BAB I. Pendahuluan A. Latar Belakang
Segala sesuatu di dunia pasti mengala mi perubahan perubahan dan perkembangan. Begitu pula dengan bimbingan dan konseling. Mulanya masyarakat Yunani Kuno menekankan tentang upaya untuk mengembangkan dan memperkuat individu melalui pendidikan, sehingga mereka dapat mengisi peranannya di masyarakat. Mereka meyakini bahwa dalam diri individu terdapat kekuatan-kekuatan yang dapat distimulasi ke arah tujuan-tujuan yang berguna, bermanfaat, atau menguntungkan dirinya ataupun masyarakat. Itulah awal mula pemikiran bimbingan dan konseling. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan bimbingan dan konseling dari waktu ke waktu
kita
perlu
mengetahui
sejarah
bimbingan
dan
konseling.
Dalam
perkembangannya bimbingan dan konseling mengalami perubahan paradigma, peran dan fungsi juga perubahan sasaran bimbingan dan konseling. Mulanya bimbingan dan konseling tidak terlalu memperhatikan kebutuhan anak atau siswa. Namun dalam perkembangannya, banyak tokoh yang menjadikan anak atau siswa sebagai sasaran bimbingan dan konseling mereka. Dengan mengetahui perkembangan bimbing bi mbingan an dan konseling serta perubahanperubahan perubahan paradigma yang terjadi, pembaca dapat mengetahui dimana mereka harus menempatkan paradigma mereka. Selain itu, dalam perkembangannya ada pula perkembangan teknik dan cara serta pengetahuan dalam bimbingan dan konseling. Hal ini juga perlu diketahui oleh pembaca teruatama calon guru pembimbing (konselor) untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling. Selain perlu mengetahui sejarah bimbingan dan konseling, masyarakat terutama pembaca perlu mengetahui landasan bimbingan dan konseling. Karena bimbingan dan konseling merupakan layanan kemanusiaan, pelaksanaannya selain harus berlandaskan pada prinsip-prinsip dan asas-asas tertentu, juga harus mengacu kepada landasan bimbingan dan konseling itu sendiri. Agar pelaksanaan bimbingan dan konseling tidak mengalami penyimpangan yang dapat merugikan semua pihak, khususnya pihak para penerima jasa layanan (klien) maka pemahaman dan penguasaan tentang landasan bimbingan dan konseling khususnya khususnya oleh para konselor tampaknya tampaknya menjadi mutlak adanya.
Bimbingan dan Konseling| 1
B. Rumusan Masalah
Untuk menyusun makalah ini, penyusun menyusun beberapa permasalahan yang berkaitan dengan hal yang akan dibahas dalam Bab Pembahasan. Berikut ini adalah rumusan masalah tersebut: 1. Bagaimana sejarah munculnya bimbingan dan konseling di dunia (di Amerika khususnya)? 2. Bagaimana perkembangan bimbingan dan konseling di Indonesia? 3. Apa saja yang menjadi landasan dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling? C.
Tujuan
Makalah ini disusun untuk: 1. Mengetahui sejarah muncul dan berkembangnya bimbingan dan konseling di dunia. 2. Mengetahui perkembangan bimbingan dan konseling di Indonesia. 3. Mengetahui landasan dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling. D.
Metode Pembahasan
Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah metode studi literatur. Pembahasan merujuk pada beberapa referensi yang digunakan penyusun.
Bimbingan dan Konseling| 2
BAB II. Pembahasan A. Sejarah Bimbingan dan Konseling
Pemikiran-pemikiran mengenai bimbingan dan konseling memang sudah ada sejak jaman Yunani kuno. Karena ketertarikannya pada pemahaman psikologis individu, Plato dianggap sebagai konselor Yunani kuno saat itu. Kemudian menyusul tokoh-tokoh lain seperti Aristoteles, Hippocrates, dan para dokter (tabib) yang juga menaruh perhatian terhadap bidang psikologi. Namun, gerakan bimbingan dan konseling di sekolah mulai berkembang sekitar permulaan abad ke-20 sebagai dampak dari revolusi industri. Tepatnya tahun 1908-1909 yang merupakan periode dasar-dasar ilmiah bimbingan dan konseling diletakkan oleh beberapa ahli ilmu jiwa dan pendidikan. Masalah bimbingan dan konseling di Amerika Serikat telah mulai dirintis sejak tahun 1887, yaitu dengan dilaksanakannya ³ Home Econic Prograssssm´ di Missouri pertama kali. Di Amerika Serikat, gerakan bimbingan dan konseling dipelopori oleh tokoh-tokoh berikut: 1.
