WOLFF-PARKINSON-WHITE SYNDROME Studi Referat Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Ukrida
Pembimbing: dr. Agoes Kooshartoro Sp.PD-KKV
Disusun oleh: Alfonso / 112014301
Rumah Sakit Simpangan Depok Depok
BAB I PENDAHULUAN Sejak beberapa hari setelah konsepsi hingga akhir kehidupan, jantung tidak pernah berhenti berdetak. Faktanya, selama masa hidup manusia, jantung berdetak sebanyak tiga miliar kali. Jantung mulai berdetak dalam tiga minggu setelah konsepsi, dan merupakan organ pertama yang berfungsi dalam masa hidup janin. Jantung berperan sebagai pompa yang memberikan tekanan kepada darah untuk menciptakan gradien tekanan yang dibutuhkan oleh darah untuk mengalir ke jaringan, yang seperti cairan lainnya, mengalir dari tempat bertekanan tinggi menuju tempat yang bertekanan rendah. Jantung mempompa darah akibat adanya kontraksi otot jantung yang difasilitasi oleh adanya aktivitas kelistrikan jantung, yang biasa dikenal dengan elektrofisiologi jantung. Kelistrikan ini kemudian menyebabkan kontraksi otot jantung untuk mempompa darah ke jaringan. Akan tetapi, kelistrikan ini dapat terganggu oleh berbagai macam kondisi, yang dapat menyebabkan gangguan kontraksi otot jantung. 1 Sindroma Wolff-Parkinson-White (atau selanjutnya akan disebut dengan WPW) pertama dideskripsikan pada tahun 1930 oleh dokter Louis Wolff, John Parkinson dan Paul Dudley White dimana mereka mendeskripsikan 11 pasien dengan sindroma yang sekarang dinamai atas mereka. Pasien menunjukkan gejala takikardia paroksismal dengan gambaran elektrokardiografi meliputi interval PR yang pendek, preeksitasi ventrikel dan takikardia supraventrikular. Saat ini, kondisi ini didefinisikan sebagai kelainan bawaan yang melibatkan sel konduktif jantung yang abnormal antara atrium dan ventrikel yang menyediakan jalur untuk sirkuit takikardia re-entran.2,3 Sindroma ini biasa dijumpai pada bayi, akan tetapi, presentasi gejala akan muncul kembali pada usia sekolah dan dewasa muda. Hal ini terjadi akibat hilangnya preeksitasi secara permanen atau transien selama masa bayi dan dewasa muda pada beberapa pasien. Akan tetapi, gejala ini dapat terlihat pada seluruh usia, walau seiring berjalannya waktu, prevalensinya menurun seiring dengan bertambahnya usia sebagai konsekuensi dari redaman kecepatan konduksi pada
jalur asesori. Sindroma ini diderita laki-laki 3 hingga 4 kali lebih sering daripada diderita oleh wanita.3 Sindroma Wolff-Parkinson-White terjadi akibat adanya jalur asesori (accessory pathway) antara atrium dengan ventrikel, yakni adanya hubungan ekstra antara atrium dengan ventrikel akibat adanya kegagalan maturasi jaringan dalam cincin AV, yang kemudian bermanifestasi pada tahun-tahun berikutnya yang menyebabkan sindroma ini seperti bukan kelainan bawaan, akan tetapi didapat. Kelainan ini didapat dari adanya perubahan genetik dan biasanya merupakan penyerta dari penyakit lain seperti HCM, Pompe disease, Danon disease, anomaly Eibstein dan rhabdomioma dan lainnya. 3,4,5 Banyak insiden WPW yang kemudian berujung pada kematian jantung mendadak atau yang biasa disebut dengan sudden cardiac death akibat asosiasinya dengan fibrilasi atrial, yang kemudian berujung pada fibrilasi ventrikel. Penelitian akan risiko kematian mendadak akibat WPW pertama kali dilaporkan pada akhir tahun 1960 dengan insidensi sebesar 0.2% per tahun atau 3-4% semasa hidup. Sindroma ini diderita oleh 1-3 individu per 1000 populasi dari seluruh dunia, walau hanya kurang dari seperempatnya mengalami takikardia yang menetap. 1,3,5,6 Pada penulisan ini akan dibahas mengenai anatomi dan mekanisme fisiologi kerja jantung, elektrofisiologi dan dasar gambaran elektrokardiografi, etiologi dari WPW, patofisiologi serta manifestasi klinis baik secara subjektif maupun objektif dari WPW serta tatalaksana, prognosis dan komplikasi dari Sindroma WolffParkinson-White.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anatomi Sistem Jantung
Jantung terletak pada rongga dada diantara sternum (secara anterior) dan tulang vertebra (secara posterior). Jantung terletak ditengah dada, dan ujungnya terletak di bagian kiri dari dada pada orang normal. 1 Batas dari jantung dapat direpresentasikan oleh permukaan segi-empat ireguler dengan perincian yakni sebagai berikut7: 1. Sela iga kiri ke-2 12 mm dari tepi sternum 2. Sela iga kanan ke-3 12 mm dari tepi sternum 3. Sela iga kanan ke-6 12 mm dari sternum 4. Sela iga kiri ke-5 9 cm dari garis tengah dada (representasi apeks) Batas kiri dibentuk dari gabungan titik satu dan empat, dan dibentuk hampir seluruhnya dari ventrikel kiri. Batas bawah dibentuk dari gabungan titik tiga dan empat, merepresentasikan ventrikel kanan dan apeks jantung. Batas kanan, terbentuk dari gabungan titik dua dan tiga, dibentuk dari atrium kanan. 7 Jantung terbagi menjadi
Gambar 1. Potongan seksional jantung
empat ruangan, yakni atrium kanan, atrium kiri, ventrikel kanan dan ventrikel kiri. Atrium berfungsi menerima darah dari organ melalui vena dan memompanya ke ventrikel, dimana ventrikel kemudian akan memompa darah menuju organ melalui arteri. Darah yang kaya akan oksigen akan berada di
Sumber: Sherwood L. Human physiology: from cells to systems. 7th ed. United States of America: Cengage Learning; 2010.p.307.
