Referat September 2017
Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekology Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo
HELLP SYNDROME
OLEH : Baptista Apriyana K1A1 11 003
PEMBIMBING: dr. Lianawati, M.Kes, Sp.OG
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGY FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2017
1
SINDROM HELLP Baptista Apriyana, Lianawati
A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan Negara dengan angka kematian ibu dan perinatal tertinggi. Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh WHO, diketahui kasus kematian ibu sebanyak 240 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2008. Menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), dikeahui bahwa angka kematian ibu (AKI) di Indonesia berada pada peringkat ke 12 dari 18 negara anggota ASEAN dan SEARO (South East Asian Nation Regional Organization) dan dilaporkan angka kematian ibu mengalami penurunan dari 390 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1994 menjadi 225 per 100.000 pada tahun 1999, dan menurun lagi menjadi 125 per 100.000 pada tahun 2010. Menurut WHO (2005), penyebab kematian maternal termasuk perdarahan, infeksi, eklampsia, persalinan macet dan aborsi tidak aman. Penyebab kematian ibu di Indonesia dikenal dengan trias klasik yakni perdarahan, preeclampsia/eklampsia, dan infeksi. Dimana dari 536.000 kematian maternal di dunia, 25 % oleh karena perdarahan 15% infeksi dan 12% preklampsia.1 Preeklampsia merupakan suatu gangguan kehamilan spesifik yang berkomplikasi sekitar 5% dari seluruh kehamilan dan merupakan penyakit glomerulus yang paling umum di dunia, dimana penyebab awalnya masih tidak diketahui, namun perkembangan terbaru menjelaskan mekanisme molekuler melatarbelakangi manifestasinya terutama perkembangan abnormal, hipoksia plasenta, disfungsi endotel.
Pada ibu dapat berkomplikasi sebagai
hemolysis, elevated liver enzymes, dan thrombocytopenia (HELLP Syndrome), gagal ginjal, kejang, gangguan hati, stroke, penyakit jantung hipertensi, dan kematian sedangkan pada fetus dapat mengakibatkan persalinan preterm, hipoksia neurogenik, dan kematian.1 Sindrom hemolisis,
HELLP adalah komplikasi
peningkatan enzim
hati
berat
dan
pada Kehamilan
ditandai
dengan
trombositopenia. Istilah sindrom HELLP
pertama kali dicetuskan oleh Weinstein pada Tahun 1982 sebagian penderita hanya terdapat 1atau 2 tanda dari sindrom ini, yang disebut sebagai sindrom HELLP Parsial (SHP). Kasus ini sering
ditemukan pada trimester kedua (15%), trimester ketiga
(50%), sebelum 2
persalinan atau periode pascapersalinan hingga 48 jam setelahnya.Sindrom HELLP adalah komplikasi dari preeklampsia berat yang sering tak terdeteksi dan progresif .2
B. DEFINISI
HELLP syndrome merupakan suatu kerusakan multisistem dengan tanda-tanda : hemolisis, peningkatan enzim hati, dan trombositopenia yang diakibatkan disfungsi endotel sistemik. Keadaan ini merupakan salah satu komplikasi dari preeklampsia dengan faktor risiko partus preterm, hambatan pertumbuhan janin.2 H : H emolysis EL : E levated Liver E nzyme LP : Low Platelet Count
Preeklampsia merupakan suatu gangguan multisistem idiopatik yang spesifik pada kehamilan dan nifas. Pada keadaan khusus, preeklampsia juga didapati pada kelainan perkembangan plasenta (kehamilan mola komplit). Meskipun patofisiologi preeklampsia kurang dimengerti, jelas bahwa tanda perkembangan ini tampak pada awal kehamilan. Pada 10 % pasien dengan preeklampsia berat dan eklampsia menunjukan terjadinya HELLP syndrome yang ditandai dengan adanya anemia hemolitik, peningkatan enzim hati dan jumlah platelet rendah. Sindrom biasanya terjadi tidak jauh dengan waktu kelahiran (sekitar 31 minggu kehamilan) dan tanpa terjadi peningkatan tekanan darah. Kebanyakan abnormalitas hematologik kembali ke normal dalam dua hingga tiga hari setelah kelahiran tetapi trombositopenia bisa menetap selama seminggu.3
C. EPIDEMIOLOGI
