MAKALAH (Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqh & Ushul Fiqh dengan dosen pengampu Dr. Yayan Suryana)
Ditulis oleh : 1. Rizka Triana
(15690003)
2. Dwi Lestari
(15690014)
3. Yusri
(156900
)
4. Anisa Hanif Utami
(156900
)
5. Kafa Ni’matul Fadhilah
(15690048)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2016 1
BAB I PENDAHULAN
Belakangan ini penelitian tentang sejarah fiqh dan ushul fiqh islam mulai dirasakan penting. Paling tidak karena pertumbuhan dan perkembangan fiqh dan ushul fiqh menunjukkan pada suatu dinamika pemikiran keagamaan itu sendiri. Hal tersebut merupakan persoalan yang tidak pernah usai dimanapun dan kapanpun, terutama dalam masyarakat-masyarakat agama yang sedang mengalami modernisasi. Perkembangan fiqih secara sungguh-sungguh telah melahirkan pemikiran islam bagi karakteristik perkembangan islam itu sendiri. Perkembangan hukum Islam setelah Rasulullah SAW wafat berkambang begitu pesat. Hal itu dikarenakan pola pikir umat Islam dalam berpendapat tentang hukum berbeda-beda. Umat islam mengalami dilematis dalam menetapkan hukum setelah Rasulullah wafat, karena begitu banyak masalah-masalah hukum baru yang muncul yang belum ada nashnya dalam Alquran dan Hadis. Dengan demikian muncullah berbagai pendapat mengenai hukum tentang suatu hal. Dalam islam hal seperti ini dibolehkan dengan syarat harus dimusyawarahkan dengan ulama-ulama yang lain atau dengan kata lain berijtihad. Jika kita tidak mampu berijtihad dikarenakan keterbatasan pengetahuan kita, makakita harus mengikuti ijtihad dari salah seorang mujtahid yang ia percayai. Hali ini sejalan dengan firman Allah dalam surat An-Nahl ayat 42, yang artinya “ Bertanyalah dari ahli zikir/ ulama jika kamu tidak mengerti”. Dari situlah muncul hukum-hukum islam dari hasil ijtihad para ulama, yang mana lahirlah yang disebut mazhab. Dari penjelasan di atas, kami akan membahas lebih lanjut mengenai sejarah mazhabmazhab fiqih tersebut. Yang mana ruang lingkupnya meliputi : pengertian mazhab fiqih, latar belakang munculnya mazhab, Kemunculan mazhab, Isu-isu kemunculan mazhab, faktor pendorong lahirnya atau kemunculan mazhab-mazhab fiqih, tipologi bermahzab, hukum bermazhab, madzhab dalam hukum islam. Itulah beberapa subpokok bahasan yang akan dibahas dalam makalah ini. Selanjutkan diharapkan dengan pembahasan tersebut dapat menambah pengetahuan dan wawasan terutama mengenai mazhab-mazhab fiqh yang masih dalam ruang lingkup perkembangan hukum islam.
2
BAB II PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN MAZHAB Menurut bahasa, mazhab berarti jalan atau tempat yang dilalui. Mazhab juga diartikan aliran, golongan, faham, pokok pikiran dari seseorang.1 Kata mazhab berasal dari kata dzahaba, yadzhabu, dzahaaba. Mazhab juga berarti pendirian atau al-mu’taqad. Menurut istilah, para faqih mazhab mempunyai dua pengertian, yaitu pendapat salah seorang imam mujtahid tentang hukum suatu masalah. Kedua, kaidah-kaidah istinbath yang dirumuskan oleh seorang imam. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa mazhab berarti hasil ijtihad seorang imam mengenai hukum suatu masalah atau tentang kaidah-kaidah istinbath.2 Misalnya menyentuh wanita bukan mahram membatalkan wudhu menurut mazhab syafi’i. Mazhab fiqih berarti aliran atau faham dalam fiqih yang berhubungan dengan penafsiran dan pelaksanaan hukum islam. Sedangkan, bermazhab adalah mengikuti hasil pemikiran seseorang atau sekelompok orang dalam hubungannya
dengan pelaksanaan hokum
islam. Bermazhab syafi’I berarti mengikuti pendapat-pendapat imam syafi’I dalam menjalankan hokum islam (fiqih). Kedudukan mazhab yang semula merupakan pemikiran atau pemahaman atau pendapat yang diterima dan ditolak oleh tidak benar atau kurang tepat, menjadi keharusan dan pegangan yang bersifat keagamaan, yakni tidak boleh seorang pun tidak bermazhab atau menyimpang dari mazhabnya dan mengikuti mazhab lain. Sikap tersebut memberikan pengaruh dan akibat yang negative yaitu menghalangi uma tislam untuk menikmati pembahasan hokum dar isumbernya (Al-qurandanHadis). Sekaligus menghalangi mereka untuk memetik buah studinya dari kedua nash tersebut. Akibatnya yang paling berbahaya bagi umat islam adalah timbulnya apatisme sehingga ajaran islam yang seharusnya berkembang dan dinamis menjadi beku dan statis. 1 A.Djazuli, Ilmu Fiqh (Bandung:Orba Sakti,1991), hlm.106. 2 Suyatno, Dasar-dasarilmufiqih&ushulfiqih (Yogyakarta : AR-RUZZ Media,2013), hlm.35.