bagian kiri, sedangkan yang miskin akan oksigen berada di bagian kanan. 1 Atrium kanan menerima darah dari vena kava, baik superior maupun inferior. Sedangkan atrium kiri menerima darah dari vena pulmonalis. Pada
ventrikel kanan, darah akan dipompa oleh ventrikel menuju paru, sedangkan ventrikel kiri akan memompa darah menuju aorta. 7 Gambar 2. Tampak anterior dan posterior jantung
Sumber: Ellis H. Clinical Anatomy. 11th ed. Annals of Surgery. United States of America: Blackwell Science; 2006.p.30. Antara atrium dan ventrikel akan dibatasi oleh katup yang disebut dengan katup atrioventrikular, sedangkan dari ventrikel kiri menuju aorta akan dibatasi oleh katup aorta, serta dari ventrikel kanan menuju paru akan dibatasi oleh katup pulmonal. Katup jantung memiliki beberapa bentuk, yakni trikuspidal pada katup AV dekstra, mitral pada katup AV sinistra dan semilunaris yang merupakan katup antara ventrikel dengan pembuluh besar. Katup berfungsi untuk mencegah aliran retrograd dari darah. Pada katup
Gambar 2. Prevensi eversi katup AV
AV, katup-katup ini ditopang oleh chorda tendinae yang kemudian menempel pada gerigi pada ventrikel baik kanan maupun kiri yang bernama otot papilar. Sedangkan pada katup semilunar tidak ditopang oleh chorda tendinae, bentuknya dalam dan tidak dapat membalik arah.1
Sumber: Sherwood L. Human physiology: from cells to systems. 7th ed. United States of America: Cengage Learning; 2010.p.307.
Asupan darah untuk nutrisi jantung didapat dari arteri koronaria kanan dan kiri dimana cabang utamanya terletak pada lekukan interventrikuler dan atrioventrikuler. Arteri koronaria kanan muncul dari sisi anterior sinus aorta dan
berjalan melewati jalan antara trunkus pulmonal dan atrium kanan, kemudian berjalan ke arah bawah pada bagian kanan dari lekukan atrioventrikular. Pada batas bawah dari jantung, arteri ini tetap berjalan sealur dengan lekukan atrioventrikular untuk beranastomosis dengan arteri koronaria kiri pada bagian posterior dari lekukan interventrikuler. Bagian ini memberikan cabang marginal pada batas bawah jantung dan cabang
Gambar 3. Arteri koronaria
posterior interventrikular pada bagian bawah lekukan interventrikuler dan beranastomosis dekat apeks dari jantung. 7 Arteri koronaria kiri berukuran lebih besar dari arteri koronaria kanan, muncul dari bagian sinistroposterior dari
sinus
mulanya belakang
aortikus. melewati dan
Pada bagian
kemudian
Sumber: Ellis H. Clinical Anatomy. 11th ed. Annals of Surgery. United States of America: Blackwell Science; 2006.p.34. Gambar 4. Vena kardiaka
berjalan menuju bagian kiri dari
trunkus
pulmonalis,
kemudian mencapai bagian kiri dari lekukan atrioventrikular yang kemudian berjalan secara lateral melewati batas kiri
dari
jantung
yang
kemudian dinamakan arteri sirkumfleksa untuk mencapai
Sumber: Ellis H. Clinical Anatomy. 11th ed. Annals of Surgery. United States of America: Blackwell Science; 2006. .34.
