REFERAT KOLELITIASIS
TUGAS UJIAN MADYA GASTROENTEROHEPATOLOGI
Oleh:
Ivan Veriswan
Supervisor: dr. Ninung Rose D K, MSi.Med, Sp.A(K)
PPDS I ILMU KESEHATAN ANAK FK UNDIP DEPARTEMEN KESEHATAN ANAK RSUP DR. KARIADI SEMARANG 2019
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL DEPAN ....................................... ........................................................... ............................. .........
i
DAFTAR ISI ...................................... .......................................................... ......................................... ..................................... ................
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................... ........................................................... ....................................... ...................
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi ....................................... ........................................................... ........................................ ............................. .........
2
2.2 Fisiologi ....................................... ........................................................... ........................................ ............................. .........
6
2.3 Definisi Kolelitiasis ......................................... ............................................................. ............................. .........
8
2.4 Epidemiologi ......................................... ............................................................. ....................................... ...................
11
2.5 Etiologi ......................................... ............................................................. ........................................ ............................. .........
12
2.6 Manifestasi Klinis ........................................ ............................................................ ................................. .............
12
2.7 Patofisiologi ....................................... ........................................................... ......................................... ....................... ..
14
2.8 Faktor Resiko ......................................... ............................................................. ....................................... ...................
16
2.9 Diagnosis ......................................... ............................................................. ........................................ .......................... ......
17
2.10 Pemeriksaan Penunjang ....................................... ........................................................... ....................... ...
19
2.11 Komplikasi ....................................... ........................................................... ......................................... ....................... ..
20
2.12 Penatalaksanaan ...................................... .......................................................... .................................... ................
22
2.13 Prognosis ....................................... ........................................................... ......................................... .......................... .....
23
BAB III KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
...................................... .......................................................... ......................................... ....................... ..
25
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
27
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kolelithiasis dimaksudkan untuk penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau didalam ductus choleaductus, atau pada keduanya. Sebagian besar batu empedu terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu (kolesistolitiasis). Batu kandung empedu berpindah ke dalam saluran empedu ekstrahepatik disebut batu saluran empedu sekunder atau koledokolitiasis. 1 Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung empedu, tetapi ada juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu ekstrahepatik maupun intrahepatik. Batu primer dari saluran empedu, harus memenuhi kriteria sebagai berikut : ada masa asimptomatik setelah kolesistektomi, morfologik cocok dengan batu empedu primer, tidak ada sisa duktus sistikus yang panjang.
1
Sekitar 16 juta orang di AS menderita batu empedu, yang mengharuskan dilakukakannya
sekitar
500.000
kolesistektomi
setahun.
Batu
empedu
bertanggung jawab secara langsung bagi sekitar 10.000 kematian setahun. Prevalensi batu empedu bervariasi sesuai dengan usia dan jenis kelamin. Wanita dengan batu empedu melebihi jumlah pria dengan perbandingan 4 : 1. Wanita yang minum estrogen mempunyai peningkatan resiko, yang melibatkan lebih lanjut dasar hormon. Batu empedu tidak biasa ditemukan pada orang yang berusia kurang dari 20 tahun (1 %), lebih sering pada usia 40-60 tahun (11 %) dan ditemukan sekitar 30 % pada orang yang berusia diatas 80 tahun.
2
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi 2.1.1
Embriologi
Cikal bakal saluran empedu dan hati adalah penonjolan sebesar 3 mm, yang timbul di daerah ventral usus depan. Bagian kranial tumbuh menjadi hati, bagian kaudal menjadi kandung empedu. Dari tonjolan berongga yang bagian padatnya kelak menjadi sel hati, tumbuh saluran empedu yang bercabang-cabang seperti pohon di antara sel hati tersebut. 2.1.2
1
Anatomi
Kandung empedu adalah kantung berbentuk buah pir, panjang sekitar 7 sampai 10 cm, dengan kapasitas rata-rata 30 sampai 50 ml. Ketika obstruksi, kandung empedu dapat distensi dan berisi hingga 300 ml.
