MAKALAH
SISTEM SARAF OTONOM
Diajukan sebagai tugas mata kuliah Anatomi dan Fisiologi Manusia
Dosen Pengampu : Dra. NEVRITA, M.Pd, M.Si
Disusun Oleh :
MIRA DESLIANA 140384205005
SITI KAMALIA 140384205027
ERNIS ERLINA 140384205035
PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah Anatomi dan
Fisiologi Manusia sesuai dengan waktu yang telah diberikan, dalam
penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan namun demikian penyusun
telah berusaha semaksimal mungkin agar hasil dari tulisan ini tidak
menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang ada.
Atas dukungan dari berbagai pihak akhirnya penunyusun bisa
menyelesaikan makalah ini. Untuk itu, dalam kesempatan ini penyusun
mengucapkan terima kasih kepada Dosen yang mengajar mata kuliah Anatomi dan
Fisiologi Manusia yang memberikan pengajaran dan arahan dalam penyusunan
makalah ini, dan tidak lupa kepada teman-teman semua yang telah ikut
berpartisipasi membantu penyusun dalam upaya penyusunan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
karena tak ada gading yang tak retak, begitu pula dengan makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini, dan mudah-mudahan
ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Tanjungpinang, 9 November 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan masalah 1
1.3 Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN 3
2.1 Penelaahan Menyeluruh Sistem Syaraf Otonom 3
2.2 Saraf Simpatis (Torakolumbal) 4
2.2.1 Pengertian Saraf Simpatis 4
2.2.2 Anatomi dan Fisiologi Saraf Simpatis 4
2.2.3 Fungsi Saraf Simpatis 5
2.3 Saraf Parasimpatis 6
2.3.1 Pengertian Saraf Parasimpatis 6
2.3.2 Anatomi dan Susunan Saraf Prasimpatis 7
2.3.3 Fungsi Saraf Parasimpatis 7
2.4 Interaksi antara Saraf Simpatis dan Saraf Parasimpatis 8
2.4.1 Efek Perangsangan Simpatis dan Parasimpatis pada Organ Spesifik 8
2.5 Integrasi dan pengawasan fungsi otonom 12
2.6 Pengaturan pusat otonom batang otak oleh area yang lebih tinggi. 14
2.7 Gangguan kesehatan pada sistem syaraf 14
BAB III PENUTUP 19
3.1 Kesimpulan 19
3.2 Saran 19
DAFTAR PUSTAKA 20
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bagian sistem saraf yang mengatur fungsi viseral tubuh disebut sistem
saraf otonom. Sistem ini membantu mengatur tekanan arteri, motilitas dan
sekresi gastro- intestinal pengosongan kandung kemih, berkeringat suhu
tubuh dan banyak aktivitas lainnya. Ada sebagian yang diatur saraf otonom
sedangkan yang lainnya sebagian saja .
Sistem saraf otonom adalah bagian sistem saraf tepi yang mengatur
fungsi viseral tubuh. Sistem saraf otonom terutama diaktifkan oleh pusat-
pusat yang terletak di medula spinalis, batang otak, dan hipotalamus.
Juga, bagian korteks serebri khususnya korteks limbik, dapat menghantarkan
impuls ke pusat-pusat yang lebih rendah sehingga demikian mempengaruhi
pengaturan otonomik.
Sistem saraf otonom terdiri dari dua subsistem yaitu sistem saraf
simpatis dan sistem saraf parasimpatis yang kerjanya saling berlawanan.
Sebenarnya tidak ada penyamarataan yang dapat dipakai untuk menjelaskan
apakah rangsangan simpatis atau parasimpatis dapat menyebabkan timbulnya
eksitasi atau inhibisi pada suatu organ tertentu. Oleh karena itu, untuk
dapat mengerti fungsi simpatis dan parasimpatis, kita harus mempelajari
seluruh fungsi kedua sistem saraf ini pada masing-masing organ.
1.2 Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud sistem saraf otonom ?