lekukan interatrial. Cabang lain yang muncul sekitar 2 cm dari asaln ya, yakni arteri interventrikular anterior yang memberikan nutrisi ke bagian anterior untuk kedua ventrikel melewati apex dari jantung untuk beranastomosis dengan bagian cabang interventrikular posterior dari arteri koronaria kanan.7 Aliran balik dari arteri koronaria didapat dengan vena yang berjalan sejalur dengan arterinya. Sinus koronaria terletak pada lekukan posterior atrioventrikular
dan terbuka pada atrium kanan, yang mendapat darah dari vena cordis magna pada lekukan interventrikular anterior, vena cordis media pada lekukan interventrikular inferior, vena cordis minima yang berjalan dengan arteri marginal dan vena oblik yang berjalan secara oblik pada aspek posterior dari atrium kiri. Vena kardiak anterior melintasi lekukan atrioventrikular anterior, melewati permukaan anterior jantung dan membuka secara langsung ke atrium kanan. Persarafan jantung oleh nervus vagus (kardioinhibitor) dan ganglia toraks superior 5 (kardioakselerator) oleh pleksus superfisialis dan pleksus profunda. 7 Elektrofisiologi Sistem Jantung
Kontraksi dari sel otot jantung untuk memompa darah dipicu oleh potensial aksi yang melewati membran sel otot jantung. Jantung berkontraksi dengan ritmik akibat adanya potensial aksi yang berasal dari sel it u sendiri, yang kemudian disebut dengan autoritmisitas.1 Secara umum, sel otot jantung dibagi menjadi tiga, yakni 8: 1. Sel pacemaker . Merupakan sumber utama kelistrikan jantung. 2. Sel penyalur listrik. Merupakan kabel penyalur listrik jantung. 3. Sel miokardium. Merupakan sel kontraktil pada jantung. Potensial
aksi
dari
sel
Gambar 5. Sel konduksi pada jantung
pacemaker terjadi akibat adanya perubahan
pergerakan
ion
yang
menimbulkan potensial aksi yakni peningkatan
aliran
masuk
ion
natrium, penurunan pengeluaran ion kalium
dan
peningkatan
aliran
masuk ion kalsium. Sel autoritmik yang bukan merupakan sel kontraktil pada jantung hanya menempati 1% dari seluruh sel jantung terdiri dari 4 sel, yakni1:
Sumber: Sherwood L. Human physiology: from cells to systems. 7th ed. United States of America: Cengage Learning; 2010.p.311.
1. Nodus SA, region yang kecil dan terdapat pada dinding atrium kanan dekat pembukaan vena kava superior. Kecepatannya adalah 70-80 potensial aksi per menit.
2. Nodus AV, suatu berkas kecil yang merupakan otot jantung khusus yang terletak pada basis atrium kanan dekat dengan septum, tepat diatas pertemuan antara atria dan ventrikel. Kecepatannya adalah 40-60 potensial aksi per menit. 3. Berkas His, jalur sel khusus yang berasal dari nodus AV dan memasuki septum interventrikular. Kemudian terbagi menjadi dua yakni cabang jalur kanan dan kiri yang berjalan seiring dengan septum dan melengkung sesuai lengkungan ujung jantung dan berjalan sesuai dengan ventrikel dan kembali lagi melalui atria. Kecepatannya adalah 20-40 potensial aksi per menit. 4. Serat Purkinje, serat yang meluas dari berkas His dan menyebar ke seluruh sel miokardium seperti cabang pohon. Kecepatannya adalah 20Gambar 6. Potensial aksi sel
40 potensial aksi per menit. Sedangkan untuk potensial aksi dari sel kontraktil otot jantung memiliki kinerja yang berbeda. Berbeda dari sel autoritmik, sel kontraktil berada pada kondisi istirahat sekitar -90mV hingga tereksitasi
yang
kemudian
terbagi
menjadi empat fase, yakni 1: 1. Pada fase pertama, mem bran potensial secara cepat berbalik
menjadi
nilai
positif sekitar +20 hingga +30mV dimana ion natrium
Sumber: Sherwood L. Human physiology: from cells to systems. 7th ed. United States of America: Cengage Learning; 2010.p.314.
secara cepat memasuki intrasel. 2. Pada puncak potensial aksi, kanal transien ion kalium membuka, menyebabkan efluks cepat dari ion bersangkutan. 3. Fase plateu, dimana potensial membran dipertahankan tingkatannya pada hampir puncak selama beberapa milidetik yang dipengaruhi oleh masuknya ion kalsium secara perlahan.
4. Fase berikutnya adalah penurunan potensial aksi dengan keluarnya ion kalium secara cepat. Sedangkan pada sel kontraktil otot jantung, potensial aksi pada sel kontraktil kardiak, kanal kalsium tipe-L yang terletak pada tubulus T sel otot jantung akan memasukkan ion kalsium dari cairan ekstraselular yang kemudian menginduksi pelepasan ion kalsium dari retikulum sarkoplasmik melalui kanal ion kalsium ryanodin yang berujung pada peningkatan ion kalsium sitosolik. Kejadian ini akan menyebabkan kompleks troponin-tropomiosin pada filamen tipis tertarik kesamping, kemudian menyebabkan persilangan antara filamen tipis dan tebal, dan filamen tipis kembali masuk kedalam antara filamen tebal dan terjadilah kontraksi.1 Elektrokardiografi
Elektrokardiografi (selanjutnya disebut dengan EKG) merupakan pemeriksaan yang umum dilakukan pada bidang kardiologi. Elektrokardiografi pertama dilakukan oleh Augustus Waller pada bulan Mei tahun 1887 di RS Santa Maria di London menggunakan elektrometer Lippman. Kemudian Willem Einthoven membuat perbaikan dengan menggunakan galvanometer yang menghasilkan gambar gelombang P, Q, R, S dan T yang sekarang lazim digunakan. 9 EKG dibagi menjadi dua bidang, yakni bidang frontal (yang ditandai dengan sadapan pada tangan dan kaki) serta bidang horizontal (yang ditandai oleh sadapan V1 hingga V6). Depolarisasi sel menuju sadapan akan membentuk defleksi positif pada gambaran EKG, dan kebalikannya, defleksi negatif dibentuk akibat adanya depolarisasi sel yang menjauh dari sadapannya. 8 Pada
gambaran
EKG,
Gambar 7. Komponen elektrokardiografi
terdapat gelombang dengan tiga karakteristik, yakni durasi (fraksi dalam detik), amplitudo (fraksi dalam millivolt) dan konfigurasi (kriteria subjektif akan bentuk dan tampilan gelombang). Tiga komponen dalam EKG adalah gelombang P yang menandakan depolarisasi atrium, kompleks
Sumber: Thaler MS. The only ekg book you’ll ever need. 7th ed. United States of America: Lippincott Williams & Wilkins; 2012.p.
