Sejarah Peradaban Islam
Pengertian Sejarah
Sejarah berasal dari bahasa Arab dari kata "Syajarotun" artinya pohon. Kalau kita telaah secara sistematis memang sejarah hampir sama dengan pohon yakni mempunyai cabang dan ranting, bermula dari sebuah bibit, kemudian tumbuh dan berkembang, lalu layu dan tumbang. Seirama dengan kata sejarah adalah kata silisilah, kisah, hikayat yang berasal dari bahasa Arab.
Dalam dunia barat sejarah disebut Histoire (Prancis), Historie (Belanda), dan History (Inggris). Dalam bahasa Yunani berasal dari dua kata yaitu istoria yang berarti ilmu. Menurut Aristoteles Istoria diartikan sebagai kajian sistematik mengenai seperangkat gejala alam, yang dituturkan secara kronologis maupun tidak kronologis. Penegrtian ini masih digunakan dalam bahasa Inggris yang disebut Natural History. Kata istoria biasanya diperuntukkan bagi kajian mengenai gejala-gejala hal ihwal manusia alam urutan kronologis.
Definisi secara umum kata history berarti "masa lampau umat manusia". Dalam bahasa Jerman disebut Geschichte, berasal dari kata geschehen yang berarti terjadi, sedangkan dalam bahasa Arab disebut Tarikh, berasal dari akar kata ta'rikh dan taurikh yang berarti pemberitahuan tentang waktu dan kadangkala kata tarikhusy-syay-I menunjukkan arti pada tujuan masa berakhirnya suatu peristiwa.
Dalam kamus bahasa Indonesia, pengertian sejarah mencakup 3 hal :
Silsilah, asal usul keturunan
Kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau, riwayat, tambo, peristiwa-peristiwa penting yang benar-benar terjadi, cerita-cerita yang beradasr pada kejadian-kejadian yang benar-benar terjadi
Ilmu pengetahuan atau uraian tentang peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang benar-benar terjadi di masa lampau.
Definisi sejarah menurut pendapat beberapa ahli :
Persoalan sejarah sebagai peristiwa dan sejarah sebagai kisah
Sejarah sebagai peristiwa adalah peristiwa yang benar-benar terjadi, seperti turunnya wahyu kepada Nabi Muhammad SAW., hijrah nabi, proklamasi kemerdekaan RI, dll.
Sejarah sebagai kisah adalah hasil rekonstruksi para sejarawan, biasanya diterbitkan dalam sebuah buku. Penulis buku sejarah tersebut biasanya berbeda-beda penafsiran meskipun dalam bahasan masalah yang sama.
Peristiwa
masa lampau
Gambaran skema tentang sejarah :
Persoalan objektif dan subyektif sejarah
Subjektifits sejarah terjadi karena 4 faktor, yaitu :
- Sikap berat sebelah pribadi (personal bias)
- Prasangka kelompok (group prejudice)
- Teori interpretasi sejarah yang berlainan
- Filsafat yang berlainan
Sejarah sebagai ilmu atau seni
Sejarah sebagai ilmu dimulai sejak Ibnu Khaldun menulis buku pada abad ke-14. Muqaddimah. Dalam buku itu Ibnu Khaldun menunjuk adanya kritik terhadap sumber-sumber sejarah dan sebab-sebab kelemahan yang terdapat pada para sejarawan. Di Barat kritik sejarah berkembang sejak abad ke-17 hingga memperoleh kematangan pada abad ke -19 dengan lahirnya sejarah imiah yang dipelopori oleh Leopold von Ranke yang mengatakan sejarah harus menunjukkan apa yang benar-benar terjadi.
Historiografi dan Periodisasi Peradaban Islam
Sejarah Islam adalah bagian dari ilmu pengetahuan Agama Islam dan tidak boleh dipandang terpisah dari ilmu pengetahuan agama Islam. Oleh karena itu dalam menulis sejarah Islam harus mempunyai pengetahuan tentang cabang-cabang ilmu pengetahuan agama Islam seperti Al-Qur'an, As-Sunnah, Fiqih, Tauhid, Tarikh Tasyri.
Menurut para sejarawan perkembangan historiogragfi Islam terbagi kedalam empat periode, di antaranya :
Periode awal sampai pada abad ke 3 Hijriyah
Ciri dari masa ini adalah belum terpecahkannya antara legenda dan tradisi Arab sebelum Islam dengan sejarah Islam yang relatif ilmiah yang muncul pada abad ke dua Hijriyah. Penulisan sejarah abad ini masih dipengaruhi oleh tradisi penulis Persia. Salah satu buku yang terkenal adalah buku yang berjudul Khudai-Nama (Buku Raja-raja).
