SATUAN ACARA BERMAIN PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DI RUANG CEMPAKA 3 RSUP SANGLAH
OLEH :
Ni Putu Eka Yanti
1202105002
I Wayan Sudiartawan
1202105009
Ni Nyoman Nanik Yuliasih
1202105012
Ni Wayan Sukhmarini
1202105033
Ni Komang Gek Erniasih
1202105035
Putu Eka Rosiani
1202105049
Dewa Putu Gd. Erick Bayu Saputra
1202105085
PROGRAM PROFESI NERS PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2016 SATUAN ACARA BERMAIN PADA ANAK PRA SEKOLAH DI RUANG CEMPAKA 3 RSUP SANGLAH
Bidang Studi
: Ilmu Keperawatan Anak
Topik
: Terapi bermain pada anak yang dirawat di Ruang Cempaka 3 RSUP Sanglah : Aktivitas menghias botol bekas plastic dengan kertas ornament
Sub Topik
warna warni : Anak usia pra sekolah yang dirawat di ruang Cempaka 3 RSUP
Sasaran
Sanglah Tempat
: Ruangan Bermain Cempaka 3 RSUP Sanglah
Hari / Tanggal
: Kamis, 15 September 2016
Waktu
: Pukul 11.00 – 11.30 WITA
I.
Latar Belakang:
Hospitalisasi merupakan perawatan yang dilakukan dirumah sakit dan dapat menimbulkan trauma dan stres pada klien yang baru mengalami rawat inap di rumah sakit. Hospitalisasi pada anak merupakan proses karena suatu alasan yang berencana atau darurat mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali kerumah (Supartini, 2004). Perasaan cemas merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami oleh anak karena menghadapi stressor yang ada di lingkungan rumah sakit. Perasaan tersebut dapat timbul karena menghadapi sesuatu yang baru dan belum pernah dialami sebelumnya, rasa tidak nyaman dan merasakan sesuatu yang menyakitkan (Supartini, 2004). Potter & Perry (2005) menyatakan usia prasekolah merupakan masa kanakkanak awal yaitu pada usia 3-6 tahun. Pada usia ini, perkembangan motorik anak berjalan terus-menerus. Reaksi terhadap kecemasan yang ditunjukkan anak usia prasekolah yaitu menolak makan, sering bertanya, menangis walaupun secara perlahan, dan tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan (Supartini, 2004). Dampak dari hospitalisasi dan kecemasan yang dialami anak usia prasekolah berisiko dapat mengganggu tumbuh kembang anak dan proses penyembuhan pada anak (Wong, 2004). Anak usia prasekolah memandang hospitalisasi sebagai sebuah pengalaman yang menakutkan. Ketika anak menjalani perawatan di rumah sakit khususnya di ruang pudah RSUP Sanglah, pasien biasanya ia akan dilarang untuk banyak bergerak dan harus banyak beristirahat dan berdiam diri di kamar. Hal tersebut tentunya akan mengecewakan anak sehingga dapat meningkatkan kecemasan pada anak (Samiasih, 2007). Menghias benda merupakan salah satu permainan yang memberikan kesempatan anak untuk bebas berekspresi dan membantu mengatasi stress akibat hospitalisasi. Anak dapat mengekspresikan kreativitasnya dengan menghias barang bekas yang nantinya dapat digunakan kembali. Menghias barang bekas dapat memberikan rasa senang pada anak karena anak masih tetap dapat melanjutkan perkembangan kemampuan motoriknya meskipun masih menjalani perawatan di rumah sakit. Berdasarkan hal tersebut, kami tertarik untuk melakukan terapi aktivitas menghias botol bekas dan dijadikan celengan di Ruang Cempaka 3 RSUP Sanglah.
II.
Tujuan Umum :
Setelah mendapatkan terapi bermain selama 30 menit, stres anak terhadap dampak hospitalisasi dapat berkurang. III. Tujuan Khusus :
Mengurangi trauma hospitalisasi
Mengembangkan proses fikir
Mengembangkan aspek sosialisasi anak
Mengembangkan daya imajinasi
Mengembangkan kepercayaan diri
Menyalurkan emosi/perasaan anak
Mengembangkan kecerdasan
Pasien dan keluarga dapat mengetahui kebutuhan terapi bermain anak.