QRS yang menunjukkan depolarisasi ventrikel dan gelombang T yang menandakan repolarisasi ventrikel. Adapun segmen PR adalah durasi dari selesai nya gelombang P hingga mulainya kompleks QRS yang menunjukkan waktu antara depolarisasi atrium dan depolarisasi ventrikel, sedangkan durasi PR adalah waktu dari mulainya depolarisasi atrium hinga mulainya depolarisasi ventrikel.8 Irama sinus pada gambaran EKG digambarkan dengan jumlah denyut sebanyak 60-100 kali per menit, terdapat gelombang P yang diikuti oleh kompleks QRS, interval antar puncak gelombang R dan gelombang R selanjutnya dan lainnya adalah sama, interval PR adalah 0.12-0.20 milidetik, dan kompleks QRS kurang dari 0.1 detik kecuali pada gangguan intraventrikel. 8 Etiologi Sindroma Wolff-Parkinson-White
Penyebab dari sindroma ini adalah penyakit turunan genetik yang biasanya didapat dengan gen autosomal dominan. Meskipun jarang, penyakit ini juga mungkin didapat melalui turunan mitokondrial. Sindroma ini juga dapat didapat akibat gangguan kardiak dan nonkardiak lain seperti defek septum atrial, periode paralisis hipokalemik familial dan sklerosis tuberosa.3 Pasien dengan mutasi pada subunit gamma-2 dari adenosine monofosfat yang diaktivasi oleh protein kinase ( AMP-activated protein kinase (PRKAG2)) menghasilkan kardiomiopati yang dikarakteristikkan dengan hipertrofi ventrikular, sindroa WPW, blok AV dan degenerative progresif dari sistem konduksi. Kelainan ini dihubungkan dengan mutasi pada kromosom 7q36 dan 7q3. Sedangkan mutasi pada membran protein-2 terasosiasi lisosom (LAMP2) yang menyebabkan penumpukan glikogen pada jantung, juga diketahui sebagai etiologi dari kardiomiopati hipertrofik pada anak. Sebagai contoh, penyakit Danon merupakans uatu penyakit lisosomal yang berhubungan dengan gen X dengan manifestasi miopati skeletal akibat adanya mutasi pada LAMP 2 yang menghasilkan kelemahan otot proksimal dan atrofi ringan, hipertrofi ventrikel kiri, sindroma WPW dan retardasi mental.3-6 Patofisiologi Sindroma Wolff-Parkinson-White
Sindroma Wolff-Parkinson-White terjadi akibat adanya jalur asesori (accessory pathway) antara atrium dengan ventrikel, yakni adanya hubungan ekstra
antara atrium dengan ventri-
Gambar 8. Ilustrasi jalur asesori
kel akibat adanya kegagalan maturasi
jaringan
dalam
cincin AV, yang kemudian bermanifestasi pada tahuntahun
berikutnya
yang
menyebabkan sindroma ini seperti bukan kelainan bawaan, akan tetapi didapat. Jalur
Sumber: Thaler MS. The only ekg book you’ll ever need. 7th ed. United States of America: Lippincott Williams & Wilkins; 2012.p.
asesori merupakan koneksi antara atrium dan ventrikel sebagai hasil dari anomali pada perkembangan embrionik dari jaringan miokardial yang menjembatani jaringan fibrosa yang memisahkan kedua ruangan. Kondisi ini menyebabkan konduksi listrik antara atrium dan ventrikel pada tempat selain nodus AV. Bagian yang melalui jalur asesori ini
Gambar 9. Blokade berkas Kent pada
mencari jalur lain selain nodus AV
dan
mempredisposisikan
pasien untuk membentuk takidisritmia.3,4,5 Berbeda AV
yang
dengan
berfungsi
nodus untuk
menghambat impuls atrial menuju ventrikel, jalur asesori meneruskan impuls dengan cepat tanpa hambatan, hal ini yang kemudian menunjukkan pendeknya interval PR pada EKG. Jalur yang biasa diambil pada sindroma ini adalah berkas Kent.3,10 Adanya
jalur
asesori
menyebabkan adanya re-entran yang
memiliki
potensi
tinggi
menyebabkan sirkuit takikardia
Sumber: Thaler MS. The only ekg book you’ll ever need. 7th ed. United States of America: Lippincott Williams & Wilkins; 2012.p.