2. Apa yang dimaksud saraf simpatis?
3. Bagaimana fungsi saraf simpatis?
4. Apa yang dimaksud saraf parasimpatis?
5. Bagaimana fungsi saraf parasimpatik?
6. Bagaimana interaksi saraf simpatis dan parasimpatik?
7. Apa saja gangguan saraf?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui sistem saraf otonom ?
2. Untuk mengetahui pengertian d saraf simpatis?
3. Untuk mengetahui fungsi saraf simpatis?
4. Untuk mengetahui pengertian saraf parasimpatis?
5. Untuk mengetahui fungsi saraf parasimpatik?
6. Untuk mengetahui bagaimana interaksi saraf simpatis dan parasimpatik?
7. Untuk mengetahui pa saja gangguan saraf?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Penelaahan Menyeluruh Sistem Syaraf Otonom
Sistem saraf otonom atau saraf tak sadar merupakan bagian dari sistem
saraf tepi (SST) yang terletak khusus pada sumsum tulang belakang yang
bekerja mengatur dan mengendalikan otot jantung, otot–otot polos, dan
sejumlah kelenjar secara permanen. Artinya, sistem saraf tersebut bekerja
melayani berbagai struktur dalam tubuh. Misalnya, jantung, paru–paru,
saluran pencernaan, pembuluh darah, kantong kemih, dan kelenjar keringat.
Disebut sistem saraf otonom karena sifat kerja sistem saraf ini tidak
menurut kemauan atau kehendak kita.
Sistem ini merupakan sistem saraf eferen (motorik) yang mempersarafi
organ viseral umum, mengatur, menyelaraskan, dan mengkoordinasikan
aktivitas visel vital, termasuk pencernaan,suhu badan, tekanan darah dan
segi perilaku emosional lainnya. Bagian sistem saraf inilah yang mengatur
fungsi viseral tubuh disebut sebagai sistem saraf otonomik.
Sistem ini membantu mengatur tekanan arteri, motilitas, dan sekresi
gastrointestinal, pengosongan kandung kemih, berkeringat,suhu tubuh dan
banyak aktivitas lainnya, dimana beberapa diantaranya atau sebagian diatur
oleh sistem saraf otonom.
Salah satu sifat yang menonjol dari sistem saraf otonomik adalah
kecepatan atau intensitas yang ada di dalam sistem saraf ini dapat mengubah
fungsi viseral (refleks otonom). Dalam waktu beberapa detik secara tidak
disadari dapat timbul keringat dan terjadi pengosongan kandung kemih. Jadi,
sistem saraf yang bekerja melalui serat-serat saraf otonomik dapat dengan
cepat dan secara efektif mengatur sebagian besar atau seluruh fungsi
internal tubuh. Sistem saraf otonom, terutama diaktifkan oleh pusat-pusat
yang terletak pada medula spinalis, batang otak dan hipotalamus.
Seringkali sistem saraf otonom ini bekerja sebagai refleks viseral.
Jadi, sinyal pusat di dalam ganglion otonomik, medula, batang otak atau
hipotalamus, pusat-pusat ini sebaliknya akan menjalarkan respons refleks
yang sesuai kembali ke organ-organ viseral dan mengatur organ-organ
tersebut. Sistem saraf otonom bergantung pada sistem saraf pusat dan antara
keduanya dihubungkan oleh urat-urat saraf eferen dan saraf eferen ini
seolah-olah berfungsi sebagai sistem saraf pusat saraf otonom terutama
berkenaan dengan organ-organ dalam.
Menurut sifat kerjanya, terdiri dari dua bagian yaitu saraf simpatis
dan saraf parasimpatis.
2.2 Saraf Simpatis (Torakolumbal)
2.2.1 Pengertian Saraf Simpatis
Sistem Saraf simpatik adalah bagian dari sistem saraf otonom yang
cenderung bertindak berlawanan terhadap sistem saraf parasimpatik, seperti
mempercepat detak jantung dan menyebabkan kontraksi pembuluh darah. Sistem
ini mengatur fungsi kelenjar keringat dan merangsang sekresi glukosa dalam
hati. Sistem saraf simpatik diaktifkan terutama dalam kondisi stres.
Bandingkan sistem saraf parasimpatik.
2.2.2 Anatomi dan Fisiologi Saraf Simpatis
Saraf simpatis merupakan rangkaian dua buah neuron. Neuron yang
meninggalkan sumsum tulang belakang tidak langsung menuju kesuatu organ
tubuh, tetapi berakhir dulu pada suatu sinapsis yang ada di dalam ganglion.
