DISTOSIA BAHU
I. PENDAHULUAN Distosia secara harfiah berarti kesulitan persalinan dan ditandai oleh keterlambatan kemajuan pada proses persalinan. Umumnya, proses persalinan yang abnormal terjadi bila terdapat disproporsi antara bagian dari tubuh janin dan jalan lahir.1 Pada persalinan dengan persentasi kepala, setelah kepala bayi lahir, bahu tidak dapat dilahirkan dengan cara pertolongan biasa dan tidak didapatkan sebab lain dari kesulitan tersebut. 2 Distosia atau partus macet merupakan kelainan yang disebabkan oleh 3 hal, yaitu3 : 1. Kelainan tenaga atau his. Kelainan his terutama ditemukan pada primigravida, khusunya primi tua. Pada multipada lebih banyak ditemukan kelainan yang bersifat inersia uterina. Jenis-jenis kelainan his seperti inersia, his terlampau adekuat dan his yang tidak terkoordinasi. 2. Kelainan janin. Kelainan janin seperti kelainan letak, presentasi atau posisi maupun kelainan dalam bentuk janin. 3. Kelainan jalan lahir. Kelainan dalam ukuran atau bentuk jalan lahir bisa menghalangi kemajuan persalinan atau menyebabkan kemacetan. Distosia bahu merupakan salah satu kegawatdaruratan obstetrik yang berpotensi mengancam jiwa sehingga yang memerlukan penanganan segera. Apabila penanganan distosia ini ditunda maka dapat menyebabkan komplikasi baik bagi janin yaitu fraktur klavikula, cedera pleksus brakhialis, hipoksia yang dapat menyebabkan kerusakan otak hingga kematian. Sedangkan komplikasi pada ibu seperti perdarahan akibat laserasi jalan lahir episiotomi maupun atonia uterina. Untungnya penanganan distosia bahu memiliki angka keberhasilan yang tinggi cukup dengan beberapa manuver obstetrik karena dengan tarikan biasa ke arah belakang pada kepala bayi tidak berhasil untuk melahirkan bayi.1,2
1
Gambar 1. Distosia bahu. 4
II. ANATOMI PANGGUL a. Pintu Atas Panggul Pintu atas panggul merupakan suatu bidang yang dibatasi di sebelah posterior oleh promontorium, di lateral oleh linea terminalis dan di anterior oleh pinggir atas simfisis. Pada panggul ginekoid pintu atas panggul hamper bundar, kecuali di daerah promontorium agak masuk sedikit. 5 Ukuran ukuran pintu atas panggul penting untuk diketahui. 5
Diameter anteroposterior, yang disebut juga konyugata obstetrika, diukur dari promontorium sampai ke tengah permukaan posterior simfisis.
Konyugata diagonalis, yaitu jarak bagian bawah simfisis sampai ke promontorium, yang dapat diukur dengan memasukkan jari tengah dan telunjuk ke dalam vagina dan mencoba meraba promontorium. Pada panggul normal promontorium tidak teraba dengan jari yang panjangnya 12 cm.
Konyugata vera, yaitu jarak pinggir atas simfisis dengan promontorium diperoleh dengan mengurangi konyugata diagonalis dengan 1,5 cm.
Diameter transversa adalah jarak terjauh garis lintang pintu atas panggul, biasanya sekitar 12,5 – 12,5 – 13 13 cm.
2
Diameter oblikua, yaitu garis yang dibuat antara persilangan konyugata vera dengan diameter transversa ke artikulasio sakroiliaka, yang panjangnya sekitar 13 cm.
Gambar 2. Pintu atas panggul dengan konyugata vera, diameter transversa, dan diameter oblikua.