3
B. LATARBELAKANG MUNCULNYA MAZHAB Masalah pokok yang menjadi sumber munculnya mazhab fiqih adalah adanya perbedaan pendapat atau ikhtilaf dikalangan umat islam. Jika dilacak secara historis, perbedaan pendapat dikalangan umat islam sudah terjadi sejak rasulullah saw masih hidup. Banyak kasus yang menggambarkan bagaimana para sahabat berbeda pendapat dalam menyikapi perintah Rasulullah saw atau menanfsirkan apa yang diajarkannya. Namun perbedaan pada masa ini tidak menjadi masalah serius, karena keberadaan rasulullah menjadi pemersatu dan pengambil keputusan atas semua masalah yang terjadi. Rasulullah selalu menyikapi perbedaan pendapat di kalangan sahabatnya dengan cara yang bijaksana, yaitu tidak menyalahkan salah satunya, tetapi membenarkan pendapat mereka. Pada posisi ini, rasulullah lebih melihat semangat para sahabat dalam menjalankan ajaran agamanya ketimbang melihat hasil ra’yu mereka. Dengan model penyelesaian ini, tidak pernah terjadi konflik akibat perbedaan pendapat dikalangan para sahabat. Rasulullah cenderung mentolerir perbedaan pendapat, sebagai cara memberikan pengajaran kepada para sahabat dalam menafsirkan wahyu. Dengan demikian, ketergantungan mereka terhadap rasulullah tidak mutlak, karena rasulullah member ruang untuk berijtihad sesuai kemampuan masing-masing. Dapat disimpulkan bahwa ada beberapa hal yang melatarbelakangi munculnya mazhab yaitu: a. Karena semakin meluasnya wilayah kekuasaan islam sehingga hokum islam pun menghadapi berbagai problem social kemasyarakatan yang berbeda-beda. b. Keragaman social dan banyaknya ulama menimbulkan perbedaan pendapat dikalangan umat islam. c. Muncunya ulama-ulama besar pendiri mazhab fiqih berusaha menyebarluaskan pemahamannya dengan mendirikan pusat-pusat studi fiqih, yang diberinama AlMadzhab atau Al- Madrasah yang diterjemahkan oleh bangsa barat menjadi school, kemudian usaha tersebut dilanjutkan oleh murid-muridnya. d. Adanya kecenderungan masyarakat islam memilih salahsatu pendapat dari ulamaulama
mazhab
pemerintah(khalifah)
ketika merasa
menghadapi perlu
masalah
menegakkan
hukum. hokum
Sehingga
islam
dalam
pemerintahannya. 4
e. Permasalahan politik. Perbedaan pendapat dikalangan muslim awan tentang politik, seperti pengangkatan khalifah ikut memberikan saham bagi munculnya berbagai mazhab hukum. Produk pemahaman terhadap ajaran islam yang merupakan hasil ijttihad dari para ulama itu biasanya dibukukan menjadi sebuah kitab. Kitab itu dibaca, dipelajari, dan dipahami bahkan diamalkan dan dijadikan pedoman bagi generasi setelahnya dalam mengamalkan ajaran islam. Di sisi lain, para ahli hokum islam itu juga memiliki sejumlah murid yang dikemudian mensosialisasikan pendapat-pendapat gurunya kepada generasigenerasi sesudahnya. Kalangan muslim dari generasi-generasi berikutnya ini kemudian membuat kelompok berdasrkan para guru yang menjadi panutan dalam mengamalkan ajaran-ajaran islam itu. Bermula dari kelompok-kelompok itulah yang akhirnya berkembang menjadi sebuah madzhab tertentu. Ada mazhab A karena ajaran-ajaran islam yang diamalkan disandarkan kepada hasil ijtihad ulama A. Kemudian muncul mazhab B karena ajaran islam yang diamalkan disandarkan kepada hasil ijtihad ulama B.