Dari ganglion baru kemudian dengan perantaraan neuron yang lain menuju ke
organ tubuh.
Sistem simpatis memiliki ganglion yang terletak di sepanjang tulang
belakang yang menempel pada sumsum tulang belakang, sehingga memilki
serabut pra-ganglion pendek dan serabut post ganglion yang panjang. Serabut
pra-ganglion adalah serabut saraf yang menuju ganglion dan serabut saraf
yang keluar dari ganglion disebut serabut post-ganglion. Saraf simpatis
terbagi menjadi dua bagian yang terdiri dari saraf otonom cranial dan saraf
otonom sacral. Terletak di depan columna vertebra dan berhubungan dengan
sumsum tulang belakang melalui serabut-serabut saraf.
Berdasarkan letaknya, ganglia simpatetik digolongkan menjadi :
a) Ganglia servikalis, terdiri dari 3 ganglia yaitu :
- ganglia servikalis superior
- ganglia servikalis media
- ganglia servikalis inferior
b) Ganglia thorakalis
c) Ganglia lumbalis
2.2.3 Fungsi Saraf Simpatis
Berikut fungsi dari saraf simpatis :
a) Mempercepat denyut jantung
b) Mempersempit diameter pembuluh darah
c) Memperlambat proses pencernaan
d) Memperkecil bronkus
e) Menurunkan tekanan darah
f) Memperlambat gerak peristaltis
g) Memperlebar pupil
h) Menghambat sekresi empedu
i) Menurunkan sekresi ludah
j) Meningkatkan sekresi adrenalin
2.3 Saraf Parasimpatis
2.3.1 Pengertian Saraf Parasimpatis
Saraf parasimpatik merupakan saraf yang berpangkal pada sumsum
lanjutan (medula oblongata) dan dari sakum yang merupakan saraf pre-
ganglion dan post-ganglion. sistem saraf ini di sebut juga dengan sistem
saraf kraniosakral, karena saraf preganglion keluar dari daerah otak dan
daerah sakral. Fungsi dari saraf Parasimpatik umumnya memperlambat kerja
organ-organ tubuh. Susunan saraf parasimpatik berupa jaring- jaring yang
berhubung-hubungan dengan ganglion yang tersebar di seluruh tubuh. Urat
sarafnya menuju ke organ tubuh yang dikuasai oleh susunan saraf simpatik.
2.3.2 Anatomi dan Susunan Saraf Prasimpatis
Susunan saraf parasimpatik berupa jaring-jaring yang berhubung-
hubungan dengan ganglion yang tersebar di seluruh tubuh. Urat sarafnya
menuju ke organ tubuh yang dikuasai oleh susunan saraf simpatik.
Saraf parasimpatis adalah saraf yang berpangkal pada medulla
oblongata dan pada daerah sacrum dari medulla spinalis. Oleh karena itulah
saraf parasimpatis disebut juga saraf craniosacral. Saraf sensoris
parasimpatis memiliki ganglion di suatu tempat yang terletak antara organ
visceral dengan saraf pusat, sedang saraf motorisnya tidak membentuk rantai
saraf seperti saraf motoris simpatis dan ganglion yang terbentuk antara
saraf satu dengan yang kedua terletak berdekatan dengan organ visceral yang
disarafinya.
2.3.3 Fungsi Saraf Parasimpatis
Adapun fungsi saraf parasimpatis yaitu :
a) Menghambat denyut jantung
b) Memperlebar diameter pembuluh darah
c) Mempercepat proses pencernaan
d) Memperlebar bronkus
e) Menaikkan tekanan darah
f) Mempercepat gerak peristaltis
g) Mempersempit pupil
h) Mempercepat sekresi empedu
i) Menaikkan sekresi ludah
j) Meninurunkan sekresi adrenalin.
2.4 Interaksi antara Saraf Simpatis dan Saraf Parasimpatis
Sistem saraf simpatik dan system saraf parasimpatik bekerja pada organ
(efektor) yang sama. Akan tetapi, pengaruh yang ditimbulkannya bersifat
berlawanan satu dengan yang lainnya agar tercapainya homoestatis
(keseimbangan).