3
Kandung empedu terletak di fossa pada permukaan inferior hati. Sebuah garis dari fossa ini ke vena cava inferior membagi hati menjadi lobus hati kanan dan kiri. Kantong empedu dibagi menjadi empat bidang anatomi: fundus, corpus (tubuh), infundibulum, dan leher. Fundus adalah bulat, akhirnya yang biasanya meluas 1 sampai 2 cm di atas margin hati. Berisi sebagian besar otot polos organ, berbeda dengan corpus, yang merupakan tempat penyimpanan utama dan berisi sebagian besar jaringan elastis. Tubuh memanjang dari fundus dan mengecil ke leher, daerah berbentuk corong yang menghubungkan dengan duktus sistikus. Leher biasanya mengikuti kurva lembut, konveksitas yang dapat diperbesar untuk membentuk infundibulum atau kantong Hartmann. Leher terletak di bagian terdalam dari fossa kandung empedu dan meluas ke bagian bebas dari ligamen hepatoduodenal. 3 Lapisan peritoneum yang sama yang meliputi hati meliputi fundus dan permukaan inferior kantong empedu. Kadang-kadang, kandung empedu memiliki
2
penutup peritoneal lengkap dan ditangguhkan dalam mesenterium dari permukaan rendah hati, dan jarang, itu tertanam jauh di dalam parenkim hati (sebuah kantung empedu intrahepatik). 3
Kantong empedu dilapisi oleh satu, sangat dilipat, epitel kolumnar tinggi yang
mengandung
kolesterol
dan
lemak
gelembung-gelembung.
Lendir
disekresikan ke kandung empedu berasal dari kelenjar tubuloalveolar ditemukan di mukosa yang melapisi infundibulum dan leher kandung empedu, tetapi absen dari tubuh dan fundus. Lapisan epitel kandung empedu didukung oleh lamina propria. Lapisan otot memiliki serat longitudinal dan melingkar miring, tapi tanpa lapisan berkembang dengan baik. Subserosa perimuskular mengandung jaringan ikat, saraf, pembuluh, limfatik, dan adiposit. Hal ini ditutupi oleh serosa kecuali kantong empedu tertanam dalam hati. Kantong empedu berbeda histologis dari saluran pencernaan dalam hal ini tidak memiliki mukosa muskularis dan submukosa. 3
Gambar 1. Anatomi Hepar
8
3
Gambar 2. Anatomi Hepar dan Kandung Empedu
8
Empedu di sekresi oleh sel hepar ke dalam ductulus biliaris yang bersatu menjadi ductulus biliaris interlobularis yang bergabung untuk membentuk ductus hepaticus dexter dan ductus hepaticus sinister. Ductus hepaticus dexter menyalurkan empedu dari lobus hepatis dexter, dan ductus hepaticus sinister menyalurkan empedu dari lobus hepatis sinister, termasuk lobus caudatus dan hampir seluruh lobus quadratus. Setelah melewati porta hepatis, kedua ductus hepaticus bersatu untuk membentuk ductus hepaticus communis. Dari sebelah kanan ductus cysticus bersatu dengan ductus hepaticus communis untuk membentuk ductus choledochus (biliaris) yang membawa empedu ke dalam duodenum. 4 Ductus choledochus berawal di
sisi bebas omentum minus dari
persatuan ductus cysticus dan ductus hepaticus communis. Ductus choledochus melintas ke kaudal di sebelah dorsal pars superior duodenum dan menempati alur pada permukaan dorsal caput pancreatic. Disebelah kiri bagian duodenum yang menurun, ductus choledochus bersentuhan dengan ductus pancreaticus. Kedua ductus ini melintas miring melalui dinding bagian kedua duodenum, lalu bersatu membentuk ampulla hepatopancreatica. Ujung distal ampulla hepatopancreatica
4
bermuara ke dalam duodenum melalui papilla duodeni major. Otot yang terdapat pada ujung distal ductus choledochus menebal untuk membentuk musculus sphinter ductus choledochi. Jika musculus sphinter ductus choledochi mengkerut, empedu tidak dapat memasuki ampula hepatopancreatica dan atau duodenum, maka empedu terbentdung dan memasuki ductus cysticus ke dalam vesica biliaris untuk dipekatkan dan disimpan.