Eli
Weaper, pada tahun 1906 menerbitkan buku ³Memilih Suatu Karir´
dan membentuk komite guru pembimbing di setiap sekolah menengah di New York. Komite tersebut bergerak untuk membantu siswa dalam menemukan kemampuan-kemampuan dan belajar tentang bimbingan menggunakan kemampuan-kemampuan tersebut dalam rangka menjadi seorang pekerja yang produktif. 2. Jesse B. Davis, seorang konselor sekolah di Detroit mulai memberikan layanan konseling pendidikan dan pekerjaan di SMA pada tahun 1898. Pada tahun 1907, dia diangkat menjadi kepala SMA di Grand Rapids, Michigan, dan memasukkan program bimbingan di sekolah tersebut. Tujuan dari program bimbingan tersebut adalah untuk membantu siswa agar mampu (a) mengembangkan karakternya yang baik sebagai aset bagi setiap siswa dalam rangka merencanakan, mempersiapkan, dan memasuki dunia kerja; (b) mencegah dirinya dari perilaku bermasalah; dan (c) menghubungkan minat pekerjaan dengan kurikulum. 3. Frank Parson, dikenal sebagai ³ F ather of The Guidance Movement in American Education´. Dia mendirikan biro pekerjaan pada tahun 1908 di Boston Massachussets, yang bertujuan membantu siswa dalam memilih
Bimbingan dan Konseling| 3
karir yang didasarkan atas proses seleksi secara alamiah dan melatih guru untuk memberikan pelayanan sebagai konselor. Dialah yang mengemukakan istilah atau pengertian tentang vocational guidance, yang meliputi vocational choice, vocational placement , dan vocational training untuk memperoleh efisiensi dalam pekerjaan. Dia pula yang mengusulkan agar masalah vocational guidance dimasukkan dalam kurikulum sekolah. 4.
E.
G. Williamson, pada akhir tahun 1930 dan awal tahun 1940 menulis
buku How to Counsel Students: A manual of Techniques for Clinical Counselors.
Model
bimbingan
sekolah
yang
dikembangkan
oleh
Williamson terkenal dengan nama trait and factor (directive) guidance. Dalam model ini, para konselor menggunakan informasi untuk membantu siswa dalam memecahkan masalahnya, khususnya dalam bidang pekerjaan dan penyesuaian interpersonal. Peranan konselor bersifat direktif dengan menekankan pada mengajar keterampilan dan membentuk sikap dan tingkah laku. 5.
Carl
R. Rogers, mengembangkan teori konseling client-centered , yang
tidak terfokus kepada masalah, tetapi sangat mementingkan hubungan antara konselor dengan kliennya. Pendekatan atau teori konseling Rogers ini terangkum dalam dua bukunya, yaitu Counseling and Psychotherapy (1942) dan Client-Centered Therapy (1951). Selama tahun 1960, 1970, dan 1980-an, telah terjadi perkembangan dalam peran dan fungsi konselor sekolah berikut program-programnya. Perkembangan tersebut meliputi: (a) pengembangan, penerapan, dan evaluasi program bimbingan komprehensif; (b) pemberian layanan konseling secara langsung kepada para siswa, orang tua, dan guru; (c) perencanaan pendidikan dan pekerjaan; (d) penempatan siswa; (e) layanan ³referral ´, rujukan; dan (f) konsultasi dengan guru-guru, tenaga administrasi, dan orang tua. Khusus menyangkut peran konselor di sekolah dasar, ³ Joint Committee on Elementary School Counselor ´ mengklasifikasikannya menjadi tiga peran, yaitu: konseling, konsultasi, dan koordinasi. Bradley (John J. Pie Trafesa et. al., 1980) dalam Yusuf dan Nurihsan menambah satu tahapan dari tiga tahapan tentang sejarah bimbingan menurut Stiller, yaitu sebagai berikut:
Bimbingan dan Konseling| 4
1.
