PROPOSAL TUGAS AKHIR ANALISIS PENCEGAHAN SPONTANEOUS COMBUSTION PADA STOCKPILE PIT-1 UTARA BANKO BARAT PT. BUKIT ASAM (PERSERO), TBK
Diajukan Untuk Penelitian Tugas Akhir Mahasiswa Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya
Oleh: Ramadhona Rista 03021181320006
UNIVERSITAS SRIWIJAYA FAKULTAS TEKNIK 2017
IDENTITAS DAN PENGESAHAN USULAN PENELITIAN TUGAS AKHIR MAHASISWA Judul : ANALISIS PENCEGAHAN SPONTANOUS COMBUSTION PADA STOCKPILE PIT-1 UTARA BANKO BARAT PT. BUKIT ASAM (PERSERO), TBK 1. Pengusul a.
Nama
: Ramadhona Rista
b.
Jenis Kelamin
: Perempuan
c.
NIM
: 03021181320006
d. Semester
: 8 (Delapan)
e. Fakultas/Jurusan
: Teknik/Teknik Pertambangan
f. Institusi
: Universitas Sriwijaya
g. Email
:
[email protected]
h. Contact Person
: 0853 7777 0116
2. Lokasi Penelitian
: PT. Bukit Asam (Persero), Tbk
3. Waktu
: 30 Januari 2017 s.d 27 Maret 2017 Palembang,
Januari 2017
Pembimbing Proposal,
Pengusul,
Syarifuddin, S.T., M.T
Ramadhona Rista
NIP. 197409042000121002
NIM. 03021181320006
Menyetujui : Ketua Jurusan Teknik Pertambangan
DR. Hj. RR. Harminuke Eko Handayani, S.T.,M.T NIP.196902091997032001
A. JUDUL Analisis Pencegahan Spontaneous Combustion Pada Stockpile Pit-1 Utara Banko Barat Pt. Bukit Asam (Persero), Tbk B. LOKASI PT. Bukit Asam, Tanjung Enim, Sumatera Selatan C. BIDANG ILMU Teknik Pertambangan D. LATAR BELAKANG Batubara merupakan sumber daya alam yang sangat potensial baik sebagai sumber energi maupun sebagai penghasil devisa negara. Ketersediaan batubara bersifat panjang dan bertahan dalam waktu lama sehingga mendukung berbagai macam proyek industri dan juga ekonomi. Berdasarkan atas cara penggunaannya sebagai penghasil energi di klasifikasikan menjadi penghasil energi primer dan skunder. Penghasil energi primer dimana batubara yang langsung di pergunakan untuk industri misalnya pemakaian batubara sebagai bahan bakar burner (dalam industri semen dan pembangkit listrik tenaga uap). Penghasil energi sekunder dimana batubara yang tidak langsung dipergunakan untuk industri misalnya pemakaian batubara sebagai bahan bakar padat (briket), bahan bakar cair (konversi menjadi bahan bakar air). Batubara bisa dipergunakan bukan sebagai bahan bakar antara lain sebagai reduktor pada peleburan timah, pabrik ferro nikel, industri besi dan baja. Selain itu, dapat pula di ekspor untuk menambah devisa negara. Provinsi Sumatera Selatan menyimpan sumber daya energi yang cukup besar, salah satunya batubara yang berada di PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. Tidak menutup kemungkinan Provinsi Sumsel dapat dicanangkan sebagai Lumbung Energi Nasional. Batubara yang diproduksi harus sesuai dengan permintaan dan persyaratan yang diinginkan konsumen dalam hal ini
terutama adalah kualitas batubara harus sesuai dengan standar yang telah disepakati. Meningkatnya permintaan bahan bakar batubara untuk industri menyebabkan produsen batubara terus menerus meningkatkan produksinya. Batubara yang dihasilkan dari Front penambangan pada umumnya tidak langsung dikirim ke konsumen sehingga batubara tersebut harus ditumpuk sementara ditempat penumpukan yang disebut dengan istilah Stockpile. Batubara yang berasal dari front penambangan ada yang langsung ditumpuk di live stockpile dan ada yang ditumpuk pada temporary stockpile. Tujuan dari temporary stockpile adalah untuk menyimpan sementara batubara yang berasal dari front penambangan yang belum dikirim kepada konsumen karena tidak sesuai dengan permintaan pasar. Permasalahan utama yang dihadapi perusahaan dalam penumpukan batubara pada stockpile adalah terjadinya Spontaneous Combustion. Spontaneous Combustion adalah terbakarnya batubara dengan sendirinya yang diakibatkan oleh oksidasi batubara. Batubara akan teroksidasi saat tersingkap dipermukaan sewaktu penambangan, demikian pada saat batubara ditimbun proses oksidasi ini terus berlangsung. Hal ini terjadi pada temporary stockpile pit-1 utara area Banko Barat yang merupakan tempat penelitian penulis. Terjadinya spontaneous combustion pada temporary stockpile adalah akibat dari management stockpile yang tidak berjalan dengan