IV. Metode
Metode yang dipergunakan dalam aktivitas menghias botol bekas dan dijadikan celengan adalah :
Metode yang dilakukan adalah metode bermain bersama
Anak diberikan botol bekas dan bahan untuk menghias botol bekas dengan kertas ornament warna warni
Anak diberi penjelasan bahwa botol bekas dapat dihias dan digunakan kembali salah satunya sebagai celengan
Anak diminta menghias botol sesuai kreativitasnya dan didampingi oleh fasilitator
Anak harus menyelesaikan kegiatan menghias botol
Memberikan pujian pada anak karena mau mengikuti aktivitas terapi menghias botol bekas
Memberikan hadiah berupa tabungan ke semua anak oleh fasilitator
Menanyakan
perasaan
anak
setelah
terapi
menghias
botol
mendapatkan hadiah
Melakukan observasi tingkat stres setelah terapi
. V.
Media
-
Botol plastik bekas
-
Kertas warna warni dan ornament berbagai bentuk
-
Lem
-
Gunting
-
Cutter
-
Meja alas bermain
VI. Waktu
Waktu terapi bermain dilakukan pukul 11.00 – 13.00 dengan kriteria: 1. Saat anak mempunyai waktu luang 2. Sedang tidak ada tindakan keperawatan / pengobatan 3. Kondisi anak memungkinkan untuk dilakukan terapi bermain
VII. Pengorganisasian
Leader
: Putu Eka Rosiani Tugas:
Co leader
Membuka acara, memperkenalkan nama-nama terapis
Menjelaskan tujuan terapi bermain
Menjelaskan aturan terapi permainan
Menyampaikan materi cara mencuci tangan. : Ni Komang Gek Erniasih
bekas
dan
Tugas:
Membantu leader dalam mengorganisir kegitatan
Menyampaikan jalannya kegiatan
Menyampaikan informasi dari fasilitator ke leader dan sebaliknya
Fasilitator
: Ni Putu Eka Yanti Ni Nyoman Nanik Yuliasih Ni Wayan Sukhmarini Dewa Putu Gede Erick Bayu Saputra
Tugas:
Memfasilitasi kegiatan yang diharapkan
Memotivasi peserta agar mengikuti kegiatan
Sebagai role model selama kegiatan
Observer
: I Wayang Sudiartawan Tugas:
Mengevaluasi dan mendokumentasikan jalannya kegiatan
VIII. Desain Bermain No
1
Terapi
Waktu
Subjek terapi
10 menit
Ruangan, tempat,
Persiapan
a. Menyiapkan ruangan b. Mengatur tempat : anak duduk didampingi orang tua/fasilitator c. Menyiapkan alat-alat : botol bekas, lem, kertas
alat, anak
warna warni, cutter, meja alas bermain d. Menyiapkan anak 2
Proses :
a. Membuka proses terapi bermain dengan
1 menit
Menjawab salam,
mengucapkan salam, memperkenalkan diri
Memperkenalkan
untuk menarik perhatian anak (leader).
diri,
b. Menjelaskan pada anak tentang tujuan dan manfaat bermain, menjelaskan cara permainan
Memperhatikan 4 menit
penjelasan.
(leader)
c. Mengajak anak bermain (anak mulai menghias botol bekas sesuai kreativitas dan imajinasinya)
Berpartisipasi 15 menit
aktif dan mengikuti aktivitas sampai akhir
d. Memberikan pujian pada anak yang mampu Anak senang
menghias botol bekas dengan baik dalam waktu yang telah ditentukan 5 menit
e. Memberikan reward untuk anak karena telah
Anak
mau berpartisipasi berupa tabungan oleh fasilitator dan snack
f. Mengobservasi tingkat stres anak post
mengucapkan 2 menit
terima kasih
intervensi (fasilitator) 3 menit 3
Penutup
3 menit
Menyimpulkan, mengucapkan salam (leader)
Memperhatikan dan menawab salam
IX. Evaluasi
a. E valuasi Struktur
Menentukan jenis terapi bermain dan sasaran dalam melaksanakan terapi bermain pada tanggal 15 September 2016
b. E valuasi Proses
Proses terapi bermain dapat berlangsung dengan lancar dan peserta terapi bermain dapat mengikuti aturan permainan yang diberikan.
