REFERAT
September, 2017
GANGGUAN MAKAN PADA ANAK
“
”
Nama
: Nur Safriyanti
No. Stambuk
: N 111 16 037
Pembimbing
: dr. Suldiah, Sp.A
DEPARTEMEN DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TADULAKO RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU, 2017
BAB I PENDAHULUAN
Pada bayi dan anak sehat makan merupakan kegiatan rutin sehari-hari yang sederhana yaitu mengkonsumsi makanan dengan memasukkan makanan ke dalam mulut dan menelannya, sebagai sumber semua jenis zat-zat gizi yang diperlukan. Makan merupakan salah satu kegiatan biologis yang kompleks yang melibatkan berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan keluarga, khususnya ibu.1 Jika dilihat dari segi gizi anak, makan merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan individu terhadap berbagai macam zat gizi (nutrien) untuk berbagai keperluan metabolisme berkaitan dengan kebutuhan untuk mempertahankan hidup, mempertahankan kesehatan dan untuk pertumbuhan dan perkembangan.Di samping itu, makan merupakan pendidikan agar anak terbiasa kebiasaan makan yang baik dan benar dan juga untuk mendapatkan kepuasan dan kenikmatan bagi anak maupun bagi pemberinya terutama ibu. 1 Bagi
anak
makan
merupakan
perilaku
yang
kompleks
dengan
keterampilan yang harus dipelajari secara bertahap. Diawali dengan menyusu, kemudian secara bertahap belajar mengkonsumsi berbagai jenis makanan tambahan dan selanjutnya berbagai ragam makanan lain yang biasa dikonsumsi oleh anak maupun orang dewasa. 1 Di samping itu anak belajar tentang hal-hal yang berhubungan dengan makan, antara lain pengaturan jadwal waktu makan. Makan yang teratur diperlukan untuk membina refleks kebiasaan pada saluran pencernaan agar lebih siap untuk menerima, mencerna dan menyerap makanan pada waktu-waktu tertentu. 1 Batasan kesulitan makan pada anak yaitu segala sesuatu yang berkaitan dengan ketidak mampuan bayi/anak untuk mengkonsumsi sejumlah makanan yang diperlukannya secara alami dan wajar, yaitu dengan menggunakan mulutnya secara sukarela. Prevalens kesulitan makan pada anak prasekolah (usia 4 – 6
2
tahun) di Jakarta sebesar 33,6% dan 44,5% di antaranya menderita malnutrisi ringan – sedang, serta 79,2% telah berlangsung lebih dari 3 bulan. George Town University program for child development (GUAPCD) pada tahun 1971 mendapatkan angja 33%, terutama pada anak prasekolah dengan kecacatan. Laporan GUAPCD menyebutkan jenis masalah makan yang terjadi adalah hanya mau makanan lumat/cair (27,3%), kesulitan menghisap, mengunyah, atau menelan (24,1%), kebiasaan makan yang aneh/ganjil (23,4%), tidak menyukai banyak makanan (11,1%), keterlambatan makan mandiri (8%), dan mealtime tantrums (6,1%).2 Masalah gangguan makan pada anak dapat berakibat buruk bagi tumbuh kembang anak. Anak dapat mempunyai peluang besar untuk menderita kurang gizi (Underweight ) karena makanan yang dikonsumsi dalam jumlah sedikit sehingga tidak memenuhi kebutuhan nutrisinya. 3 Berdasarkan latar belakang diatas, maka disusunlah referat mengenai gangguan makan pada anak.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Jika bayi atau anak menunjukkan gangguan yang berhubungan dengan makan atau pemberian makan akan segera mengundang kekawatiran ibu. Keluhan yang biasa disampaikan berbagai macam di antaranya : 2 a.
Penerimaan makanan yang tidak/kurang memuaskan.
b.
Makan tidak mau ditelan.
c.
Makan terlalu sedikit atau tidak nafsu makan.
d.
Penolakan atau melawan pada waktu makan.
e.
Kebiasaan makan makanan yang aneh (pika).
f.
Hanya mau makan jenis tertentu saja.
g.
Cepat bosan terhadap makanan yang disajikan.
h.
Kelambatan dalam tingkat keterampilan makan.
i.
Dan keluhan lain.