Insidens Sindrom HELLP pada kehamilan berkisar antara 0,2-0,6 %, 4-12% pada preeklampsia berat, dan menyebabkan mortalitas maternal yang cukup tinggi (24 %), serta mortalitas perinatal antara 7,7%-60%. Sindroma HELLP dapat timbul pada pertengahan kehamilan trimester dua sampai beberapa hari setelah melahirkan.2,3 3
Sindrom HELLP terjadi pada ± 2-12% kehamilan. Sebagai perbandingan, preeklampsi terjadi pada 5-7% kehamilan. Superimposed sindrom HELLP berkembang dari 4-12% wanita preeklampsi atau eklampsi. Tanpa preeklampsi, diagnosis sindrom ini sering terlambat. Faktor risiko sindrom HELLP berbeda dengan preeklampsi.4 Dalam laporan Sibai dkk (1986), pasien sindrom HELLP secara bermakna lebih tua (rata-rata umur 25 tahun) dibandingkan pasien preeklampsi-eklampsi tanpa sindrom HELLP (rata-rata umur 19 tahun). lnsiden sindrom ini juga lebih tinggi pada populasi kulit putih dan multipara. Sindrom ini biasanya muncul pada trimester ketiga, walaupun pada 11% pasien muncul pada umur kehamilan <27 minggu; di masa antepartum pada sekitar 69% pasien dan di masa postpartum pada sekitar 31%. Pada masa post partum, saat terjadinya dalam waktu 48 jam pertama post partum.4
D. FAKTOR RISIKO
Preeklampsia sering mengenai perempuan muda dan nulipara, sedangkan perempuan lebih tua lebih beresiko mengalami hipertensi kronis yang bertumpang tindih dengan preeclampsia. Faktor risiko sindrom HELLP berbeda dengan preeklampsi. Pasien sindrom HELLP
secara bermakna lebih tua (rata-rata umur 25 tahun) dibandingkan pasien
preeklampsi-eklampsi tanpa sindrom HELLP (rata-rata umur 19 tahun). lnsiden sindrom ini juga lebih tinggi pada populasi kulit putih dan multipara lain juga mempunyai observasi serupa.3 Sindrom ini biasanya muncul pada trimester ke tiga, walaupun pada 11% pasien muncul pada umur kehamilan <27 minggu; di masa antepartum pada sekitar 69% pasien dan di masa post partum pada sekitar 31%. Pada masa post partum saat terjadinya khas, dalam waktu 48 jam pertama post partum. Faktor risiko preeklampsia meliputi kondisi medis yang berpotensi menyebabkan kelainan mikrovaskular, seperti diabetes melitus, hipertensi kronis dan kelainan vaskular serta jaringan ikat, sindrom antibodi fosfolipid dan nefropati.3,4
4
Berbagai faktor risiko antara lain : o
Faktor yang berhubungan dengan kehamilan
o
Faktor spesifik maternal
o
Faktor spesifik paternal
1. Faktor risiko preeklampsia yang berhubungan dengan kehamilan .5 :
Kelainan kromosom
Mola hydatidosa
Hydrops fetalis
Kehamilan multifetus
Inseminasi donor atau donor oosit
Kelainan struktur kongenital
2. Faktor risiko preeklampsia yang khusus berhubungan dengan maternal .5 :
Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua. Primigravida tua risiko lebih tinggi untuk pre-eklampsia berat.
Ibu hamil berusia diatas 35 tahun atau diatas 40 tahun. Ibu hamil berusia diatas 35 tahun dapat terjadi hipertensi laten.
Ibu hamil usia remaja, yaitu usia dibawah 20 tahun. Ibu hamil berusia dibawah 25 tahun insidens > 3 kali lipat.
Ibu hamil dengan kehamilan kembar.
Ibu hamil yang sebelum kehamilannya memiliki penyakit darah tinggi atau penyakit ginjal.
Riwayat preeklampsia pada keluarga, yaitu ibunya atau saudara perempuannya pernah mengalami preeklampsia. Jika ada riwayat preeklampsia pada ibu/nenek penderita, faktor risiko meningkat sampai ± 25%.
Preeklampsia pada kehamilan sebelumnya.
5
E. ETIOLOGI
Sampai saat ini etiologinya yang pasti belum diketahui. Penyebab sindrom HELLP sampai sekarang belum jelas. Yang ditemukan pada penyakit multisistem ini adalah kelainan tonus vaskuler, vasospasme, dan kelainan koagulasi. Sampai sekarang tidak ditemukan faktor pencetusnya. Sindrom ini kelihatannya merupakan akhir dari kelainan yang menyebabkan kerusakan endotel mikrovaskuler dan aktivasi trombosit intravaskuler; akibatnya terjadi vasospasme, aglutinasi dan agregasi trombosit dan selanjutnya terjadi kerusakan endotel. Terdapat beberapa hipotesis mengenai etiologi preeclampsia.2 Terdapat 4 hipotesa patogenesis dari preeklampsia, sebagai b erikut : 1. Iskemia Plasenta. Peningkatan deportasi sel tropoblast yang menyebabkan kegagalan invasi ke arteri spiralis dan akan mengakibatkan iskemia pada plasenta. 2.