4
Gambar 3. Anatomi Kandung Empedu, Vesica biliaris (fellea), saluran
empedu. 8
5
2.2 Fisiologi
Fungsi kandung empedu, yaitu : a. Tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang ada di dalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati. b. Garam empedu menyebabkan meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus. Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah diubah menjadi bilirubin (pigmen utama dalam empedu) dan dibuang ke dalam empedu 3,5 Kandung empedu mampu menyimpan 40-60 ml empedu. Diluar waktu makan, empedu disimpan sementara di dalam kandung empedu. Empedu hati tidak dapat segera masuk ke duodenum, akan tetapi setelah memasuki ductus hepaticus, empedu masuk ke duktus sistikus dan ke kandung empedu. Dalam kandung empedu, pembuluh limfe dan pembuluh darah mengabsorpsi air dari garam-garam anorganik, sehingga empedu dalam kandung empedu kira-kira lima kali lebih pekat dibandingkan empedu hati. Empedu disimpan didalam kandung empedu selama periode interdigestif dan diantarkan ke duodenum setelah rangsangan makanan. Pengaliran cairan empedu diatur oleh 3 faktor, yaitu : 1. Sekresi empedu oleh sel hati 2. Kontraksi kandung empedu 3. Tahanan sfingter koledokus Dalam keadaaan puasa, empedu yang diproduksi akan dialirkan ke dalam kandung empedu. Setelah makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter relaksasi dan empedu mengalir ke duodenum. Memakan makanan akan menimbulkan pelepasan hormone duodenum, yaitu kolesistokinin (CGK), yang merupakan stimulus yang lebih kuat. Reseptor CGK telah dikenal terletak dalam otot polos dari dinding kandung
6
empedu. Pengosongan maksimum terjadi dalam waktu 90 – 120 menit setelah konsumsi makanan. Empedu secara primer terdiri dari air, lemak, organic, dan elektrolit, yang normalnya disekresi oleh hepatosit. Zat terlarut organik adalah garam empedu, kolesterol, dan fosfolipid.
1,3
Sebelum makan, garam-garam empedu menumpuk di dalam kandung empedu dan hanya sedikit empedu yang mengalir dari hati. Makanan di dalam duodenum memicu serangkaian sinyal hormonal dan sinyal saraf sehingga kandung empedu berkontraksi. Sebagai akibatnya, empedu mengalir ke dalam duodenum dan bercampur dengan makanan. Empedu memiliki fungsi, yaitu membantu pencernaan dan penyerapan lemak, berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama hemoglobin yang berasal dari penghacuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol, garam empedu merangsang pelepasan air oleh usus besar untuk membantu menggerakkan isinya, bilirubin (pigmen utama dari empedu) dibuang ke dalam empedu sebagai limbah dari sel darah merah yang dihancurkan, serta obat dan limbah lainnya dibuang dari
empedu dan
selanjutnya dibuang dari tubuh. Garam empedu kembali diserap ke dalam usus, disuling oleh hati dan dialirkan kembali ke dalam empedu. Sirkulasi ini dikenal sebagai sirkulasi enterohepatik. Seluruh garam empedu didalam tubuh mengalami sirkulasi sebanyak 10-12 kali/hari. Dalam setiap sirkulasi, sejumlah kecil garam empedu masuk ke dalam usus besar (kolon). Di dalam kolon, bakteri memecah garam empedu menjadi berbagai unsur pokok. Beberapa dari unsur pokok ini diserap kembali dan sisanya dibuang bersama tinja. Hanya sekitar 5 % dari asam empedu yang di sekresi ke dalam feces. 1,3
7
2.3 Definisi Kolelithiasis
Istilah kolelithiasis dimaksudkan untuk penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada keduanya. Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu (kolesistolitiasis). kalau batu
kandung empedu ini
berpindah ke dalam daluran empedu ekstrahepatik disebut batu saluran empedu sekunder atau koledokolithiasis sekunder. Kolelitiasis disebut juga Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus.
Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di
dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.
Gambar 4. Batu dalam kandung empedu
Komposisi dari kolelitiasis adalah campuran dari kolesterol, pigmen empedu,kalsium dan matriks inorganik. Lebih dari 70% batu saluran empedu pada anak-anak adalah tipe batu pigmen, 15-20% tipe batu kolesterol dan sisanya dengan komposisi yang tidak diketahui.
8
Batu empedu dapat bervariasi ukurannya dari sebesar pasir hingga sebesar bola golf
Jumlah yang terbentuk juga bisa mencapai beberapa ribu. Bentuknya
juga berbeda-beda tergantung dari jenis: Kandungannya Secara garis besar batu empedu dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu : 1. Batu kolesterol
Batu kolesterol murni jarang terjadi dan memperhitungkan <10% dari semua batu. Mereka biasanya terjadi sebagai batu-batu besar tunggal dengan permukaan yang halus. Sebagian besar batu kolesterol lainnya mengandung jumlah variabel pigmen empedu dan kalsium, tapi selalu > 70% kolesterol. Batu-batu ini biasanya banyak, dengan ukuran variabel, dan mungkin sulit dan faceted atau tidak beraturan irreguller berbentuk seperti murbei, dan lembut. Warna berkisar dari keputihan kuning dan hijau menjadi hitam. Kebanyakan batu kolesterol yang radiolusen; <10% yang radiopak. Apakah murni atau alam campuran, acara utama umum dalam pembentukan batu kolesterol jenuh empedu dengan kolesterol. Oleh karena itu, kadar kolesterol empedu dan batu empedu kolesterol tinggi dianggap sebagai salah satu penyakit. Kolesterol sangat nonpolar dan tidak larut dalam air dan empedu. Kelarutan kolesterol bergantung pada konsentrasi relatif dari kolesterol, garam empedu, dan lesitin (fosfolipid utama dalam empedu). Supersaturasi hampir selalu disebabkan oleh kolesterol hipersekresi bukan oleh sekresi berkurang dari fosfolipid atau garam empedu. 3 Jenis kolesterol ini merupakan 80% dari keseluruhan batu empedu. Penampakannya biasanya berwarna hijau namun dapat juga putih atau kuning. Batu kolesterol dapat terbentuk jika empedu mengandung terlalu banyak kolesterol dibadingkan dengan garam empedu. Selain itu 2 faktor yang: berperan dalam pembentukan batu kolesterol adalah seberapa baik kantung empedu kita berkontraksi untuk mengeluarkan empedu dan adanya protein dalam hati yang berperan untuk menghambat masuknyaolesterol kedalam batu empedu.
