LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
KIMIA DASAR
DISUSUN OLEH :
NAMA : RIZQI OKTAVINA SUNARSO PUTRI
NIM : 14/17064/THP
KELAS : STPK B
JURUSAN : TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
KELOMPOK : IV
ACARA : STANDARDISASI LARUTAN 0,1 N NaOH DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENENTUAN KADAR ASAM CUKA
CO.ASS : MADNUR HARNOGORO
INSTITUT PERTANIAN STIPER
YOGYAKARTA
2014
I. ACARA : Standardisasi Larutan 0,1 N NaOH dan Penggunaanya
Dalam Penentuan Kadar Asam Cuka
II. TANGGAL : 25 September 2014
III. TUJUAN : 1. Menentukan normalitas larutan NaOH dengan larutan
Standart asam oksalat.
2. Menetapkan kadar asam cuka.
IV. DASAR TEORI
Asidi dan alkalimetri adalah analisis kuantitatif volumetri berdasarkan reaksi netralisasi. Keduanya dibedakan berdasarkan larutan standardnya. Pada asidimetri digunakan asam sebagai larutan standardnya (Anonim ,2014).
Reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara pemberi proton (asam) dengan penerima proton (basa) (Shochichah, 2010).
Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam. Sebaliknya alkalimetri merupakan penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan baku basa (Shochichah, 2010).
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya. Titrant ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekuivalen (artinya secara stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai "titik ekuivalen". Pada saat titik ekuivalent ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titrant, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titrant (Shochichah, 2010).
Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam basa. Yaitu yang pertama dengan cara memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan, kemudian membuat plot antara pH dengan volume titrant untuk memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah "titik ekuivalent". Yang kedua dengan memakai indicator asam basa. Indikator ditambahkan pada titrant sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi kita hentikan (Shochichah, 2010).
Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat mungkin dengan titik equivalent, hal ini dapat dilakukan dengan memilih indicator yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan. Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indicator disebut sebagai "titik akhir titrasi" (Shochichah, 2010).
Titrasi asam-basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan untuk itu digunakan pengamatan dengan indicator bila pH pada titi ekivalen antara 4-10. Demikian juga titik akhir titrasi akan tajam pada titrasi asam atau basa lemah jika pentitrasian adalah basa atau asam kuat dengan perbandingan tetapan disosiasi asam lebih besar dari 10. Selama titrasi asam-basa , pH larutan berubah secara khas. pH berubah secara dratis bila volume titrasinya mencapai titik ekivalen (Shochichah, 2010).
Analisa titrimetri atau analisa volumetric adalah analisis kuantitatif dengan mereaksikan suatu zat yang dianalisis dengan larutan baku (standar) yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti, dan reaksi antara zat yang dianalisis dan larutan standar tersebut berlangsung secara kuantitatif. Larutan baku (standar) adalah larutan yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti, dan konsentrasinya biasa dinyatakan dalam satuan N (normalitas) atau M (molaritas) (Shochichah, 2010).
Larutan baku ada dua yaitu larutan baku primer dan larutan baku sekunder. Larutan baku primer adalah larutan baku yang konsentrasinya dapat ditentukan dengan jalan menghitung dari berat zat terlarut yang dilarutkan dengan tepat. Larutan baku primer harus dibuat dengan penimbangan dengan teliti menggunakan neraca analitik dan dilarutkan dalam labu ukur (RhacaRhiatra, 2013).
Bahan kimia yang dapat digunakan sebagai bahan membuat larutan standar primer harus benar-benar dalam keadaan murni, stabil secara kimiawi, mudah dikeringkan dan tidak bersifat higroskopis, serta memiliki berat ekivalen besar, sehingga meminimalkan kesalahan akibat penimbangan (RhacaRhiatra, 2013).
