AKKC 345
DOSEN PENGASUH : Drs. H. BAMBANG SUHARTO, M.Si
KELOMPOK 5 AGUNG ANDREASTOMO (A1C309213) AMRULLAH YASIR (A1C309212) M. MAULIDI SAPUTRA (A1C309210) AMALIASARI (A1C309214) REZEKI PURNAMASARI (A1C309209)
PRODI: PENDIDIKAN KIMIA (REG. B) JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARMASIN 2011
SPEKTROSKOPI, ULTRAVIOLET, ULTRAVIOLET, WARNA DAN PENGLIHATAN Dalam bab ini, akan dibahas absorpsi cahaya ultraviolet (uv) dan cahaya yang tampak oleh senyawa organic. Spektra ultraviolet dan tampak juga digunakan dalam penetapan struktur. Lebih penting lagi, absorpsi cahaya tampak menghasilkan penglihatan (vision); topic ini juga akan dibahas bersama-sama dengan warna dan zat warna. Akhirnya akan diperkenalkan spectra massa, yang timbul dari pemecahan molekul bila molekul-molekul ini dibombandir dengan electron berenergi-tinggi. Spektra Ultraviolet dan Tampak
Panjang gelombang cahaya uv dan tampak jauh lebih pendek daripada panjang gelombang radiasi inframerah. Satuan yang akan digunakan untuk memerikan panjang gelombang ini adalah -7
nanometer (1 nm = 10 cm). spectrum tampak terentang dari sekitar 400 nm (ungu) sampai 750
nm (merah), sedangkan spectrum ultraviolet terentang dari 100 sampai 400 nm. Kuantitas energy yang diserap oleh suatu senyawa berbanding terbalik dengan panjang gelombang radiasi :
∆E = hv = Dengan ∆E = energy yang diabsorpsi, dalam erg h = tetapan planck, 6,6 x 10
-27
erg-det.
10
cm/det
v = frekuensi, dalam Hz c = kecepatan cahaya, cahaya, 3 x 10
λ = panjang panjang gelombang, dalam cm
Radiasi inframerah merupakan radiasi yang berenergi relative lebih rendah. Absorpsi radiasi inframerah oleh suatu molekul mengakibatkan naiknya vibrasi ikatan-ikatan kovalen. Transisi
molekul dari keadaan dasar ke suatu keadaan vibrasi tereksitasi memerlukan energy sebesar 2-15 kkal/mol. Baik radiasi uv maupun radiasi cahaya tampak berenergi lebih tinggi daripada radiasi inframerah. Absorpsi cahaya ultraviolet atau cahaya tampak mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi electron-elektron dari orbital keadaan dasar yang berenrgi rendah ke orbital keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi. Transisi ini memerlukan 40-300 kkal/mol. Energy yang terserap selanjutnya terbuang sebagai kalor, sebagai cahaya atau tersalurkan dalam reaksi kimia (misalnya isomerisasi atau reaksi-reaksi radikal bebas). Panjang gelombang cahaya uv atau cahaya tampak bergantung pada mudahnya promosi electron. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak enegri untuk promosi electron, akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih pendek . Molekul yang memerlukan energy lebih sedikit akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih panjang. Senyawa yang menyerap
cahaya dalam daerah tampak (yakni senyawa berwarna) mempunyai electron yang lebih mudah dipromosikan daripada senyawa yang menyerap pada panjang gelombang uv lebih pendek. Absorpsi pada 100 nm (uv)
750 nm (tampak)
Makin mudahnya transisi elektron Suatu spektrofotometer uv atau tampak mempunyai rancangan dasar yang sama seperti spektrofotometer inframerha. Absorpsi radiasi oleh suatu sampel diukur pada berbagai panjang gelombang dan dialirkan oleh suatu perekam untuk menghasilkan spectrum itu.(Gambar 21.1 menunjukkan suatu spectrum uv yang khas) Karena absorpsi energy oleh suatu molekul terkuantisasi, maka absorpsi untuk transisi electron itu seharusnya tampak pada panjang-panjang gelombang diskrit sebagai suatu spectrum garis atau peak tajam. Namun ternyata tidak demikian. Spectrum uv maupun tampak terdiri dari pita absorpsi lebar pada daerah panjang gelombang yang lebar. Ini disebabkan oleh terbaginya keadaan dasar dan keadaan eksitasi sebuah molekul dalam subtingkat-subtingkat rotasi dan vibrasi. Transisi elektronik dapat terjadi dari subtingkat apa saja dari keadaan dasar ke subtingkat
apa saja dari keadaan eksitasi (Gambar 21.2) . Karena berbagai transisi ini berbeda energy sedikit
sekali, maka panjang gelombang absorpsinya juga berbeda sedikit dan menimbulkan pita lebar yang tampak dalam spectrum itu.