9
Kenaikan hormon estrogen kehamilan mendapat terapi hormone dan KB dapat meningkatkan kandungan kolesterol dalam empedu dan mengurangi kontraksinya sehingga mempermudah pembentukan batu empedu. 2. Batu pigmen
Batu pigmen mengandung < 20% kolesterol dan berwarna gelap karena kandungan kalsium bilirubinate. Jika tidak, batu pigmen berwarna hitam dan coklat memiliki sedikit dan harus dianggap sebagai entitas yang terpisah. Batu pigmen hitam biasanya ukuran kecil, rapuh, hitam, dan kadangkadang spiculated. Mereka dibentuk oleh jenuh kalsium bilirubinate, karbonat, dan fosfat, paling sering sekunder untuk gangguan hemolitik seperti sferositosis herediter dan penyakit anemia sel sabit, dan pada penyakit sirosis. Seperti batu kolesterol, mereka hampir selalu terbentuk di kandung empedu. Bilirubin tak terkonjugasi jauh lebih larut dari terkonjugasi bilirubin dalam empedu. Deconjugation bilirubin terjadi biasanya dalam empedu pada tingkat yang lambat. Tingkat berlebihan bilirubin terkonjugasi, seperti di negara-negara hemolitik, menyebabkan peningkatan laju produksi bilirubin tak terkonjugasi. Sirosis dapat menyebabkan peningkatan sekresi bilirubin tak terkonjugasi. Ketika kondisi berubah menyebabkan peningkatan kadar bilirubin dalam empedu deconjugated, curah hujan dengan kalsium terjadi. Di negara-negara Asia seperti Jepang, akun batu hitam untuk persentase yang jauh lebih tinggi dari batu empedu dibandingkan di belahan bumi Barat. Batu coklat biasanya dengan ukuran < 1 cm, berwarna kuning kecoklatan, lunak, dan sering lunak. Dapat membentuk di dalam kantong empedu atau di saluran empedu, biasanya sekunder terhadap infeksi yang disebabkan oleh stasis empedu. Endapan kalsium bilirubinate dan badan sel bakteri membentuk bagian utama dari batu. Bakteri seperti Escherichia coli mensekresikan β-glucuronidase yang enzimatik membelah bilirubin glukuronida untuk menghasilkan larut bilirubin tak terkonjugasi. Hal endapan dengan kalsium, dan bersama dengan badan sel bakteri mati, membentuk coklat yang lembut batu di saluran empedu.
10
Batu coklat biasanya ditemukan di saluran empedu dari populasi Asia dan berhubungan dengan stasis sekunder untuk parasit infeksi. Dalam populasi Barat, batu coklat terjadi sebagai empedu utama batu saluran pada pasien dengan penyempitan empedu atau batu empedu saluran lain yang menyebabkan stasis dan kontaminasi bakteri. 3
3.
Batu campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50% kolesterol.
Gambar 5. Klasifikasi batu dalam kandung empedu
2.4 Epidemiologi
Penyakit batu empedu merupakan salah satu masalah yang paling umum yang mempengaruhi saluran pencernaan. Laporan otopsi menunjukkan prevalensi batu empedu dari 11% menjadi 36 %.
Prevalensi batu empedu berhubungan
dengan banyak faktor, termasuk usia, jenis kelamin, dan latar belakang etnis. Kondisi tertentu predisposisi yang pengembangan batu empedu. Obesitas, kehamilan, faktor makanan, penyakit Crohn, reseksi ileum terminal, operasi lambung, sferositosis herediter, penyakit sel sabit, dan talasemia yang semua yang berhubungan dengan peningkatan risiko mengembangkan batu empedu.