Maladaptasi Imun. Terjadinya maladaptasi imun dapat menyebabkan dangkalnya invasi sel tropoblast pada arteri spiralis, dan terjadinya disfungsi endotel di picu oleh pembentukkan sitokin, enzim proteolitik, dan radikal bebas.
3. Genetik Inpreting. Terjadinya preeklampsia dan eklampsia mungkin didasarkan pada gen resesif tunggal atau gen dominan dengan penetrasi yang tidak sempurna. Penetrasi mungkin tergantung pada genotip janin. 4. Perbandingan VLDL (Very Low Density Lipoprotein) dan TxPA (Toxicity Preventing Activity). Sebagai kompensasi untuk peningkatan energi selama kehamilan, asam lemak nonesterifikasi akan dimobilisasi. Pada wanita hamil dengan kadar albumin yang rendah, pengangkatan kelebihan asam lemak non-esterifikasi dari jaringan lemak kedalam hepar akan menurunkan aktifitas antitoksin albumin sampai pada titik dimana VLDL terekspresikan. Jika kadar VLDL melebihi TxPA maka efek toksik dari VLDL akan muncul.
6
F. KLASIFIKASI
Dua sistem klasifikasi digunakan pada sindrom HELLP. Klasifikasi pertama berdasarkan jumlah kelainan yang ada. Dalam sistem ini, pasien diklasifikasikan sebagai sindrom HELLP parsial (mempunyai satu atau dua kelainan) atau sindrom HELLP total (ketiga kelainan ada). Wanita dengan ketiga kelainan lebih berisiko menderita komplikasi seperti DIC, dibandingkan dengan wanita dengan sindrom HELLP parsial. Konsekuensinya pasien sindrom HELLP total seharusnya dipertimbangkan untuk bersalin dalam 48 jam, sebaliknya yang parsial dapat diterapi konservatif .6 Klasifikasi kedua HELLP syndrome menurut klasifikasi Mississippi berdasar kadar trombosit darah terdiri dari.2,6 : •
Kelas 1 Kadar trombosit : ≤ 50.000/ml LDH ≥ 600 IU/l AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/l
•
Kelas 2 Kadar trombosit > 50.000 ≤ 100.000/ml LDH ≥ 600 IU/l AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/l
•
Klas 3 Kadar trombosit > 100.000 ≤ 150.000/ml LDH ≥ 600 IU/l AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/l
Klasifikasi ini telah digunakan dalam memprediksi kecepatan pemulihan penyakit pada post partum, keluaran maternal dan perinatal, dan perlu tidaknya plasmaferesis. Sindrom HELLP kelas I berisiko morbiditas dan mortalitas ibu lebih tinggi dibandingkan pasien kelas II dan kelas III.