5
b. Ruang Panggul Ruang panggul merupakan saluran di antara pintu atas panggul dan pintu bawah panggul. Dinding anterior sekitar 4 cm terdiri atas os pubis dengan simfisisnya. Dinding posterior dibentuk oleh os sacrum dan os koksigeus, sepanjang + 12 cm. karena itu ruang panggul berbentuk saluran dengan sumbu melengkung ke depan. 5
Gambar 3. Ruang panggul
5
3
Sumbu ini adalah garis yang menghubungkan titik temu konyugata vera dengan diameter trensversa di pintu atas panggul dengan titik-titik sejenis di Hodge II, III, dan IV. Arah sumbu ini sesuai pula dengan arah tarikan cunam atau vakum pada persalinan dengan tindakan. 5 c. Pintu Bawah Panggul Batas atas pintu bawah panggul adalah setinggi spina iskhiadika. Jarak antara kedua spina ini disebut diameter bispinosum adalah sekitar 9,5 – 10 cm. batas bawah pintu bawah panggul berbentuk segi empat panjang, di sebelah anterior dibatasi oleh arkus pubis, di lateral oleh tuber iskii, dan di posterior oleh os koksigis dan ligamentum sakrotuberosum. 5 Pada panggul normal, besar sudut (arkus pubis) adalah + 90 o. jika kurang dari 90o, lahirnya kepala janin lebih sulit karena ia memerlukan lebih banyak tempat ke posterior. Diameter anteroposterior pintu bawah panggul diukur dari apeks arkus pubis ke ujung os koksigis. 5
Jenis Panggul Menurut Caldwell -M oloy
5
Jenis ginekoid, ditemukan pada 45% wanita. Panjang diameter anteroposterior hampir sama dengan diameter transversa.
Jenis platipelloid, ditemukan pada 5% wanita. Diameter transversa lebih besar daripada diameter anteroposterior.
Jenis anthropoid, ditemukan pada 35% wanita. Bentuk pintu atas panggul agak lonjong seperi telur. Diameter anteroposterior lebih besar daripada diameter transversa.
Jenis android, ditemukan pada 15% wanita dan umumnya jenis panggul yang dimiliki oleh pria. Bentuk pintu atas panggul hampir segitiga. Diameter anteroposterior hampir sama panjangnya dengan diameter transversa, tetapi diameter transversa dekat dengan sacrum. Bagian dorsal dari pintu atas panggul gepeng, bagian ventral menyempit ke arah depan.
4
Gambar 4. Jenis-jenis panggul
5
III. EPIDEMIOLOGI Pada tahun 2002, tingkat persalinan caesar adalah 26,1% dan tingkat tertinggi pernah dilaporkan untuk Amerika Serikat Menurut American College of Obstetricians dan dokter kandungan (2003), sekitar 60% dari persalinan caesar rujukan di Amerika Serikat disebabkan oleh diagnosis distosia, sehingga distosia menjadi diagnosis yang telah dianggap penting dalam praktek Obstetri modern. 1 Insiden distosia bahu sebesar 0,2 – 0,3% dari seluruh persalinan pervaginam presentasi kepala. Apabila distosia bahu didefinisikan sebagai jarak waktu antara lahirnya kepala dengan lahirnya badan bayi lebih dari 60 detik, maka insidennya menjadi 11%. 2 Insiden distosia bahu bervariasi tergantung dari kriteria diagnosis yang digunakan. Sebagai contoh, Gross, dkk tahun 1987 menemukan insiden sebesar 0,9% dari 11.000 persalinan pervaginam dari data Toronto general Hospital di Kanada.
Distosia bahu murni yang didiagnosis ketika dilakukan
maneuver untuk melahirkan bahu dengan tarikan ke arah bawah dan episiotomi ditemukan hanya 24 kasus kelahiran (0,2%). Kejadian trauma neonatus dilaporkan cukup tinggi pada persalinan dengan distosia bahu murni. Penelitian yang dilakukan oleh Ginberg dan Moisidis pada tahun 2001 menemukan kejadian distosia bahu yang berulang pada 17% pasien. 6
5
IV. FAKTOR-FAKTOR RISIKO Belum ada cara untuk memastikan akan terjadinya distosia bahu pada suatu persalinan. Meskipun sebagian besar distosia bahu dapat ditolong tanpa morbiditas tetapi apabila terjadi komplikasi dapat menimbulkan kekecewaan dan adanya potensi tuntutan terhadap pertolongan persalinan. Untuk mengurangi risiko morbiditas pada bayi dan mencegah terjadinya tuntutan, penolong persalinan perlu mengidentifikasi faktor risiko terjadinya distosia bahu dan mengkomunikasikan akibat yang dapat terjadi pada ibu serta keluarganya. 2,6,7 1. Ibu dengan diabetes. 2. Janin besar (makrosomia), distosia bahu lebih sering terjadi pada bayi dengan berat bayi yang lebi besar, meski demikian hampir separuh dari kelahiran distosia bahu memiliki berat kurang dari 4000 gram. 3. Riwayat obesitas/ persalinan bayi besar. 4. Ibu dengan obesitas. 5. Multiparitas. 6. Kehamilan posterm, dapat menyebabkan distosia bahu karena janin terus tumbuh setelah usia 42 minggu. 7. Riwayat obstetrik dengan persalinan lama/sulit atau riwayat distosia bahu. 8. Cephalopelvic Disproportion (CPD).
V. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI Setelah
kelahiran
kepala,
akan
terjadi
putaran
paksi
luar
yang
menyebabkan kepala berada pada sumbu normal dengan tulang belakang. Bahu pada umumnya akan berada pada sumbu miring (oblique) di bawah ramus pubis. Dorongan pada saat ibu meneran akan menyebabkan bahu depan (anterior) berada di bawah pubis, bila bahu gagal untuk mengadakan putaran menyesuaikan dengan sumbu miring dan tetap berada pada posisi anteroposterior, pada bayi yang besar akan terjadi benturan bahu depan terhadap simfisis sehingga bahu tidak bisa lahir mengikuti kepala.7 Distosia Bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan bahu untuk “melipat” ke dalam panggul (misalnya: pada makrosomia) disebabkan 6
oleh fase aktif dan persalinan kala II yang pendek pada multipara sehingga penurunan kepala yang terlalu cepat menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan lahir atau kepala telah melalui pintu tengah panggul setelah mengalami pemanjangan kala II sebelah bahu berhasil melipat masuk ke dalam panggul.7
VI. GAMBARAN KLINIS DAN DIAGNOSIS Akibat mekanisme yang sudah dijelaskan di atas, kepala yang sudah dilahirkan akan tidak dapat melakukan putar paksi luar, dan tertahan akibat adanya tarikan yang terjadi antara bahu anterior dengan kepala (turtle sign).2 Distosia Bahu dapat dikenali apabila didapatkan adanya 2 :
Kepala bayi sudah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan,
Kepala bayi sudah lahir, tetapi tetap menekan vulva dengan kencang,
Dagu tertarik dan menekan perineum,
Traksi pada kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang tetap tertahan di cranial simphysis pubis. Begitu Distosia
Bahu dikenali,
maka
prosedur
tindakan
untuk
menolongnya harus segera dilakukan. 2
VII. PENANGANAN Distosia bahu merupakan kegawatdaruratan bidang kebidanan yang sangat serius. Yang perlu diperhatikan penolong pada proses dan pengelolaan tindakan adalah8 : Tetap tenang, tidak panik, dan berpikir logis. Selalu ingat bahwa masalahnya adalah di bagian panggul. Menarik bayi atau mendorong bayi turun pada fundus, keduanya tidak membantu dan tindakan yang berbahaya. Waktu tidak bisa dipercaya, cobalah untuk melihat waktu sesekali atau sampaikan pada seseorang untuk menjadi pencatat waktu. Masih ada waktu untuk symphysiotomy yang dapat menyelamatkan hidup.
7
Berhati-hati dan pencatatan dokumentasi yang tepat sangat penting setelah tindakan. Diperlukan kerjasama antara ibu dan penolong. Ibu harus kooperatif saat dilakukan beberapa mauver untuk melahirkan janin. Oleh karena itu perlu dilakuakan informed consent . Selain itu diperlukan seorang asisten untuk membantu, sehingga bersegeralah minta bantuan. Jangan melakukan tarikan atau dorongan sebelum memastikan bahwa bahu posterior sudah masuk ke panggul. Bahu posterior yang belum melewati pintu atas panggul akan semakin sulit dilahirkan bila dilakukan tarikan pada kepala. Untuk mengendorkan ketegangan yang menyulitkan bahu posterior masuk panggul tersebut, dapat dilakukan episiotomi yang luas disertai posisi McRobert (posisi dada-lutut). Dorongan pada fundus juga tidak diperkenankan karena semakin menyulitkan bahu untuk dilahirkan dan beresiko menimbulkan ruptura uteri. Di samping perlunya asisten dan pemahaman yang baik tentang mekanisme persalinan, keberhasilan pertolongan persalinan dengan distosia bahu juga ditentukan oleh waktu. Setelah kepala lahir akan terjadi penurunan pH Arteria umbilikalis dengan laju 0,04 unit/menit. Dengan demikian, pada bayi yang sebelumnya tidak mengalami hipoksia tersedia waktu antara 4-5 menit untuk melakukan manuver melahirkan bahu sebelum terjadi cedera hipoksia pada otak.2
Pengelolaan Umum
Selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya distosia bahu pada seti ap persalinan, terutama sebagai antisipasi terhadap taksiran berat janin yang besar dan persalinan ibu dengan diabetes melitus. Harus selalu diupayakan untuk melakukan deteksi dini bayi makrosomia. Dianjurkan agar proaktif melakukan seksio sesaria bila terdapat makrosomia.9
Syarat9 :
Kondisi vital ibu cukup memadai sehingga dapat bekerja sama untuk menyelesaikan persalinan.