Periode dimulai abad ke 3 sampai abad ke enam Hijriyah
Ciri periode ini adalah diakui sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Ciri lainnya ditandai dengan lahirnya sejarawan-sejarawan wilayah/propinsi, seperti Fathu Mishr karya Abdurrahman bin Abdullah bin Abdul Hakam, dan Tarikh Baghdad karya Ibnu Abi Thahir Taifur.
Periode abad keenam sampai abad kesepuluh
Ciri periode ini adalah digunakannya dua bahasa yakni bahasa Arab dan Persia
Periode abad kesepuluh sampai abad ketiga belas Hijriyah
Ciri periode ini adalah pdipergunakannya bahasa Turki dalam penulisan sejarah. Hal ini sebagai akibat logis dari tegaknya Dinasti Turki Utsmani dan ekspansi Barat terhadap dunia Islam
Periodisasi Sejarah Islam
Periodisasi sejarah merupakan ciri bagi ilmu sejarah yang mengkaji peristiwa dalam konteks waktu dan tempat dengan tolok ukur yang bermacam-macam.
Menurut Prof. DR. H.N. Shiddiqi, ada beberapa pendapat yaitu :
Tolok ukurnya adalah pada sistem politik, hal ini biasanya digunakan pada sejarah konvensional
Tolok ukurnya pada persoalan ekonomi (maju-mundurnya ekonomi) dalam sebuah negara.
Tolok ukurnya pada tingkat peradaban dan kebudayaan suatu bangsa
Tolok ukurnya pada masuk dan berkembangnya suatu agama
Menurut Frof. Dr. Harun Nasution periodisasi sejarah Islam terbagi pada 3 periode :
Periode Klasik (650-1250 M)
Meliputi dua masa kemajuan yaitu masa Rasululloh SAW, Khulafaurrasyidin, Bani Umayyah, dan masa-masa permulaan Dawlah Abbasiyah.
Periode Pertengahan (1250-1800 M.)
Pada periode ini terjadi dua masa kemunduran dan masa Tiga Kerajaan Besar. Turki Utsmani, Dawlah Shafawiyah, dan Dawlah Mongoliyah di India. Fase Tga Kerajaan Besar mengalami kemajuan pada tahun 1500-1700 M. dan mengalami kemunduran kembali pada 1700-1800 M.
Peridoe Modern (1800- sekarang)
Pada mperiode ini umat Islam banyak belajar dari dunia Barat dalam rangka mengembalikan balance of power. Dalam era ini Islam mulai bangkit kembali dengan melakukan pPengertian Islam: Etimologis
Secara etimologis (asal-usul kata, lughawi) kata "Islam" berasal dari bahasa Arab: salima yang artinya selamat. Dari kata itu terbentuk aslama yang artinya menyerahkan diri atau tunduk dan patuh. Sebagaimana firman Allah SWT:
"Bahkan, barangsiapa aslama (menyerahkan diri) kepada Allah, sedang ia berbuat kebaikan, maka baginya pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula bersedih hati" (Q.S. 2:112).
Dari kata aslama itulah terbentuk kata Islam. Pemeluknya disebut Muslim. Orang yang memeluk Islam berarti menyerahkan diri kepada Allah dan siap patuh pada ajaran-Nya[1].
Hal senada dikemukakan Hammudah Abdalati[2]. Menurutnya, kata "Islam" berasal dari akar kata Arab, SLM (Sin, Lam, Mim) yang berarti kedamaian, kesucian, penyerahan diri, dan ketundukkan.
Dalam pengertian religius, menurut Abdalati, pengertian Islam adalah "penyerahan diri kepada kehendak Tuhan dan ketundukkan atas hukum-Nya" (Submission to the Will of God and obedience to His Law).
Hubungan antara pengertian asli dan pengertian religius dari kata Islam adalah erat dan jelas. Hanya melalui penyerahan diri kepada kehendak Allah SWT dan ketundukkan atas hukum-Nya, maka seseorang dapat mencapai kedamaian sejati dan menikmati kesucian abadi.
Ada juga pendapat, akar kata yang membentuk kata "Islam" setidaknya ada empat yang berkaitan satu sama lain.
