungan Waktu Pembuatan dan Pengisian Pot per lubang Pembuatan Lubang Kebutuhan waktu untuk 1 Ha = waktu pembuatan 1 lubang x jumlah lubang……………………………………………………………(2.4)
2.
Pengisian Kebutuhan waktu untuk 1 Ha = waktu pengisian 1 lubang x jumlah lubang ………………………………………………………………… ..(2.5)
14
2.1.8. Syarat Tumbuh Tanaman
Salah satu tanaman yang banyak menjadi pilihan dalam kegiatan reklamasi biasanya tanaman jati, sengon, dan mahoni atau dalam bahasa latin disebut Tectona Grandis, Paraserianthes, dan Swietenia Mahagoni. Berikut syarat-syarat khusus yang harus dipenuhi untuk mendukung produktivitas tanaman mahoni, sengon, dan jati menurut (Suripin, 2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air) adalah sebagai berikut: 1.
Tanah memiliki derajat keasaman (Ph) antara 5-7.
2.
Ketinggian tempat yang ideal bagi pertumbuhan tanaman antara 0-800 mdpl.
3.
Tekstur tanah yang baik untuk tanaman adalah lempung, masif atau berpasir.
4.
Kedalaman efektif untuk tanaman adalah lebih dari 40 cm.
2.1.9. Kriteria Keberhasilan Reklamasi
Kriteria keberhasilan reklamasi sangat diperlukan sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan reklamasi sehingga dapat mempercepat pemulihan kondisi lingkungan yang baik, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 07 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Reklamsi dan Pasca Tambang Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Kriteria Keberhasilan Reklamasi Tahap Operasi Produksi adalah sebagai berikut: 1.
Penatagunaan lahan, meliputi obyek kerja sebagai berikut : a. Penataan permukaan tanah. b. Penimbunan kembali lahan bekas tambang. c. Penebaran tanah zona pengakaran. d. Pengendalian erosi dan pengelolaan air.
2.
Revegetasi meliputi obyek kerja sebagai berikut : a. Penanaman tanaman penutup (cover crop). b. Penanaman tanaman cepat tumbuh. c. Penanaman tanaman jenis lokal.
15
d. Pengendalian air asam tambang. 3.
Penyelesaian akhir, meliputi obyek sebagai berikut : a. Penutupan tajuk. b. Pemeliharaan.
2.2.
Metode Pengambilan Sampel dan Data
Adapun tahapan metode yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir ini, yaitu: 1.
Studi Literatur
Studi literatur ini dilakukan dengan mencari bahan-bahan pustaka yang menunjang penelitian ini, antara lain: a.
Instansi yang terkait dengan reklamasi.
b.
Perpustakaan.
c.
Buku atau arsip perusahaan.
2.
Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan ini akan dilakukan dengan beberapa tahapan, antara lain: a.
Observasi lapangan dengan melakukan pengamatan secara langsung
terhadap proses yang terjadi dan mencari informasi pendukung yang terkait dengan permasalahan yang akan dibahas. b.
Menentukan lokasi pengamatan dan mengambil data-data yang
diperlukan untuk menyelesaikan masalah. c.
Mencocokkan dengan perumusan masalah yang ada dengan tujuan
penelitian yang dilakukan tidak meluas serta data yang di ambil dapat digunakan secara efektif. 3.
Pengambilan Data
Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diambil langsung di lapangan melalui pengamatan secara langsung dan wawancara terhadap narasumber terkait. Data sekunder yaitu data yang tidak diambil langsung di lapangan melainkan data pendukung yang diperoleh dari instansi-instansi terkait serta data-data perusahaan yang diperlukan.
16
2.3.
Cara Pendekatan dan Metode Penelitian
Pendekatan penelitian dilakukan dengan metode matematik, statistik dan aplikasi Microsoft Excell.
17
Studi Literatur
Tinjauan Di Lapangan
Metode Penelitian
Pengambilan Data
Data Primer:
Data Sekunder:
- Kedalaman pengupasan tanah
- Peta Lokasi Kesampaian Daerah
pucuk
- Spesifikasi dan Jenis Alat Yang digunakan
- Ketersediaan volume tanah pucuk
- Data Keadaan Geologi Regional - Jenis tanaman yang ditanam pada
- Peta Topografi
lahan reklamasi
- Profil Perusahaan
- Jarak tanam dan dimensi lubang
- Foto dokumentasi kegiatan penelitian, keadaan tambang dan dokumentasi kegiatan reklamasi
tanam - Penghitungan waktu pembuatan
- Data Curah Hujan
lubang tanam dan waktu enanaman
Pengolahan Data
Analisis Data
Pembahasan
Kesimpulan
18
Gambar 2.6 Bagan Alir BAB III RENCANA PENYELESAIAN PENELITIAN
3.1.