Ungkapan yang Digunakan dalam Spektroskopi Ultraviolet
Gambar 21.1 menunjukkan spectrum uv dari suatu larutan encer mesitil oksida (4-metil-3penten-2-on). Spectrum itu menunjukkan susuran (scan) dari 200-400 nm. ( Karena absorpsi oleh kabon dioksida di atmosfer menjadi nyata di bawah 200 nm, maka biasanya daerah 100-200 nm tidak disusuri). Panjang gelombang absorpsi biasanya dilaporkan sebagai gelombang pada titik tertinggi kurva.
λmax,
yakni panjang
λmax untuk mesitil oksida adalah 232 nm.
Absorpsi energy direkam sebagai absorbans (bukan transmitans seperti dalam spectra inframerah). Absorbans pada suatu panjang gelombang tertentu didefinisikan sebagai : A = log
Dengan A = absorbans I0 = Intensitas berkas cahaya rujukan I = Intensitas berkas cahaya contoh Absorbans suatu senyawa pada suatu panjang gelombang tetentu bertambah dengan banyaknya molekul yang mengalami transisi. Oleh karena itu absorbans bergantung pada struktur elektronik senyawanya dan juga pada kepekatan contoh dan panjangnya sel contoh. Karena itu ahli kimia menyatakan absorpsi energy itu sebagai absorptivitas molar e (kadangkadang disebut koefisien ekstingsi molar ) dan bukan sebagai absorbans sebenarnya. Seringkali spectra uv dialur ulang
untuk menunjukkan Є atau log Є, dan bukan A sebagai ordinat. Nilai log Є terutama bermanfaat bila harga Є sangat besar. Є =
Dengan Є = absorptivitas molar A = Absorbans
c = konsentrasi, dalam M l = Panjang sel, dalam cm Absorptivitas molar (biasanya dilaporkan pada
λmax)
merupakan suatu nilai yang dapat
diproduksi ulang (reprodusibel), yang dimasukkan dalam perhitungan konsentrasi dan panjang
sel. Meskipun Є
mempunyai satuan M
tanpa satuan. Untuk metal oksida,
-1
-1
cm , biasanya
Єmax adalah
Є
dipaparkan sebagai suatu kuantitas
1,2 ÷ (9,2 x 10
-5
x 1,0) atau 13.000 (nilai-nilai
diambil dari Gambar 21.1) Tipe Transisi Elektron
Akan kita tinjau tipe-tipe yang berlainan dari transisi electron yang menimbulkan spectra ultraviolet atau tampak. Keadaan dasar suatu molekul organic mengandung electron-elektron valensi dalam tiga tipe utama orbital molekul : orbital sigma ( σ) ; orbital pi
(π) ; dan orbital terisi
tetapi terikat (n) H : CH3
Baik orbital σ maupun
CH3ÖH
CH2 : : CH2
π dibentuk
dari tumpang tindih dua orbital atom atau hybrid. Oleh
karena itu masing-masing orbital molekul ini mempunyai suatu orbital σ* atau yang berkaitan dengannya. Suatu orbital yang mengandung
π
π* antibonding
electron tidak mempunyai suatu
orbital antibonding (karena orbital itu tidak terbentuk dari dua orbital). Transisi-transisi electron mencakup promosi suatu electron dari salah satu dari tiga keadaan dasar ( σ,
π atau n) ke salah
satu dari dua keadaan eksitasi ( σ* atau π). Terdapat enam transisi yang mungkin ; empat transisi yang penting dan energy relatifnya dipaparkan dalam Gambar 21.3
Daerah yang paling berguna dari spectrum uv adalah daerah dengan panjang gelombang di atas 200 nm. Transisi berikut menimbulkan absorpsi dalam daerah 100-200 nm yang tak berguna :
π
π* untuk
ikatan rangkap menyendiri dan σ
Transisi yang berguna (200-400 nm) adalah berkonjugasi serta beberapa transisi n
π
σ* dan
n
σ*. untuk ikatan karbon-karbon biasa.