Acara berlangsung tepat waktu sesuai dengan rencana.
Jumlah anak yang ikut berjumlah 5 orang dan hadir lengkap
Peserta terapi antusias dan tenang dalam mengikuti terapi bermain ini.
Tidak ada anak yang meninggalkan tempat dilaksanakan terapi bermain selama kegiatan berlangsung.
c. E valuasi H asil
Tingkat stres hospitalisasi anak setelah diberikan terapi mewarnai gambar dapat berkurang dilihat dari hasil penurunan tingkat stres hospitalisasi anak yang dilihat dari hasil penilaian lembar observasi pre dan post tes
.Anak senang dengan kegiatan menghias botol bekas
Anak mampu menyelesaikan menghias botol bekas dan mampu menyebutkan manfaat botol bekas yang sudah dihias
MENGETAHUI
(
Penanggung Jawab Mata Ajar
Kepala Ruangan/CI
Keperawatan Anak
Ruang Cempaka 3 RSUP Sanglah
)
(
)
LAMPIRAN MATERI
1. Pengertian Bermain
Bermain adalah salah satu aspek penting dari kehidupan anak dan salah satu alat paling penting untuk menatalaksanakan stres karena hospitalisasi menimbulkan krisis dalam kehidupan anak, dan karena situasi tersebut sering disertai stress berlebihan, maka anak-anak perlu bermain untuk mengeluarkan rasa takut dan cemas yang mereka alami sebagai alat koping dalam menghadapi stress. Bermain sangat penting bagi mental, emosional dan kesejahteraan anak seperti kebutuhan perkembangan dan kebutuhan bermain tidak juga terhenti pada saat anak sakit atau anak di rumah sakit (Wong, 2009). Bermain dapat dijadikan sebagai suatu terapi karena berfokus pada kebutuhan anak untuk mengekspresikan diri mereka melalui penggunaan mainan dalam aktivitas bermain dan dapat juga digunakan untuk membantu anak mengerti tentang penyakitnya (Mc. Gie, 2003). 2. Tujuan Bermain
Anak bermain pada dasarnya agar memperoleh kesenangan, sehingga ia tidak akan merasa jenuh. Bermain tidak sekedar mengisi waktu, tetapi merupakan kebutuhan anak seperti halnya makanan, perawatan dan cinta kasih. Bermain adalah unsur yang penting untuk perkembangan fisik, emosi, mental, intelektual, kreativitas dan sosial (Soetjiningsih, 1995).Anak dengan bermain dapat mengungkapkan konflik yang dialaminya, bermain cara yang baik untuk mengatasi kemarahan, kekuatiran dan kedukaan. Anak dengan bermain dapat menyalurkan tenaganya yang berlebihan dan ini adalah kesempatan yang baik untuk bergaul dengan anak lainnya (Soetjiningsih, 1995).
3. Kategori Bermain
1. Bermain aktif Dalam bermain aktif, kesenangan timbul dari apa yang dilakukan anak, apakah dalam bentuk kesenangan bermain alat misalnya mewarnai gambar, melipat kertas origami, puzzle dan menempel gambar. Bermain aktif juga dapat dilakukan dengan bermain peran misalnya bermain dokter-dokteran dan bermain dengan menebak kata (Hurlock, 1998). 2. Bermain pasif
Dalam bermain pasif, hiburan atau kesenangan diperoleh dari kegiatan orang lain. Pemain menghabiskan sedikit energi, anak hanya menikmati temannya bermain atau menonton televisi dan membaca buku. Bermain tanpa mengeluarkan banyak tenaga, tetapi kesenangannya hamper sama dengan bermain aktif (Hurlock, 1998).
6. Fungsi Bermain di rumah sakit
Ada banyak manfaat yang bias diperoleh seorang anak bila bermain dilaksanakan di suatu rumah sakit, antara lain: a). Memfasilitasi situasi yang tidak familiar, b). Memberi kesempatan untuk membuat keputusan dan kontrol, c). Membantu untuk mengurangi stress terhadap perpisahan, d).Memperbaiki konsep-konsep yang salah tentang penggunaan dan tujuan peralatan dan prosedur medis, f). Memberi peralihan dan relaksasi, g). Membantu anak untuk merasa aman dalam lingkungan yang asing, h). Memberikan cara untuk mengurangi tekanan dan untuk mengekspresikan perasaan, i). Menganjurkan untuk berinteraksi dan mengembangkan sikap-sikap yang positif terhadap orang lain, j). Memberikan cara untuk mengekspresikan ide kreatif dan minat, k). Memberi cara mencapai tujuan-tujuan terapeutik (Wong ,2009).