untuk menebabkan takikardia pre-eksitasi seperti pada fibrilasi atrial, kepak atrial atau takikardia supraventrikular. Impuls yang mencapai ventrikel melalui jalur singkat menyebar melalui konduksi antar sel dalam miokardium, mengaktivasikan ventrikel dalam seri berurutan dibandingkan secara pararel, hal ini yang kemudian menyebabkan gambaran kompleks QRS luas pada gambaran EKG. 3,10 Derajat dari sindroma pre-eksitasi dapat dinilai dari lebarnya kompleks QRS dan panjangnya interval PR. Gelombang inisial yang menanjak dari QRS, atau yang biasa disebut dengan gelombang delta menunjukkan adanya pre-eksitasi pada ventrikel yang mengindikasikan adanya depolarisasi ventrikel yang mulai lebih awal dibandingkan melalui nodus AV pada umumnya. Panjang interval PR akan dipengaruhi oleh kecepatan penghantaran impuls dan letak dari jalur yang bersangkutan. Semakin pendek interval PR yang terbentuk, dapat diketahui bahwa semakin berat sindroma pre-eksitasi yang terjadi.3,10 Pemeriksaan Diagnostik dan Gejala Klinis Sindroma Wolff-Parkinson-White
Dari anamnesis dapat ditemukan gejala palpitasi yang muncul secara mendadak atau yang biasa disebut dengan paroxysmal tachycardia. Pasien biasa mengeluh rasa “deg-degan” yang cepat sehingga tidak dapat terhitung berapa kali selama satu menit. Gejala ini juga dapat mengkompromi kemampuan pasien untuk menjalani aktivitas fisiknya.3,4 Pada pemeriksaan fisik didapatkan pemeriksaan fisik jantung yang kebanyakan normal, akan tetapi dapat ditemukan splitting P2 karena katup pulmonal yang tertutup lebih dahulu pada tipe B dari sindroma WPW. Pada episode takikardia, mungkin pasien dapat merasa diaforetik dan hipotensif. Gejala yang umum muncul adalah SVT (38% kasus), palpitasi (22% kasus), nyeri dada (5% kasus), sinkope (4% kasus), atrial fibrilasi (0.4% kasus), dan sudden cardiac death (0.2% kasus).3,11,12 Pada pemeriksaan penunjang, dapat digunakan pemeriksaan seperti CBC, EKG dan ekokardiografi. Pemeriksaan pada CBC hanya ditujukan untuk menghilangkan diagnosa banding seperti hipertiroidisme dan gangguan elektrolit. Pada gambaran EKG, akan ditemukan gambaran sebagai berikut 3,4,8,12: 1. Gambaran gelombang P yang normal akan tetapi interval PR dibawah 0.12 detik
2. Bangkitnya gelombang QRS awal landai dan meningkat curam yang disebut dengan gelombang delta 3. Pelebaran kompleks QRS lebih dari 0.1 detik Pada ekokardiografi diharapkan ditemukannya gejala penyerta lain yang dapat ditemukan seperti kardiomiopati hipertrofik, anomali Ebstein dan tra nsposisi dari pembuluh darah besar. 3 Penegakkan diagnosis sindroma ini adalah dengan menyingkirkan berbagai macam diagnosis lain yang mungkin dengan gejala yang sama. Juga diperlukan adanya dukungan dari pemeriksaan penunjang terutama ditemukannya gelombang delta. Setelah ditemukannya gelombang delta pada elektrokardiografi, dapat ditentukan letak jalur asesori. Secara umum, sindroma WPW dibagi menjadi dua tipe, yakni tipe A dan tipe B. Pada tipe A, jalur asesori ini berada pada dinding atrium kiri bagian posterior menuju paraseptal, dengan gelombang delta positif pada sadapan V1-V6 dan negatif pada lead I. Sedangkan pada tipe B, jalur asesori terletak pada atrium kanan menuju ventrikel kiri dengan karakteristik gelombang delta negatif pada V1-V3 dan positif pada lead I.6 Gambar 10. Gambaran elektrokardiografi pada sindroma WPW
Sumber: Crawford MH. Current cardiology. 3 rd ed. United States of America: The McGraw-Hill Companies; 2009.p.251 Algoritma yang lebih spesifik untuk lokasi dari jalur asesori, ditentukan dari polaritas gelombang delta, yakni3:
1. Dinding lateral kiri: gelombang delta negatif pada sadapan I dan aVL; positif atau isoelektrik pada II, III, aVF dan V1-V4; dan negatif atau isoelektrik pada V5-V6 2. Dinding lateral kiri bebas: gelombang delta positif pada sadapan I dan aVL; negatif pada II, III dan aVF; positif pada sadapan V 1-V5; dan negatif atau isoelektrik pada V6 3. Posteroseptal: gelombang delta positif pada sadapan I dan aVL; negatif pada II, III dan aVF; positif atau isoelektrik pada V1; dan positif pada sadapan prekordial lainnya 4. Dinding kanan bebas: gelombang delta positif pada sadapan I dan II; negatif pada aVR; isoelektrik atau negatif pada aVF; isoelektrik pada dan V1; isolektrik atau positif pada V 2-V3; dan positif pada V4-V6 5. Anteroseptal lateral: gelombang delta positif pada sadapan I, II dan aVF; negatif pada aVR; isoelektrik atau positif pada V 1; dan positif pada sadapan V2-V6 6. Anteroseptal kanan: gelombang delta positif pada sadapan I, II dan aVF; negatif pada aVR; negatif atau isoelektrik pada V 1-V3; dan positif pada sadapan V4-V6 Gambar 11. Lokasi jalur asesori pada sindroma WPW