11
Wanita tiga kali lebih mungkin untuk mengembangkan batu empedu dibandingkan laki-laki, dan kerabat tingkat pertama pasien dengan batu empedu memiliki prevalensi dua kali lipat lebih besar.
6
Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. Sekitar 5,5 juta penderita batu empedu ada di Inggris dan 50.000 kolesistektomi dilakukan setiap tahunnya. Kasus batu empedu sering ditemukan di Amerika, yaitu pada 10 sampai 20% penduduk dewasa. Setiap tahun beberapa ratus ribu penderita ini menjalani pembedahan. 6 Dua per tiga dari batu empedu adalah asimptomatis dimana
pasien tidak mempunyai keluhan dan yang
berkembang menjadi nyeri kolik tahunan hanya 1-4%. Sementara pasien dengan gejala simtomatik batu empedu mengalami komplikasi 12% dan 50% mengalami nyeri kolik pada episode selanjutnya. Risiko penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil. Walaupun demikian, sekali batu empedu menimbulkan masalah serangan nyeri kolik yang spesifik maka resiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat. 6 Di negara Barat 10-15% pasien dengan batu kandung empedu juga disertai batu saluran empedu. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk primer di dalam saluran empedu intra-atau ekstra-hepatik tanpa melibatkan kandung empedu.
Batu saluran empedu primer lebih banyak
ditemukan pada pasien di wilayah Asia dibandingkan dengan pasien di negara Barat.6
12
2.5 Etiologi
Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3% bilirubin. 2 Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna namun yang paling penting adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu. 3 Sementara itu, komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan di luar empedu.
2.6 Manifestasi Klinis
Pada anamnesis, didapatkan setengah sampai dua pertiga penderita batu kandung empedu adalah asimtomatik. Keluhan yang mungkin timbul berupa dyspepsia yang kadang disertai intoleransi terhadap makanan berlemak. Pada asimptomatik, keluhan berupa nyeri didaerah epigastrium, kuadran kanan atau precordium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan, tetapi pada sepertiga kasus timbul secara tiba-tiba. Penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian tengah, scapula, atau puncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri menghilang setelah makan antacid. Kalau terjadi kolesistitis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam dan sewaktu kandung empedu tersentuh ujung jari tangan sehingga pasien menarik nafas, yang merupakan tanda rangsangan peritoneum setempat ( Murphy sign). 1 Gejala empedu simtomatik utama yang terkait dengan batu adalah nyeri. Rasa sakit adalah konstan dan peningkatan keparahan selama setengah jam pertama atau lebih dan tipikal berlangsung selama 1 sampai 5 jam. Hal ini terletak di
13
epigastrium atau kuadran kanan atas dan sering menyebar ke punggung bagian atas kanan atau antara skapula. Rasa sakit parah dan datang pada tiba-tiba, biasanya pada malam hari atau setelah makan lemak. Hal ini sering dikaitkan dengan mual dan muntah kadang-kadang. Rasa sakit adalah episodik. Pasien menderita serangan diskrit nyeri, antara yang mereka merasa baik. Pemeriksaan fisik dapat mengungkapkan ringan kuadran kanan atas nyeri selama episode nyeri. Jika pasien sakit gratis, pemeriksaan fisik biasanya kategorinya sekutu biasa-biasa saja. Nilai laboratorium, seperti jumlah dan fungsi hati WBC tes, biasanya normal pada pasien dengan batu empedu dipersulit.
3
2.7 Patofisiologi
Hepatolitiasis ialah batu empedu yang terdapat di dalam saluran empedu dari awal percabangan duktus hepatikus dextra dan sinistra meskipun percabangan tersebut mungkin terdapat diluar parenkrim hati. Batu tersebut umumnya berupa batu pigmen yang berwarna coklat, lunak, bentuk seperti lumpur dan rapuh. Hepatolitiasis akan menimbulkan kolangitis piogenik rekurens atau kolangitis oriental yang sering sulit penanganannya. Batu kandung empedu dapat berpindah ke dalam duktus koledokus melalui duktus sistikus. Didalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut dapat menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial atau komplet sehingga menimbulkan gejala kolik empedu. Pasase batu empedu berulang melalui duktus sistikus yang sempit dan dapat menimbulkan iritasi dan perlukaan sehingga dapat menimbulkan peradangan dinding duktus sistikus dan striktur. Kalau batu terhenti di dalam duktus sistikus karena diameternya terlalu besar atau tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada di sana sebagai batu duktus sistikus.
Kolelitiasis asimptomatik biasanya diketahui secara kebetulan, sewaktu pemeriksaan ultrasonografi, pembuatan foto polos abdomen, atau perabaan sewaktu operasi. Pada pemeriksaan fisik dan laboratorium tidak ditemukan kelainan.