Masih memiliki kemampuan untuk mengedan. 8
Jalan lahir dan pintu bawah panggung memadai untuk akomodasi tubuh bayi
Bayi masih hidup atau diharapkan dapat bertahan hidup.
Bukan akibat kelainan congenital yang menghalangi keluarnya bayi.
Secara sistematis tindakan pertolongan distosia bahu adalah sebagai berikut :
1. Manuver McRobert Maneuver ini cukup sederhana dan tingkata keberhasilannya mencapai 42%. Manuver ini dimulai dengan memposisikan ibu dalam posisi McRobert, yaitu ibu telentang, memfleksikan kedua paha sehingga lutut menjadi sedekat mungkin ke dada dan rotasikan kedua kaki ke arah luar (abduksi). Manuver ini dapat dilakukan dengan bantuan asisteren. Manuver ini menyebabkan sakrum bertambah lurus, memutar simfsis pubis ke arah kepala ibu hamil, mengurangi sudut inklinasi tulang pelvis dan membebaskan bahu depan dari cengkraman simfisis pubis. Kemudian lakukan episiotomi yang cukup lebar. 2,10,11 Gabungan episiotomi dan posisi McRobert akan mempermudah bahu posterior melewati promontorium dan masuk ke dalam panggul. Mintalah asisten menekan suprasimphysis ke arah posterior menggunakan pangkal tangannya untuk menekan bahu anterior agar masuk di bawah simfisis. Sementara itu lakukan tarikan pada kepala janin ke arah posterokaudal dengan mantap. Langkah tersebut akan melahirkan bahu anterior. Hindari tarikan yang berlebihan karena akan mencederai pleksus brachialis. Setelah bahu anterior dilahirkan,
langkah
selanjutnya
sama
dengan
pertolongan
persalinan
presentasi kepala. Manuver ini cukup sederhana, aman dan dapat mengatasi sebagian besar distosia bahu derajat ringan sampai sedang. 1,2,10,11
9
Gambar 4. Manuver McRobert 10
Gambar 5. Manuver McRobert, Os sacrum menjadi lebih lurus 10
2. Tekanan ringan pada suprapubik (Manuver Masanti) Mintalah
asisten
menekan
suprasimphisis
ke
arah
posterior
menggunakan pangkal tangannya untuk menekan bahu anterior agar mau 10
masuk ke bawah simfisis. Sementara itu lakukan tarikan pada kepala janin ke arah posterokaudal dengan mantap. 1,2,10,11
Gambar 6. Tekanan pada suprapubik 10
3. Manuver Rubin Terdiri dari 2 langkah1,2,10,11 :
Pertama, Mengubah posisi bahu anak dari satu sisi ke sisi lain dengan melakukan tekanan pada abdomen ibu
Kedua, bila tidak berhasil maka dilakukan langkah berikutnya yaitu tangan mencari bahu anak yang paling mudah untuk dijangkau dan kemudian ditekan kedepan ke arah dada anak. Tindakan ini untuk melakukan abduksi kedua bahu anak sehingga diameter bahu mengecil dan melepaskan bahu depan dari simphysis pubis.
11
Gambar 7. (A) Diameter bahu-ke-bahu ditampilkan sebagai jarak antara dua panah kecil. (B) bahu janin yang lebih mudah dijangkau (anterior ditampilkan di sini) didorong ke dinding dada anterior janin. Tindakan ini dapat mengurangi diameter bahu-ke-bahu dan membebaskan bahu anterior. 1
4. Manuver Wood Dengan melakukan rotasi bahu posterior 180 0 secara
“corkscrew”
(Masukkan satu tangan ke dalam vagina dan lakukan penekanan pada bahu anterior ke arah sternum bayi, untuk memutar bahu bayi dan mengurangi diameter bahu)” maka bahu anterior yang terjepit pada simfisis pubis akan 2,6,7,10
terbebas.