7. Jenis Terapi Bermain
Berdasarkan isinya : a. Bermain Afektif Sosial
Bermain ini menunjukkan adanya perasaan senang dalam berhungan dengan orang lain hal ini dapat dilakukan seperti orang tua memeluk adanya sambil berbicara, bersandung kemudian anak memberikan respons seperti tersenyum tertawa, bergembira,
dan lain-lain. Sifat dari bermain ini adalah orang lain yang berperan aktif dan anak hanya berespons terhadap simulasi sehingga akan memberikan kesenangan dan kepuasan bagi anak. b. Bermain Bersenang-senang
Bermain ini hanya memberikan kesenangan pada anak melalui objek yang ada sehingga anak merasa senang dan bergembira tanpa adanya kehadiran orang lain. Sifat bermain ini adalah tergantung dari stimulasi yang diberikan pada anak, mengingat sifat dari bermain ini hanya memberikan kesenangan pada anak tapa memperdulikan kehadiran orang lain, seperti bermain boneka-bonekaan, binatang-binatangan, dan lain-lain.
c.
Bermain Keterampilan
Bermain ini menggunakan objek yang dapat melatih kemampuan keterampilan anak yang diharapkan mampu untuk berkreatif dan terampil dalam sebagai hal. Sifat permainan ini adalah sifat aktif dimana anak selalu ingin mencoba kemampuan dalam keterampilan tertentu seperti bermain dalam bongkar pasang gambar, disni anak selalu dipacu untuk selalu terampil dalam meletakkan gambar yang telahdi bongkar, kemudian bermain latihan memakai baju dan lain-lain. d. Bermain Dramtik
Macam bermain ini dapat dilakukan anak dengan mencoba melakukan berpura-pura dalam berpeilaku seperti anak memperankan sebagai orang dewasa, seorang ibu dan guru dalam kehidupan sehari-hari. Sifat dari permainan ini adalah anak dituntut aktif dalam memerankan sesuatu. Permainan dramatic ini dapat dilakukan apabila anak sudah mampu berkomunikasi dan mengenal kehidupan social. e.
Bermain Menyelidiki
Macam bermain ini dengan memberikan sentuhan pada anak untuk berperan dalam menyelidiki sesuatu atau memeriksa dari alat permainan seperti mengocok untuk mengetahui isinya dan permainan ini bersifat aktif pada anak dan dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan kecerdasan pada anak. Sifat permainan tersebut harus selalu diberikan stimulasi dari orang lain agar selalu bertambah dalam kemampuan kecerdasan anak.
f.
Bermain Konstruksi
Bermain ini bertujuan untuk menyusun sesuatu pbjek permainan agar menjadi sebuah konstruksi yang benar seperti permainan menyusun balok. Sifat dari permainan ini adalah aktif di mana anak selalu ingin menyelesaikan tugas-tugas yang ada dalam permaianan dan akan dapat membangun kecerdasan pada anak.
Berdasarkan jenis permainan : a. Permainan
Permainan ini dapat dilakukan secara sendiri atau bersama temannya dengan menggunakan beberapa peraturan permainan seperti permainan ular tangga. Sifatnya adalah aktif, anak akan memberikan respons kepada temannya sesuai dengan jenis permaianan dan akan berfungsi memberikan kesenangan yang dapat mengembangkan perkembangan emosi pada anak. b. Permainan yang hanya memperhatikan saja (unoccupied behaviour)
Pada saat tertentu, anak sering terlibat mondar-mandir, tersenyum, tertawa, jinjit-jinjit, bungkuk-bungkuk, memainkan kursi, meja atau apa saja yang ada di sekelilingnya. Anak melamun, sibuk dengan bajunya atau benda lain. Jadi sebenarnya anak tidak memainkan alat permainan tertentu dan situasi atau objek yang ada di sekelilingnya yang digunakan sebagai alat permainan. Anak memusatkan perhatian pada segala sesuatu yang menarik perhatiannya. Peran ini berbeda dibandingkan dengan onlooker, dimana anak aktif mengamati aktivitas anak lain.