Pada percobaan kali ini larutan yang digunakan sebagai larutan baku primer adalah H2C2O4. 2H2O (asam oksalat). Asam oksalat adalah zat padat , halus, putih, larut baik dalam air. Asam oksalat adalah asam divalent dan pada titrasinya selalu sampai terbentuk garam normalnya. berat ekivalen asam oksalat adalah 63 (RhacaRhiatra, 2013).
Larutan baku sekunder adalah larutan baku yang konsentrasinya harus ditentukan dengan cara titrasi terhadap larutan baku primer. Pada percobaan kali ini larutan yang digunakan sebagai larutan baku sekunder adalah NaOH. Larutan NaOH tergolong dalam larutan baku sekunder yang bersifat basa. Natrium hidroksida (NaOH), juga dikenal sebagai soda kaustik, adalah sejenis basa logam kaustik. Natrium hidroksida membentuk larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air. Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk pelet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50%. NaOH bersifat lembab cair dan secara spontan menyerap karbondioksida dari udara bebas. Ia sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan. NaOH juga larut dalam etanol dan metanol, walaupun kelarutan NaOH dalam kedua cairan ini lebih kecil daripada kelarutan KOH. NaOH tidak larut dalam dietil eter dan pelarut non polar lainnya (RhacaRhiatra, 2013).
Indikator adalah zat yang ditambahkan untuk menunjukkan titik akhir titrasi telah di capai. Umumnya indicator yang digunakan adalah indicator azo dengan warna yang spesifik pada berbagai perubahan pH. Titik Ekuivalen adalah titik dimana terjadi kesetaraan reaksi secara stokiometri antara zat yang dianalisis dan larutan standar. Titik akhir titrasi adalah titik dimana terjadi perubahan warna pada indicator yang menunjukkan titik ekuivalen reaksi antara zat yang dianalisis dan larutan standar. Pada umumnya, titik ekuivalen lebih dahulu dicapai lalu diteruskan dengan titik akhir titrasi. Ketelitian dalam penentuan titik akhir titrasi sangat mempengaruhi hasil analisis pada suatu senyawa. (Shochichah, 2010).
V. ALAT DAN BAHAN
1. Alat :
Gelas ukur : 1 buah
Erlenmeyer : 3 buah
Buret : 1 buah
Corong : 1 buah
Pipet tetes : 1 buah
Pipet ukur : 1 buah
Gelas piala : 3 buah
Labu ukur : 1 buah
Pipet gondok : 1 buah
Ball pipet : 1 buah
2. Bahan :
Asam oksalat (H2C2O4) : 1,89 gram
Aquades : 1130 ml
Larutan NaOH 0,1 N : 45 ml
Indikator fenolftalein (p.p.) : secukupnya
Asam cuka (CH3COOH) : 30 ml
VI. CARA KERJA
Standardisasi Larutan NaOH
Asam oksalat 0,63 gram dimasukkan kedalam gelas piala.
Ditambahkan air, lalu dilarutkan.
Larutan dimasukkan kedalam labu ukur, dan ditambahkan aquades hingga 100 ml.
Kemudian larutan dimasukkan kedalam buret.
Buat larutan NaOH 0,1 M sebanyak 15 ml dengan aquades 10 ml.
Larutan dimasukkan kedalam erlenmeyer.
Beri tiga tetes indikator phenolphtalein sebanyak 3 tetes.
Titrasi hingga larutan menjadi bening.
Lakukan titrasi hingga 3 kali.
Penentuan Kadar Asam Cuka
Cuka dagang 25% diambil 50 ml untuk diencerkan ke 1000 ml aquades. Dari larutan tersebut, diambil 10 ml untuk dititrasi (distandardisasi atau ditetapkan kadarnya).
Lalu larutan cuka diambil 10 ml dan diletakkan ke dalam erlenmeyer. Tambahkan indikator pp sebanyak 1 tetes.
Larutan distandardisasi dengan NaOH hingga warna berubah dari bening ke ungu yang tak mau hilang digojok beberapa detik.
Hasil titrasi dicatat dan dilakukan perhitungan.
VII. HASIL PENGAMATAN
Standardisasi Larutan NaOH
1. Tabel Pengamatan Standardisasi Larutan NaOH
No.