12
Gambar 8. Manuver Corkscrew (Wood).
1
5. Melahirkan bahu belakang Melahirkan
bahu
belakang
dilakukan
pertama
kali
dengan
mengidentifikasi dulu posisi punggung bayi. Masukkan tangan penolong yang bersebrangan dengan punggung bati (punggung kanan berarti tangan kanan, punggung kiri brarti tangan kiri) ke vagina. Temukan bahu posterior, telusuri lengan atas dan buatlah sendi siku menjadi flexi (bisa dilakukan dengan menekan fossa cubiti). Peganglah lengan bawah dan buatlah gerakan mengusap ke arah dada bayi. Langkah ini akan membuat bahu posterior lahir dan memberikan ruang cukup bagi bahu anterior masuk ke dalam simfisis. Namun
apabila
sukar,
bayi diputat
sehingga
bahu depan
lahir
di
belakang.1,2,10,11
13
Gambar 9. (A) Operator memasukkan tangan ke dalam vagina menyusuri humerus posterior janin dan kemudian melalukan flexi lengan posterior atas di depan dada dengan mempertahankan posisi flexi siku. (B) Tangan janin dicekap dan lengan diluruskan melalui wajah janin. (C) lengan posterior dilahirkan.11
Gambar 10. (D) Bahu depan dapat lahir biasa. (E) Namun bila sukar, bayi diputar. (F) Sehingga bahu depan lahir di belakang. 11
14
6. Manuver Rollover (Menungging) Manfaat posisi merangkak/menungging didasarkan asumsi fleksibilitas sendi sakroiliaka bisa meningkatkan diameter sagital pintu atas panggul sebesar 1-2 cm dan pengaruh gravitasi akan membantu bahu posterior melewati promontorium. Pada posisi terlentang atau li totomi, sendi sakroiliaka menjadi terbatas mobilitasnya. Pasien menopang tubuhnya dengan kedua tangan dan kedua lututnya. Pada manuver ini, bahu posterior dilahirkan terlebih dahulu dengan melakukan tarikan kepala ke arah atas dengan hatihati. Segera setelah lahir bahu anterior, lahirkan bahu posterior dengan tarikan perlahan ke arah bagian bawah dengan hati-hati. 1,2,10,11
7. Pematahan Klavikula Jika semua tindakan di atas tetap tidak dapat melahirkan bahu, pilihan lain : Patahkan klavikula untuk mengurangi lebar bahu dan bebaskan bahu depan, kemudian Lakukan tarikan dengan mengait ketiak untuk mengeluarkan lengan belakang. 1,2,10,11
8. Manuver Zavanelli Mengembalikan kepala ke dalam jalan lahir dan anak dilahirkan melalui Seksio Cessaria, memutar kepala anak menjadi occiput anterior atau posterior bila kepala janin sudah berputar dari posisi tersebut, membuat kepala anak menjadi fleksi dan secara perlahan mendorong kepala ke dalam vagina dan yang terakhir lakukan Seksio Cessaria darurat. 1,2,10,11
Adanya singkatan HELPER dan ALARMER yang memudahkan kita untuk mengingat bagaimana sistem penanganan pada distosia bahu 10 : H-help (meminta tolong) E- evaluate for episiotomy (lakukan episiotomi) L-leg (Manuver Mc-Robert) P-Pressure (tekanan pada suprapubik) E-enter (Manuver internal: Wood Screw) 15
R-Remove posterior arm (memindahkan lengan posterior) R-Roll onto hand and knee (menggulirkan tangan dan lutut) A-Ask for help L-Lift :
The buttocks
The Legs
MC Roberts Maneuver
A-Anterior disimpaction of shoulder
Suprapubic pressure (Massanti)
Rotate to oblique (Rubin)
R-Rotation of the posterior shoulder
Woodscrew Maneuver
M-Manual removal of posterior arm (Schwartz) E-Episiotomy -> Consider R-Roll over -> Onto 2-4 or knee chest (Gaskin)
VIII. KOMPLIKASI Janin2,7 :
Fraktur tulang (klavikula dan humerus). Fraktur tulang pada umumnya dapat sembuh sempurna tanpa sekuele, apabila didiagnosis dan di terapi dengan memadai
Cedera pleksus brachialis. Cedera pleksus brachialis dapat membaik dengan berjalannya waktu, tetapi sekuele dapat terjadi pada 50% kasus.