π* untuk π*
senyawa dengan ikatan rangkap .
A. Absorpsi oleh poliena Dibutuhkan energy yang lebih rendah untuk mempromosikan sebuah electron butadiena daripada untuk mempromosikan sebuah electron
π
π
dari 1,3
etilena. Ini disebabkan oleh
lebih rendahnya selisih energy antara HOMO (Orbital Molekul Terhuni Tertinggi) dan LUMO (Orbital Molekul Kosong Terenda) bagi ikatan rangkap terkonjugasi dibandingkan selisih energy untuk ikatan rangkap menyendiri. Stabilisasi-resonansi keadaan eksitasi suatu diena terkonjugasi merupakan satu factor yang mengurangi energy keadaan eksitasi itu.
Karena dibutuhkan energy lebih kecil untuk suatu transisi
π
π*
dari 1,3 butadiena,
diena ini menyerap radiasi uv pada panjang gelombang yang lebih panjang daripada etilena. Makin banyak ikatan rangkap terkonjugasi ditambahkan pada suatu molekul, makin kecil energy yang diperlukan untuk mencapai keadaan tereksitasi pertama. Konjugasi yang cukup akan menggeser absorpsi ke panjang gelombang dalam daerah tampak dari spectrum itu; suatu senyawa dengan konjugasi yang cukup akan berwarna. Misalnya, likopena ( lycopene), senyawa yang menyebabkan tomat berwarna merah, mempunyai sebelas ikatan rangkap terkonjugasi.
Tabel 21.1 memaparkan harga
λmax untuk
transisi
π
π*
dari sederet aldehida dengan
konjugasi yang bertambah. Table ini mengungkapkan bahwa posisi absorpsi bergeser ke panjang gelombang yang lebih panjang bila konjugasi bertambah. Umumnya kenaikan ini sebesar kira-kira 30 nm per ikatan rangkap dalam suatu deret poliena.
TABEL 21.1 Absorpsi Ultraviolet Untuk Beberapa Aldehida Tak Jenuh
Struktur
λmax . nm
CH3CH = CHCHO
217
CH3(CH=CH)2CHO
270
CH3(CH=CH)3CHO
312
CH3(CH=CH)4CHO
343
CH3(CH=CH)5CHO
370
B. Absorpsi oleh system aromatic Benzena dan senyawa aromatic lain memperagakan spectra yang lebih kompleks daripada yang dapat diterangkan oleh transisi
π
π* . K ompleksitas
itu disebabakan oleh
adanya beberapa keadaan eksitasi rendah. Benzene menyerap dengan kuat pada 184 nm ( 47.000 ) dan pada 202 nm ( Є
Є=
= 7.000) dan mempunyai sederet pita absorpsi antara 230-270
nm. Sering panjang gelombang 260 nm dilaporkan sebagai
λmax untuk benzena karena itulah
posisi absorpsi terkuat pada panjang gelombang di atas 200 nm. Pelarut dan substituent pada cincin mengubah spectra uv senyawa benzene. Absorpsi radiasi uv oleh senyawa aromatic yang terdiri dari cincin benzene terpadu bergeser ke panjang gelombang yang lebih panjang dengan bertambah banyaknya cincin itu, karena bertambahnya konjugasi dan membesarnya stabilisasi-resonansi dari keadaan eksitasi.