V ocational
exploration: tahapan yang menekankan analisis individual dan
pasaran kerja. 2. Meeting individual needs: tahapan pada periode 40 s.d. 50-an, menekankan meeting untuk membantu individu memperoleh kepuasan kebutuhan hidupnya. Perkembangan BK pada tahap ini dipengaruhi oleh diri sendiri dan upaya memecahkan masalahnya sendiri. 3. Transitional professionalism: tahapan yang memfokuskan perhatian pada upaya profesionalisasi konselor. 4. Situational diagnosis: tahapan yang terjadi pada tahun 1970-an, sebagai periode perubahan dan inovasi. Tahapan ini memfokuskan pada analisis lingkungan dalam proses bimbingan dan gerakan untuk menjauhi cara-cara yang hanya terpusat pada individu. Perkembangan Bimbingan dan Konseling di Indonesia Bimbingan dan konseling mulai diperbincangkan secara terbuka pada tahun 1962 yang ditandai dengan adanya perubahan sistem pendidikan di SMA. Saat itu penjurusan di SMA tidak lagi dilaksanakan di kelas I, melainkan mulai kelas II. Dengan perubahan itu dirasakan adanya kebutuhan untuk menyalurkan para siswa ke arah jurusan yang tepat bagi dirinya secara perseorangan. Istilah bimbingan dan konseling pada awalnya dikenal dengan istilah bimbingan dan penyuluhan yang merupakan terjemahan dari istilah guidance and counseling . Penggunaan istilah bimbingan dan penyuluhan dicetuskan oleh Tatang Mahmud, M. A., seorang pejabat Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia pada tahun 1953. Akan tetapi, dalam perkembangan Bahasa Indonesia selanjutnya, pada tahun 1970, istilah penyuluhan merupakan terjemahan dari kata counseling dan mempunyai konotasi psychological-counseling , yang cenderung diartikan sebagai pemberian penerangan atau informasi, bahkan kadang-kadang hanya dalam bentuk pemberian ceramah atau pemutaran film saja. Menyadari perkembangan pemakaian istilah tersebut, para ahli bimbingan dan penyuluhan Indonesia yang tergabung dalam IPBI berpendapat, sebaiknya istilah penyuluhan dikembalikan ke istilah aslinya, yaitu konseling. Seperti yang disahkan dalam SK Mendikbud No 025/1995.
Bimbingan dan Konseling| 5
Sampai tahun 1993 pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah tidak jelas, parahnya lagi pengguna terutama orang tua murid berpandangan kurang bersahabat dengan BP. Muncul anggapan bahwa anak yang ke BP identik dengan anak yang bermasalah, kalau orang tua murid diundang ke sekolah oleh guru BP dibenak orang tua terpikir bahwa anaknya di sekolah mesti bermasalah atau ada masalah. Hingga lahirnya SK Menpan No. 83/1993 dan SK Mendikbud No. 025/1995 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya yang di dalamnya termuat aturan tentang Bimbingan dan Konseling di sekolah. Disini lah pola pelaksanaan bimbingan dan konseling mulai jelas. Pra-Lahirnya Pola 17 Pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan diselenggarakan dengan pola tidak jelas. Akibatnya bimbingan dan konseling mendapat citra buruk di masyarakat, seperti munculnya persepsi negatif terhadap pelaksanaan BK, konselor dianggap sebagai polisi sekolah, BK melayani ³orang sakit´ atau ³kurang normal´, dan lain s ebagainya. Ketidakjelasan pola pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan disebabkan karena belum adanya hukum, semangat luar biasa untuk melaksanakan bimbingan dan konseling, dan belum ada aturan main yang jelas. Lahirnya Pola 17 SK Mendikbud No. 025/1995 sebagai petunjuk pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya memuat hal-hal yang substansial, khususnya menyangkut bimbingan dan konseling, yaitu sebagai berikut: 1. Istilah bimbingan dan penyuluhan secara resmi diganti menjadi bimbingan dan konseling. 2. Pelaksana bimbingan dan konseling di sekolah adalah guru pembimbing, yaitu guru yang secara khusus ditugasi untuk itu. Dengan demikian, bimbingan dan konseling tidak dapat dilaksanakan oleh sembarang guru. 3. Guru yang ditugasi atau diangkat untuk melaksanakan bimbingan dan konseling adalah mereka yang berkemampuan melaksanakan kegiatan tersebut. 4. Kegiatan bimbingan dan konseling dilaksanakan dengan pola yang jelas: a. Pengertian, tujuan, fungsi, prinsip, dan asa s-asasnya;