C. KEMUNCULAN MAZHAB Mazhab yang berbasis wilayah local pada abad ke 2 hijriah muncul 3 mazhab lokal yaitu: mazhab Hijazi, Mazhab Iraqi, dan Mazhab Syam. Yang terdapat di syria. Ketiga mazhab ini dianggap sebagai mazhab fiqh yang pertama dalam islam. Mazhab lokal ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Unsur lokal sangat mempengaruhi dalam setiap fatwa yang muncul. 2. Munculnya kebebasan pendapat dalam fiqh. 3. Sunnah diartikan dengan adat istiadat masyarakat, sedangkan ijma' merupakan kesepakatan ulama setempat. Kemunculan mazhab lokal ini manunjukkan perkembangan yang pesat dari fiqh di kota yang menjadi pusat intelektual. Penamaan kota dalam penyebutan mazhab mengindikasikan adanya pengaruh urf dalam setiap produk fiqh. Meskipun sumber dan metode berijtihadnya sama, tetapi pertimbangan lain dalam setiap fatwa yang keluar memperhatikan situasi dan kondisi demografis setempat. Dengan demikian mazhab lokal ini mengisyaratkan sifat elastisitas fiqh pada masa itu, yang memiliki kemampuan adaptif terhadap perkembangan masyarakat. Para ulama yang menjadi tokoh dalam setiap 5
mazhab diatas, juga memikiki kemampuan mengadaptasikan ajaran normatif islam ke dalam realitas aktual kehidupan. Fatwa-fatwa yang keluar merupakan produk ijtihas bersama (ijma'atau ijtihad jama'i) ulama setempat, sehingga tidak menimbulkan fanatisme yang berlebihan.3
D. ISU-ISU MUNCULNYA MAZHAB 1. Isu Intelektual
Perbedaan dalam penentuan sumber tasyri’ Periwayatan hadis Dalam hal penerapan hadis, terjadinya keragaman ketetapan-ketetapan hokum bergantung pada tingkat keberadaan hadis tersebut, kesahihannya, syarat-syarat penerimaannya dan metode-metode yang dipakai untuk menyelesaikan petentangan-pertentangan tekstual. Diakuinya prinsip-prinsip tertentu Sebagian imam memasukkan prinsip-prinsip hukum sekunder dan membuat ketetapan-ketetapan hukum atas dasar prinsip-prinsip tersebut. Sementara prinsip-prinsip dan ketetapan-ketetapan hukum tersebut ditolak oleh ulama yang lain (misalnya, istihsan dan ijma’ masyarakat Madinah) Metode-metode qiyas Qiyas sebagai prinsip sekunder secara umum diterima,tetapi aturan-aturan mengenai prosedur penyimpulannya tidak ada kesepakatan di kalangan masing-masing imam, sehingga seringkali menghasilkan perbedaan ketetapan hokum meskipun persoalannya sama. (hal 135 abu ameenah bilal Philips, ph.d, asal-usul dan perkembangan fiqh analisis historis atas mazhab,doktrin dan kontribusi)
Perbedaan dalam pembentukan argumen hukum Ra’yu
3 Ali Sodiqin, DKK, Fiqh Ushul Fiqh: sejarah, metodelogi dan implementasinya di Indonesia (Yogyakarta: Beranda, 2014),hlm.130.
6
Kelompok yang memandang bahwa semua hukum yang diwahyukan oleh Allah SWT memiliki alasan-alasan yang tersembunyi yang dapat diidentifikasi. Dalam persoalan-persoalan yang alasannya tidak dapat dijelaskan
secara
khusus.