baik. management stockpile ini meliputi lamanya penimbunan batubara pada temporary stockpile, pola penimbunan, metode penimbunan, sistem penumpukan serta management FIFO sudah berjalan dengan baik atau tidak, pada temporary stockpile dimana batubara yang ditumpuk pertama kali pada stockpile adalah batubara pertama kali yang di ambil ketika batubara akan dikirim kepada konsumen. Tumpukan batubara pada temporary stockpile yang mengalami spontaneous combustion akan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan seperti penurunan kualitas batubara yang akan mempengaruhi permintaan pasar, terbuangnya sebagian volume batubara yang telah terbakar dan pihak
perusahaan harus mengeluarkan biaya tambahan untuk penanggulangan batubara yang terbakar. Oleh sebab itu, perlu dilakukan analisis terjadinya spontaneous combustion terhadap temporary stockpile sehingga dapat menghindari dan meminimalisir terjadinya spontaneous combustion. E. RUMUSAN MASALAH Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini antara lain: 1. Bagaimana
metode
penimbunan,
sistem
penimbunan,
monitoring
temperatur pada temporary stockpile? 2. Apakah management FIFO sudah diterapkan? 3. Faktor-faktor apa saja penyebab terjadinya spontaneous combustion pada temporary stockpile di PT. Bukit Asam (Persero), Tbk ? 4.
Apa saja yang harus dilakukan dalam upaya pencegahan terjadinya spontaneous combustion pada temporary stockpile Pit-1 Utara Banko Barat PT. Bukit Asam (Persero),Tbk ?
F.
TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini antara lain : 1.
Menentukan metode penimbunan, sistem penimbunan dan monitoring temperatur pada
temporary stockpile agar dapat berjalan dengan baik
sehingga dapat meminimalisir terjadinya spontaneous combustion pada 2. 3.
tumpukan batubara. Menerapkan FIFO pada stockpile Pit-1 utara. Menganalisis faktor – faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya spontaneous combustion pada temporary stockpile di area pit-1 utara banko
barat. 4. Menerapkan upaya apa saja yang dilakukan untuk mencegah terjadinya spontaneous combustion pada temporary stockpile serta penanganan spontaneous combustion pada temporary stockpile. G. PEMBATASAN MASALAH
Penelitian tugas akhir ini hanya membatasi pada analisis terjadinya spontaneous combustion pada temporary stockpile area banko barat dimana batubara yang ditumpuk pada temporary stockpile tersebut merupakan batubara yang berasal dari penambangan pit-1 utara banko barat. H. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data dan informasi yang diperoleh dari lokasi penambangan sebagai data primer dan juga diambil dari literatur-literatur yang berhubungan dengan pembuatan laporan ini. Tahapan penelitian yang dilakukan antara lain: 1. Studi Literatur Mempelajari literatur-literatur yang ada baik berupa text book, jurnal penelitian dan laporan-laporan yang berhubungan dengan penelitan dan faktorfaktor yang mendukungnya. 2.
Pengambilan data Pengambilan data yang dilakukan terdiri dari data primer dan data skunder. a.
Data primer, yaitu data yang diambil dari pengamatan lapangan dengan mencatat secara sistematis data yang dibutuhkan, terdiri dari : 1)
Lamanya penimbunan, metode penimbunan, pola penimbunan, kondisi penimbunan,
pengukuran
saluran
air
temporary
stockpile,
dan
manajemen FIFO terhadap penimbunan. 2)
Menghitung dimensi stockpile yang ada di lapangan.
3) Monitoring temperatur pada temporary stockpile. b.
Data sekunder,
yaitu
data yang diambil dari literatur dan
referensi- referensi yang berhubungan dengan penelitian ini. 1) Data Produksi Batubara Berdasarkan Kualitas UPTE tahun 2017. 2) Data Status Volume Batubara di Temporary Stockpile. 3) Data Rencana Produksi UPTE . 4) Data Curah Hujan.
5) Data Kapasitas Batubara di Temporary Stockpile UPTE
3.
Pengolahan data Setelah mendapatkan data yang diperlukan, dilakukan pengolahan data yaitu menyusun berdasarkan urutan, ditabulasi, kemudian di hitung nilai-nilai yang diperlukan seperti nilai rata-rata, rumus luasan dan volume bangun ruang, dan hasilnya nanti akan digunakan sebagai masukan-masukan dalam perhitungan selanjutnya.
4.