14
2.8 Faktor Resiko
Faktor resiko untuk kolelitiasis, yaitu : a. Usia Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia > 40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis di bandingkan dengan usia yang lebih muda. Di Amerika serikat 20 % wanita lebih dari 40 tahun mengidap batu empedu. Semakin meningkat usia, prevalensi batu empedu semakin tinggi. Hal ini disebabkan oleh: 1. Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan. 2. Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan bertambahnya usia. 3. Empedu semakin itogenik bila usia semakin bertambah. b. Jenis Kelamin Wanita memiliki resiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria, hal ini disebabkan karena pada wanita dipengaruhi
oleh
hormon
estrogen,
yang
berpengaruh
terhadap
peningkatan eksresi kolesterol oleh kandung empedu. Hingga decade ke-6, 20 % pada wanita dan 10 % pada pria menderita batu empedu dan prevalensinya meningkat dengan bertambahnya usia, walaupun umumnya selalu pada wanita. c. Berat Badan (BMI) Pada orang yang memiliki Body Mass Indeks (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis, hal ini dikarenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol di dalam kandung empedu tinggi dan mengurangi garam empedu serta mengurangi kontraksi / pengosongan kandung empedu. d. Makanan Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani beresiko untuk menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan komponen
15
dari lemak. Jika kadar kolesterol yang terdapat dalam cairan empedu melebihi batas normal, maka cairan empedu dapat mengendap dan lama kelamaan menjadi batu. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu. e. Aktivitas fisik Kurangnya aktivitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.
2.9 Diagnosis
Diagnosis batu empedu simtomatik atau kolesistitis kronis tergantung pada kehadiran gejala-gejala yang khas dan demonstrasi batu pada pencitraan diagnostik. USG abdomen adalah tes diagnostik standar untuk batu empedu. Batu empedu kadang-kadang diidentifikasi pada radiografi abdomen atau CT scan. Dalam kasus ini, jika pasien memiliki gejala yang khas, USG kantong empedu dan saluran bilier harus ditambahkan sebelum intervensi bedah. Batu dapat di diagnosis kebetulan pada pasien tanpa gejala harus dibiarkan di tempat seperti yang dibahas sebelumnya di anamnesa. Kadang-kadang, pasien dengan serangan khas nyeri bilier tidak memiliki bukti batu pada ultrasonografi. Kadang-kadang hanya lumpur di kantong empedu ditunjukkan pada ultrasonografi. Jika pasien memiliki serangan nyeri bilier yang khas dan lumpur terdeteksi pada dua atau tiga kali, kolesistektomi dibenarkan. Selain sludge dan batu, cholesterolosis dan adenomyomatosis dari kantong empedu dapat menyebabkan gejala empedu yang khas dan dapat dideteksi pada ultrasonografi. Cholesterolosis disebabkan oleh akumulasi kolesterol dalam makrofag di mukosa kandung empedu, baik secara lokal atau polip. Ini menghasilkan penampilan makroskopik klasik dari "strawberry kandung empedu." Adenomyomatosis atau kolesistitis glandularis proliferans adalah dikarakterisasikan pada mikroskop oleh hipertrofi bundel otot polos dan dengan ingrowths dari kelenjar mukosa ke dalam lapisan otot
16
(pembentukan sinus epitel). Polip granulomatosa berkembang di lumen di fundus, dan dinding kandung empedu menebal dan septae atau striktur dapat dilihat di kantong empedu. Pada pasien simptomatik, kolesistektomi adalah pengobatan pilihan untuk pasien dengan kondisi ini.