Berdasarkan karakteristik sosial : a. Solitary Play
Di mulai dari bayi bayi (toddler ) dan merupakan jenis permainan sendiri atau independent walaupun ada orang lain di sekitarnya. Hal ini karena keterbatasan sosial, ketrampilan fisik dan kognitif. Sifatnya adalah aktif akan tetapi bentuk stimulasi tambahan kurang, karena dilakukan sendiri dalam perkembangan mental pada anak, kemudian dapat membantu untuk menciptakan kemandirian pada anak.
b.
Pararel Play Bermain secara sendiri tetapi di tengah-tengah anak lain yang sedang bermain akan tetapi tidak ikut dalam kegiatan orang lain. Sifat dari bermain ini adalah anak aktif secara sendiri tetapi masih masih dalam satu kelompok, dengan harapan kemampuan anak dalam menyelesaikan tugas mandiri dalam kelompok tersebut terlatih dengan baik.
c. Associative Play
Permainan kelompok dengan tanpa tujuan kelompok. Yang mulai dari usia toddler dan dilanjutkan sampai usia prasekolah dan merupakan permainan dimana anak dalam kelompok dengan aktivitas yang sama tetapi belum terorganisir secara formal. d. Cooperative Play
Suatu permainan yang terorganisir dalam kelompok, ada tujuan kelompok dan ada memimpin yang di mulai dari usia prasekolah. Permainan ini dilakukan pada usia sekolah dan remaja. e.
Onlooker Play Anak melihat atau mengobservasi permainan orang lain tetapi tidak ikut bermain, walaupun anak dapat menanyakan permainan itu dan biasanya dimulai pada usia toddler.
f.
Therapeutic Play Merupakan pedoman bagi tenaga tim kesehatan, khususnya untuk memenuhi kebutuhan fisik dan psikososial anak selama hospitalisasi. Dapat membantu mengurangi stres, memberikan instruksi dan perbaikan kemampuan fisiologis (Vessey & Mohan, 1990 dikutip oleh Supartini, 2004). Permainan dengan menggunakan alat-alat medik dapat menurunkan kecemasan dan untuk pengajaran perawatan diri pada anak-anak. Pengajaran dengan melalui permainan dan harus diawasi seperti: menggunakan boneka sebagai alat peraga untuk melakukan kegiatan bermain seperti memperagakan dan melakukan gambar-gambar seperti pasang gips, injeksi, memasang infus dan sebagainya.
8. Pengaruh Aktifitas Menghias Benda
Dalam otak manusia, terdapat struktur yang mengelilingi pangkal otak, yaitu sistem limbik. Didalam sistem limbic tersebut terdapat amigdala, yang berfungsi sebagai bank memori
emosi otak, tempat menyimpan semua kenangan baik tentang kejayaan dan kegagalan, harapan dan ketakutan, kejengkelan dan frustasi Struktur otak lainnya adalah hippocampus dan neocortex. Dalam ingatan, amigdala dan hippocampus bekerja bersama – sama, masing – masing menyimpan dan memunculkan kembali informasi khusus secara mandiri. Bila hippocampus memunculkan kembali informasi maka amigdala menentukan apakah informasi mempunyai nilai emosi tertentu (Potter, 2005). Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan bagi anak. Pada saat itu, data yang masuk melalui lima panca indera (penglihatan, penciuman, pengecapan, pendengaran, dan sentuhan) semua masuk melalui otak tengah (thalamus) dan direkam, disimpan secara tidak sadar oleh hippocampus dan muatan emosi tersimpan di amigdala (Potter, 2005). Melalui aktifitas menghias benda, kreativitas dan imajinasi yang ada didalam diri bisa dikeluarkan, sehingga dapat menciptakan koping yang positif. Koping positif ini ditandai dengan perilaku dan emosi yang positif sehingga dapat membantu dalam mengurangi stress yang dialami anak (Hidayah, 2011).