Dilakukan
dengan
cara
mencurahkan
kemampuan akal untuk sampai pada alas an yang mungkin dicapai. Hadis kelompok yang menghindari membuat ketetapan hukum tentang sebuah persoalan jika dengan jelas teks-teks hadis atau Quran yang berkaitan dengan persoalan tersebut tidak tersedia. Sementara hukum yang tidak ada penjelasannya ditingggalkan.
Perbedaan dalam memahami bahasa Ketetapan-ketetapan hokum yang beragam muncul dari perbedaan-perbedaan dalam penafsiran, yang penafsiran itu sendiri terjadi karena keragaman makna kata (makna literal dan figuratif) dan susunan-susunan gramitikanya (seperti qur’, lams dan ila).4
2. Isu politik yang berimbas pada teologi.
Konflik politik setelah masa Khalifah Ali Lahirnya dua paham, yaitu Khawarij (tidak mengakui Ali maupun Muawiyyah) dan Syi’ah(pengikut fanatik Ali), yang menerobos masuk ke dalam sekte-sekte keagamaan yang kemudian mengembangkan sistem fiqhnya masing-masing. Mereka menolak kontribusi sebagian besar sahabat dan khulafaur rasyidin, bahkan menyebut mereka semua sebagai kaum murtad, dan mengangkat figurefigur pemimpin mereka sendiri dalam membuat undnag-undang. 5
Lahirnya kelompok-kelompok teologis yang berdampak pada cara pandang keagamaan
4 Philps, Abu Ameenah Bilal, Asal Usul dan Perkembangan Fiqh (Bandung : Nusa Media,2005), hlm. 130-135 5 Ibid, hlm.62
7
E. FAKTOR PENDORONG KEMUNCULAN MAZHAB Pertama, fanatisme para murid imam mazhab memiliki yang cukup dominan dalam pembentukan dan penyebaran mazhab. Mereka secara intensif menyebarluaskan pendapat atau fatwa imamnya melalui berbagai forum. Fanatisme mazhab disebabkan oleh kesetiaan yang berlebihan. Dalam sejarahnya, fanatisme ini justru merugikan umat Islam, karena menjadikannya terkotak-kotak dalam mazhab yang sempit. Di kalangan ulama muncul sikap konservatif, sebagai upaya untuk melindungi mazhabnya. Setiap ijtihad yang keluar dari standar mazhab dianggap bid’ah. Bahkan muncul faksionalisme atau sekte-sekte dalam mazhab. Dalam taraf yang lebih parah, terdapat larngan berpindah mazhab, larangan menikah dengan orang yang berbeda mazhab, tidak boleh bermakmum dengan orang yang tidak bermazhab. Kedua,stagnasi dalam berijtihad. Masa ini dimulai ketika para imam mazhab sudah meninggal, yaitu sekitar abad ke-4 hijriah. Para murid imam mazhab tidak lagi menghasilkan ijtihad yang independen, tetapi cenderung mengikatkan diri pada metode dan pendapat para imamnya. Pada masa ini muncul istilah pintu ijtihad sudah tertutup, terutama ijtihad mustaqil atau ijtihad independen, yaitu ijtihad yang bebas dari pengaruh mazhab, baik dalam hal metode (manhaj) maupun pendapat (aqwal). Di kalangan masyarakat awam, muncul sikap taqlid yaitu imitasi atau peniruan sebuah pendapat tanpa mengetahui sumber dan metode penetapannya. Kompilasi fiqh pada masa ini terbatas pada komentar terhadap karya-karya terdahulu (syarah), yang diarahkan untuk mempromosikan masing-masing mazhab.6 Ketiga,tersedianya kitab-kitab fiqh dari masa-masa sebelumnya. Sebagaimana diketahui, para imam mazhab menghasilkan banyak karya yang berkualitas,sebagai wujud dari ijtihad independen yang mereka lakukan. Karya- karya ini disikapi secara berbeda oleh penerusnya. Kitab- kitab fiqh sebeliumnya tidak dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan pengembangan dalam hukum Islam, tetap dijadikan pedoman dan acuan satu-satunya dalam kehidupan keagamaan. Posisi kitab fiqh ini menggantikan AlQur’an dan Hadis yang menjadi sumber Islam. Setiap muncul persoalan, umat Islam langsung mencari jawabannya didalam kitab-kitab fiqh yang sudah ada, bukan
6 Ali Sodiqin, DKK, Fiqh Ushul Fiqh: sejarah, metodelogi dan implementasinya di Indonesia (Yogyakarta: Beranda, 2014),hlm.131.