2.10
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut.1
2. Pemeriksaan Radiologis Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatika.1
17
Gambar 6. Foto rongent pada kolelitiasis
3. Pemeriksaan Ultrosonografi (USG) USG akan menunjukkan batu di kandung empedu dengan sensitivitas dan spesifisitas > 90 %. Terdapat batu dengan bayangan akustik dan mencerminkan gelombang ultrasound kembali ke transduser ultrasonik. Karena batu memblokir bagian dari gelombang suara ke daerah belakang dan menghasilkan bayangan akustik. 3
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa. 1
18
Gambar 7. USG Kandung Empedu Normal
Terlihat kontur, besar dan batas yang normal, dinding tidak menebal. Terletak diantara parenkim hati lobus kanan pada fossa vesika felea. Ekocairan homogen
Gambar 8. Kolelitiasis terlihat hiperekoik dengan bayangan akuistik di bawahnya
4. Kolesistografi Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen s ehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi
19
pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu. 1
2.11
Komplikasi
Komplikasi Kolelithiasis dapat berupa kolesistitis akut yang dapat menimbulkan perforasi dan peritonitis, kolesistitis kronik, icterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis piogenik, fisitel bilienterik, ileus batu empedu, ankreatitis dan perubahan keganasan. Batu empedu dari ductus koledokus dapat masuk ke dalam duodenum melalui papila Vater dan menimbulkan kolik, iritasi, perlukaan mukosa, peradangan, udem, dan striktur papilla vater. 1. Kolesistitis Akut Hampir semua kolesititis akut terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh batu yang terjebak di dalam kantung Hartmann, komplikasi ini terjadi pada penderita kolelittiasis 5%. Gambaran klinis, keluhan utama ialah nyeri akut di perut kuadran kanan atas, yang kadang-kadang menjalar ke belakang di daerah scapula. Pada kolesistitis, nyeri menetap dan disertai tanda rangsang peritoneal berupa nyeri tekan, lepas, dan defans muscular otot dinding perut. Kandung empedu yang membesar dan dapat diraba. Pada separuh penderita dapat disertai mual dan muntah. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan jumlah leukosir meningkat atau dalam batas normal. Pada pemeriksaan USG kolesistisis akut ialah sering ditemukan batu, penebalan dinding kandung empedu, hidrops dan kadang-kdang terlihat eko cairan di sekelilingnya yang menandakan adanya perikolesisitisis atau
20
perforasi. Sering diikuti rasa nyeri pada penekanan dengan transduser yang dikenal sebagai Morgan sign positif atau positive transducer sign. 9
Gambar 9. Kolesistitis akut, ditandai dengan penebalan dinding Dan adanya ekocairan disekelilingnya (cirri khas) sebagai reaksi perikolesistisis
2. Kolesititis Kronik Kolesititis kronik merupakan kelainan kandung empedu yang paling umum ditemukan. Penyebabnya adlah hampir selalu batu empedu. Diagnosis Kolesititis kronik adalah kolik bilier, dyspepsia dan ditemukan batu kandung empedu pada pemeriksaan ultrasonografi. Nyeri kolik bilier yang khas dapat dicetuskan oleh makanan berlemak dan khas kolik bilier dirasakan di perut kanan atas, dan nyeri alih ke titik boas. Kandung empedu sering tidak/sukar terlihat. Dinding menjadi sangat tebal dan eko cairan lebih terlihat hiperekoik. Sering terdapat pada kolesistisis kronik lanjut dimana kandung empedu sudah mengisut ( contracted
21
gallbladder ). Kadang-kandang hanya eko batunya saja yang terlihat pada fossa vesika felea.9
Gambar 10. USG Kolesistitis kronik, terlihat dinding yang menebal, kandung empedu mengkisut dan batu yang disertai bayangan akuistik.
3. Keganasan Insidens tumor ganas primer saluran empedu pada penderita dengan kolelitiasis dan tanpa kolelitiasis, pada perempuan dan laki-laki tidak berbeda. Umur kejadian rata-rata pada 60 tahun, jarang pada usia muda. Jenis tumor kebanyakan adenokarsinoma pada duktus hepatikus atau duktus koledokus. Gambaran histologik tumor dapat murni sebagai adenokarsinoma, yang juga disebut kolangiokarsinoma. Keganasan kandung empedu jarang ditemukan dan biasanya terdapat pada usia lanjut. Kebanyakan berhubungan dengan batu empedu. Resiko timbul keganasan sesuai dengan lamanya menderita batu kandung empedu. Tumor gans primer kandung empedu adalah jenis adenokarsinoma dengan penyebaran invasive langsung ke dalam hati dan porta hati.
22
Gambaran klinis, keluhan biasanya ditentukan oleh kolesistolitiasis. Sering ditemukan nyeri menetap di perut uadran kanan atas, mirip kolik bilier. Apabila tejadi obstruksi duktus sstikus, akan timbul kolesistitis akut. Diagnosis, pada pemeriksaan fisik didapatkan teraba massa di daerah kandung empedu. Massa ini tidak akan disangka tumor apabila disertai tanda kolesistitis akut. Pada pemeriksaan ultrasonografi terlihat sebagai massa dengan batas tidak rata dan melebar sampai ke parenkim hati. 9
23
Gambar 11. Keganasan : Terlihat massa padat di dalam kandung empedu dengan
batas ireguler,tidak menimbulkan bayangan akustik, kandung empedu membesar,sehingga batasnya dengan parenkim hepar tidak tegas. Terlihat area anekoik sekeliling kandung empedu (perikolesistitis)
4. Kolangitis Kolangitis yang umumnya disertai dengan obstruksi, akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya kolangitis tersebut. Kolangitis akut yang ringan sampai sedang biasanya kolangitis bacterial non piogenik yang ditandai dengan “Trias Charcot” yaitu demam dan menggigil, nyeri di daerah hati dan ikterus. Apabila tejadi kolangiolitis, biasanya berupa kolangitis piogenik intrahepatic, akan timbul lima gejala pentade “Reynold”, berupa tiga gejala trias Charcoat, ditambah syok, kekacauan mentau atau penurunan kesadaran sampai koma.