Sumber: Crawford MH. Current cardiology. 3 rd ed. United States of America: The McGraw-Hill Companies; 2009.p.251
Penatalaksanaan Sindroma Wolff-Parkinson-White
Penatalaksanaan dari sindrom WPW meliputi penatalaksanaan medikamentosa dan non-medikamentosa. Pada sindroma ini, penatalaksanaan non-medikamentosa lebih berperan sebagai lini pertama, yakni perasat vagal seperti perasat valsava ataupun masase karotis. Lini kedua pengobatan seperti ter api farmakologis memegang peranan seperti penyekat beta, penyekat kanal kalsium, dan digoksin dapat dicoba apabila perasat vagal tidak berhasil. Sindroma ini dapat diterapi secara farmakologis dengan disopiramid 50-150mg IV, flekainid 50-150mg IV, propranolol 1-10mg IV, atau ajmalin 10-50mg IV. 3,6,10 Sindroma WPW merupakan suatu kondisi aritmia, maka obat yang dijabarkan diatas juga merupakan terapi untuk aritmia. Secara umum, antiaritmia dikelompokkan sesuai dengan efek elektrofisiologiknya. Pada tabel 1 akan dijabarkan kelas-kelas serta cara kerja dan contoh obat dari anti aritmia.14 Tabel 1. Klasifikasi obat antiaritmia berdasarkan mekanisme kerjanya14 Kelas
Mekanisme Kerja
I
Penyekat kanal ion natrium A
Contoh Obat
Menekan depolarisasi fase 0 dan menekan Kuinidin, prokainamid, kecepatan
konduksi
serabut
purkinje
(2+),
disopiramid
memperpanjang repolarisasi B
Menekan
depolarisasi
kecepatan
konduksi
fase 0 serabut
dan menekan Lidokain, meksiletin, purkinje
(1+),
fenitoin, tokainid
mempersingkat repolarisasi C
Menekan
depolarisasi
fase 0
dan menekan Enkainid, flekainid,
kecepatan konduksi serabut purkinje (4+), efek
indekainid, propafenon
minimal terhadap repolarisasi II
Penyekat adrenoseptor beta, ↑ aliran masuk ion K + Propranolol, asebutolol, dan ↓ aliran masuk ion Na +
III
Memanjangkan repolarisasi, memanjangkan re- Amiodaron, bretilium, fracttoriness dan memperpanjang potensial aksi
IV
esmolol
sotalol, dofetilid, ibutilid
Penyekat kanal ion kalsium, ↓ potensial aksi Ca2+ Verapamil, diltiazem dependent dan memperlambat konduksi nodus AV
V
Lain-lain
Digitalis, adenosin
Besar efek relatif dinyatakan dalam skala 1+ hingga 4+ Sumber: Muchtar A, Suyatna FD. Obat antiaritmia. Dalam: Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth. Farmakologi dan terapi. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012.h.321-37. Berikut penjabaran obat yang dapat digunakan dalam terapi kardioversi untuk sindroma WPW 6,14: 1. Disopiramid. Obat antiaritmia kelas IA dan III dengan efek antikolinergik. Memperpanjang periode refrakter nodus AV dan ventrikel dan memperlambat konduksi pada jalur asesori. a. Dosis: Loading 300mg apabila diatas 50kg dan 200mg apabila dibawah 50kg diikuti dengan 150mg setiap 6 jam apabila diat as 50kg atau 50mg setiap 6 jam apabila dibawah 50kg b. Kontraindikasi: Blok AV derajat 2 atau 3, kardiomegali, hipertrofi prostat, glaukoma, hipokalemia. c. Efek samping: Mulut kering, hipotensi, konstipasi, pengelihatan kabur dan hambatan miksi. Dapat menurunkan curah jantung dan kinerja ventrikel kiri melalui efek depresi langsung dan konstriksi arteriolar. 2. Propafenon. Obat antiaritmia kelas IC yang biasa digunakan baik untuk aritmia ventrikular maupun aritmia supraventrikular. Menutup aliran konduksi retrograde pada jalur asesori. a. Dosis: 150-300mg tiga kali sehari b. Efek samping: Perasaan berputar, gangguan rasa kecap dan sakit kepala. Dapat menimbulkan granulositopenia dan SLE. Memiliki efek penyekat beta. c. Kontraindikasi: Myasthenia gravis 3. Bretilium. Obat antiaritmia kelas III bersama dengan amiodraon. Merupakan pilihan terakhir dalam pengobatan. a. Dosis: 5mg/KgBB/8 jam atau 200mg/2 jam dengan dosis maksimal 2gram secara IM atau 5mg/KgBB bolus untuk VF. b. Efek samping: Hipotensi, mual, hidung mampet, hipotensi
Beberapa kontroversial memasukkan amiodaron (dengan dosis 5mg/kg selama 20 menit) sebagai pengobatan yang dapat digunakan dalam terapi sindroma WPW. Meskipun bersama flekainid, amiodaron merupakan rekomendasi kelas IIB dari ACLS bersama dengan obat lain seperti prokainamid, propafenon dan sotalol. Beberapa studi menunjukkan bahwa pasien dengan s indroma WPW yang diberikan amiodaron memiliki variasi dengan rentang lebar, dimulai dari kembali menuju ritme sinus, hingga meninggal dengan takikardia ventrikular. Dari rentang hasil ini direkomendasikan untuk tidak menggunakan amiodaron untuk terapi farmakologis dalam sindroma WPW.15 Terapi definitif untuk sindroma WPW meliputi ablasi baik ablasi DC (direct-current ) maupun RF (radiofrequency). Ablasi adalah suatu proses untuk menghilangkan suatu bagian biologis dari suatu organ. Pada DC ablation menggunakan teknik renjatan listrik dengan energi 300J yang pertama dilakukan oleh Gallagher pada tahun 1982. Sedangkan RF ablation dengan kateter menggunakan teknik diatermi pembedahan yang menggunakan frekuensi AC yang tinggi untuk memotong bagian dari organ. Pada ablasi t ipe ini hanya membutuhkan voltase yang kecil dibandingkan dengan voltase yang dibutuhkan dalam ablasi ti pe DC. Terapi ablasi ini hanya dilakukan pada pusat kardiologi besar dan hanya dilakukan apabila pasien simtomatik serta apabila pasien simtomatik dan refrakter terhadap terapi medikamentosa. Penelitian ini dilakukan oleh European Society of Cardiology.5.6,10,11,16 Diagnosis Banding Sindroma Wolff-Parkinson-White