2.4.1 Efek Perangsangan Simpatis dan Parasimpatis pada Organ Spesifik
a. Mata.
Ada dua fungsi mata yang diatur oleh sistem saraf otonom, yaitu
dilatasi pupil dan pemusatan lensa. Perangsangan simpatis membuat serat-
serat meridional iris berkontraksi sehingga pupil menjadi dilatasi
(perbesaran), sedangkan perangsangan parasimpatis mengkontraksikan otot-
otot sirkular iris sehingga terjadi konstriksi pupil. Bila ada cahaya yang
berlebihan masuk kedalam mata, serat-serat parasimpatis yang mengatur pupil
akan terangsang secara refleks, dimana refleks ini akan mengurangi
pembukaan pupil dan mengurangi jumlah cahaya yang membentur retina.
Sebaliknya selama periode eksitasi, saraf simpatis akan terangsang dan
karena itu, pada saat yang bersamaan akan menambah pembukaan pupil.
Pemusatan lensa hampir seluruhnya diatur oleh sistem saraf parasimpatis.
Normalnya, lensa dipertahankan tetap dalam keadaan rata oleh tegangan
intrinsik elastik dari ligamen radialnya. Perangsangan parasimpatis membuat
otot siliaris berkontraksi, sehingga melepaskan tegangan tadi dan
menyebabkan lensa menjadi lebih konveks. Keadaan ini membuat mata
memusatkan objeknya dekat tangan.
Gambar saraf otonom pada mata
b. Kelenjar-kelenjar tubuh.
Kelenjar nasalis, lakrimalis, saliva, dan sebagian besar kelenjar
gastrointestinalis terangsang dengan kuat oleh sistem saraf parasimpatis
sehingga mengeluarkan banyak sekali sekresi cairan. Kelenjar-kelenjar
saluran pencernaan yang paling kuat dirangsang oleh parasimpatis adalah
yang terletak di saluran bagian atas, terutama kelenjar di daerah mulut dan
lambung. Kelenjar usus halus dan usus besar terutama diatur oleh faktor-
faktor lokal yang terdapat di saluran usus sendiri dan oleh sitem saraf
enterik usus serta sedikit oleh saraf otonom. Perangsangan simpatis
mempunyai pengaruh langsung pada sel-sel kelenjar dalam pembentukan sekresi
pekat yang mengandung enzim dan mukus tambahan.
Rangsangan simpatis ini juga menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah
yang mensuplai kelejar-kelenjar sehingga seringkali mengurangi kecepatan
sekresinya. Bila saraf simpatis terangsang, maka kelenjar keringat
mensekresikan banyak sekali keringat, tetapi perangsangan pada saraf
parasimpatis tidak mengakibatkan pengaruh apapun. Namun, serat-serat
simpatis yang menuju ke sebagian besar kelenjar keringat bersifat
kolinergik (kecuali beberapa serat adrenergik yang ke telapak tangan dan
telapak kaki ) dimana hal ini berbeda dengan hampir semua serat simpatis
lainnya, yang bersifat adrenergik. Selanjutnya, kelenjar keringat terutama
dirangsang oleh pusat-pusat di hipotalamus yang biasanya dianggap sebagai
pusat parasimpatis. Oleh karena itu, berkeringat dapat dianggap sebagai
fungsi parasimpatis, walaupun hal ini dikendalikan oleh serat-serat saraf
yang secara anatomis tersebar melalui sistem saraf simpatis.
Kelenjar apokrin di aksila mensekresikan sekret yang kental dan berbau
sebagi akibat dari perangsangan simpatis, namun kelenjar ini tidak bereaksi
terhadap perangsangan parasimpatis. Kelenjar apokrin, walaupun
embriologisnya berkaitan erat dengan kelenjar keringat, tetapi lebih banyak
diatur oleh pusat simpatis dalam sistem saraf pusat daripada oleh pusat
parasimpatis.
c. Sistem gastrointestinal.