7
G. PATOGENESIS
Patogenesis sindrom HELLP sampai sekarang belum jelas. Yang ditemukan pada penyakit multisistem ini adalah kelainan tonus vaskuler, vasospasme, dan kelainan koagulasi. Sampai sekarang tidak ditemukan faktor pencetusnya. Sindrom ini kelihatannya merupakan akhir dari kelainan yang menyebabkan kerusakan endotel mikrovaskuler dan aktivasi trombosit intravaskuler; akibatnya terjadi vasospasme, aglutinasi dan agregasi trombosit dan selanjutnya terjadi kerusakan endotel. Hemolisis yang didefinisikan sebagai anemi hemolitik mikroangiopati merupakan tanda khas. Sel darah merah terfragmentasi saat melewati pembuluh darah kecil yang endotelnya rusak dengan deposit fibrin. Pada sediaan hapusan darah tepi ditemukan spherocytes, schistocytes, triangular cells dan burr cells. Peningkatan kadar enzim hati diperkirakan sekunder akibat obstruksi aliran darah hati oleh deposit fibrin di sinusoid. Obstruksi ini menyebabkan nekrosis periportal dan pada kasus yang berat dapat terjadi perdarahan intrahepatik, hematom subkapsular atau ruptur hati. Nekrosis periportal dan perdarahan merupakan gambaran histopatologik yang paling sering ditemukan.4,5 Trombositopeni ditandai dengan peningkatan pemakaian dan/atau destruksi trombosit. Banyak penulis tidak menganggap sindrom HELLP sebagai suatu variasi dari disseminated intravascular coagulopathy (DIC), karena nilai parameter koagulasi seperti waktu prothrombin (PT), waktu parsial thromboplastin (PTT), dan serum fibrinogen normal. Pada 10 % pasien dengan preeklampsia berat dan eklampsia menunjukan terjadinya HELLP syndrome yang ditandai dengan adanya anemia hemolitik, peningkatan enzim hati dan jumlah platelet rendah. Sindrom biasanya terjadi tidak jauh dengan waktu kelahiran (sekitar 31 minggu kehamilan) dan tanpa terjadi peningkatan tekanan darah. Kebanyakan abnormalitas hematologik kembali ke normal dalam dua hingga tiga hari setelah kelahiran tetapi trombositopenia bisa menetap selama seminggu.6
H. MANIFESTASI KLINIK
Pasien sindrom HELLP dapat mempunyai gejala dan tanda yang sangat bervariasi, dari yang bernilai diagnostik sampai semua gejala dan tanda pada pasien preeklampsi-eklampsi yang tidak menderita sindrom HELLP.1
8
Sibai (1990) menyatakan bahwa pasien biasanya muncul dengan keluhan nyeri epigastrium atau nyeri perut kanan atas (90%), beberapa mengeluh mual dan muntah (50%), yang lain bergejala seperti infeksi virus. Sebagian besar pasien (90%) mempunyai riwayat malaise selama beberapa hari sebelum timbul tanda lain.7 Dalam laporan Weinstein, mual dan/atau muntah dan nyeri epigastrium diperkirakan akibat obstruksi aliran darah di sinusoid hati, yang dihambat oleh deposit fibrin intravaskuler. Pasien sindrom HELLP biasanya menunjukkan peningkatan berat badan yang bermakna dengan oedem menyeluruh. Hal yang penting adalah bahwa hipertensi berat (sistolik 160 mmHg, diastolik 110 mmHg) tidak selalu ditemukan. Walaupun 66% dari 112 pasien pada penelitian Sibai dkk (1986) mempunyai tekanan darah diastolik 110 mmHg, 14,5% bertekanan darah diastolik 90 mmHg.6 Perlemakan hati akut (AFLP) jarang terjadi tapi potensial menjadi komplikasi yang fatal pada kehamilan trimester ke tiga. Pada awalnya, perlemakan hati akut dalam kehamilan sukar dibedakan dari sindrom HELLP. Pasien AFLP mempunyai gejala khas berupa : mual, muntah, nyeri abdomen, dan ikterus. Sindrom HELLP dan AFLP keduanya ditandai dengan peningkatan tes fungsi hati, tapi pada sindrom HELLP peningkatannya cenderung lebih besar. PT dan PTT biasanva memanjang pada AFLP tapi normal pada sindrom HELLP. Pemeriksaan mikroskopik microvesicular
hati
merupakan
fatty
change
tes
diagnosis
(steatosis)
difus
untuk derajat
menentukan rendah
AFLP.
merupakan
Panlobular gambaran
patognomonik AFLP. Penanganan AFLP meliputi pengakhiran kehamilan segera, atasi hiperglikemi atau koagulopati bila timbul.
I. DIAGNOSIS
Diagnosis Sindroma HELLP secara obyektif lebih berdasarkan hasil laboratorium, sedangkan manifestasi klinis bersifat subyektif, kecuali jika keadaan sindroma HELLP semakin berat. Berdasarkan hasil laboratorium dapat ditemukan anemia hemolisis, disfungsi hepar, dan trombositopeni.5 Didahului tanda dan gejala yang tidak khas malaise, lemah, nyeri kepala, mual, muntah (semuanya ini mirip tanda dan gejala infeksi virus). Ada tanda dan gejala preeklampsia. Sampai saat ini diagnosis Sindroma hellp lebih berdasarkan parameter laboratorium, dan
9
parameter yang digunakan selama ini lebih mengarah pada keadaan sindroma hellp lanjut, dimana morbiditas dan mortalitas ibu mau pun janin cukup tinggi. Sindrom HELLP ditandai: 1. Hemolisis Tanda hemolisis dapat dilihat dari ptekie, ekimosis, hematuria dan secara laboratorik adanya Burr cells pada apusan darah tepi.2,3 2. Elevated liver enzymes Dengan meningkatnya SGOT, SGPT (> 70 iu) dan LDH (> 600 iu) maka merupakan tanda degenerasi hati akibat vasospasme luas. LDH > 1400 iu, merupakan tanda spesifik akan kelainan klinik .2,3 3.