Bimbingan dan Konseling| 6
b. Bidang bimbingan: bimbingan pribadi, sosial, belajar, dan karir; c. Jenis layanan: layanan orientasi, informasi, penempatan/penyaluran, pembelajaran, konseling perseorangan, bimbingan kelompok dan konseling kelompok; d. Kegiatan pendukung: instrumentasi, himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah, dan alih tangan kasus. Unsur-unsur di atas (nomor 4) membentuk ³ BK Pola-17 ´ 5. Setiap kegiatan bimbingan dan konseling dilaksanakan melalui tahap perencanaan kegiatan, pelaksanaan kegiatan, penilaian hasil kegiatan, analisis hasil kegiatan, dan tindak lanjut. 6. Kegiatan bimbingan dan konseling dilaksanakan di dalam dan di luar jam kerja sekolah. B. Landasan Bimbingan dan Konseling
Menurut Prayitno dan
Erman
Amti dalam Tohirin, ada beberapa landasan
bimbingan dan konseling, yaitu landasan filosofis, landasan religious, landasan psikologis, landasan sosial budaya, landasan ilmiah dan teknologi, dan landasan pedagogis. Sedangkan Akhmad Sudrajat dalam blognya menuliskan bahwa landasan bimbingan dan konseling terdiri dari landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosial
budaya,
landasan
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi
(IPT EK),
serta
menambahkan landasan pedagogis, landasan religious, dan landasan yuridis-formal sebagai perluasan landasan bimbingan dan konseling seperti pemikiran Prayitno. 1. Landasan Filosofis Landasan filosofis dalam pelayanan bimbingan dan konseling akan membantu konselor memahami hakikat klien (siswa) sebagai manusia. Dengan memahami hakikat manusia tersebut maka setiap upaya bimbingan dan konseling diharapkan tidak menyimpang dari hakikat tentang manusia itu sendiri. Seorang konselor dalam berinteraksi dengan kliennya harus mampu melihat dan memperlakukan kliennya sebagai sosok utuh manusia dengan berbagai di mensinya. 2. Landasan Religius Landasan religius bagi layanan bimbingan dan konseling setidaknya ditekankan pada tiga hal pokok, yaitu: (1) keyakinan bahwa manusia dan seluruh alam semesta adalah makhluk Tuhan, (2) sikap yang mendorong perkembangan dan perikehidupan manusia berjalan ke arah dan sesuai
Bimbingan dan Konseling| 7
dengan kaidah-kaidah agama, (3) upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal suasana dan perangkat budaya serta kemasyarakatan yang sesuai dan meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu perkembangan dan pemecahan masalah individu. Dalam masyarakat terdapat banyak ragam agama, maka konselor harus hati-hati dan bijaksana menerapkan landasan religius terhadap klien (siswa) yang berbeda latar belakang aga manya. 3. Landasan Psikologis Landasan psikologis dalam bimbingan dan konseling berarti mempersoalkan tentang perilaku individu yang menjadi sasaran layanan. Untuk kepentingan layanan bimbingan dan konseling, sejumlah aspek psikologi yang perlu dikuasai oleh para konselor meliputi: (1) motif dan motivasi, (2) pembawaan dasar dan lingkungan, (3) perkembangan individu, (4) belajar, dan (5) kepribadian. 4. Landasan Sosial Budaya Manusia merupakan makhluk sosial. Siswa sebagai manusia juga merupakan
makhluk
sosial.