Analisa hasil pengolahan data Analisis data merupakan proses pengolahan dari data-data hasil perhitungan yang telah ada. Kemudian diproses dan dianalisis. Analisis data yang dilakukan yaitu analisis faktor – faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya spontaneous combustion serta cara pencegahannya.
5.
Kesimpulan Kesimpulan diperoleh setelah dilakukan korelasi antara hasil pengolahan dengan permasalahan yang diteliti dan setelah dilakukan analisis, maka didapat kesimpulan dan rekomendasi output bagi perusahaan.
I. TINJAUAN PUSTAKA 1. Parameter kualitas batubara Kualitas batubara merupakan faktor dasar dalam pengambilan keputusan oleh pihak konsumen untuk memilih produk yang dihasilkan oleh produsen. Dengan kualitas yang memenuhi permintaan konsumen maka dapat memuaskan konsumen dan juga dapat meningkatkan pendapatan produsen itu sendiri. Oleh karena itu perlu adanya kesepakatan harga standar terhadap kualitas batubara yang diinginkan konsumen dengan yang dimiliki perusahaan. Untuk dapat mengetahui serta memperoleh data kualitas batubara yang dihasilkan selama proses produksi perlu dilakukan kegiatan pengukuran kualitas batubara.
Untuk menjaga kualitas batubara setelah ditambang, maka harus diperhatiakan teknis penimbunannya. Permasalahan yang timbul dari penimbunan batubar antara lain adanya spontaneous combustion pada timbunan batubara yang sudah terlalu lama dan terjadi genangan air pada musim hujan di stockpile. Penilaian kualitas batubara ditentukan oleh beberapa parameter yang terkandung dalam batubar menurut ASTM standard yang ditentukan dari sejumlah analisis di laboratorium, parameter kualitas batubara umumnya terdiri dari: 1. Nilai kalori (Calorific Value) 2. Kandungan Sulfur (Total Sulfure) 3. Kandungan Air Total (Total Moisture) 4. Kandungan Air Bawaan (Inherent Moisture) 5. Kandungan Air Bebas (Free Moisture) 6. Kandungan Abu (Ash Content) 7. Zat Terbang (Volatile Metter) 8. Karbon Tertambat (Fixed Carbon) 9. Indeks Ketergerusan (Hardgrove Grindabillity Index =HGI) Di dalam analisa kualitas batubara di laboratorium menurut ASTM (American Standart for Testing Material), dilaporkan dengan menyebutkan beberapa dasar analisa kualitas batubara yaitu: a. As Receive (AR) adalah batubara hasil dari proses penambangan, sehingga masih diperhitungkan total moisture dan abu yang ada pada batubara. b. Air Dried Base (ADB) adalah batubara yang telah mengalami proses pemasaran lanjutan, sehingga kandungan air bebasnya hilang pada kondisi temperatur dan kelembaban standar sehingga tidak diperhitungkan lagi. c. Dried Base (DB) adalah keadaan batubara kondisi dasar udara kering yang dipanaskan pada suhu standar, sehingga batubara dalam kondisi dasar kering dan bebas dari kandungan air total tetapi masih mengandung abu. d. Dried Ash Free (DAF) adalah batubara bersih dan bebas dari abu maupun total moisture.
e. Dried Mineral Metter Free (DMMF) adalah batubara bersih kering yang telah bebas dari mineral-mineral pengotor yang berasal dari zat bukan organik pada batubara saat proses pembentukan.
2.