Low platelets Jumlah trombosit < 100.000/mm3 merupakan tanda koagulasi intravaskuler. Tiga kelainan utama pada sindrorn HELLP berupa hemolisis, peningkatan kadar enzim hati dan jumlah trombosit yang rendah. Banyak penulis mendukung nilai laktat dehidrogenase (LDH) dan bilirubin agar diperhitungkan dalam mendiagnosis hemolisis.2,3
Tabel 1. Kriteria diagnosis sindrom HELLP (University of Tennessee, Memphis) Hemolisis
-kelainan hapusan darah tepi -total bilirubin >1,2 mg/dl -laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L Peningkatan fungsi hati
-serum aspartate aminotransferase (AST) > 70 U/L -laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L
Jumlah trombosit yang rendah
-hitung trombosit < 100.000/mm
10
Temuan pathologis .4
•
Erythrocyte
: Terjadi kerusakan erythrocyte, mengalami fragmentasi dapat
dilihat pada darah tepi. •
Thrombosit o
Umur
thrombosit
normal : 8 – 10 hari. Pada preeclmpasia umur
thrombosit menjadi : 5 – 8 hari. o
Pada sindroma HELLP, umur thrombosit makin memendek, disertai peningkatan kerusakan thrombosit dan agregasi thrombosit pada lapisan sel endothel.
o
Kerusakan
thrombosit
akan,
menghasilkan
thromboxane,
vasokonstriktor kuat. •
Gangguan ginjal : o
Sindroma HELLP dapat menimbulkan gangguan ginjal Kerusakan ginjal bervariasi dari sekedar kenaikan kreatinine serum sampai terjadi gagal ginjal akut yang reversible (acute tubular necrosis) maupun yang ireversibel (cortical necrosis)
o
Perubahan ginjal pada HELLP Syndrome adalah pembesaran glomerulus, adanya butir2 fibrin pada lapisan epithel, dan pembengkakan sel endothel, sehingga terjadi penyempitan kapiler glomerulus
J. DIFFERENSIAL DIAGNOSIS
Pasien sindrom HELLP dapat menunjukkan tanda dan gejala yang sangat bervariasi, yang tidak bernilai diagnostik pada preeklampsi berat. Akibatnya sering terjadi salah diagnosis, diikuti dengan kesalahan pemberian obat dan pembedahan.8 Diagnosis banding pasien sindrom HELLP meliputi: o
Perlemakan hati akut dalam kehamilan
o
Apendistis
o
Gastroenteritis
o
Kolesistitis
o
Batu ginjal
o
Pielonefritis 11
o
Ulkus peptikum
o
Glomerulonefritis trombositopeni idiopatik
o
Trombositipeni purpura tromboti
o
Sindrom hemolitik uremia
o
Ensefalopati dengan berbagai etiologi
o
Sistemik lupus eritematosus (SLE)
K. PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan penyulit pre eklampsia penatalaksanaan pre eklampsia antara lain.4,5: 1. melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah 2. mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia 3. mengatasi atau menurunkan risiko janin (solusio plasenta, pertumbuhan janin terhambat, hipoksia sampai kematian janin) 4. melahirkan janin dengan cara yang paling aman dan cepat sesegera mungkin setelah matur, atau imatur jika diketahui bahwa risiko janin atau ibu akan lebih berat jika persalinan ditunda lebih lama.