C. Absorpsi yang ditimbulkan oleh transisi electron n Senyawa yang mengandung nitrogen, oksigen, sulfur, fosforus, atau salah satu halogen semuanya mempunyai electron n menyendiri (unshared). Jika struktur itu tidak memiliki ikatan
π,
electron n ini hanya dapat menjalani transisi n
σ*
memiliki energy yang lebih tinggi daripada electron σ ataupun
π
. Karena electron n ini maka diperlukan energy
yang lebih kecil untuk untuk mempromosikan suatu electron n dan transisi terjadi ada panjang gelombang yang lebih panjang daripada transisi σ
σ*. Perhatikan bahwa beberapa
dari harga ini berada dalam rentang spectral uv biasa, yakni 200-400 nm (Tabel 21.2). Energi orbital
π* lebih rendah daripada energy orbital
yang lebih kecil daripada transisi n
σ*
σ* , jadi transisi
n
π* memerlukan energy
dan sering berada dalam rentang susunan
instrument yang normal. Electron n itu berada dalam bagian ruang yang berbeda dari orbital
σ*
dan
π*, dan
probabilitas dari suatu transisi n adalah rendah. Karena absorptivitas molar bergantung pada banyaknya electron yang menjalani transisi, maka nilai
Є
untuk transisi n adalah rendah,
yakni antara 10-100 (dibandingkan dengan sekitar 10.000 untuk suatu transisi
π
π*).
Suatu senyawa seperti aseton yang mengandung suatu ikatan
π* π* ) dan 270 nm ( n
menunjukkan transisi nm (π
π
maupun
n
π*
π
. Aseton menunjukkan absorpsi pada 187
π*).
TABEL 21.2 Absorpsi Ultraviolet Yang Timbul Dari Transisi n
Struktur
λmax. nm
Є
CH3OH
177
200
(CH3)3N
199
3950
CH3Cl
173
200
CH3CH2CH2Br
208
300
CH3I
259
400
maupun electron n,
σ*
Warna dan Penglihatan
Warna memainkan peranan penting dalam masyarakat sejak manusia pertama kali mengetahui bagaimana mewarnai pakaian dan benda-benda lain. Warna merupakan hasil dari suatu perangkat kompleks (dari) respons faali maupun psikologis terhadap panjang gelombang cahaya antara 400-750 nm, yang jatuh pada selaput jala (retina) mata. Jika semua panjang gelombang cahaya tampak mengenai selaput jala, akan diterima (dirasakan) warna putih; jika tidak satupun yang mengenal selaput jala, akan dirasakan warna hitam atau kegagalan. Jika panjang gelombang dengan rentang (range) sempit jatuh pada selaput jala, akan di amati warnawarna individu. Tabel 21.3 mencantumkan panjang gelombang spectrum tampak bersama warna padanannya dan warna komplementernya, yang akan segera dijelaskan. Penginderaan warna ditimbulkan oleh berbagai proses fisis. Berikut ini beberapa contoh bagaimana cahaya dengan suatu panjang gelombang tertentu dapat diarahkan ke mata : (1) Warna kuning-jingga nyala natrium ditimbulkan oleh pancaran (emisi) cahaya dengan suatu panjang gelombang 589 nm; pancaran ini disebabkan oleh kembalinya electron tereksitasi ke orbital-orbital energy rendah. (2) suatu prisma menyebabkan suatu difraksi cahaya yang berubah-ubah menurut panjang gelombangnya; panjang gelombang yang terpisah-pisah kelihatan seperti pola pelangi.(3) Interferensi diakibatkan oleh dipantulkannya cahaya pada dua permukaan film yang sangat tipis (misalnya, gelembung sabun atau bulu burung). Gelombang cahaya yang dipantulkan oleh permukaan luar dan permukaan dalam taksefase, sehingga terjadi interferensi gelombang dan pada beberapa panjang gelombang terjadi keadaan saling melemahkan, sehingga sebagai ganti cahaya putih akan tampak beberapa warna.