Management Stockpile Menurut Anne M Carpenter, 1999, Management Of Coal Stockpile, IEA Coal Reseach, management stockpile adalah proses pengaturan dan prosedur yang terdiri dari pengaturan kuantitas, pengaturan kualitas dan prosedur penumpukan batubara di stockpile. Stockpile managemen merupakan suatu upaya agar batubara yang diproduksi dapat dikontrol, baik kuantitasnya maupun kualitasnya. Selain itu stockpile managemen berfungsi untuk mengurangi kerugian yang mungkin muncul dari proses handling batubara di stockpile. Stockpile management dibagi menjadi 3 bagian kerja, yaitu: 1) Storage / stocking management, 2) Quality and Quantity Management, 3) Blending Management. Penjelasan dari 3 bagian kerja didalam stockpile management sebagai berikut: 1) Storage / stocking management yaitu penyimpanan batubara yang terkait dengan pemeliharaan kuantitas dan kualitas batubara yang ditumpuk di stockpile. Manajemen penumpukan dimulai dari pembuatan desain stockpile yang berorientasi pada pemeliharaan kuantitas, kualitas dan lingkungan. Berorientasi pada pemeliharaan kuantitas karena suatu storage management harus
mempertimbangkan
faktor
kapasitas
stockpile
yang
dapat
semaksimum mungkin pada area yang tersedia tetapi tetap memperhatikan faktor kualitas dan lingkungan. Berorientasi pada pemeliharaan kualitas karena desain kualitas yang efisien sehingga keperluan untuk pengaturan kualitas seperti blending, segresi penumpukan yang didasarkan pada kualitas produk. Sedangkan berorientasi pada lingkungan karena desain stockpile
harus benar-benar memiliki fasilitas pengolahan dan pengelolaan limbah yang berasal dari stockpile. Kemungkinan limbah yang dihasilkan seperti debu, logam-logam berat yang menyebabkan mengganggu kesehatan dan batubara berukuran partikel kecil (fine coal) yang terbawa air hujan atau pada waktu penyemprotan stockpile. 2) Desain stockpile yang akan ditentukan bergantung pada: kapasitas volume batubara yang akan dikelola, jumlah pengelompokan kualitas yang akan dijadikan main product, blending system yang akan diterapkan, sistem penumpukan / stacking system yang digunakan. Bentuk bangun atau dimensi stockpile bermacam-macam, tetapi yang biasa dijumpai adalah bentuk kerucut dan limas terpancung. Rumus perhitungan volume dari bentuk bangun stockpile batubara sebagai berikut: a. Volume kerucut terpancung V = 1/3
x t ( R2 + r2 + R.r)
Keterangan : V : volume kerucut terpancung t
: tinggi kerucut terpancung
r
: jari-jari lingkaran atas
R
: jari-jari lingkaran bawah
b. Volume limas terpancung V = 1/3 x t (B + A + √B + A) Keterangan : V : volume limas terpancung t : tinggi limas terpancung A : luas bidang atas B
: luas bidang bawah
3) Blending management Didalam stockpile management kegiatan blending management adalah yang paling rutin dilakukan bahkan stockpile management identik dengan blending management. Blending adalah suatu proses pencampuran beberapa batubara yang memiliki kualitas yang berbeda sehingga membentuk satu batubara dengan kualitas tertentu yang diinginkan.
Menurut Sulistyana dan Saputra (2012) mengatakan kualitas batubara yang termasuk peringkat rendah dengan kandungan volatile matter yang cukup tinggi memungkinkan terjadinya spontaneous combustion pada stockpile batubara sehingga memerlukan stockpile managemen yang baik. Apabila batubara telah terbakar pada stockpile batubara, maka dilakukan penanganan sebagai berikut : a. Melakukan spreading atau penyebaran untuk mendinginkan suhu batubara. b. Bila kondisi cukup parah, maka bagian batubara yang kualitasnya telah turun dapat dibuang. c. Memadatkan batubara yang mengalami self heating atau spontaneous combustion. d. Untuk menyimpan batubara lebih lama bagian atas stockpile harus dipadatkan guna mengurangi resapan udara dan air ke dalam stockpile. Prinsip dasar pengelolan stockpile adalah penerapan sistem FIFO ( First In First Out ) (Gambar 1), dimana batubara yang terdahulu masuk harus dikeluarkan terlebih dahulu. Disamping itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam manajemen stockpile adalah sebagai berikut: a. Kontrol Temperatur dan Swabakar b. Kontrol Terhadap Kontaminasi dan Housekeeping c. Kontrol Terhadap Aspek Kualitas Batubara d. Kontrol Terhadap Aspek Lingkungan
3.
Gambar 1: Sistem FIFO (First In First Out) Syarat Teknik Penimbunan Batubara Didalam menentukan kapasitas penimbunan didalam stockpile, maka akan bergantung dengan desain stockpile yang telah direncanakan. Pada stockpile yang direncanakan memiliki kapasitas yang besar, maka perencanaan desain stockpile harus benar-benar sesuai, hal ini untuk mencegah batubara yang ditimbun turun kebagian bawah. Dalam hal ini akan seolah-olah kehilangan batubara didalam stockpile. Menurut Mulyana, hana (2005) syarat teknis penimbunan meliputi: 1) Kualitas Batubara Batubara sebagai salah satu syarat teknis penimbunan juga harus diperhatikan. Batubara yang berpengaruh sebagai berikut: a. Batubara yang ditimbun diusahakan sejenis Untuk menghindari terbakarnya batubara kelas lebih tinggi maka untuk setiap satu lokasi penimbunan digunakan batubara yang sejenis (kelas dan kualitas yang sama). Hal tersebut dikarenakan batubara kelas lebih rendah lebih mudah dan cepat untuk terbakar dengan sendirinya,
sehingga panas yang dihasilkan oleh batubara kelas lebih rendah terakumulasi dan mempengaruhi batubara kelas lebih tinggi untuk terbakar. b. Ukuran butir Ukuran butiran memiliki pengaruh terhadap timbulnya swabakar, ketidakseragaman ukuran butir pada timbunan batubara juga akan memudahkan batubara mengalami oksidasi. Pada dasarnya semakin besar luas permukaan yang berhubungan langsung dengan udara luar, semakin cepat proses swabakar. Sebaliknya semakin besar ukuran bongkah batubara, semakin lambat proses swabakar. 2) Desain Permukaan Dasar Stockpile
Permukaan dasar dari suatu stockpile harus dibuat stabil dan dibuat bedding dengan menggunakan material yang cukup kuat untuk menopang berat tumpukan batubara. Selain itu permukaan dasar stockpile harus dibuat agak cembung agar drainase pada stockpile lancar. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi genangan air yang terjebak di tengah stockpile pada saat hujan. Pada penumpukan batubara yang menyerupai kerucut, titik berat akan berada di sekitar pusat lingkaran. Hal ini akan menyebabkan terjadinya penurunan dasar stockpile. Penurunan dasar stockpile dapat dilihat pada (Gambar 2).