2.12
Penatalaksanaan
Penggobatan paling rasional untuk kolestasis adalah perbaikan aliran empedu ke dalam usus. Pada prinsipnya ada beberapa hal pokok yang menjadi pedoman dalam penatalaksanaannya, yaitu: 1. Sedapat mungkin mengadakan perbaikan terhadap adanya gangguan aliran empedu 2. Mengobati komplikasi yang telah terjadi akibat adanya kolestasis 3. Memantau sedapat mungkin untuk mencegah kemungkinan terjadinya keadaan fatal yang dapat mengganggu proses regenerasi hepar 4. Melakukan usaha-usaha yang dapat mencegah terjadinya gangguan pertumbuhan 5. Sedapat
mungkin
menghindari
segala
bahan/keadaan
yang
dapat
mengganggu/merusak hepar Dalam hal ini pengobatan dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu:
24
1. Tindakan medis
Perbaikan aliran empedu: pemberian fenobarbital dan kolestiramin, ursodioxy cholic acid (UDCA).
Aspek gizi: lemak sebaiknya diberikan dalam bentuk MCT (medium chain triglyceride) karena malabsorbsi lemak. Diberikan tambahan vitamin larut lemak
2. Tindakan bedah Tujuannya untuk mengadakan perbaikan langsung terhadap kelainan saluran empedu yang ada.
2.13
Prognosis
Untuk penderita dengan ukuran batu yang kecil, pemeriksaan serial USG diperlukan untuk mengetahui perkembangan dari batu tersebut. Batu bisa menghilang secara spontan. Untuk batu besar masih merupakan masalah, karena resiko terbentuknya karsinoma kandung empedu (ukuran batu > 2cm). Karena resiko tersebut, dianjurkan untuk mengambil batu tersebut.
25
BAB III KESIMPULAN
Kolelitiasis
disebut
juga
batu
empedu, gallstones,
biliary
calculus.
dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu Penyebab Kolelitiasis adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Sementara itu, komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan di luar empedu. Batu empedu lebih banyak ditemukan pada wanita dan faktor resikonya adalah Usia
lanjut, Kegemukan (obesitas), Diet
tinggi lemak, dan
Faktor keturunan. Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu, empiema kandung empedu, atau pankretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas. Karena komposisi terbesar batu empedu adalah kolesterol, sebaiknya menghindari makanan berkolesterol tinggi yang pada umumnya berasal dari lemak hewani. Namun harus diperhatikan pula, apabila batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun telah dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk menjalani pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi). Pengangkatan kandung empedu tidak menyebabkan kekurangan zat gizi dan setelah pembedahan tidak perlu dilakukan pembatasan makanan.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Wagner M, Zollner G, Trauner M. New molecular insights into the mechanisms of cholestasis. J Hepatol 2009;51:565 – 580.. 2. Coopeland III EM, MD Kirby I, Bland MD. Sabiston Buku Ajar Bedah. Jakarta; 1995. 3. Brunicardi, CF. Andersen, D.K, Billiar RT, Dunn LD, dkk .
Schwartz’s
Principles of Surgery. Tenth Edition. Book 2. Page 1309 – 1334. 4. Moore KL, Anne MR. Anatomi klinis dasar. Jakarta : Hipokrates. 2002 ; Hal 122 -123. 5. Price S, Lorraine M. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 1. Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta; 2006. 6. Juffrie, M. Buku Ajar Gastroenterologi - Hepatologi Jilid 1. Balai Penerbit IDAI. Jakarta : 2012 7. Robbins, dkk. Buku Ajar Patologi. Volume 2. Edisi 7. Penerbit Buku KEdokteran EGC. Jakarta ; 2007. 8. Putz RV, Pabst R. Atlas Anatomi Manusia SOBOTTA Batang Badan. Panggul dan Ekstremitas Bawah Jilid I. Edisi 21. Editor: Suyono YJ. Jakarta; 2000. Hal 142-150. 9. Iljas, Mohammad. 2008. Ultrasonografi Hati. Dalam Radiologi Diagnostik edisi ke 2. Jakarta: balai penerbit FKUI
27