Sistem gastrointestinal mempunyai susunan saraf intrinsik sendiri yang
dikenal sebagai pleksus intramural atau sistem saraf enterik usus. Namun,
baik perangsangan simpatis maupun parasimpatis dapat mempengaruhi aktivitas
gastrointestinal, terutama oleh peningkatan atau penurunan kerja spesifik
dalam pleksus intramural. Pada umumnya, perangsangan parasimpatis
meningkatkan seluruh tingkat aktivitas saluran gastrointestinal, yakni
dengan memicu terjadinya gerakan peristaltik dan relaksasi sfingter, jadi
akan mempermudah pengeluaran isi usus melalui saluran pencernaan dengan
cepat.
Pengaruh dorongan ini berkaitan dengan penambahan kecepatan sekresi
yang terjadi secara bersamaan pada sebagian besar kelenjar
gastrointestinal, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.3 Fungsi normal
dari saluran gastrointestinal tidak terlalu tergantung pada perangsangan
simpatis . Namun bila ada perangsangan simpatis yang sangat kuat, maka akan
timbul penghambatan peristaltik dan peningkatan tonus sfingter. Hasil
akhirnya adalah timbul dorongan yang sangat lemah dalam saluran pencernaan
dan kadang-kadang juga mengurangi sekresi.
d. Jantung.
Pada umumnya, perangsangan simpatis akan meningkatkan seluruh
aktivitas jantung. Keadaan ini tercapai dengan naiknya frekuensi dan
kekuatan kontraksi jantung. Perangsangan parasimpatis terutama menimbulkan
efek yang berlawanan. Akibat atau pengaruh ini dapat diungkapkan dengan
cara lain, yakni perangsangan simpatis akan meningkatkan keefektifan
jantung sebagai pompa yang diperlukan selama kerja berat, sedangkan
perangsangan parasimpatis menurunkan kemampuan pemompaan tetapi menimbulkan
beberapa tingkatan istirahat pada jantung di antara aktivitas kerja yang
berat.
Gambar saraf otonom jantung
e. Pembuluh darah sistemik.
Sebagian besar pembuluh darah sistemik, khususnya yang terdapat di
visera abdomen dan kulit anggota tubuh, akan berkonstriksi bila ada
perangsangan simpatis. Perangsangan parasimpatis hampir sama sekali tidak
berpengaruh pada pembuluh darah, kecuali pada daerah-daerah tertentu malah
memperlebar, seperti pada timbulnya daerah kemerahan di wajah. Pada
beberapa keadaan, fungsi rangsangan simpatis pada reseptor beta akan
menyebabkan dilatasi pembuluh darah pada rangsangan simpatis yang biasa,
tetapi hal ini jarang terjadi, kecuali setelah diberi obat-obatan yang
dapat melumpuhkan reseptor alfa simpatis yang memberi pengaruh
vasokonstriktor, yang biasanya lebih merupakan efek reseptor beta.
f. Efek perangsangan simpatis dan parasimpatis terhadap tekanan arteri.
Tekanan arteri ditentukan oleh dua faktor, yaitu daya dorong darah
dari jantung dan tahanan terhadap aliran darah ini yang melewati pembuluh
darah. Perangsangan simpatis meningkatnya daya dorong oleh jantung dan
tahanan terhadap aliran darah, yang biasanya menyebabkan tekanan menjadi
sangat meningkat. Sebaliknya, perangsangan parasimpatis menurunkan daya
pompa jantung tetapi sama sekali tidak mempengaruhi tahanan perifer. Efek
yang umum adalah terjadi sedikit penurunan tekanan. Ternyata perangsangan
parasimpatis vagal yang hampir selalu dapat menghentikan atau kadang-kadang
menghentikan seluruh jantung dan menyebabkan hilangnya seluruh atau
sebagian besar tekanan.
g. Efek perangsangan simpatis dan parasimpatis terhadap fungsi tubuh
lainnya.
Karena begitu pentingnya sistem pengaturan simpatis dan parasimpatis,
maka kedua sistem ini dibicarakan mengingat banyaknya fungsi tubuh yang
belum dapat ditentukan secara rinci. Pada umumnya sebagian besar struktur
entodermal, seperti hati, kandung empedu, ureter, kandung kemih, dan
bronkus dihambat oleh perangsangan simpatis namun dirangsang oleh
perangsangan parasimpatis. Perangsangan simpatis juga mempunyai pengaruh
metabolik, yakni menyebabkan pelepasan glukosa dari hati, meningkatkan
konsentrasi gula darah, meningkatkan proses glikogenolisis dalam hati ndan
otot, meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan kecepatan metabolisme basal,
dan meningkatkan aktivitas mental. Akhirnya, perangsangan simpatis dan
parasimpatis juga terlibat dalam tindakan seksual antara pria dan wanita.