Hipoksia yang dapat menyebabkan kerusakan permanen di otak
Dislokasi tulang servikalis yang fatal juga dapat terjadi akibat melakukan tarikan dan putaran pada kepala dan leher.
Kematian neonatal.
16
Pada ibu2,7 :
Perdarahan akibat laserasi jalan lahir maupun episiotomi.
Rupture uteri
Syok
Infeksi
Trauma psikologis
Gambar 2 : Stretching pleksus brachialis 3 IX. KESIMPULAN Distosia bahu merupakan keadaan dimana bahu anterior tidak dapat melewati tulang simfisis. Faktor risiko utama distosia bahu seperti makrosomia dan ibu dengan diabetes melitus. Distosia bahu dapat dikenali apabila kepala bayi sudah lahir tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan, dagu tertarik dan menekan perineum dan traksi pada kepala tidak berhasil melahirkan bagi yang tetap tertahan di kranial simfisis pubis. Adanya singkatan HELPER dan ALARMER yang memudahkan kita untuk mengingat bagaimana sistem penanganan pada distosia bahu : H-help (meminta tolong) E- evaluate for episiotomy (lakukan episiotomi) L-leg (Manuver Mc-Robert) 17
P-Pressure (tekanan pada suprapubik) E-enter (Manuver internal: Wood Screw) R-Remove posterior arm (memindahkan lengan posterior) R-Roll onto hand and knee (menggulirkan tangan dan lutut)
A-Ask for help L-Lift :
The buttocks
The Legs
MC Roberts Maneuver
A-Anterior disimpaction of shoulder
Suprapubic pressure (Massanti)
Rotate to oblique (Rubin)
R-Rotation of the posterior shoulder
Woodscrew Maneuver
M-Manual removal of posterior arm (Schwartz) E-Episiotomy -> Consider R-Roll over -> Onto 2-4 or knee chest (Gaskin)
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham, Leveno, Bloom, Hauth, Gilstrap, Wenstrom, editors. Dystocia: Abnormal Labor. In : Williams OBSTETRICS. Twenty-second edition. US: McGraw-Hill; 2005. 2. Rukmono Siswishanto. Distosia bahu. Dalam: Prawirohardjo Sarwono, editor. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Jakarta; 2008.h.599-605. 3. Martohoesodo Seto. Patologi Persalinan dan Penatalaksaannya. Dalam: Prawirohardjo Sarwono, editor. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Jakarta; 2007.h.587 4. Lerner Henry. Shoulder Dystocia. [online] 2004-2009; available from URL: http://shoulderdystociainfo.com/shoulder_dystocia.htm 5. Wiknjosastro, Hanifa Prof. dr., dkk. Anatomi Jalan Lahir. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Jakarta; 2010.h.4-8. 6. Widjanarko B dr. Distosia Bahu. [online] 06 september 2009. Available from URL : http://reproduksiumj.blogspot.com/2009/09/distosia-akibatkelainan-janin.html 7. Rhezma. Distosia bahu. [online] 11 april 2009; available from URL: http://rizmazone.blogspot.com/2009/04/distosia-bahu.html 8. Brown, Sara Paterson. Obstetric Emergencies. In : Dewhurst’s Textbook of Obstetrics & Gynaecology . Seventh edition. US: Blackwell Publishing; 2007. 9. Azrul Azwar. Distosia Bahu. Buku Acuan Pelatihan Klinik Pelayanan Obstetri Emergenci Dasar (PONED). Jakarta:JNPK-KR. 2008. h.6.8-12 10. Keri Gardner. Emergency Delivery, Preterm labor and Postpartum Hemorrhage. In: Pearlman, D Mark, Tintinalli, E Judith, Dyne, L Pamela, editors. Obstetric & Gynecologic Emergencies: Diagnosis and st Management , 1 edition. US: McGraw-Hill; 2004 p.317-9 11. DeCherney Alan, Nathan Lauren, Goodwin Murphy, Laufer Neri, editors. Mallpresentation and Cord Prolaps. Current Diagnosis & Treatment 19
Obstetrics & Gynecology , Tenth Edition. US: McGRaw-Hill 2003. 21th Chapter.
20