Pada
tampilan
klinis
perlu
dipertimbangkan
penyakit
lain
yang
berhubungan dengan aritmia sindroma pre-eksitasi seperti sindroma LownGanong-Levine dan aritmia supraventrikular seperti PSVT, SVT, AF, atau MAT. Dapat juga dipertimbangkan penyakit yang biasanya disertai oleh sindroma WPW seperti hipertrofi kardiomiopati dan penyakit Pompe. 3,8 Komplikasi Sindroma Wolff-Parkinson-White
Kebanyakan pasien WPW akan berada dalam kondisi asimtomatik (92% dari pasien) dan sekitar 19% dari pasien mungkin mengalami episode sinkope. Pada umumnya, penyakit ini memiliki tingkat mortalitas yang rendah dan hanya
memerlukan terapi ablasi pada serangan akut yang refrakter terhadap pengobatan, terutama apabila telah refrakter terhadap pengobatan jangka panjang. 2 Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah munculnya fibrilasi atrial, takikardia supraventrikular, takikardia supraventrikular paroksismal, nodus AV reentran dan ventrikular takikardia yang dapat meningkatkan tingkat mortalitas pasien dengan cepat. Kurang dari 0.1% pasien dengan sindoma WPW dapat mengalami sudden cardiac death.2,5 Edukasi Sindroma Wolff-Parkinson-White
Pemberian edukasi pada pasien dengan sindroma WPW merupakan bagian penting dari penatalaksanaan sindroma WPW. Edukasi meliputi 3: 1. Penjelasan tentang gejala penyakit yang rekuren 2. Penjelasan tentang melakukan perasat vagal apabila diperlukan 3. Penjelasan tentang kontrol rutin pasien 4. Penjelasan tentang efek obat antiaritmia yang dikonsumsi berkala 5. Penjelasan tentang dilarangnya melakukan olahraga berlebihan 6. Penjelasan tentang opsi ablasi sebagai terapi definitif Prognosis Sindroma Wolff-Parkinson-White
Pada umumnya, prognosis pada sindroma ini tergolong baik. Pasien dengan sindroma WPW yang asimtomatik umumnya memiliki prognosis yang sangat baik. Pada pasien simtomatik yang memiliki gejala aritmia menetap dapat memiliki prognosis yang baik apabila dilakukan ablasi RF preventif. Pasien dapat memiliki prognosis yang buruk apabila terdapat takiaritmia dan serangan jantung. Akan tetapi apabila dilakukan terapi definitif segera, prognosis pada pasien dengan sindroma WPW tanpa pemberat dapat menjadi baik kembali. 2,3
BAB III PENUTUP Kesimpulan
Sindroma Wolff-Parkinson-White merupakan suatu penyakit aritmia preeksitasi yang menyebabkan adanya kontraksi otot kontraktil jantung yang dimulai lebih dahulu dibandingkan dengan otot kontraktil lainnya. Kejadian ini terjadi akibat adanya jalur re-entran akibat adanya jalur asesori yang menghubungkan antara atrium dan ventrikel. Sindroma ini terjadi pada semua umur, sekitar pada 13 individu per 1000 populasi. Pada umumnya sindroma ini merupakan sindroma yang tidak bergejala dan memiliki prognosis yang baik apabila pasien diedukasi dengan baik tentang kontrol rutin, gejala rekuren dan efek obat antiaritmia. Pasien biasa mengeluhkan adanya takikardia mendadak. Pada pemeriksaan penunjang dapat ditemukan hasil yang baik dan pada umumnya hanya terjadi keganjalan pada hasil pemeriksaan fisik apabila sindroma WPW merupakan sindroma penyerta dari penyakit lainnya. Pada gambaran EKG dapat ditemukan gelombang delta yang merupakan gelombang awal dari kompleks QRS yang terlihat lebih landai daripada kompleks QRS lanjutannya. Hal ini terjadi akibat adanya kontraksi awal dari otot miokardium akan tetapi amplitudonya rendah akibat jumlah otot kontraktil yang berkontraksi lebih sedikit dibandingkan otot lainnya yang berkontraksi kemudian melalui nodus AV. Hal ini menyebabkan kompleks QRS lebar dan interval PR yang pendek. Etiologi dari penyakit ini merupakan adanya kelainan genetik seperti pada hipetrofik kardiomiopati pada kelainan kromosom 7q36 dan 7q3 seperti mutasi pada enzim PRKAG2 dan LAMP2. Pengobatan kardioversi yang digunakan adalah Disopiramid dengan dosis loading 300mg apabila diatas 50kg dan 200mg apabila dibawah 50kg diikuti dengan 150mg setiap 6 jam apabila diatas 50kg atau 50mg setiap 6 jam apabila dibawah 50kg. Propafenon dengan dosis 150-300mg tiga kali sehari atau pemberian bretilium 5mg/KgBB/8 jam atau 200mg/2 jam dengan dosis maksimal 2gram secara IM. Terapi dengan amiodaron tidak direkomendasi akibat adanya kejadian pasien yang kemudian mengalami fibrilasi ventrikular.