2.5 Integrasi dan pengawasan fungsi otonom
Saraf merupakan sistem yang berfungsi untuk mengatur berbagai fungsi
organ di dalam tubuh secara terintegrasi sehingga memungkinkan suatu makluk
hidup dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi pada lingkungan
disekitarnya. Susunan saraf menerima berbagai informasi dari dalam dan dari
luar tubuh, dan mengkoordinasikan semua aktifitas organ di dalam tubuh
kita. Susunan saraf berfungsi untuk merencanakan dan mengkoordinasikan
tingkah laku, sehingga memegang peranan dalam tingkah laku subjektif suatu
makhluk hidup. Untuk menjalankan fungsi yang begitu bervariasi, susunan
saraf merupakan organ yang paling awal mengalami deferensiasi pada masa
embriogenesis dan merupakan organ yang paling besar pada saat lahir. Selain
morfologinya yang khusus, neuron dari susunan saraf merupakan struktur yang
menyusun dan mengatur dirinya sendiri (self-organizing & self regulating).
Sifat yang unik dari neuron ini sebagian merupakan ekspresi yang unik dari
gen, dan sebagian lagi adalah akibat perkembangan dan pengalaman individu
dari setiap mahluk hidup (Siregar, 1995).
Sistem saraf tersusun dari berbagai struktur khusus yang berfungsi
untuk menerima, menyimpan dan menyebarkan informasi. Dengan demikian sistem
saraf mengintegrasikan aktivitas berbagai sel, jaringan, dan organ,
sehingga memungkinkan suatu organisme multiseluler yang kompleks berfungsi
sebagai satu kesatuan unit pertumbuhan, perkembangan dan beradaptasi
terhadap perubahan lingkungan. Untuk memahami bagaimana proses penerimaan,
penyimpanan dan penyebaran implus pada sususnan saraf, diperlukan pemahaman
mengenai biolistrik yang merupakan dasar dari pengetahuan kita tentang
perubahan potensial yang dihasilkan oleh pergerakan ion melalui membran
sel. Komunikasi antara satu neuron dengan neuron yang lainnya atau dengan
otot dan kelenjar adalah melalui proses transmisi sinaptik (Synaptic
transmission). Transmisi sinaptik terjadi sinaps dimana akson dari suatu
neuron (sel presinaptik) akan berhubungan dengan dendrit, akson, dari suatu
neuron lainnya, atau dengan otot serta kelenjar.
Sistem saraf tersusun dari satu alat komunikasi dan integrasi untuk
organisme yang dicirikan oleh cepatnya reaksi dan lokalisasi yang tepat
dari tempat kerjanya. Fungsinya didasarkan atas suatu infrastruktur selular
yang sangat sempurna, adanya hubungan bercabang, yang menghasilkan kerja
dengan kecepatan tinggi dan cepat, umumnya sistem saraf mengatur aktifitas
alat-alat tubuh yang mengalami perubahan relatif cepat: seperti pergerakan
otot rangka, pergerakan otot polos pada alat pencernaan dan sekresi
beberapa kelenjar. Contoh fungsi sistem saraf dalam mengatur dan
mengkoordinasikan berbagai aktifitas dari fungsi tubuh adalah berhubungan
sistem pencernaan dan sistem peredaran darah. Sistem pencernaan tidak ada
artinya jika tidak didampingi oleh sistem peredaran darah untuk menyerap
dan mengedarkan berbagai zat makanan yang telah dicerna. Berbagai sistem
tersebut bekerja sama tidak sembarangan. Waktu dan tempat dari satu
perangkat kegiatan berhubungan erat dengan berbagai kegiatan lainnya.