2.2 Etiologi
Gangguan makan dapat terjadi pada semua kelompok usia anak, tetapi jenis kesulitan makan dan penyebabnya berlainan, juga mengenai derajat dan lamanya. Penyebab gangguan makan mungkin karena disebabkan oleh satu penyakit atau kelainan tertentu, tetapi bisa juga beberapa macam penyakit atau faktor bersama-sama. Faktor yang merupakan penyebab gangguan makan dapat dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu : 2 a.
Faktor nutrisi Faktor Nutrisi Berdasarkan kemampuan untuk mengkonsumsi makanan, memilih jenis makanan dan menentukan jumlah makanan, anak-anak dapat dikelompokkan : 2 konsumer pasif : bayi, konsumer semi pasif/semi aktif : anak balita, konsumer aktif : anak sekolah dan remaja
4
1) Pada bayi berusia 0 – 1 tahun Pada bayi umumnya gangguan makan karena faktor mekanis berkaitan dengan keterampilan makan biasanya disebabkan oleh cacat atau kelainan bawaan pada mulut dan kelainan neuro motorik. Selain itu dapat juga oleh kekurangan pembinaan/pendidikan makan antara lain : o
Manajemen pemberian ASI yang kurang benar.
o
Usia saat pemberian makanan tambahan yang kurang tepat, terlalu dini atau terlambat.
o
o
Jadwal pemberian makan yang terlalu ketat. Cara pemberian makan yang kurang tepat.
2) Pada anak balita usia 1 – 5 tahun Gangguan makan pada anak balita berupa berkurangnya nafsu makan makin meningkat berkaitan dengan makin meningkatnya interaksi dengan lingkungan, mereka lebih mudah terkena penyakit terutama penyakit infeksi baik yang akut maupun yang menahun, infestasi cacing dan sebagainya. 3) Pada anak sekolah usia 6 – 12 tahun Pada usia ini berkurangnya nafsu makan di samping karena sakit juga oleh karena faktor lain misalnya waktu/kesempatan untuk makan karena kesibukan belajar atau bermain dan faktor kejiwaan. Gangguan makan karena faktor kejiwaan biasanya pada anak gadis usia sekitar 10 – 12 tahun sesuai dengan awal masa remaja. Kesulitan makan mungkin mereka lakukan dengan sengaja untuk mengurangi berat badan untuk mencapai penampilan tertentu yang didambakan. Sebaliknya mungkin terjadi nafsu makan yang berlebihan yang mengakibatkan kelebihan berat yang berlanjut menjadi obesitas. 4) Pada anak remaja usia 12 – 18 tahun Gangguan makan pada usia ini biasanya karena faktor kejiwaan (anoreksia nervosa).
5
b.
Faktor penyakit/kelainan organic a) Faktor Penyakit / Kelainan Organik Berbagai unsur yang terlibat dalam makan yaitu alat pencernaan makanan dari rongga mulut, bibir, gigi geligi, langit-langit, lidah, tenggorokan, sistem syaraf, sistem hormonal, dan enzim-enzim. Maka dari itu bila terdapat kelainan atau penyakit pada unsur organik tersebut pada umumnya akan disertai dengan gangguan atau kesulitan makan, untuk praktisnya dikelompokkan menjadi : 2,5 1. Kelainan/penyakit gigi geligi dan unsur lain dalam rongga mulut
Kelainan
bawaan
:
labiognatopaltoschizis,
Labioschisis, frenulum
labiognatoschizis,
lidah
yang
pendek,
makroglossi.
Penyakit infeksi : stomatitis, ginggivitis, tonsilitis.
Penyakit neuromuskuler : paresis/paralisis
2. Kelainan/penyakit pada bagian lain saluran cerna.
Kelainan
bawaan
:atresiaoesophagus,
achalasia,
spasme
duodenum, penyakit Hirschsprung
Penyakit infeksi : akut/kronis - Diare akut, diare kronis, cacingan
3. Penyakit infeksi pada umumnya
b)
Akut : infeksi saluran pernafasan.
Kronis : tuberkolosis paru, malaria.
Penyakit/kelainan non infeksi Penyakit bawaan di luar rongga mulut dan saluran cerna :
Penyakit jantung bawaan, Sindroma Down.
Penyakit neuromuskuler : cerebral palsy.
Penyakit keganasan : tumor Willems.
Penyakit hematologi : anemia, leukemia
Penyakit metabolik/endokrin : diabetes mellitus.