Terapi definitif dan kuratif dari sindroma ini adalah ablasi baik dengan DC ablasi atau dengan ablasi RF dengan menghilangkan bagian nodus AV atau jembatan yang ada sehingga jalur asesori terputus. Kebanyakan pasien WPW akan berada dalam kondisi asimtomatik (92% dari pasien) dan sekitar 19% dari pasien mungkin mengalami episode sinkope. Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah munculnya fibrilasi atrial, takikardia supraventrikular, takikardia supraventrikular paroksismal, nodus AV reentran dan ventrikular takikardia yang dapat meningkatkan tingkat mortalitas pasien dengan cepat. Prognosis pada sindroma ini tergolong baik. Pasien dengan sindroma WPW yang asimtomatik umumnya memiliki prognosis yang sangat baik. Pada pasien simtomatik yang memiliki gejala aritmia menetap dapat memiliki prognosis yang baik apabila dilakukan ablasi RF preventif.
DAFTAR PUSTAKA 1. Sherwood L. Human physiology: from cells to systems. 7th ed. United States of America: Cengage Learning; 2010.p.304-15. 2. Obeyesekere M, Gula LJ, Skanes AC, et al. Risk of sudden death in wolff parkinson-white syndrome. Circulation. 2012;125(5):659-60. 3. Ellis CR, Berul CI, Hamilton RM, et al. Wolff-Parkinson-White syndrome. Diunduh dari emedicine. 2014. 4. Murphy JG, Llyod MA. Mayo clinic cardiology: concise textbook. Canada: Mayo Foundation for Medical Education and Research; 2007.p86, 262. 5. Kulig J, Koplan BA. Wolff-parkinson-white syndrome and accessor y pathways. Circulation. 2010;122(15):480 – 4. 6. Swanton BRH, Banerjee S. Swanston’s cardiology. United States of America: Blackwell Science; 2008.p.137, 399-405. 7. Ellis H. Clinical Anatomy. 11th ed. Annals of Surgery. United States of America: Blackwell Science; 2006.p.6-7, 29-35. 8. Thaler MS. The only ekg book you’ll ever need. 7 th ed. United States of America: Lippincott Williams & Wilkins; 2012.p. 9. Levine E, Windle ML, Lange RA. Electrocardiography. Diunduh dari emedicine. 2013. 10. Crawford MH. Current cardiology. 3rd ed. United States of America: The McGraw-Hill Companies; 2009.p.247-56. 11. Petroniatis T, Ortu E, Marchili N, Giannoni M, Marzo G, Monaco A. How to maintain the oral health of a child with Wolff-Parkinson-White syndrome: a case report. J Med Case Rep [Internet]. 2014;8(1):323. Available from: http://www.jmedicalcasereports.com/content/8/1/323 12. Ashley EA, Niebauer J. Cardiology explained. London: Remedica; 2004.p.10. 13. Keating L, Morris FP, Brady WJ. Electrocardiographic features of WolffParkinson-White syndrome. Emerg Med J. 2003;20(5):491 – 3. 14. Muchtar A, Suyatna FD. Obat antiaritmia. Dalam: Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth. Farmakologi dan terapi. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012.h.321-37.
15. Tijunelis MA, Herbert ME. Myth: Intravenous amiodarone is safe in patients with atrial fibrillation Wolff-Parkinson-White syndrome in the emergency department. Can J Emerg Med. 2005;7(4):262 – 5. 16. Svendsen JH, Dagres N, Dobreanu D, et al. Current strategy for treatment of patients with wolff-parkinson-white syndrome and asymptomatic preexcitation in
Europe:
European
2013;15(5):750 – 3.
Heart
Rhythm
Association
survey.
Europace.