Gambar 2: Penurunan Dasar Stockpile. (Mulyana, hana, 2005) Apabila terjadi penurunan dasar stockpile, maka akan menyebabkan air terjebak dalam cekungan tersebut yang mengakibatkan terjadinya perbedaan humiditas dalam tumpukan batubara tersebut yang dalam jangka panjang akan memicu terjadinya self heating atau menjadi akselerator pada saat batubara bagian atas mengalami kenaikan temperatur. Selain itu cekungan tersebut semakin lama akan semakin dalam dengan kegiatan operasional di stockpile yang pada akhirnya akan menimbun
sebagian
batubara kedalam tanah. Pada saat pengambilan batubara atau reclaiming, yang dijadikan dasar permukaan adalah level disekitar pinggiran stockpile yang belum turun, sehingga pada saat pengambilan batubara di bagian tengah tumpukan, batubara dalam cekungan yang diakibatkan dari beban batubara tersebut akan tertinggal dan semakin lama semakin banyak. Apabila hal ini terjadi maka kita seolah-olah kehilangan batubara pada saat dilakukan pengukuran stock inventory yang biasanya diukur secara berkala baik bulanan atau tahunan. Dengan membuat dasar stockpile cukup kuat dan relatif cembung, maka diharapkan kejadian tersebut diatas dapat dicegah. Cekungan yang terbentuk dan terisi batubara dapat dilihat pada (Gambar 3) e. f. g. h.
Gambar 3: Cekungan Stockpile Yang Akan Terisi Batubara. (Mulyana, Hana 2005) 3) Keadaan Tempat Penimbunan Keadaan tempat timbunan di daerah stockpile akan
berpengaruh
terhadap syarat teknis penimbunan yang dilakukan pada saat penimbunan batubara yang baru masuk kedalam stockpile. Untuk itu perlu diperhatikan syarat-syarat keadaan tempat penimbunan yang baik. Syarat keadaan penimbunan yang baik adalah sebagai berikut: a. Area Penimbunan yang Bersih Area penimbunan batubara harus bebas dari segala material yang mudah terbakar seperti kayu dan sampah. Selain itu juga harus bebas dari potongan-potongan logam. b. Pembuatan Saluran Air di Sekeliling Stockpile Untuk mengalirkan air yang berasal dari tumpukan batubara baik yang berasal dari air hujan, maupun yang berasal dari penyemprotan air di sekeliling areal stockpile tersebut harus dibuatkan paritan atau saluran air yang akhirnya di alirkan ke settling pond atau kolam pengendap. Air yang melewati tumpukan batubara akan melarutkan batubara halus dari tumpukan batubara, sehingga partikel batubara yang halus tersebut akan terbawa oleh aliran air. Sebelum air dialirkan ke sungai, perlu ada pengolahan air dari stockpile tersebut, atau paling tidak dibuatkan kolam pengendap. Dengan demikian partikel batubara yang terbawa oleh aliran air dari stockpile tersebut tidak mencemari lingkungan khususnya tidak mencemari sungai. Selain settling pond, apabila terbukti dari pengukuran bahwa air yang berasal dari stockpile tersebut bersifat asam, maka perlu juga dilakukan netralisasi. Netralisasi air asam dari batubara dapat menggunakan kapur.