8
melakukan ijtihad dengan mendasarkan pada nash Alquran maupun Hadis. Fiqh mujtahid lebih didahulukan daripada nash Alqur’an maupun Hadis. Disisi lain, karya para imam dianggap sudah sempurna dan cukup memadai untuk menjadi pegangan dalam beragama, sehingga tidak diperlukan lagi berijtihad.7
F. TIPOLOGI BERMAZHAB Bermazhabdalam fiqh ada dua macam, yaitu : a. Bermazhab fil aqwal : yaitu mengikuti segala pendapat dari seorang ulama tanpa mempertimbangkan dasar hukum penetapannya. Kategori bermazhab ini sama dengan taqlid atau imitasi, yaitu peniruan perbuatan seseorang yang diyakini kebenarannya tanpa memiliki pengetahuan dasar dan metode penetapannya. b. Bermazhab fil manhaj, yaitu mengikuti seorang ulama dalam hal metode ijtihadnya, bukan sekedar mengikuti pendapat saja. Bermazhab model ini berbeda dengan yang pertama, artinya bermazhabnya didukung dengan pengetahuan tentang dasar dan metode penetapan dari hukum yang diikuti. Kategori ini sama artinya dengan ittiba’, yaitu mengikuti pendapat disertai dengan pemahaman tentang dasar perbuatan yang dilakukan. Hukum asala bermazhab adalah mubah. Hal ini didasarkan pada tiga alasan. Pertama, kewajiban umat Islam adalah mengikuti dan melaksanakan semua ajaran Islam yang termaktub dalam Al-Qur’an dan Hadis. Dalam praktisnya, cara pelaksanaan hukum Islam yang harus dijalankan adalah sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Kedua, kedudukan hukum fiqh adalahrelatif, karena merupakan produk akal manusia (ulama) dalam menafsirkan ajaran-ajaran Islam yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadis. Kerelatifanya mengakibatkan statusnya tidak sama dengan wahyu yang bersifat mutlak ,sehingga mengikuti mazhab adalah sebuah pilihan bagi umat Islam. Ketiga, para imam mujtahid menyatakan bahwa semua pendapat mereka adalah keputusan pribadi yang mengikat hanya pada diri mereka sendiri. Jika terdapat pendapat yang lebih kuat dan lebih mendekati kebenaran, mereka mempersilahkan umat Islam untuk memilih pendapat tersebut. Pendapat-pendapat para Imam mazhab sangat terkait pada situasi dan kondisi
7 Ibid., hlm. 132
9
masyarakat pada masanya serta kemampuan/kapabilitas pribadi, yang rentan terhadap perubahan dan perbedaan.8
G. HUKUM BERMAZHAB Hukum asal bermadzhab adalah mubah. Hal ini didasarkan pada tiga alasan. Pertama, kewajiban umat islam adalah mengikuti dan melaksanakan semua ajaran islam yang termaktub dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis. Dalam praktisnya, cara pelaksanaan hukum islam yang harus dijalankan adalah sebagaimana yang diajarkan Rasulullah SAW. Kedua, kedudukan hukum fiqh adalah relatif, karena merupakan produk akal manusia (ulama) dalam menafsirkan ajaran-ajaran islam yang terkandung dalam Al Qur’an dan Hadis. Kerelatifannya mengakibatkan statusnya tidak sama dengan wahyu yang bersifat mutlak, sehingga mengikuti madzhab adalah sebuah pilihan bagi umat islam. Ketiga, para imam mujtahid menyatakan bahwa semua pendapat mereka adalah keputusan pribadi yang mengikat hanya kepada diri mereka sendiri. Jika terdapat pendapat yang lebih kuat (rajih) dan lebih mendekati keenaran, mereka mempersilahkan umat islam untuk memilih pendapat tersebut. Pendapat-pendapat para Imam madzhab sangat terkait dengan svtuasi dan kondisi masyarakat pada masanya serta kemampuan/kapabilitas pribadi, yang rentan terhadap perubahan dan perbedaan.