Penyakit kardiovaskuler.
6
c.
Faktor penyakit/kelainan kejiwaan Dasar
teori
motivasi
dengan
kehendak/keinginan
atau
kekurangan
menimbulkan
yang
kemauan
lingkaran karena ketidak
motivasinya
ada
kebutuhan
seimbangan.
Suatu atau Orang
membutuhkan makanan selanjutnya muncul perasaan lapar karena di dalam tubuh ada kekurangan zat makanan. Atau sebaliknya seseorang yang di dalam tubuhnya sudah cukup makanan yang baru atau belum lama dimakan, maka tubuh belum membutuhkan makanan dan tidak timbul keinginan makan. Hal ini sering tidak disadari oleh para ibu atau pengasuh anak, yang memberikan makanan tidak pada saat yang tepat, apalagi dengan tindakan pemaksaan, ditambah dengan kualitas makanan yang tidak enak misalnya terlalu asin atau pedas dan dengan cara menyuapi yang terlalu keras, memaksa anak untuk membuka mulut dengan sendok. Hal ini semua menyebabkan kegiatan makan merupakan kegiatan yang tidak menyenangkan.4 a.
Pemaksaan untuk memakan atau menelan jenis makanan tertentu yang kebetulan tidak disukai. Hal ini perlu pendekatan yang tepat dalam melatih anak mau memakan makanan yang mungkin tidak disukai. 4
b.
Anak dalam kondisi tertentu, misalnya anak daam keadaan demam, mual atau muntah dan dalam keadan ini anak dipaksa untuk makan. 4
c.
Suasana keluarga, khususnya sikap dan cara mendidik serta pola interaksi antara orang tua dan anak yang menciptakan suasana emosi yang tidak baik. Tidak tertutup kemungkinan sikap menolak makan sebagai sikap protes terhadap perlakuan orang tua, misalnya cara menyuapi yang terlalu keras, pemaksaan untuk belajar dan sebagainya.4
Gangguan proses makan di mulut
Keterampilan dan kemampuan koordinasi pergerakan motorik kasar di sekitar mulut sangat berperan dalam proses makan tersebut. Pergerakan morik tersebut berupa koordinasi gerakan menggigit, mengunyah dan menelan 7
dilakukan oleh otot di rahang atas dan bawah, bibir, lidah dan banyak otot lainnya di sekitar mulut. Gangguan proses makan di mulut tersebut seringkali berupa
gangguan
mengunyah
makanan.
Tampilan
klinis
gangguan
mengunyah adalah keterlambatan makanan kasar tidak bisa makan nasi tim saat usia 9 bulan, belum bisa makan nasi saat usia 1 tahun sehingga makan harys selalu diblender pada usia di bawah 2 tahun. Tidak bisa makan bahan makanan yang berteksut kasar dan berserat seperti daging sapi (empal) atau sayur seperti kangkung. Sehingga anak akan lebih suka makanan yang bertektur lembut seperti telor, ayam dan agar-agar. Bila anak sedang muntah dan akan terlihat tumpahannya terdapat bentukan nasi yang masih utuh. Hal ini menunjukkan bahwa proses mengunyah nasi tersebut tidak sempurna. Tetapi kemampuan untuk makan bahan makanan yang keras seperti krupuk atau biskuit tidak terganggu, karena hanya memerlukan beberapa kali kunyahan. Gangguan koordinasi motorik mulut ini juga mengakibatkani kejadian tergigit sendiri bagian bibir atau lidah secara tidak sengaja. Gangguan ini tampaknya bersifat heriditer atau menurun dari orang tua. Biasanya salah satu orang tuanya juga mengalami gangguan proses makan di mulut, seperti bila makan selalu cepat selesai, tidak dikunyah banyak langsung ditelan dan suka pilih-pilih makanan. Kelainan lain yang berkaitan dengan koordinasi motorik mulut adalah keterlambatan bicara dan gangguan bicara (cedal, gagap, bicara terlalu cepat sehingga sulit dimengerti). Gangguan motoric proses makan ini biasanya disertai oleh gangguan keseimbangan dan motorik kasar lainnya seperti tidak mengalami proses perkembangan normal duduk, merangkak dan berdiri. Sehingga terlambat bolak-balik (normal usia 4 bulan), terlambat duduk merangkak (normal 6-8 bulan) atau tidak merangkak tetapi langsung berjalan, keterlambatan kemampuan mengayuh sepeda (normal usia 2,5 tahun), jalan jinjit, duduk bersimpuh leter “W”. Bila berjalan selalu cepat, terburu-buru seperti berlari,sering jatuh atau menabrak, sehingga sering terlambat berjalan. Ciri lainnya biasanya disertai gejala anak tidak bisa diam, mulai dari overaktif
8
hingga hiperaktif. Juga sering diikurti gangguan perilaku seperti mudah marah serta sulit berkonsentrasi, gampang bosan dan selalu terburu-buru.