Aslama. Artinya menyerahkan diri. Orang yang masuk Islam berarti menyerahkan diri kepada Allah SWT. Ia siap mematuhi ajaran-Nya.
Salima. Artinya selamat. Orang yang memeluk Islam, hidupnya akan selamat.
Sallama. Artinya menyelamatkan orang lain. Seorang pemeluk Islam tidak hanya menyelematkan diri sendiri, tetapi juga harus menyelamatkan orang lain (tugas dakwah atau 'amar ma'ruf nahyi munkar).
Salam. Aman, damai, sentosa. Kehidupan yang damai sentosa akan tercipta jika pemeluk Islam melaksanakan asalama dan sallama.
Pengertian Islam: Terminologis
Secara terminologis (istilah, maknawi) dapat dikatakan, Islam adalah agama wahyu berintikan tauhid atau keesaan Tuhan yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad Saw sebagai utusan-Nya yang terakhir dan berlaku bagi seluruh manusia, di mana pun dan kapan pun, yang ajarannya meliputi seluruh aspek kehidupan manusia.
Cukup banyak ahli dan ulama yang berusaha merumuskan definisi atau pengertian Islam secara terminologis. KH Endang Saifuddin Anshari[3] mengemukakan, setelah mempelajari sejumlah rumusan tentang agama Islam, lalu menganalisisnya, ia merumuskan dan menyimpulkan pengertian Islam, bahwa agama Islam adalah:
Kedua, umat Islam adalah mereka yang menjalankan ritual peribadatan seperti shalat lima waktu, puasa sebulan penuh di bulan Ramadan, mengeluarkan zakat (fithrah dan mal), dan berhaji bagi yang mampu. Sekiranya ini menjadi standar, maka populasi umat Islam akan turun sangat drastis. Terlampau banyak orang yang di KTP-nya disebut Islam, tapi dalam aktifitas sehari-harinya tak menjalankan sejumlah ibadah yang diwajibkan dalam Islam. Mereka itu disebut Clifford Geertz sebagai Islam abangan atau yang oleh Gus Dur dan Cak Nur disebut Islam nominal. Secara politik, muslim abangan ini tak selalu punya ikatan psikologis-ideologis dengan partai-partai Islam seperti PKS, PPP bahkan juga PKB dan PAN. Sebagian dari mereka kadang merasa lebih nyaman berafiliasi dengan partai-partai sekuler-nasionalis seperti PDI Perjuangan.
Ketiga, umat Islam adalah mereka yang bukan hanya menjalankan ritual Islam, melainkan juga mengerti dasar-dasar ajaran Islam. Mereka tahu dogma, pemikiran, dan sejarah peradaban Islam. Kelompok ketiga ini lazim disebut sebagai Islam santri. Mereka biasanya alumni sebuah pesantren dan juga Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) seperti IAIN dan STAIN. Secara keorganisasian, mereka tergabung dalam organisasi keagamaan Islam seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Nahdlatul Wathan, dan Al-Washliyah. Dengan takrif ini, maka jumlah umat Islam di Indonesia terus menyusut hingga yang tersisa sekitar puluhan juta orang.
Keempat, umat Islam adalah mereka yang bukan hanya menjalankan ritual Islam, mengerti dasar-dasar Islam, melainkan juga memperjuangkaan tegaknya negara Islam, khilafah islamiyah, dan formalisasi syariat Islam. Berbeda dengan NU dan Muhammadiyah yang menerima Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar dalam berbangsa dan bernegara, kelompok terakhir ini hendak menjadikan al-Qur'an sebagai haluan negara. Konsisten dengan pengertian ini, maka yang disebut sebagai umat Islam di Indonesia tak kurang dari lima juta orang. Secara keorganisasian, mereka itu bernaung di bawah organisasi Islam seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Front Pembela Islam (FPI), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), dan beberapa ormas Islam kecil lainnya.
Penjelasan-penjelasan ini menunjukkan betapa tak mudahnya seseorang mengatas-namakan umat Islam Indonesia, seperti tak mudahnya mendefiniskan umat Islam Indonesia. Dengan demikian, kini jelas bahwa sekiranya ada tokoh Islam yang suka mengatas-namakan umat Islam, maka dia hakekatnya tak pernah bisa mewakili umat Islam Indonesia yang beraneka ragam itu. Mandat untuk mewakili seluruh kepentingan umat Islam Indonesia pun tak pernah dikantongi oleh yang bersangkutan. Sang tokoh akan lebih pas menyebut mewakili dirinya sendiri atau kelo