H. MAZHAB DALAM HUKUM ISLAM Secara garis besar madzhab fiqh terbagi dalam tiga kelompok, yaitu madzhab fiqh di kalangan Sunni, Syiah, dan Khawarij. Perbedaan ketiga kelompok ini dilatarbelakangi oleh pertikaian politik yang terjadi pada masa akhir pemerintahan khalifah Ali Bin Abu Thalib. Dalam setiap kelompok tersebut, baik Sunni, Syiah, atau Khawarij, juga terbagi menjadi beberapa kelompok madzhab. Secara lengkap madzhab-madzhab fiqh yang muncul di dunia islam adalah sebagav berikut : Kelompok
Madzhab
Imam Madzhab
Keterangan
Sunni
Hanafi
Abu Hanifah an-Nu’man (w. 150/767)
Berkembang
Auza’i
Abdurrahman
bin
Amr
Al-Auza’i
(w. Punah
8 Ibid., hlm 126-127.
10
157/774) Tsauri
Abu Abdillah Sufyan ibn Masruq Al-Tsauri Punah (w. 161/778)
Laitsi
Al-Laitsi bin Sa’ad (w. 175/791)
Punah
Nakha’i
Syarik bin Abdillah (w. 177/794)
Punah
Maliki
Malik bin Anas al-Asbahi (w. 179/795)
Berkembang
Ibn
Abu Muhammad Sufyan bin ‘Uyainah (w. Punah
‘Uyainah
198/814)
Syafi’i
Muhammad bin Idris as-Syafi’i (w. 204/820)
Berkembang
Ishaqi
Ishaq bin Rahwabah (w. 238/859)
Punah
Hanbali
Ahmad bin Hanbal (w. 241/855)
Berkembang
Abu
Ibrahim bin Khalid al-Baghdadi (w. 246/860) Punah
Tsaur Zhahiri
Abu Sulaiman Dawud bin Ali al-Asfahani Punah (w. 270/883)
Thabari
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir bin Yazid Punah at-Thabari (w. 310/924)
Syi’ah
Khawarij
Zaidi
Zaid bin Ali Zainal Abidin (w. 122/270)
Berkembang
Ja’fari
Ja’far bin Muhammad al-Baqir (w.148/765)
Berkembang
Isma’ili
Isma’il bin Ja’far al-Sadiq
Punah
Fatimi
Abdullah alMahdi
Punah
‘Ibadi
Muhammad ibn ‘Ibad (w. 93/712)
Berkembang
Data diatas menjelaskan betapa banyak madzhab fiqh yang pernah muncul di dunia islam, meskipun pada akhirnya tidak semua bertahan dan eksis sampai sampai sekarang. Eksistensi madzhab fiqh ini di pengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu politik, pengikut setia, dan karya para imam madzhab. Keberadaan ketiga faktor ini sangat menetukan apakah sebuah madzhab fiqh itu berkembang atau malah punah. Pertama, faktor politik, yaitu adanya dukungan dari penguasa. Hal ini terlihat dalam penyebaran madzhab selalu terkait dengan kebijakan atau campur tangan pemerintah yang berkuasa. Berlakunya madzhab dalam sebuah negara disebabkan adanya 11
dukungan dari penguasa setempat. Madzhab Hanafi misalnya, mulai terbentuk dan tersebar setelah Abu Yusuf, salah satu murid Abu Hanifah, diangkat menjadi Qadhil Qudhat (Kepala Hakim) oleh Khalifah Al-Mahdi (775-785M), Al-Hadi (785-786M), Harun Ar-Rasyid (786-809M). Dalam kapasitasnya sebagai kepala hakim dia memiliki kewenangan mengangkat hakim daerah, dan semua hakim yang ditunjuknya adalah yang bermadzhab Hanafi. Madzhab Maliki berkembang karena dukungan Khalifah Al-Mansur (Abbasiyah) dan Yahya bin Yahya (Umayyah di Andalusia). Madzhab Syafi’i berkembang di Mesir ketika Shalahudin Al Ayyubi berhasil merebut negeri tersebut. Sementara madzhab Hanbali berkembang di Saudi Arabia atas dukungan Raja Saudi Arabia waktu itu. Kedua, faktor kesetvaan pengikut atau murid para imam. Dalam pembentukan madzhab, faktor kedua ini merupakan faktor yang palvng dominan dalam penentuan berkembang atau punahnya madzhab fiqh. Melalui pengikut setia inilah, madzhab mulai tersebar ke seluruh penjuru dunia islam. Semakin banyak pengikut setia suatu madzhab, maka semakin berkembang madzhab tersebut. Ketiga, hasil karya imam madzhab yang berupa kitab-kitab fiqh. Kitab-kitab fiqh inilah yang menjadi acuan bagi para pengikut dalam menyebarkan ajaran imam mereka. Kitab-kitab sepert Al-Kharaj karya Abu Yusuf (Madzhab Hanafi), Al-Muwatha’ karya imam Malik, Al-Umm dan Ar-Risalah karya imam Syafi’i, Al-Musnad Ahmad karya imam Ahmad bin Hanbal, merupakan kitab induk madzhab yang kemudian dijadikan sebagai rujukan dalam menyusun kitab-kitab fiqh oleh para pengikutnya.9
