RESUME
ASPEK HUKUM DALAM BISNIS
HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999
Disusun Oleh :
Nama : Aldo Ghaffar Juniar
NIM : 141160099
Kelas : EM-C
Dosen Pengampu : Hani Subagio, S.H., M.M.
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Manajemen
Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta
2016
PENDAHULUAN
Manusia sudah dari dahulu mengenal tentang sistem jual beli untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Penjual menjual barang dagangannya kepada konsumen untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Begitu pula pembeli, pembeli membeli dagangan dari para penjual untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik itu kebutuhan primer, sekunder, maupun tersier. Namun, bagaimana jika ada segelintir penjual yang melakukan kesewenang-wenangan dalam berdagang/bertransaksi dengan konsumen ? Untuk itulah mengapa kepastian hukum itu perlu untuk menjamin para konsumen agar mempunyai landasan hukum untuk memperoleh hak-haknya sebagai konsumen. Peraturan perlindungan konsumen sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Hukum Perlindungan Konsumen yang terdiri dari 65 Pasal.
Pasal 1 Angka 1
"Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen."
Rumusan pengertian perlindungan konsumen yang terdapat dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) menyatakan "segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum," diharapkan menjadi acuan agar tidak ada tindakan sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan perlindungan konsumen, namun bukan berarti kepentingan pelaku usaha tidak ikut menjadi perhatian karena keberadaan perekonomian nasional banyak ditentukan oleh pelaku usaha juga.
Pasal 1 Angka 2
"Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan."
Maksudnya adalah di dalam istilah ekonomi dikenal konsumen akhir dan konsumen antara. Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses produksi suatu produk lainnya. Pengertian konsumen dalam undang-undang ini adalah konsumen akhir.
Pasal 1 Angka 9
"Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat adalah lembaga non pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani pelindungan konsumen."
Lembaga ini dibentuk untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya perlindungan konsumen serta menunjukkan bahwa perlindungan konsumen menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat.
ASAS-ASAS PERLINDUNGAN KONSUMEN
Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yaitu :
Asas manfaat, dalam upaya untuk menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen.
Asas keadilan, memmberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh hak dan menjalankan kewajibannya secara adil.
Asas keseimbangan, memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah.
Asas keamanan dan keselamatan konsumen, memberikan jaminan keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam pemakaian dan pemanfaatan barang.
Asas kepastian hukum, agar para pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum yang berlaku.
Sebagai asas hukum, dengan sendirinya dapat menempatkan asas ini yang menjadi rujukan pertama baik dalam pengaturan perundang-undangan maupun dalam berbagai aktivitas yang berhubungan dengan gerakan perlindungan konsumen oleh semua pihak yang terlibat di dalamnya.
HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN
Sebagai konsumen maka mempunyai hak dan kewajiban yang diperoleh maupun yang harus ditaati. Hak-hak konsumen diantaranya adalah :
Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan jasa.
Hak untuk memilih dan mendapatkan barang dan/atau jasa sesuai dengan kondisi dan nilai tukar.
Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur.
Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya.
Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa.
Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur.
Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian;
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Adapun kewajiban-kewajiban yang harus ditaati konsumen adalah :
Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanan dan keselamatan.
Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.
Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
PERBUATAN YANG DILARANG BAGI PELAKU USAHA
Seperti diketahui bahwa Undang-Undang Perlindungan Konsumen menetapkan perlindungan konsumen antara lain adalah untuk mengangkat harkat kehidupan konsumen, maka dari itu akibat negatif dari pemakaian barang dan/atau jasa harus dihindarkan dari aktivitas perdagangan pelaku usaha.
Larangan pelaku usaha tercantum dalam UU yang sudah ditentukan antara lain adalah sebagai berikut :
Berdasarkan Pasal 8 maka ditetapkan bahwa :
Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang :
Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-udangan
Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih, atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut
Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya.
Dan lain sebagainya…
Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak , cacat, atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.
Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.
Untuk melindungi konsumen agar tidak dirugikan dari segi mutu barang, maka dapat ditempuh dengan berbagai cara antara lain :
Standar mutu, diatur dalam peraturan WTO (World Trade Organization) dan standarisasi SNI (Standar Nasional Indonesia).
HaKI/Merek, diatur ketentuan tentang Hak atas Kekayaan Intelektual berdasarkan persetujuan TRIPs (Trade Related Aspects of Intelectual Property Rights) yang disepakati WTO.
Daluwarsa, masa daluwarsa suatu produk (tanggal, bulan, dan tahun) harus dicantumkan pada label makanan dan minuman.
Kehalalan, konsumsi umum berasal dari ternak yang pemotongannya dilakukan menurut syariat Islam dan dinyatakan dalam sertifikat halal.
Pengawasan produk impor.
Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan / atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen, klausula Baku aturan sepihak yang dicantumkan dalam kuitansi, faktur / bon, perjanjian atau dokumen lainnya dalam transaksi jual beli tidak boleh merugikan konsumen.
TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA
Memperhatikan substansi Pasal 19 dapat diketahui bahwa tanggung jawab pelaku usaha, meliputi:
Tanggung jawab ganti kerugian atas kerusakan
Tanggung jawab kerugian atas pencemaran,
Tanggung jawab kerugian atas kerugian konsumen.
Ganti rugi pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa; atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan.
BADAN PERLINDUNGAN KONSUMEN NASIONAL
BPKN diadakan untuk mengembangkan upaya perlindungan konsumen di Indonesia. Pengaturan tentang BPKN bertujuan memberikan perlindungan kepada konsumen, yang selama ini lebih banyak hanya dijadikan sebagai objek produksi barang dan/atau jasa oleh pelaku usaha. Badan Perlindungan Konsumen Nasional berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia dan bertanggung jawab kepada Presiden.
LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT
Pengertian LPKSM sudah tertera pada Pasal 1 angka 9 UUPK. Walaupun Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat dikatakan sebagai Lembaga non-Pemerintah, tetapi LPKSM yang berdiri tidak sepenuhnya independen karena LPKSM yang dimaksud dalam UU ini harus didaftarkan dan mendapat pengakuan pemerintah, dengan tugas-tugas yang masih diatur dengan Peraturan Pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
Miru, Ahmad dan Sutarman Yodo. 2004. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada
Wikipedia. 2010. Klausula Baku. Diambil dari: id.wikipedia.org/wiki/Klausula_Baku
(diakses pada tanggal 12 Desember 2016 pukul 11:50 WIB)