TABEL 21.3 Warna Dalam Spektrum Tampak
Panjang Gelombang, nm
Warna
Warna Komplementer (subtraksi)
400-424
Ungu
Hijau-kuning
424-491
Biru
Kuning
491-570
Hijau
Merah
570-585
Kuning
Biru
585-647
Jingga
Hijau-biru
647-700
merah
hijau
Proses keempat, dan yang paling lazim, yang menghasilkan warna ialah absorpsi cahay dari panjang gelombang tertentu oleh suatu zat. Senyawa organic dengan konjugasi yang ekstensif menyerap cahaya dengan panjang gelombang tertentu, karena adanya transisi
n
π*. Apa
π
π*
dan
yang tampak bukanlah warna yang diserap, melainkan komplemennya yang
dipantulkan. Suatu warna komplementer yang kadang-kadang disebut warna pengurangan (subtraksi), merupakan hasil pengurangan beberapa panjang gelombang tampak dari dalam spectrum visual keseluruhan. Misalnya pentasena menyerap pada 575 nm, dalam bagian kuning dari spectrum tampak. Jadi, pentasena menyerap cahay kuning (dan sedikit cahaya di sekitar cahaya kuning) dan memantulkan cahaya dengan panjang-panjang gelombang lain. Pentasena berwarna biru, yang merupakan komplemen warna kuning. Beberapa senyawa menampakkan warna kuning meskipun
λmax mereka berada dalam daerah
spectrum ultraviolet (misalnya koronena). Dalam hal ini, ekor pita absorpsi menjorok dari daerah ultraviolet ke dalam daerah cahaya tampak dan menyerap pada panjang gelombang ungu ke biru. Gambar 21.4 memaparkan spectrum senyawa semacam ini.
Gambar 21.4 Suatu senyawa dengan suatu λmax dalam daerah uv dapat juga menyerap cahaya dalam daerah tampak.
Mekanisme Penglihatan
Mata manusia merupakan organ yang rumitnya mengagumkan, yang mengubah foton cahaya menjadi denyut-denyut syaraf yang berjalan ke otak dan menghasilkan penglihatan. Mekanisme mata sangatlah peka. Sekitar satu kuantum energy cahaya saja yang diperlukan untuk memacu mekanisme yang menghasilkan denyut syaraf penglihatan. Manusia dapat mendeteksi hanya 100 foton cahaya. (Sebagai perbandingan, suatu bola lampu senter memancarkan sekitar 2 x 10
18
foton per detik). Retina mata mengandung dua macam fotoreseptor- tongkat dan kerucut. Kerucut berisi pigmen dan berperan dalam melihat warna dan daya penglihatan dalam keadaan terang benderang. Hewan yang kekurangan fotoreseptor kerucut akan buta warna. Bentuk tongkat berperan dalam penglihatan hitam dan putih dan untuk penglihatan dalam keadaan sangat gelap.
Meskipun bentuk tongkat lebih banyak diketahui daripada bentuk kerucut, masih banyak yang harus diselidiki-misalnya, bagaimana denyut syaraf itu ditimbulkan. Dalam reseptor tongkat, cahaya dideteksi oleh pigmen ungu-kemerahan yang disebut rodopsin (rhodopsin) atau ungu visual ( λmax 500 nm). Rodopsin terbentuk dari suatu aldehida yang disebut 11-cis-retinal dan suatu protein yang disebut opsin. Kedua komponen rodopsin ini terikat satu sama lain oleh suatu ikatan imina antara gugus aldehida dari 11-cis retinal dan suatu gugus amino dari residu lisina dalam opsin. Seperti sering terjadi dengan kompleks protein, opsin mempunyai suatu bentuk yang sesuai untuk bergabung dengan 11-cis-etinal dalam suatu kantung. Senyawa dengan bentuk lain tidak akan cocok dengan kantung ini. Dalam bentuk gabungan, ikatan imina yang menggabungkan 11-cis-retinal dan opsin dilindungi oleh bagian lain molekul opsin dan tidak mudah dihidrolisis.