Pengolahan Data
Pengolahan data dapat dilakukan dengan melakukan berupa perhitungan dan penggambaran, yang selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel atau grafik.
3.2.
Rencana Penyelesaian Masalah
Untuk memecahkan masalah-masalah penelitian, memperlihatkan hubungan antara fenomena yang terdapat dalam penelitian, memberikan jawaban terhadap hipotesis yang diajukan, pemecahan terhadap masalah penelitian serta bahan untuk membuat kesimpulan dan rekomendasi maka digunakan teknik analisa data yaitu:
Skala Likert
Salah satu format respon yang sangat populer adalah tipe lima pilihan /skala likert yang merupakan jawaban terhadap aitem yang berbentuk pertanyaan. Menurut Riduan dan Sunarto (2012, hlm. 20) “Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial”. Dalam skala Likert, setiap responden diminta melakukan agreement atau disagreement nya untuk masing-masing aitem dalam skala yang terdiri dari 5 point. Point dalam skala Likert mempunyai rentang dari sangat positif sampai sangat negatif dengan susunan dapat dilihat pada tabel 3.1
19
Tabel 3.1 Skala Likert
Sumber: Wawan dan Dewi M (2010, hlm. 39)
Sebagai langkah awal dilakukan pengumpulan data respon subjek, yaitu data jawaban dari sekelompok subjek yang merespon ke semua aitem-aitem yang disajikan. Dari jawaban responden terhadap setiap pernyataan akan diperoleh distribusi frekuensi respon bagi setiap kategori, yang kemudian secara kumulatif akan dilihat dari deviasinya menurut distribusi normal. Data respon ini ak an dijadikan dasar perhitungan skor bagi masing-masing kelima pilihan jawaban. Pada gilirannya, nilai skala ini akan merupakan bobot atau skor terhadap jawaban individual responden yang diukur sikapnya.Untuk setiap jawaban pada angket/Kuesioner dilakukan perhitungan skor sebagai berikut: 1) Pernyataan Positif Skor Indeks = ((F1 x 1) + (F2 x 2) + (F3 x 3) + (F4 x 4) + (F5 x 5)) Keterangan F1 = Frekuensi jawaban responden yang menjawab 1 (Sangat Tidak Setuju) F2 = Frekuensi jawaban responden yang menjawab 2 (Tidak Setuju) F3 = Frekuensi jawaban responden yang menjawab 3 (Ragu) F4 = Frekuensi jawaban responden yang menjawab 4 (Setuju) F5 = Frekuensi jawaban responden yang menjawab 5 (Sangat Setuju) 2) Pernyataan Negatif Skor Indeks = ((F1 x 1) + (F2 x 2) + (F3 x 3) + (F4 x 4) + (F5 x 5))
20
Keterangan F1 = Frekuensi jawaban responden yang menjawab 1 (Sangat Setuju) F2 = Frekuensi jawaban responden yang menjawab 2 (Setuju) F3 = Frekuensi jawaban responden yang menjawab 3 (Ragu) F4 = Frekuensi jawaban responden yang menjawab 4 (Tidak Setuju) F5 = Frekuensi jawaban responden yang menjawab 5 (Sangat Tidak Setuju) Untuk melihat hasil dari perhitungan tersebut, maka dilakukan interpretasi skor yang mencakup hasil dari setiap analisis data yang telah dilakukan dalam analisis data dari setiap jawaban responden yang dijadikan sampel penelitian. Berikut adalah kriteria dari interpretasi skor dapat dilihat pada Tabel 3.2 Tabel 3.2 Kriteria Interpretasi Skor
Sumber: Riduan, Sunarto (2012, hlm. 23)
3.3.
Hasil yang Diharapkan
Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui jumlah top soil dan jumlah pot yang diperlukan 2. Mendapatkan system penataan lahan yang tepat 3. Mendapatkan waktu penataan dan penanaman
3.4.
Jadwal Penelitian
Penelitian ini direncanakan dilaksanakan selama kurang lebih 4 bulan yaitu dimulai pada minggu kedua Agustus 2017 sampai dengan bulan November 2017. Dalam melakukan penelitian selama empat bulan tersebut, ada beberapa tahapan yang akan dilakukan. Jadwal rencana penelitian disajikan pada Tabel 3.3.
21
Tabel 3.3 Jadwal Rencana Penelitian
22