Va
Vt
Vt-Va
Warna Awal
Warna Akhir
1.
1
12
11
Jingga
Bening
2.
13
24,5
11,5
Jingga
Bening
3.
24,5
36,5
12
Jingga
Bening
2. Perhitungan Standardisasi Larutan NaOH
Volume Rata-rata = Vt-Vo3
= 11+11,5+123
= 34,53
= 11,5 ml
N NaOH I = V asam oksalat x N asam oksalatV NaOH I
= 11 x 0,115
= 0,073 N
N NaOH II = V asam oksalat x N asam oksalatV NaOH II
= 11,5 x 0,115
= 0,076 N
N NaOH III = V asam oksalat x N asam oksalatV NaOH III
= 12 x 0,115
= 0,08 N
Normalitas NaOH = N1+N2+N33
= 0,073+0,076+0,08 3
= 0,076 N
Penentuan Kadar Asam Cuka
1. Tabel Pengamatan Penentuan Kadar Asam Cuka
No.
Va
Vt
Vt-Va
Warna Awal
Warna Akhir
1.
0
10,5
10,5
Bening
Merah Muda
2.
11
22
11
Bening
Merah Muda
3.
22
48,7
26,7
Bening
Merah Muda
2. Perhitungan Penentuan Kadar Asam Cuka
Volume Rata-rata NaOH = Vt-Vo3
= 10,5+11+26,73
= 16,06 ml
A.Normalitas Asam Cuka
Va Na = Vb Nb
10 ml x Na = 16,06 ml x 0,076 N
Na = 16,06 ml x 0,076 N10 ml
Na = 0,122 N
Untuk 10 ml asam cuka = 10 ml x 0,122 mgrek/ml
= 1,22 mgrek
B.Kadar Asam Cuka dalam gram / 100 ml
= 100010 x N Asam Cuka x BM Asam Cuka50 x 1000 x 100%
= 100010 x 1,22 x 6050 x 1000 x 100%
= 14,64%
Jadi, kadar asam cuka dalam sampel 50 ml yakni sebanyak 14,64%.
C. Perhitungan Ralat
a. Perhitungan Ralat Standarisasi NaOH
1. Tabel Pengamatan Ralat Standarisasi NaOH
No.
Xn
Xn-X
"Xn-X"
"Xn-X"2
1.
11
-0,5
0,5
0,25
2.
11,5
0
0
0
3.
12
0,5
0,5
0,25
Σ
34,5
0
1
0,5
2. Perhitungan Ralat Standardisasi NaOH
Rata-rata (X) = Xnn
= 34,53
= 11,5
Deviasi Rata-rata Relative (a) = "Xn-X"n
= 13
= 0,33
Deviasi Standard (s) = "Xn-X"2n-1
= 0,53-1
= 0,52
=0,25
= 0,5
Deviasi Standard Rata-rata (A) = aX x 100%
= 0,3311,5 x 100%
= 2,8%
Deviasi Standard Relative (S) = sX x 100%
= 0,511,5 x 100%
=4,35%
Hasil Pengukuran = X + a = 11,5 + 0,33 = 11,83
= X – a = 11,5 – 0,33 = 11,17
Tingkat Ketelitian =100% - A
= 100% - 2,8%
= 97,2%
b. Perhitungan Ralat Kadar Asam Cuka
1. Tabel Pengamatan Ralat Kadar Asam Cuka
No.
Xn
Xn-X
"Xn-X"
"Xn-X"2
1.
10,5
-5,56
5,56
30,91
2.
11
5,06
5,06
25,60
3.