Bila sebuah foton cahaya (hv) diserap oleh rodopsin, ikatan rangkap 11-cis dari porsi retinal diisomerkan menjadi ikatan rangkap trans. Produknya berupa suatu zat antara berenergi tinggi yang mengalami serangkaian transformasi. Akhirnya karena serba trans-retinal
tidak pas ke dalam kantung opsin, maka hubungan ion iminium yang sekarang tersingkap itu akan terhidrolisis dan serba trans-retinal dibebaskan.(lihat Gambar 21.5)
Gambar 21.5 Bila 11-cis-retinal mengalami isomerisasi menjadi serba-trans-retinal, bentuknya berubah sehingga tidak lagi pas dalam kantungnya. Jadi hubungan ion iminium menjadi tersingkap dan dapat dihidrolisis. Perhatikan bahwa isomerisasi juga memisahkan muatan positif ion iminium dari muatan negative yang mengimbanginya dalam opsin; pemisahan muatan ini merupakan suatu alas an mengapa produk fotoisomerisasi itu mengandung energy tinggi.
Dalam proses hidrolisis, enzyme diaktifkan sehingga mengubah permeabilitasi ionic dari sel fotoreseptor dan dengan demikian mengubah sifat listriknya. Perubahan-perubahan inilah yang menyebabkan terjadinya impuls syaraf. Vitamin A penting ada dalam makanan manusia, karena vitamin itu merupakan pendahulu 11-cis-retinal.
Senyawa Berwarna dan Zat Warna
Alam kaya akan warna. Beberapa warna,seperti warna bulu burung kolibri ataupun merak timbul dari difraksi cahaya oleh struktur yang unik dari bulu itu. Namun, kebanyakan warna alam disebabkan oleh absorpsi panjang-panjang gelombang tertentu cahaya putih oleh senyawa organic. Sebelum dikembangkan teori transisi electron, orang telah mengetahui bahwa beberapa tipe struktur organic menimbulkan warna, sedangkan tipe yang lain tidak. Struktur parsial yang perlu untuk warna (gugus tak jenuh yang dapat menjalani transisi
π
π* dan n
π* )
disebut
kromofor (chromophores) suatu istilah yang dilontarkan dalam tahun 1876 (Yunani : chroma
“warna”, phoros “mengemban”).
Diamati juga bahwa hadirnya beberapa gugus lain mengintensifkan warna. Gugus ini disebut
auxanein, “meningkatkan”). Sekarang diketahui bahwa π* , tetapi dapat menjalani dapat menjalani transisi π
auksokrom (auxochromes ; Yunani : auksokrom ialah gugus yang tidak transisi electron n. Beberapa auksokrom :
-OH
-OR
-NH2
-NHR
-NR2
-X
Dalam pemahasan berikut mengenai senyawa berwarna alamiah maupun zat warna, perhatikan adanya kromofor dan auksokrom ini.
Beberapa Senyawa Berwarna Alamiah
Naftokuinon dan antarkuinon merupakan bahan pewarna alamiah yang lazim. Juglon (juglone) ialah naftokuinon yang berperan sebagian dalam pewarnaan kulit biji walnut (semacam kenari). Lawson (lawsone) memiliki struktur serupa dengan juglon ; zat ini terdapat dalam enai (henna) India, yang digunakan sebagai cat pemerah rambut. Suatu antrakuinon yang khas, asam karminat, merupakan pigmen merah utama cochineal, suatu jenis serangga (kepik; Coccus cacti L), yang digunakan sebagai zat warna merah dalam makanan dan kosmetik. Alizarin adalah zat warna lain dari kelas antrakuinon.
Kebanyakan warna bunga merah dan biru disebabkan oleh glukosida yang disebut antosanin (anthocyanins). Bagian bukan gula dari glukosida itu disebut suatu antosianidin dan merupakan suatu tipe garam flavilium. Warna tertentu yang diberikan oleh suatu antosianin, sebagian bergantung pada pH bunga. Warna biru bunga cornflower* dan warna merah bunga mawar disebabkan oleh antosianin yang sama, yakni sianin. Dalam sekuntum mawar merah, sianin berada dalam bentuk fenol. Dalam cornflower biru, sianin berada dalam bentuk anlonnya, dengan hilangnya sebuah proton dari salah satu gugus fenolnya. Dalam hal ini, sianin serupa dengan indicator asam basa.