Sindroma HELLP merupakan salah satu keadaan preeklampsia yang memburuk yang dapat didiagnosis dengan parameter laboratorium, sementara proses kerusakan endotel juga terjadi diseluruh sistem tubuh, karenanya diperlukan suatu parameter yang lebih dini dimana preeklampsia belum sampai menjadi perburukan, dan dapat ditatalaksana lebih awal yang akan menurunkan terutama morbiditas dan mortalitas ibu, dan mendapatkan janin se-viable mungkin. Pasien sindrom HELLP harus dirujuk ke pusat pelayanan kesehatan tersier dan pada penanganan awal harus diterapi sama seperti pasien preeklampsi. Prioritas pertama adalah menilai dan menstabilkan kondisi ibu, khususnya kelainan pembekuan darah. Pada pemeriksaan darah tepi terdapat bukti-bukti hemolisis dengan adanya kerusakan sel eritrosit, antara lain burr cells, helmet cells. Hemolisis ini mengakibatkan peningkatan kadar bilirubin dan lactate dehydrogenase (LDH). Disfungsi hepar di¬refleksikan dari peningkatan enzim hepar yaitu Aspartate transaminase (AST/GOT), Alanin Transaminase 12
(ALT/GPT), dan juga peningkatan LDH. Semakin lanjut proses kerusakan yang terjadi, terdapat gangguan koagulasi dan hemostasis darah dengan ketidak normalan protrombin time, partial tromboplastin time, fibrinogen, bila keadaan semakin parah dimana trombosit sampai dibawah 50.000 /ml biasanya akan didapatkan hasil-hasil degradasi fibrin dan aktivasi antitrombin III yang mengarah terjadinya Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC). Insidens DIC pada sindroma hellp 4-38%.
L. Terapi Medikamentosa
Mengikuti
terapi
medikamentosa
preeklampsia-eklampsia
dengan
melakukan
monitoring kadar trombosit tiap 12 jam. Bila trombosit <50.000/ml atau adanya tanda koagulopati konsumtif, maka harus diperiksa waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial, dan fibrinogen. Pemberian dexamethasone rescue, pada antepartum diberikan dalam bentuk double strength dexamethasone (double dose).7 Jika didapatkan kadar trombosit <100.000/ml atau trombosit 100.000-150.000/ml dengan disertai tanda-tanda, eklampsia, hipertensi berat, nyeri epigastrium, maka diberikan dexamethasone 10 mg IV tiap 12 jam. Pada post partum dexamethasone diberikan 10 mg IV tiap 12 jam 2 kali, kemudian diikuti 5 mg IV tiap 12 jam 2 kali. Terapi dexamethasone dihentikan, bila terjadi perbaikan laboratorium, yaitu trombosit >100.000/ml dan penurunan LDH serta perbaikan tanda dan gejala-gejala klinik preeklampsia-eklampsia. Dapat dipertimbangkan pemberian transfusi trombosit, bila kada trombosit <50.000/ml dan antioksidan.7
Tabel 2. Penatalaksanaan sindrom HELLP pada umur kehamilan < 35 minggu (stabilisasi kondisi ibu) (Akhiri persalinan pada pasien sindrorn HELLP dengan umur kehamilan 35 minggu).
1)
Menilai dan menstabilkan kondisi ibu o
Jika ada DIC, atasi koagulopati
o
Profilaksis anti kejang dengan MgSO
o
Terapi hipertensi berat
o
Rujuk ke pusat ksehatan tersier
o
Computerized tomography (CT scan) atau ultrasonografi (USG) abdomen bila diduga
13
hematoma subkapsular hati 2)
Evaluasi kesejahteraan janin o
3)
Non stress test/tes tanpa kontraksi (NST)
o
Profil biofisik
o
USG
Evaluasi kematangan paru janin jika umur kehamilan <35 minggu o
Jika matur, segera akhiri kehamilan
o
Jika immatur, beri kortikosteroid, lalu akhiri kehamilan
Pemberian obat antikejang MgSO4
Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular. Transmisi neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibition antara ion kalsium dan ion magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat menghambat kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai saat ini tetap menjadi pilihan pertama untuk antikejang pada preeklampsia atau eklampsia.7 Cara pemberian MgSO4 - Loading dose : initial dose 4 gram MgSO4: intravena, (40 % dalam 10 cc) selama 15 menit - Maintenance dose : Diberikan infuse 6 gram dalam larutan ringer/6 jam; atau diberikan 4 atau 5 gram i.m. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram im tiap 4-6 jam Syarat-syarat pemberian MgSO4 - Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium glukonas 10% = 1 gram (10% dalam 10 cc) diberikan iv 3 menit - Refleks patella (+) kuat - Frekuensi pernafasan > 16x/menit, tidak ada tanda tanda distress nafas Dosis terapeutik dan toksis MgSO4 - Dosis terapeutik : 4-7 mEq/liter atau 4,8-8,4 mg/dl 14