Dimensi
sosial
manusia
harus
tetap
dipertahankan sambil terus dikembangkan melalui bimbingan dan konseling. Selain itu, manusia juga merupakan makhluk budaya. Seperti yang kita ketahui, masyarakat Indonesia memiliki banyak suku, ras, dan agama yang beraneka ragam. Masing-masing suku dan bangsa memiliki lingkungan sosial budaya yang berbeda. Perbedaan itu bisa menimbulkan subjektivitas budaya sehingga akan berpengaruh pula pada upaya pemberian bimbingan dan konseling. Perbedaan dalam latar belakang ras atau etnik, kelas sosial ekonomi, dan bahasa dapat menimbulkan masalah dalam hubungan konseling. Untuk itu, konselor harus bisa menjaga netralitas sosial budaya dalam memberikan bimbingan dan konseling. 5. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Landasan ilmiah bimbingan dan konseling mengisyaratkan bahwa praktik bimbingan dan konseling harus dilaksanakan atas dasar keilmuan. Oleh karena itu, seorang pembimbing (konselor) harus memiliki ilmu tentang bimbingan dan konseling. Ilmu bimbingan dan konseling bersifat multireferensial, oleh karena itu tidak lepas dari ilmu-ilmu lainnya.
Bimbingan dan Konseling| 8
Selain perlu dukungan ilmu yang lain, praktik bimbingan dan konseling juga memerlukan dukungan perangkat teknologi yang berguna dalam pembuatan instrumen bimbingan dan konseling dan penggunaan berbagai alat atau media untuk memperjelas materi bimbingan dan konseling. 6. Landasan Pedagogis Landasan paedagogis dalam layanan bimbingan dan konseling ditinjau dari tiga segi, yaitu: (a) pendidikan sebagai upaya pengembangan individu dan bimbingan merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan; (b) pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling; dan (c) pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan layanan bimbingan dan konseling. 7. Landasan Yuridis-formal Landasan yuridis-formal berkenaan dengan berbagai peraturan dan perundangan yang berlaku di Indonesia tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling, yang bersumber dari Undang-Undang Dasar, Undang ± Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri serta berbagai
aturan
dan
pedoman
lainnya
yang
mengatur
tentang
penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Indonesia.
Bimbingan dan Konseling| 9
BAB III. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bawa bimbingan dan konseling mengalami perkembangan baik peran, fungsi, maupun progam-programnya. Perkembangan bimbingan dan konseling dari sejak diletakkannya dasar-dasar ilmiahnya sampai dengan masa kini, menunjukkan ke arah perluasan sesuai dengan kebutuhan manusia dalam kehidupan mental dan fisik, dalam rangka menciptakan kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Di Indonesia, perkembangan bimbingan dan konseling yang sangat berarti adalah lahirnya Pola-17 dalam bimbingan dan konseling. Sesuai dengan SK Mendikbud No. 025/1995 yang juga meresmikan perubahan istilah dari bimbingan dan penyuluhan menjadi bimbingan dan konseling. Selain sejarah perkembangan bimbingan dan konseling, hal yang perlu diketahui dan dipahami adalah landasan bimbingan dan konseling. Landasan bimbingan dan konseling tersebut diantaranya: landasan filosofis, landasan religius, landasan psikologis, landasan sosial budaya, landasan ilmu pengetahuan dan teknologi, landasan pedagogis, dan landasan yuridis-formal.
Bimbingan dan Konseling| 10
Daftar
Pustaka
Amin, Samsul Munir. (2010). Bimbingan dan Konseling Islam. Jakarta: Amzah. Salahudin, Anas. (2010). Bimbingan dan Konseling . Bandung: Pustaka Setia. Tohirin. (2007). Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi) . Jakarta: Rajawali Pers. Yusuf, Syamsu dan A. Juntika Nurihsan. (2005). Landasan Bimbingan dan Konseling . Bandung: Rosda. Arya. (2010). Sejarah Lahirnya Bimbingan dan Konseling , [Online]. Tersedia: http://belajarpsikologi.com/sejarah-lahirnya-bimbingan-dan-konseling/ [27 Februari 2011] Noorholic. (2008). Sejarah Bimbingan dan Konseling dan Lahirnya BK 17 Plus , [Online]. Tersedia: http://noorholic.wordpress.com/2008/06/09/sejarah-bimbingan-dankonseling-dan-lahirnya-bk-17-plus/ [27 Februari 2011] Sudrajat, Akhmad. (2008). Landasan Bimbingan dan Konseling , [Online]. Tersedia: http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/25/landasan-bimbingan-dankonseling/ [27 Februari 2011]
Bimbingan dan Konseling| 11