Istilah garam flavilium berasal dari nama untuk flavon, yang merupakan senyawa tak berwarna. Adisi gugus hidroksil menghasilkan flavonol, yang berwarna kuning. (Latin : flavus,
“kuning”).
Zat Warna
Suatu zat warna ialah senyawa organic berwarna yang digunakan untuk member warna ke suatu objek atau suatu kain. Sejarah zat warna bermula pada zaman prasejarah. Indigo merupakan zat warna tertua; zat ini digunakan oleh orang Mesir kuno untuk mewarnai pakian
mumi. Ungu Tirus yang diperoleh dari siput Murex dijumpai di dekat kota Tirus, digunakan oleh orang Romawi untuk mewarnai jubah maha raja. Alizarin disebut juga merah turki, diperoleh dari akar pohon madder dan digunakan untuk mewarnai baju merah prajurit Inggris. Terdapat banyak sekali senyawa organic berwarna; namun hanya beberapa yang sesuai untuk zat warna. Agar dapat digunakan sebagai pewarna, senyawa itu harus tidak luntur (tetap pada kain selama pencucian). Untuk itu zat tersebut harus terikat pada kain dengan satu atau lain cara. Suatu kain yang terbuat dari serat polipropilena atau hidrokarbon yang serupa, sukar untuk diwarnai karena tidak memiliki gugus fungsional untuk menarik molekul-molekul zat warna. Namun kain ini dapat diwarnai dengan berhasil dengan memasukkan suatu kompleks logam-zat warna ke dalam polimer itu. Mewarnai kapas (selulosa) lebih mudah karena ikatan hydrogen antara gugus hidroksil satuan glukosa dan gugus molekul zat warna akan mengikat zat warna itu pada pakaian. Serat polipeptida, seperti wol atau sutera, merupakan tekstil yang paling gampang untuk diwarnai karena mereka mengandung banyak gugus polar yang dapat berantaraksi dengan molekul zat warna. Suatu zat warna langsung (direct dye) ialah zat warna yang diaplikasikan langsung ke kain dari dalam suatu larutan (air) panas. Jika tekstil yang akan diwarnai itu mempunyai gugus polar, seperti dalam serat polipeptida, maka dengan memasukkan suatu zat warna baik dengan suatu gugus amino maupun dengan suatu gugus asam kuat akan menyebabkan zat warna itu tidak luntur. Kuning Martius adalah suatu zat warna langsung yang lazim. Gugus fenol yang asam dalam kuning Martius bereaksi dengan rantai samping yang basa dalam wol ataupun sutera.
Suatu zat warna tong (vat dye) adalah suatu zat warna yang diaplikasikan pada tekstil (dalam suatu tong) dalam bentuk terlarut dan kemudian dibiarkan bereaksi menjadi suatu bentuk yang terlarut. Baju biru yang dikirim oleh orang-orang Perancis kepada arang Amerika dalam Revolusi Amerika diwarnai dengan indigo, suatu zat warna tong yang lazim. Indigo diperoleh dari fermentasi suatu tumbuhan woad (Isatis tinctoria) di Eropa Barat atau tumbuhan spesi Indigofera, yang tumbuh di negeri-negeri tropis. Kedua jenis tanaman ini mengandung glukosa indikan, yang dapat dihidrolisis menjadi glukosa dan indoksil, suatu precursor (zat pendahulu) yang tak berwarna dari indigo. Tekstil di rendam dalam campuran fermentasi yang mengandung indoksil, kemudian dibiarkan kering di udara. Oksidasi indoksil oleh udara menghasilkan indigo yang tidak larut dan berwarna biru itu. Indigo mengendap dalam bentuk cis, yang mengalami isomerisasi serta merta menjadi isomer-trans.