Beberapa kegiatan tubuh, seperti berjalan dan menguyah merupakan kegiatan
yang disadari oleh individu manusia, sedangkan kegiatan lain pengaturan
denyut jantung, sekresi enzim dan gerakan pristaltik (gerakan yang terjadi
pada otot-otot pada saluran pencernaan) merupakan aktivitas yang tidak
disadari (otonom). Semuanyan itu dikoordinasikan oleh sistem saraf sebagai
jaringan khusus yang menghubungkan seluruh tubuh dan sebagian lain diatur
oleh sistem hormonal sebagai sekresi kimia yang dikeluarkan oleh kelenjar
endokrin ke dalam peredaran darah.
Jadi peran utama sistem saraf dalam kehidupan organisme adalah
mengatur dan mengontrol berbagai aktivitas pada berbagai organ dan seluruh
tubuh manusia. Kontraksi otot, sekresi kelanjar, kerja jantung, metabolisme
dan masih banyak proses lain yang beroperasi dalam tubuh yang dikontrol
oleh sistem saraf, sistem saraf berhubungan dengan berbagai organ dan
sistem, mengkoordinasikan semua aktivitas dan menjamin fisiologis organisme
serta membantu dalam pemeliharaan kesaruan organisme dengan lingkungan
(Sonjaya, 2008).
2.6 Pengaturan pusat otonom batang otak oleh area yang lebih tinggi.
Sinyal-sinyal yang berasal dari hipotalamus dan bahkan dari serebrum
dapat mempengaruhi aktivitas hampir semua pusat pengatur otonom batang
otak. Contohnya perangsangan daerah yang sesuai pada hipotalamus dapat
mengaktifkan pusat pengatur kardiovaskular medula dengan cukup kuat untuk
meningkatkan tekanan arteri sampai lebih dari dua kali normal. Demikian
juga, pusat-pusat hipotalamik lainnya dapat mengatur suhu tubuh,
meningkatkan atau menurunkan salivasi dan aktivitas gastrointestinal, atau
menimbulkan pengosongan kandung kemih.
Oleh karena itu, pada beberapa keadaan, pusat-pusat otonom di batang
otak bekerja sebagai stasiun pemancar untuk mengatur aktivitas yang
dimulai pada tingkat otak yang lebih tinggi.Sebagian besar respons perilaku
kita dijalarkan melalui hipotalamus, area retikularis batang otak, dan
sistem saraf otonom. Tentu saja area otak yang lebih tinggi dapat merngubah
sistem saraf otonom atau sebagian darinya dengan cukup kuat untuk
menimbulkan penyakit yang diinduksi otonom, seperti tukak lambung,
konstipasi, palpitasi jantung bahkan serangan jantung.
2.7 Gangguan kesehatan pada sistem syaraf
Macam-macam gangguan kesehatan pada sistem saraf:
1) Stroke (Cerebro Vascular Accident (CVA) atau Cerebral apoplexy), adalah
kerusakan otak akibat tersumbatnya atau pecahnya pembuluh darah otak.
Penyebab penyumbatan ini ialah adanya penyempitan pembuluh darah
(arteriosklerosis). Selain itu, bisa juga karena penyumbatan oleh suatu
emboli. Ciri yang tampak dari penderita stroke misalnya wajah yang tak
simetris.
2) Poliomielitis, penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus yang
menyerang neuron-neuron motoris sistem saraf (otak dan medula spinalis).
Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV).
3) Migrain, adalah nyeri kepala berdenyut yang disertai mual dan muntah
yang terjadi akibat adanya hiperaktivitas impuls listrik otak yang
meningkatkan aliran darah di otak dan mengakibatkan terjadinya pelebaran
pembuluh darah otak serta proses inflamasi (peradangan).
4) Parkinson, penyakit yang disebabkan oleh berkurangnya neurotranslator
dopamin pada dasar ganglion dengan gejala tangan gemetaran sewaktu
istirahat (tetapi gemetaran itu hilang sewaktu tidur), sulit bergerak,
kekakuan otot, otot muka kaku menimbulkan kesan seolah-olah bertopeng,
mata sulit berkedip dan langkah kaki menjadi kecil dan kaku.
5) Amnesia, yaitu ketidakmampuan seseorang untuk mengingat atau mengenali
kejadian yang terjadi dalam suatu periode di masa lampau. Biasanya
kelainan ini akibat guncangan batin atau cidera otak.
6) Cutter, kelainan di mana penderitanya selalu melukai dirinya sendiri
pada saat depresi, stres, atau bingung.