Proses netralisasi dilakukan setelah air tersebut melewati settling pond, atau dilakukan sebelum air dibuang ke sungai atau ke laut. c. Posisi Stockpile Posisi stockpile harus memperhatikan arah angin. Dengan mengetahui arah angin maka posisi stockpile diusahakan tidak menghadap arah angin terutama pada bagian panjang stockpile sehingga permukaan timbunan yang diterpa angin semakin kecil yang bertujuan menghindari proses oksidasi pada timbunan yang menyebabkan spontaneous combustion. 4. Sistem Penumpukan dan Pola Penimbunan Sistem penumpukan batubara harus diatur sedemikian rupa agar segregasi atau pemisahan stock berdasarkan perbedaan kualitas dapat dilakukan dengan baik, juga tumpukan tersebut dapat meminimalkan resiko terjadinya pembakaran spontan di stockpile. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menumpuk batubara memanjang searah dengan arah angin agar permukaan tumpukan batubara yang menghadap ke arah datangnya angin menjadi kecil. Arah penumpukan batubara dapat dilihat pada (Gambar 4).
i.
Gambar 4: Arah Penumpukan Batubara. (Mulyana, hana 2005) Pemadatan terhadap seluruh permukaan dapat dilakukan apabila batubara tersebut akan disimpan dalam jangka waktu yang lama. Namun demikian hal
tersebut dapat dilakukan tergantung ada desain penumpukan batubara di stockpile tersebut. Untuk penumpukan batubara dengan system stacking biasa, pemadatan permukaan batubara dapat dilakukan dengan mudah. Untuk menghindari segregasi partikel batubara yang halus dengan yang besar yang akan mempercepat terjadinya pembakaran spontan, maka penumpukan harus dibuat sedemikian rupa agar seggregasi partikel tersebut dapat diminimalkan. Caranya adalah dengan membuat tumpukan dengan bentuk chevron atau windrow. Selain itu untuk mencegah atau memperlambat terjadinya pemanasan dengan sendirinya di stockpile adalah dengan mengusahakan agar permukaan bagian atas tumpukan dibuat rata dan tidak berpuncak-puncak. Karena apabila permukaan atas tidak rata atau berpuncakpuncak, maka hal ini juga dapat menyebabkan percepatan terjadinya oksidasi batubara yang mengarah ke terjadinya pmbakaran spontan. Untuk maintenance stockpile dan untuk merelokasi batubara yang terbakar apabila tidak bisa dicegah, maka tumpukan batubara harus diatur agar tidak ada bagian tumpukan batubara yang sampai ke tepi areal stockpile. Di sekeliling tumpukan batubara harus ada akses jalan baik untuk kontrol maupun untuk excavator apabila diperlukan untuk menggali batubara yang terbakar (Gambar 5).
Gambar 5: Akses Jalan Di Sekeliling Tumpukan Batubara. (Mulyana, hana 2005)
Sedangkan pada pola penimbunan, terdiri dua metode yaitu metode penimbunan terbuka (open stockpile) dan metode penimbunan tertutup (coverage storage). Penimbunan yang umum dilakukan di dalam kegiatan pertambangan adalah dengan metode penimbunan terbuka (open stockpile). Open stockpile adalah penumpukan material di atas permukaan tanah secara terbuka dengan ukuran sesuai tujuan dan proses yang digunakan. Terdapat beberapa macam pola penimbunan antara lain sebagai berikut: 1. Cone ply merupakan pola dengan bentuk kerucut pada salah satu ujungnya sampai tercapai ketinggian yang dikehendaki dan dilanjutkan menurut panjang stockpile. Pola ini menggunakan alat curah, seperti stacker reclaimer. 2. Chevron merupakan pola dengan menempatkan timbunan satu baris material, sepanjang stockpile dan tumpukan dengan cara bolak balik hingga mencapai ketinggian yang diinginkan. Pola ini baik untuk alat curah seperti belt conveyor atau stacker reclaimer. 3. Chevcon merupakan pola penimbunan dengan kombinasi antara pola penimbunan Chevron dan pola penimbunan Cone ply. 4. Windrow merupakan pola dengan tumpukan dalam baris sejajar sepanjang lebar stockpile dan diteruskan sampai ketinggian yang dikehendaki tercapai. Umumnya alat yang digunakan adalah backhoe, bulldozer, dan loader. 5. Spontaneous Combustion pada Batubara Menurut Mulyana, hana (2005) mengatakan bahwa Spontaneous combustion atau disebut juga self combustion adalah salah satu fenomena yang terjadi pada batubara pada waktu batubara tersebut disimpan atau di storage / stockpile dalam jangka waktu tertentu. Proses spontaneous combustion diketahui dari proses self heating atau pemanasan dengan sendirinya yang berasal dari oksidasi atau suatu reaksi kimia dari suatu mineral didalam batubara itu sendiri.