6
Gangguan fungsi saluran cerna sebagai penyebab
Bila
terdapat
gangguan
saluran
cerna
maka
mempengaruhi
fungsi
susunansaraf pusat atau otak. Gangguan fungsi susunan saraf pusat tersebut berupa gangguanneuroanatomis dan neurofungsional. Salah satu manifestasi klinis yang terjadi adalah gangguankoordinasi motorik kasar mulut.Gangguan pencernaan tersebut kadang tampak ringan seperti tidak ada gangguan. Tampak anak sering mudah mual atau muntah bila batuk, menangis atau berlari. Sering nyeri perut sesaat danbersifat hilang timbul, bila tidur sering dalam posisi ”nungging” atau perut diganjal bantal Sulit buangair besar (bila buang air besar ”ngeden”, tidak setiap hari buang air besar, atau sebaliknya buang airbesar sering (>2 kali/perhari). Kotoran tinja berwarna hitam atau hijau dan baunya sangat menyengat,berbentuk keras, bulat (seperti kotoran kambing), pernah ada riwayat berak darah.
6
2.3 Klasifikasi
Menurut Pedoman Pelayanan Medis IDAI, klasifikasi gangguan makan adalah sebagai berikut.2
Abnormalitas struktur
Abnormalitas naso-orofaring: atresia koana, bibir dan langit-langit sumbing, makroglosia, ankiloglosia, Pierre Robin sequence
Abnormalitas laring dan trakea: laryngeal cleft, kista laring, stenosis subglotik, laringo trakeomalasia
Abnormalitas esophagus: fistula trakeoesofagus, atresia atau stenosis esophagus kongenital, striktur esophagus, vascular ring
Kelainan perkembangan neurologis
Palsi serebral
9
Malformasi Arnold-chiari
Mielomeningocele
Familial dysautonomia
Distrofi miotonik kongenital
Miastenia gravis
Distrofi okulofaringeal
Gangguan perilaku makan
Feeding disorder of state regulation (0-2 bulan)
Feeding disorder of reciprocity (2-6 bulan)
Anoreksia infantile (6 bulan-3 tahun)
Sensory food aversions
Gangguan makan yang berkaitan dengan kondisi medis
Gangguan makan pasca trauma
Penelitian di Amerika menemukan empat pola makan pada anak yaitu 5 a. menolak makan b. meminta jenis makanan tertentu c. makan hanya sedikit d. picky Umumnya hal yang disebutkan diatas ini tidak mengalami pengurangan masukan zat gizi sehingga tumbuh kembang tidak mengalami gangguan. Terdapat enam situasi makan yang merupakan bagian dari dinamika tumbuh kembang anak yang normal yaitu 5 a. food jag (makan hanya satu jenis makanan) b. food strikers (menolak apa yang disajikan dan minta makanan yang lain) c. tv habbit (akan makan bila menonton televisi) d. thecomplainers (selalu mengeluh apa yang disajikan) e. white food diet (hanya makan yang berwarna putih seperti roti, kentang , makaroni, atau nasi saja) f. takut mencoba makanan baru.