Suatu zat warna mordan (mordant) adalah zat warna yang dibuat tak larut pada suatu tekstil dengan mengkomplekskan atau menyepit (chelation) dengan suatu ion logam, yang disebut
mordan (mordant : Latin : mordere, “menggigit”). Mula-mula
tekstil itu diolah dengan suatu
garam logam (seperti Al, Cu, Co atau Cr), kemudian diolah dengan suatu bentuk larut dari warna itu. Reaksi penyepitan pada permmukaan tekstil akan menghasilkan zat warna permanen. Salah satu zat warna mordan tertua ialah alizarin, yang membentuk warna yang berlainan bergantung ion logam yang digunakan. Misalnya, alizarin memberikan suatu warna merah-mawar dengan 3+
Al
2+
dan warna biru dengan Ba .
SPEKTROSKOPI SINAR TAMPAK (VISIBLE) DAN ULTRAVIOLET
Spektrum di daerah sinar tampak (tampak bagi mata manusia) sama dengan gelombang cahaya 400-800 x 10
-9
m. cahaya di daerah ultraviolet mempunyai panjanng gelombang yang
lebih pendek, yaitu 200-400 x 10
-9
m (sebaliknya, daerah inframerah yang baru saja dibahas
dimulai pada gelombang yang lebih panjang. Yaitu 2500 x 10
-9
m). biasanya panjang gelombang
-9
ini dinyatakan dalam nanometer (1 nm = 10 ). Metoda lama kadang-kadang masih melaporkan sinar tampak (vis) dan ultraviolet (uv) dalam satuan milimikron (m μ), yang identik dengan nm, atau dalam satuan angstrom ( 10 Ǻ = 1 nm). Tabe; 13.3 mencantumkan satuan-satuan tersebut. Energy yang terlibat dalam radiasi ultraviolet sama dengan 75-150 kkal/mol, dan energy di daerah sinar tampak adalah 37-75 kkal/mol. Energy yang dinyatakan ini jauh lebih besar diabndingkan dengan energy yang terlibat di spektroskopi inframerah (2-12 kkal/mol)
Transisi di daerah tampak atau ultraviolet adalah transisi elektronik (elektronik transition). Hal ini dikaitkan dengan lompatan electron dari orbital molekul penuh (teisi) ke orbital molekul kosong yang lebih tinggi energinya. Energy sinar tampak dan ultraviolet mampu melakukan peralihan ini. (Catatan : energy ini cukup tinggi untuk memecahkan ikatan. Bahwa cahaya ultraviolet dapat mengkatalisis halogenasi pada alkana dengan cara memutuskan ikatan Cl-Cl atau Br-Br). Gambar 13.4 adalah spectrum serapan ultraviolet. Lain halnya dengan spectra inframerah, spectra vis-uv amat lebar dan biasanya teridir dari beberapa puncak (peak) saja. Puncak-puncak ini dilaporkan menurut panjang gelombang di titik maksimum. Keton tak jenuh terkonjugasi yang spketrumnya dipelihatkan pada Gambar 13.4 mempunyai maksimum tajam pada nm maksimum lemah pada
λ
= 330 nm.
λ
= 232
Intensitas (ketajaman) serapan dapat dinyatakan secara kuantitatif. Ketajaman pita tergantung pada struktur molekul dan jumlah molekul yang menyerap yang terdapat pada lintasan sinar.
Serapan (absorbans, „absorbance‟) yaitu logaritma dari perbandingan sina yang masuk terhadap sinar yang meninggalkan sampel, dinyatakan pada persamaan
A = Єcl (Hukum Beer) Dimana
Є
adalah absorptivitas molar (molar absorptivity, kadang-kadang dinamakan
extinction coefficient). c adalah konsentrasi larutan dalam mol/liter, dan l adalah panjang sampel yang dilalui oleh sinar, dalam sentimeter. Nilai
Є
untuk setiap molekul adalah tetap dan
merupakan cirri suatu struktur molekul. Misalnya nilai untuk puncak pada suatu spectrum keton tak jenuh yang diperlihatkan pada Gambar 13.4 adalah nm (Є = 78).
λmax= 232 nm (Є = 12.600) dan λmax= 330