7) Alzheimer, atau pikun, bukan penyakit menular, melainkan merupakan
sejenis sindrom dengan apoptosis sel-sel otak pada saat yang hampir
bersamaan, sehingga otak tampak mengerut dan mengecil. Alzheimer juga
dikatakan sebagai penyakit yang sinonim dengan orang tua.
8) Bell's palsy adalah nama penyakit yang menyerang saraf wajah hingga
menyebabkan kelumpuhan otot pada salah satu sisi wajah. Terjadi
disfungsi syaraf VII (syaraf fascialis). Berbeda dengan stroke,
kelumpuhan pada sisi wajah ditandai dengan kesulitan menggerakkan
sebagian otot wajah, seperti mata tidak bisa menutup, tidak bisa meniup,
dsb. Beberapa ahli menyatakan penyebab Bell's Palsy berupa virus herpes
yang membuat syaraf menjadi bengkak akibat infeksi.
9) Ayan atau Epilepsi, penyakit karena dilepaskannya letusan-letusan
listrik (impuls) pada neuron-neuron otak. Epilepsi adalah penyakit saraf
menahun yang menimbulkan serangan mendadak berulang-ulang tak beralasan.
Pada penderita ayan, Sinyal-sinyal yang berhubungan dengan perasaan
penglihatan, berpikir, dan bergerak tidak dapat berfungsi sebagaimana
mestinya.
10) Meningitis adalah radang selaput pelindung sistem saraf pusat
(meninges). Penyakit ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme, luka
fisik, kanker, atau obat-obatan tertentu.
11) Sindrom Kleine-Levin (Inggris: Kleine-Levin Syndrome disingkat KLS)
adalah penyakit syaraf yang langka dimana penderita tidak bisa
mengontrol rasa kantuknya. Penderita bisa tertidur selama berjam-jam,
berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan bisa berbulan-bulan, tergantung
pada berapa lama penyakit itu muncul/kambuh.
12) Rabies adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang
disebabkan oleh virus rabies. Penyakit ini bersifat zoonotik, yaitu
dapat ditularkan dari hewan ke manusia.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sistem saraf otonom terdiri dari dua subsistem yaitu sistem saraf
simpatis dan sistem saraf parasimpatis yang kerjanya saling berlawanan.
Sistem saraf simpatis dimulai dari medula spinalis segmen torakolumbal.
Saraf dari sistem saraf parasimpatis meninggalkan sistem saraf pusat
melalui saraf-saraf kranial III, VII, IX dan X serta saraf sakral spinal
kedua dan ketiga; kadangkala saraf sakral pertama dan keempat. Kira-kira
75% dari seluruh serabut saraf parasimpatis didominasi oleh nervus vagus
(saraf kranial X). Berbeda dengan sistem saraf simpatis, serabut
preganglion parasimpatis menuju ganglia atau organ yang dipersarafi secara
langsung tanpa hambatan. Serabut postganglion saraf parasimpatis pendek
karena langsung berada di ganglia yang sesuai, ini berbeda dengan sistem
saraf simpatis, dimana neuron postganglion relatif panjang, ini
menggambarkan ganglia dari rangkaian paravertebra simpatis yang berada
jauh dengan organ yang dipersarafinya.
3.2 Saran
Dalam membuat makalah masih kekurangan buku penunjang, sehingga penulis
mengharapkan pihak kampus segera memfasilitasi buku penunjang demi
melengkapi isi makalah ini. Penulis juga mengaharapkan kritik dan saran
dari pembaca demi melengkapi makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Handojo, Yurita. 2012. Atlas Berwarna dan Teks Fisiologi. Hipokrates :
Bandung
Pearce, Evelyn. 2011. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Kompas
Gramedia : Jakarta
Setiadi. 2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Graha Ilmu : Yogyakarta
Suripto, dkk. 2003. Fisiologi Hewan. Universitas Terbuka : Jakarta
-----------------------
Gambar Ganglion Pada Saraf Simpatis
Gambar 2.2 Fungsi Saraf Simpatis
Gambar Anatomi Saraf Parasimpatis
Gambar Fungsi Saraf Parasimpatis
Gambar Ganglia Servikalis dan Distribusinya
Gambar Ganglion lumbalis