Menurut Falcon, R.M (1986) menyebutkan spontaneous combustion pada semua batubara terjadi akibat kontak atmosfir (udara) yang secara cepat atau lambat menunjukkan tanda-tanda oksidasi dan pelapukan dengan resultan penurunan konten kalori, volatile matter, dan terjadinya swelling capacities. Reaksi eksotermis yang menghasilkan panas apabila tidak hilang akan mencapai suhu inisiasi yang pada akhirnya membentuk titik api pada hot spot batubara. Reaksi spontaneous combustion dapat digambarkan sebagai berikut: C
+ O2 (>5%)
CO2 (150°F - 200° F)
CO2 + C
CO (212° F - 300° F)
Menurut Sukandarrumidi (2008), proses spontaneous combustion mengalami proses bertahap yang dijelaskan sebagai berikut: 1) Mula-mula batubara akan menyerap oksigen dari udara secara perlahanlahan dan kemudian temperatur udara akan naik. 2) Akibat temperatur naik kecepatan batubara menyerap oksigen dan udara bertambah dan temperatur kemudian akan mencapai 100oC – 140oC. 3) Setelah mencapai temperatur 140oC, uap dan CO2 akan terbentuk sampai temperatur 230oC, isolasi CO2 akan berlanjut. Bila temperatur telah berada di atas 350oC, ini berarti batubara telah mencapai titik sulutnya dan akan cepat terbakar. 6.
Faktor-faktor Penyebab Batubara Terbakar Sendiri Batubara merupakan bahan organic, dan apabila bersinggungan langsung dengan dalam keadaan temperature tinggi maka akan menyebabkan terjadinya spontaneous
combustion.
Pada
stockpile
batubara,
pengaturan
sudut
kemiringan akan diperhitungkan karena akan berpengaruh terhadap terpaan angin. Menurut sukandarrumidi (2008), sebab-sebab terjadinya spontaneous combustion adalah sebagai berikut: 1) Reaksi eksotermal (uap dan oksigen di udara). Reaksi ini merupakan hal yang paling sering terjadi. 2) Akibat bakteri. 3) Aksi katalis dari benda-benda anorganik. Sedangkan kemungkinan dapat terjadinya spontaneous combustion diantara sebagai berikut:
1)
Karbonisasi yang rendah (low carbonization)
2) Kadar belerangnya tinggi (>2%). Ambang batas belerang yang disarankan sebaiknya 1,2% saja. 7.
Penanggulangan Batubara yang Terbakar Sendiri Menurut Sukandarrumidi (2008) Bilamana batubara yang ditimbun di tempat penimbunan yang tertutup (indoor storage) maka harus dibuat peraturan agar gudang penimbunan tersebut bersih dari endapan-endapan debu batubara, terutama yang ditemukan di permukaan alat-alat. Dengan demikian maka perlu ada perawatan yang terus menerus dan konstan. Apabila tempat penimbunan ini terbuka (outdoor storage) maka sebaiknya dipilih tempat yang rata dan tidak lembab. Hal ini untuk menghindari penyusutan kotoran-kotoran (impurities). Untuk batubara yang mengandung zat-zat tinggi, maka perlu dilakukan penyiraman air (sprinkler). Penyiraman batubara yang terlalu lama juga membahayakan. Paling lama batubara sebaiknya disimpan selama 1 bulan. Penanganan swabakar dapat dilakukan dengan mengikuti langkahlangkah berikut ini (Mulyana, 2005): 1) Apabila spontaneous combustion tidak dapat dicegah, dan terjadi di stockpile maka evakuasi batubara yang terbakar harus segera dilakukan. 2) Hati-hati dalam menangani batubara yang terbakar tersebut. Semua alat safety yang diperlukan harus digunakan. 3) Treatment batubara yang terbakar dapat dilakukan sebagai berikut: f. Lakukan penyemprotan terhadap nyala api yang terjadi dengan menggunakan air dengan jarak yang tidak terlalu dekat dengan api tersebut. Lakukan sampai nyala api benar-benar hilang dan temperatur batubara tersebut sudah turun. g. Buang abu yang terdapat pada bekas batubara yang terbakar tersebut. h. Lakukan penggalian terhadap batubara apabila stockpile tersebut terbakar. Hati-hati dalam menggali batubara yang sudah terbakar karena dapat menimbulkan ledakan api atau flame explosion. i. Relokasi batubara yang panas tetapi belum terbakar ke lokasi stockpile yang aman. Spread atau tebarkan batubara tersebut untuk menurunkan temperaturnya. j. Tumpuk kembali batubara tersebut segera setelah temperaturnya turun. Lakukan pemadatan apabila batubara tersebut tidak akan dimuat.