10
2.4 Gejala yang mungkin timbul pada gangguan makan
a. Posseting, Vomitus, dan Gastro-esofageal Reflux (GOR) 5 Posseting atau 'innocent vomiting' adalah regurgitasi tanpa tenaga dan berulang, sejumlah susu segera setelah pemberian makan. Keadaan ini juga disebut sebagai GOR fisiologis. Hal ini disebabkan imaturitas mekanisme sphinter gastro-esopfageal. Keadaan ini akan berkurang dengan sendirinya setelah berusia 1 tahun, terutama setelah pemberian makanan padat. Vomitus yang terjadi secara proyektil dan persisten selama lebih dari 2 minggu, mengacu pada stenosis pyloric, kadang-kadang dijumpai pula pertambahan berat badan yang terhenti. Keadaan ini harus segera dirujuk ke unit pediatrik untuk pemeriksaan lebih lanjut. Diagnosis banding lainnya adalah overfeeding, intoleransi protein susu sapi. Apabila ditemukan cairan empedu, perlu dicurigai adanya suatu obstruksi gastrointestinal, yang membutuhkan penanganan segera. Gambaran yang mengacu pada GOR yang patologis, dan membutuhkan pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut adalah sebagai berikut: (1) Pertambahan berat badan yang tidak adekuat (2) Penolakan makan dan nyeri pada saat pemberian makan (3) Muntah darah (4) Batuk yang terus menerus, wheezing dan tersedak (5) Episode apnoe. b. Kolik 5 Penyebab kolik pada bayi masih belum diketahui dengan jelas, tetapi beberapa hal berikut yang banyak dibahas pada beberapa literatur. Pertama, intoleransi protein susu sapi, laktosa atau produksi gas yang berlebihan menyebabkan kontraksi dari usus yang menimbulkan nyeri. Kedua, interaksi yang tidak baik antara orang tua dengan anak, menyebabkan gangguan perilaku, yang bermanifestasi sebagai kolik.
11
c. Konstipasi dan Diare akut 5 Faktor predisposisi terjadinya konstipasi adalah asupan cairan yang tidak adekuat pada bayi dan asupan susu yang berlebihan pada anak usia sekolah. Penatalaksanaan dengan laksatif kadang diperlukan dan relatif aman pada gejala yang telah berlangsung beberapa bulan. Diare akut merupakan penyebab tersering seorang anak dirawat di rumah sakit. Diare akut biasanya mengacu pada gastroenteritis yang disebabkan virus. Apabila tidak terdapat gejala dehidrasi, makanan biasa dapat tetap diberikan. Dan untuk cairan dapat diberikan dalam bentuk cairan elektrolit dan glukosa. Apabila terdapat gejala dehidrasi, maka makanan harus dihentikan sampai tercapai rehidrasi. d. Overfeeding 5 Mekanisme selera makan dan rasa kenyang, memungkinkan bayi untuk mengontrol jumlah energi yang dicerna. Pada penelitian pada hewan percobaan, bahwa pemberian makanan yang berlebihan pada saat bayi, akan meningkatkan faktor predisposisi untuk menjadi obesitas di kemudian hari, karena seladiposit yang meningkat jumlahnya. e. Alergi makanan 5 Merupakan
reaksi
yang
merugikan
akibat
makanan
yang
menyebabkan beberapa gejala. Yang harus dibedakan adalah intoleransi makanan dengan alergi makanan. Pada alergi makanan terdapat reaksi imunologi yang abnormal (dimediasi oleh antibody, limfosit T, atau keduanya).
2.5 Diagnosis
a. Anamnesis 2 -
riwayat antenatal dan perinatal
-
Riwayat atopi atau kesulitan makan pada anak
-
Riwayat penyakit sebelumnya
12
-
Riwayat perawatan di rumah sakit, adakah manipulasi daerah orofaring seperti pemberian makan melalui tube
-
Kronologis gangguan makan: o
Diet sejak lahir, pengenalan makanan padat, diet saat ini, tekstur, cara dan waktu pemberian, serta posisi saat makan.
o
Keengganan makan, banyaknya yang dimakan, durasi makan dan kebiasaan makan, strategi yang telah dicoba, dan lingkungan serta kebiasaan saat waktu makan.