STRES HOSPITALISASI
1. Pengertian
Stres hospitalisasi dapat di artikan sebagai keadaan atau respon tubuh yang terjadi ketika seseorang menjalani perawatan di rumah sakit. Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan krisis utama yang tampak pada anak, karena anak mengalami stres akibat perubahan lingkungan, perubahan status kesehatannya, dan anak mempunyai sejumlah keterbatasan dalam mekanisme koping untuk mengatasi masalah maupun kejadian-kejadian yang bersifat menekan (Wong, 2002).
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi a. Cemas Karena Perpisahan
Respon perilaku anak akibat perpisahan dibagi dalam 3 tahap, yaitu: 1.Tahap Protes ( Phase of Protest ) Tahap ini dimanifestasikan dengan menangis kuat, menjerit, dan memanggil ibunya atau menggunakan tingkah laku agresif, seperti menendang, menggigit, memukul, mencubit, mencoba untuk membuat orang tuanya tetap tinggal, dan menolak perhatian orang lain. 2. Tahap Putus Asa ( Phase of Despair ) Tahap ini anak tampak tegang, tangisnya berkurang, tidak aktif, kurang berminat untuk bermain, tidak ada nafsu makan, menarik diri, tidak amu berkomunikasi, sedih, apatis, dan regresi (mengompol atau menghisap jari) 3. Tahap Keintiman Kembali ( Phase of Detachment ) Tahap ini secara samar – samar anak menerima perpisahan, mulai tertarik dengan apa yang ada disekitarnya, dan membina hubungan dangkal dengan orang lain. Anak mulai kelihatan gembira. Fase ini terjadi setelah perpisahan yang lama dengan orang tua. (Wong, 2002). b. Kehilangan Kendali
Anak berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan otonominya. Hal ini terlihat jelas dalam perilaku
mereka
dalam
hal
kemampuan
motorik,
bermain,
melakukan
hubungan
interpersonal, melakukan aktivitas sehari – hari ( Activity of Daily Living – ADL ),dan komunikasi. ( Nursalam, 2005). c. Luka pada Tubuh dan Rasa Sakit
Reaksi anak terhadap rasa nyeri sama seperti sewaktu masih bayi, namun jumlah variabel yang mempengaruhi responnya lebih kompleks dan bermacam-macam. Anak akan bereaksi terhadap rasa nyeri dengan menyeringaikanwajah, menangis, mengatupkan gigi, menggigit bibir, membuka mata dengan lebar, atau melakukan tindakan yangagresif seperti menggigit, menendeng, memukul, atau berlari keluar. (Nursalam, 2005).
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth.2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC Depkes RI, 2008.Pusat Promosi Kesehatan 2008.(http://www.depkes.go.id, diakses pada tanggal 10 Desember 2014). Dorlan.2002.Kamus Kedokteran.Jakarta : EGC Fariz.2009.Manfaatbelajar Menggambardan Mewarnai Bagi Anak. http//:www.lazada.co.id diunduh tanggal 11 Januari 2015 pukul 15.00 WIB Hawari, Dadang.2003.Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Jakarta: FKUI Hurlock, EB. 1998. Psikologi Perkembangan Anak . Jakarta: EGC Hurlock, Elizabeth B.2005.Perkembangan Anak. Jakarta: EGC
Jovan,Dachi S.2008.Stres Hospitalisasi.http://www.jovans.multiply.com.diunduh tanggal 11 Januari 2015 pukul 19.00 WIB Kozier, Barbara.2010.Buku ajar Fundamental Nursing. Jakarta:EGC Markum.A.H, 1991, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak , FKUI, Jakarta McGie,A. 2003. Penerapan Psikologi Dalam Perawatan. Jogjakarta: Yayasan Esensia Medika dan Andi Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam.2003.Konsep dan Penerapan Metodologi Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika . 2008 Potter, P. &Pery, A. 2002. Ketrampilan dan Prosedur Dasar. Mosby:Elsevier Science Soetjiningsih, 1995, Tumbuh Kembang Anak , EGC, Jakarta. Supartini,Yupi.2004.Buku ajar konsep Keperawatan Anak. Jakarta: EGC Wong, DL & Wholey. 2007.Nursing Care of Infant & Children 4 Ed. Philadelpia: Morby Yearbook.Inc. Wong, DL. 2004.Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Ed.4. Jakarta: EGC Wong, DL. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik . Jakarta: EGC.