- Hilangnya reflex tendon 10 mEq/liter atau 12 mg/dl - Terhentinya pernafasan 15 mEq/liter atau 18 mg/dl - Terhentinya jantung >30 mEq/liter atau > 36 mg/dl Magnesium sulfat dihentikan bila ada tanda tanda intoksikasi atau setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir. Pemberian magnesium sulfat dapat menurunkan resiko kematian ibu dan didapatkan 50 % dari pemberiannya menimbulkan efek flushes (rasa panas) .7
Diuretikum
Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru, payah jantung kongestif atau anasarka. Diuretikum yang dipakai ialah furosemida. Pemberian diuretikum dapat merugikan, yaitu memperberat hipovolemia, memperburuk perfusi uteroplasenta, meningkatkan hemokonsentrasi, memnimbulkan dehidrasi pada janin, dan menurunkan berat janin.7
Antihipertensi
Masih banyak pendapat dari beberapa negara tentang penentuan batas (cut off) tekanan darah, untuk pemberian antihipertensi. Misalnya Belfort mengusulkan cut off yang dipakai adalah ≥ 160/110 mmhg dan MAP ≥ 126 mmHg.7 Di RSU Dr. Soetomo Surabaya batas tekanan darah pemberian antihipertensi ialah apabila tekanan sistolik ≥180 mmHg dan/atau tekanan diastolik ≥ 110 mmHg. Tekanan darah diturunkan secara bertahap, yaitu penurunan awal 25% dari tekanan sistolik dan tekanan darah diturunkan mencapai < 160/105 atau MAP < 125. Jenis antihipertensi yang diberikan sangat bervariasi. Obat antihipertensi yang harus dihindari secara mutlak yakni pemberian diazokside, ketanserin dan nimodipin. Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Amerika adalah hidralazin (apresoline) injeksi (di Indonesia tidak ada), suatu vasodilator langsung pada arteriole yang menimbulkan reflex takikardia, peningkatan cardiac output, sehingga memperbaiki perfusi uteroplasenta. Obat antihipertensi lain adalah labetalol injeksi, suatu alfa 1 bocker, non selektif beta bloker. Obat-obat antihipertensi yang tersedia dalam bentuk suntikan di
15
Indonesia
ialah clonidin (catapres). Satu ampul mengandung 0,15 mg/cc. Klonidin 1
ampul dilarutkan dalam 10 cc larutan garam faal atau larutan air untuk suntikan. Antihipertensi lini pertama - Nifedipin. Dosis 10-20 mg/oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam Antihipertensi lini kedua - Sodium nitroprussida : 0,25µg iv/kg/menit, infuse ditingkatkan 0,25µg iv/kg/5 menit. - Diazokside : 30-60 mg iv/5 menit; atau iv infuse 10 mg/menit/dititrasi.7 Kortikosteroid
Pada preeklampsia berat dapat terjadi edema paru akibat kardiogenik (payah jantung ventrikel kiri akibat peningkatan afterload) atau non kardiogenik (akibat kerusakan sel endotel pembuluh darah paru). Prognosis preeclampsia berat menjadi buruk bila edema paru disertai oligouria.7 Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu. Diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2x 24 jam. Obat ini juga diberikan pada sindrom HELLP.
Langkah selanjutnya ialah mengevaluasi kesejahteraan bayi dengan menggunakan tes tanpa tekanan, atau profil biofisik, biometri USG untuk menilai pertumbuhan janin terhambat. Terakhir, harus diputuskan apakah perlu segera mengakhiri kehamilan. Beberapa penulis menganggap sindrom ini merupakan indikasi untuk segera mengakhiri kehamilan dengan seksio sesarea, namun yang lain merekomendasikan pendekatan lebih konservatif untuk memperpanjang kehamilan pada kasus janin masih immatur. Perpanjangan kehamilan akan memperpendek masa perawatan bayi di NICU (Neonatal Intensive Care Unit), menurunkan insiden nekrosis enterokolitis, sindrom gangguan pernafasan. Beberapa bentuk terapi sindrom HELLP yang diuraikan dalam literatur sebagian besar mirip dengan penanganan preeklampsi berat.7
16
Sikap terhadap kehamilannya
Berdasar William obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeclampsia berat selama perawatan, maka sikap terhadap kehamilannya dibagi menjadi: 1. Aktif : berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan pemberian medikamentosa. 2. Konservatif (ekspektatif): berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan pemberian medikamentosa.7