-
Curiga kelainan anatomis bila terdapat hal-hal berikut: o
Gangguan menelan
o
Pneumonia berulang → aspirasi kronik
o
Strior yang berkaitan dengan makan → kelainan glottis atau subglotis
o
Koordinasi mengisap – menelan – bernapas → atresia koana
o
Muntah, diare atau konstipasi, kolik dan nyeri abdomen → refluks gastroesofageal reflux (GER) atau alergi susu sapi
-
Cari faktor stress, dinamika keluarga, dan masalah emosional
b. Pemeriksaan fisik 2 -
Dimulai dengan pengukuran antropometris, termasuk lingkar kepala
-
Penilaian
pertumbuhan
sejak
lahir
dengan
menilai
kurva
pertumbuhannya -
Abnormalitas kraniofasial, tanda penyakit sistemik, dan atopi harus dicari
-
Pemeriksaan neurologis menyeluruh harus dilakukan sebagai evaluasi perkembangan psikomotor
c. Pemeriksaan penunjang2 -
Tidak diindikasikan pada anak dengan pemeriksaan fisik normal, memiliki kurva pertumbuhannya yang normal, dan hasil penilaian perkembangan normal
-
Kolik dan muntah kadang-kadang:
13
o
alergi susu sapi dikonfirmasi dengan skin test dan tes radioallergosorbent kurang dapat dipercaya (level of evidence I)
o
GER dikonfirmasi dengan pemeriksaan saluran cerna atas dengan kontras dapat memperlihatkan gambaran bolus saat melewati orofaring dan esophagus dan untuk mendeteksi kelainan anatomis.
-
Kesulitan makan disertai pertumbuhan terhambat: o
Pemeriksaan laboratorium lini pertama: darah perifer lengap, laju endap darah, albumin, protein, serum, besi serum, ironbinding capacity, dan ferritin serum untuk mendeteksi defisiensi zat gizi spesifik serta menilai fungsi ginjal dan hati.
o
Esofagoduodenoskopi dan biopsy dapat menentukan ada tidaknya tingkat keparahan esophagitis, striktur dan webs (level of evidence II), bila GER tidak jelas.
-
Analisi diet: kualitas dan kuantitas asupan makanan harus dinilai untuk menentukan defisiensi kalori, vitamin, dan keengganan makan, tanyakan pula konsumsi susu dan jus berlebihan.
-
Interaksi orangtua dengan anak: adakah interaksi positif (misalnya kontak mata, sentuhan, pujian) atau interaksi negative (misalnya memaksa makan, mengancam, perilaku anak yang merusak seperti melempar makanan)
-
Hargai perilaku makan anak, seperti positive reinforcement bila menerima makanan.
2.6 Dampak Gangguan Makan
Pada gangguan makan yang sederhana misalnya karena sakit yang akut biasanya tidak menunjukkan dampak yang berarti pada kesehatan dan tumbuh kembang anak. Pada gangguan makan yang berat dan berlangsung lama akan berdampak pada kesehatan dan tumbuh kembang anak. Gejala yang timbul tergantung dari jenis dan jumlah zat gizi yang kurang. Bila anak hanya tidak menyukai makanan tertentu misalnya buah atau sayur akan terjadi defisiensi
14
vitamin A. Bila hanya mau minum susu saja akan terjadi anemi defisiensi besi. Bila kekurangan kalori dan protein akan terjadi kekurangan energi protein (KEP).7
2.7 Tatalaksana
Kesulitan makan merupakan masalah individu anak sehingga upaya mengatasinya juga bersifat individual tergantung dari beratnya dan faktorfaktor yang menjadi penyebab. Penatalaksanaan gangguan makan yang berat mencakup 3 aspek yaitu : 8 a. Identifikasi faktor penyebab Dapat dengan anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik, bahkan mungkin diperlukan pemeriksaan penunjang. Pada keadaan yang berat mungkin penyebabnya tidak hanya satu faktor (multi faktorial). b. Evaluasi tentang faktor dan dampak nutrisi - Anamnesis , khususnya riwayat pengelolaan makan, jenis makanan, jumlah makanan yang dikonsumsi, makanan yang disukai dan yang tidak, cara dan waktu pemberian makan, suasana makan dan perilaku makan. - Pemeriksaan fisik khusus untuk menilai status gizi. - Pemeriksaan penunjang bila diperlukan. - Pemeriksaan kejiwaan bila diperlukan. c. Melakukan upaya perbaikan nutrisi -
Memperbaiki gangguan gizi yang telah terjadi.
-
Memperbaiki kekurangan makanan yang diperlukan misalnya jenis makanan, jumah makanan, jadwal pemberian makan, perilaku dan suasana makan.
-
Mengoreksi keadaan defisiensi gizi yang ditemukan. Sedapat mungkin diberikan dalam bentuk makanan, bila tidak mungkin baru diberikan dalam bentuk obat-obatan.
d.