Menurut
Muchjidin
(2005),
beberapa
anjuran
dalam
melakukan
penumpukan batubara untuk mengurangi kecenderungan terjadinya swabakar antara lain: 1) 2) 3) 4) 5) 6)
Segresi dari batubara berukuran besar harus dihindarkan Memadatkan permukaan yang menghadap kearah angin Mengurangi ketinggian stockpile Mengurangi sudut slope tumpukan Ketinggian Stacker harus diperkecil Melindungi stockpile dari tiupan angin, penyemprotan dengan air terhadap batubara yang panas, dan menggunakanantioksidan serta melapisi permukaan timbunan batubara agar tidak terjadi penetrasi udara ke dalam timbunan batubara. Swabakar dari suatu jenis batubara di tempat timbunan atau penyimpanan
umumnya disebabkan oleh dua factor yaitu udara dan panas, maka pencegahan terjadinya swabakar hanya dapat dilakukan apabila salah satu dari kedua factor ini
dihilangkan
atau
ditiadakan
melalui
tindakan
pemadatan
dalam
memperkecil terjadinya kontak antara partikel batubara dengan oksigen dari udara. Hal ini perlu dilakukan, terutama untuk penimbunan atau penyimpanan jangka panjang (reserve storage or long term consolidated stockpile (untuk jangka waktu penimbunan lebih dari 3 bulan) untuk mencegah terjadinya penurunan kualitas batubara disamping untuk mengurangi bahaya swabakar yang menyebabkan kebakaran. Pemadatan timbunan batubara harus dilakukan secara sistematis yaitu dilakukan secara lapis demi lapis dimana setiap lapis yang disebarkan merata setebal ±0,5 sampai 1,0 m dan langsung dipadatakan dengan rubber-tired heavy mobile equipment, seperti loader daripada dengan bulldozer yang umumnyamemakai track, untuk mencegah kehancuran partikel batubara lebih lanjut. Permukaan datar dan kemiringan di sisi samping timbunan batubara harus dikompakan. Perataan permukaan seharusnya dilaksanakan untuk mempermudah pengeringan air dan penyemprotan air. Permukaan kemiringan bagian sisi timbunan batubara sebaiknya dilapisi dengan bahan yang tidak mudah terbakar untuk mencegah masuknya aliran udara kedalam timbunan
batubara tersebut. Dalam hal ini, terutama untuk tempat timbunan batubara yang dikompakan berjangka panjang (reserve storageor long term consolidated stockpile), sudut sisi miring sampai ke puncak timbunan harus kurang dari sudut alami yang terbentuk oleh batubara yang ditimbunkan (angle of repose) sekitar 45o. Biasanya sudut inidibuat selandai mungkin sekitar 15o dan 30o atau rata-rata 20o dari bidang datar tanah supaya alat pengompakan bias bekerja aman.
J. JADWAL KEGIATAN Rencana pelaksanaan kerja tugas akhir adalah mulai tanggal 30 Januari 2017 sampai dengan 27 Maret 2017, dengan jadwal pelaksanaan sebagai berikut:
No
Waktu Pelaksanaan Minggu Ke -
Kegiatan 1
1.
Orientasi Lapangan
2.
Pengumpulan Referensi dan Data
3.
Konsultasi dan Bimbingan
4.
Pengolahan Data
5.
Penyusunan dan Pengumpulan Draft Laporan
2
3
4
5
6
7
K. PENUTUP Demikianlah proposal ini kami buat sebagai bahan pertimbangan bagi Bapak/Ibu agar dapat menerima kami untuk melaksanakan Tugas Akhir di PT. Bukit Asam (Persero), tbk. Melihat keterbatasan dan kekurangan yang saya miliki, maka saya sangat mengharapkan bantuan dan dukungan baik secara
8
moril maupun materiil dari pihak perusahaan untuk kelancaran penelitian Tugas Akhir ini. Adapun bantuan yang sangat kami harapkan dalam pelaksanaan penelitian Tugas Akhir ini adalah : 1. Adanya bimbingan selama penelitian Tugas Akhir 2. Kemudahan dalam pengambilan data-data yang diperlukan selama melaksanakan Tugas Akhir Semoga hubungan baik antara pihak industri pertambangan dengan pihak institusi pendidikan pertambangan di Indonesia tetap berlangsung secara harmonis demi kemajuan dunia pendidikan dan perkembangan industri pertambangan Indonesia. Atas perhatian dan bantuan yang diberikan, kami ucapkan terima kasih. L. DAFTAR PUSTAKA American Society for Testing And Material from Annual Book ASTM Standard, petroleum Products, Lubrications and Fossil Fuels Volume 125, Coal and Coke, Philadelphia 2007. Carperter, A. M. 1999. Management Of Coal Stockpiles. IEA Coal Reseach. Hana, M. 2005. Kualitas Batubara dan Stockpile Management. Yogyakarta: PT. Geoservices, LTD. Muchhidin. 2005. Pengendalian Mutu Dalam Industri Batubara. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Sukandarrumidi. 2008. Batubara dan Gambut. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada aaaaa Sulistyana dan Saputra. 2007. Perencanaan Tambang. Yogyakarta: Awan Putih Offset.