M. KOMPLIKASI
Angka kematian ibu dengan sindrom HELLP mencapai 1,1%; 1-25% berkomplikasi serius seperti DIC, solusio plasenta, adult respiratory distress syndrome, kegagalan hepatorenal, oedem paru, hematom subkapsular, dan rupture hati.Terhadap janin komplikasi yang dapat terjadi yaitu kematian janin dalam rahim, kematian neonatus, lahir prematur dan nilai apgar yang rendah. Risiko untuk terjadinya sindroam HELLP pada kehamilan berikutnya ± 14-27 % sedangkan risiko untuk penderita PEB pada kehamilan berikutnya ± 43%..9 Angka kematian bayi berkisar 10-60%, disebabkan oleh solusio plasenta, hipoksi intrauterin, dan prematur. Pengaruh sindrom HELLP pada janin berupa pertumbuhan janin terhambat (IUGR) sebanyak 30% dan sindrom gangguan pernapasan (RDS). Kematian ibu bersalin
cukup tinggi yaitu 24 %. Penyebab kematian dapat berupa : kegagalan
kardiopulmuner , gangguan pembuluh darah, perdarahan otak, rupture hepar, kegagalan organ multiple. Kematian perinatal cukup tinggi, terutama disebabkan oleh persalinan preterm.7,9 Angka kejadian DIC pada sindroma HELLP sekitar 15%. Hellegren dkk menggunakan sistem skoring untuk mendiagnosis DIC sbb : 1. jumlah trombosit < 100 000 2. pemanjangan waktu protrombin ( 14 det) dan tromboplastin parsial ( 40 det) 3. kadar fibrinogen 300 mg/dl 4. fibrin split product + (>40 mg/L) atau D-Dimer ( 40 mg/L) 5. aktivitas anti-trombin III < 80 % Bila didapat 3 kelainan tersebut adalah merupakan diagnosis DIC manifest dan jika ditemukan 2 kelainan dicurigai suatu
dugaan DIC. Menurut Sibai diagnosis DIC jika 17
didapatkan trombositopeni, fibrinogen < 300, FDP > 40 ug/dl. (Peningkatan trhombin time) .10 .
N. PROGNOSIS
Kematian
ibu bersalin pada sindrom HELLP cukup tinggi yaitu 24%. Penyebab
kematian dapat berupa kegagalan kardiopulmonar, gangguan pembekuan darah, perdarahan otak, rupture hepar, dan kegagalan organ multiple.7 Nyaris tidak diragukan lagi bahwa perempuan yang mengalami preeclampsia dengan komplikasi sindrom HELLP memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan mereka yang tidak mengalami komplikasi ini. Dalam ulasan mereka terhadap 693 perempuan dengan sindrom HELLP, Keisser dkk (2009), melaporkan 10 persen diantaranya mengalami eklampsia. Sep dkk,(2009) juga mengambarkan risiko komplikasi yang meningkat secara bermakna pada perempuan dengan sindrom HELLP dibandingkan dengan perempuan yang mengalami preeclampsia saja. Komplikasi-komplikasi yang mereka laporkan melliputi eklampsia 15 persen, persalinan kurang bulan 93 vs 78 persen, dan angka kematian perinatal 9-4%.7
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Saifuddin,
A.B., Rachimhadhi,
T.,
Winknjosastro,
G.H.,
editors. Ilmu
Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi ke-4. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal. 532-535. 2. Habli, M., Sibai, B.M. 2008. Hypertensive Disorders of Pregnancy. In: Danforth’s obstetrics and gynecology. 10th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2008: 258-266 3. T. Gupta, Gupta N, dkk. 2013.Maternal And Perinatal Outcome In Patients With
Severe Preeclampsia/ Eclampsia With
And Without Hellp
Syndrome.
Journal of Universal College of Medical Sciences Vol.1 No.04 4. Cunningham, Leveno,Bloom, Hauth, Hipertensi dalam kehamilan. Dalam Obstetri Williams. Volume 2. Penerbit Buku Kedokteran.2013 : 754-756. 5. Sibai, Baha. A practical plan to detect and manage HELLP syndrome. Journal Obg Management. 6. Sibai. Diagnosis, Controversies, and Management of the Syndrome of Hemolysis, Elevated Liver Enzymes, and Low Platelet Count. The American College of Obstetricians and Gynecologists. Journal. Vol. 103, No. 5, Part 1, May 2004 7. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta ; PT Bina Pustaka; 2009. Hal. 530-50. 8. Roberts, J.M., Hubel, C.A. 2004. Oxidative Stress in Preeclampsia. American Journal of Obstetrics and Gynecology, 190:1177 – 8. 9. Hemant S , Chabi S, Frey D. Hellp syndrome. J Obstet Gynecol India Vol. 59, No. 1 : Januari 2009 pg 30-40. 10. Pre-eclampsie en het HELLP-syndroom – Engels Pre-eclampsia and HELLPsyndrome. www.isala.nl
19