9 Ibid., hlm,132-136.
12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Menurut bahasa, mazhab berarti jalan atau tempat yang dilalui. Kata mazhab berasal dari kata dzahaba, yadzhabu, dzahaaba. Mazhab juga berarti pendirian atau al-mu’taqad. mazhab berarti hasil ijtihad seorang imam mengenai hokum suatu masalah atau tentang kaidah-kaidah istinbath. 2. Dapat disimpulkan bahwa ada beberapa hal yang melatarbelakangi munculnya mazhab yaitu: a) Karena semakin meluasnya wilayah kekuasaan islam sehingga hukum islam pun menghadapi berbagai problem social kemasyarakatan yang berbeda-beda. b) Keragaman social dan banyaknya ulama menimbulkan perbedaan pendapat dikalangan umat islam. c) Muncunya
ulama-ulama
besar
pendiri
mazhab
fiqih
berusaha
menyebarluaskan pemahamannya dengan mendirikan pusat-pusat studi fiqih, yang diberinama Al- Madzhab atau Al- Madrasah yang diterjemahkan oleh bangsa barat menjadi school, kemudian usaha tersebut dilanjutkan oleh murid-muridnya. d) Adanya kecenderungan masyarakat islam memilih salahsatu pendapat dari ulama-ulama mazhab ketika menghadapi masalah hukum. Sehingga pemerintah(khalifah) merasa perlu menegakkan hokum islam dalam pemerintahannya. e) Permasalahan politik. Perbedaan pendapat dikalangan muslim awan tentang politik, seperti pengangkatan khalifah ikut memberikan saham bagi munculnya berbagai mazhab hukum. 3. Mazhab lokal ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Unsur lokal sangat mempengaruhi dalam setiap fatwa yang muncul. 2. Munculnya kebebasan pendapat dalam fiqh. 3. Sunnah diartikan dengan adat istiadat masyarakat, sedangkan ijma' merupakan 13
4. Isu-isu munculnya mazhab yaitu isu intelektual dan isu politik yang berimbas pada teologi. 5. Faktor pendorong kemunculan mazhab fiqih yaitu fanatisme pengikut para imam, stagnisme dalam berijtihad, tersedianya kitab-kitab fiqih dari masa sebelumnya. 6. Tipologi bermazhab ada dua yaitu, fi al aqwal dan fil manhaj. 7. Hukum asal bermadzhab adalah mubah, berdasarkan tiga alas an. 8. Secara garis besar madzhab fiqh terbagi dalam tiga kelompok, yaitu madzhab fiqh di kalangan Sunni, Syiah, dan Khawarij.
14
DAFTAR PUSTAKA
Djazuli, A. 1991. Ilmu Fiqh. Bandung : Orba Sakti. Philips, Abu Ameenah Bilal. 2005. Asal Usul dan Perkembangan Fiqh: Analisis Historis atas mazhab doktrin dan kontribusi. Bandung : Nusa Media. Sodiqin Ali. 2012. fiqih&ushulfiqih. Jogjakarta ; BERANDA. Suyatno.2013. Dasar-dasarilmufiqih&ushulfiqih. Jogjakarta : AR-RUZZ Media.
15