Upaya mengobati faktor-faktor penyebab Keberhasilan mengatasi masalah gangguan makan juga tergantung kepada keberhasilan upaya mengobati
15
atau melenyapkan faktor penyebab baik faktor organik maupun faktor psikologis/gangguan kejiwaan. Pada gangguan makan yang sederhana misalnya akibat penyakit stomatitis atau tuberkulosis akan cepat dapat diatasi. Tetapi untuk gangguan makan yang berat misalnya pada gangguan perkembangan neuromuskuler, kelainan bawaan misalnya kelainan pada bibir sumbing atau celah langit-langit perlu kerjasama dengan keahlian yang terlibat di antaranya ahli bedah, rehabilitasi medik, psikolog, ahli gizi dan sebagainya.
Tabel 1. Food rules dalam membina pola makan anak 5
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Jangan memberikan snack atau susu 1-1,5 jam sebelum waktu makan, dimana susu dibatasi hanya 2-3 gelas sehari Penjadwalan makan yang baik dan teratur waktu makan tidak lebih dari 30 menit Tidak menawarkan makanan lain selain menu yang disajikan kecuali air Sebaiknya duduk di kursi dan tidak bermain ketika makan Penyajian dalam porsi kecil dan jangan terlalu sering minum Hentikan proses makan bila dalam 10-15 menit anak hanya bermain dan bila mereka marah sambil melempar menu yang disajikan Jangan membersihkan mulut anak kecuali bilaproses makan telah selesai Biasakan anak menyantap makanan sendiri sedini mungkin
Tabel 2. Strategi menghadapi anak picky eater 5
1. Jangan memancing nafsu makan anak dengan junk food atau makanan siap saji 2. Pengasuh atau orang tua hendaknya kreatif dalam menyajikan menu makan anak 3. Porsi makan sebaiknya tidak terlalu banyak 4. Sajikan menu makan baru yang sama 10-20 kali pertemuan 5. Buatlah makanan semenarik mungkin 6. Konsistensi makanan harus disesuaikan dengan yang menyantapnya 7. Tambahkan saus yang anak suka atau keju parutuntuk menambah kalori
16
BAB III KESIMPULAN
1. Gangguan makan merupakan gejala ketidak mampuan secara wajar dalam memenuhi kebutuhan zat gizi. 2. Penyebab gangguan makan mungkin suatu penyakit tetapi mungkin juga banyak faktor yang terlibat. 3. Perlu dilakukan upaya gizi yang sesuai untuk memperbaiki dampak gangguan makan terhadap gangguan tumbuh kembang dan gangguan gizi 4. Perlu dilakukan upaya melenyapkan/mengobati penyebabnya. 5. Mungkin diperlukan pendekatan multi disiplin.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Sunarjo, D. Kesulitan makan pada anak. [internet] [cited 2016 October 24] 2014. Available from: http:/rsud.patikab.go.id/ 2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman pelayanan medis: Kesulitan makan. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2014 3. Fitriani, F., Febry, F., Mutahar, R. Gambaran Penyebab Kesulitan Makan Pada Anak Prasekolah Usia 3-5 Tahun Di Perumahan Top Amin Mulya Jakabaring Palembang Tahun 2009 . Palembang: Universitas Sriwijaya; 2009 Available at: http:/eprints.unsri.ac.id/58/3/Abstrak2.pdf/ 4. Soedibyo, S., Mulyani, RL. Kesulitan makan pada pasien: survey di unit pediatri rawat jalan. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; Sari pediatri: 11(2); 2009 5. Sudjatmoko. Masalah makan pada anak. Damianus Journal of Medicine. 10(1): 36 – 41;2011 6. Judarwanto, W. Gangguan proses makan pada anak. Jakarta: Klinik khusus kesulitan makan pada anak; 2015. 7. Agusman S. Upaya Dietetik Dalam Mengatasi Kesulitan Makan Pada Anak. Dalam Samsudin dan Aryatmo Tjokronegoro, Eds. Gizi dan Tumbuh Kembang. Balai penerbit FKUI, Jakarta, 2011, 75 – 84.
8. Samsudin. Penggunaan Rasional Prepovat Vitamin Mineral dan Merangsang Nafsu Makan. Dalam : Sri Nasar dan Sukarti Agusman eds. Berbagai Aspek tentang Vitamin dan Mineral pada Tumbuh Kembang Anak. Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2011. 137 – 48.
18