26,7
10,64
10,64
113,20
Σ
48,2
0,02
21,26
169,71
2. Perhitungan Ralat Kadar Asam Cuka
Rata-rata (X) = Xnn
= 48,23
= 16,06
Deviasi Rata-rata Relative (a) = "Xn-X"n
= 21,263
= 7,08
Deviasi Standard (s) ="Xn-X"2n-1
= 169,713-1
= 169,712
=84,855
= 9,21
Deviasi Standard Rata-rata (A) = aX x 100%
= 7,0816,06 x 100%
= 44,08%
Deviasi Standard Relative (S) = sX x 100%
= 9,2116,06 x 100%
=57,34%
Hasil Pengukuran = X + a = 16,06 + 7,08 = 23,14
= X – a = 16,06 – 7,08 = 8,98
Tingkat Ketelitian = 100% - A
= 100% - 44,08%
= 55,92%
VIII. PEMBAHASAN
Dalam praktikum standardisasi larutan NaOH dan penetapan kadar Asam cuka perdagangan ini, metode yang digunakan adalah analisis kuantitatif, yang dimana analisis kuantitatif fokus kajiannya adalah penetapan banyaknya suatu zat tertentu (analit) yang ada dalam sampel. Analisis kuantitatif terhadap suatu sampel terdiri atas empat tahapan pokok, yang pertama yaitu pengambilan atau pencuplikan sampel (sampling), yakni memilih suatu sampel yang mewakili dari bahan yang dianalisis. Lalu mengubah analit menjadi suatu bentuk sediaan yang sesuai untuk pengukuran. Lalu dihitung dan diukur.
Pada praktikum ini cara pembuatan larutan baku NaOH 0,1 N perlu menggunakan air yang terbebas dari CO2, yang nantinya digunakan untuk melarutkan NaOH. Karena CO2 akan mempengaruhi dari hasil reaksi yang akan terjadi pada titrasi. Tujuan dari praktikum ini sama seperti apa yang telah tertulis pada tujuan praktikum, yaitu menetapkan kadar asam cuka atau asam asetat perdagangan. Penentuan kadar asam cuka perdagangan ini digunakan untuk mengetahui kebenaran kadar yang tertera pada etiket asam cuka yang dijual dipasaran. Penentuan kadar ini menggunakan metode asidimetri dan alkalimetri dengan larutan NaOH 0,1 N sebagai titran, karena metode ini masuk ke dalam metode Titrimetri atau Volumetri. Sehingga perlu adanya standarisasi larutan NaOH terlebih dahulu supaya mendapatkan larutan NaOH dengan konsentrasi 0,1 N.
Pada proses praktikum standarisasi larutan NaOH dan penentuan kadar asam cuka perdagangan ini selalu menggunakan cara titrasi atau titrimetri, karena penetapan kadar secara titrimetri atau volumetri mempunyai kelebihan dibanding secara gravimetri, yaitu mempunyai tingkat ketelitian hingga 1 bagian dalam 1000. Selain itu juga volumetri hanya membutuhkan alat-alat yang sederhana dan prosesnya mudah.
Pada percobaan kali ini praktikan melakukan analisa kuantitatif untuk menstandarisasi larutan baku sekunder dengan larutan baku primer. dimana pada percobaan kali ini larutan baku sekunder yang akan digunakan adalah NaOH (natrium hidroksida) dan larutan baku primer H2C2O4+ 2H2O (asam oksalat).
Berdasarkan hasil percobaan dapat diketahui bahwa telah terjadi reaksi asam basa antara asam oksalat (sebagai asam lemah) dan NaOH (sebagai basa kuat). Pada pembuatan larutan standar natrium hidroksida indikator yang digunakan yaitu fenophtalein (indikator PP). Indikator fenophtalein digunakan dalam percobaan ini karena fenophtalein tak berwarna dengan pH antara 8,3-10,0 akan mempermudah praktikan dalam mengetahui bahwa dalam proses sudah mencapai titik ekivalen. Perubahan yang terjadi pada proses penitrasian ini adalah berubah menjadi warna merah yang konstan dari warna asal mula bening. Perubahan warna ini terjadi karena telah tercapainya titik ekivalen (RhacaTriata,2013).
Titik ekivalen adalah titik kesetaraan yaitu suatu akhir reaksi secara teoritis di mana reaksi berjalan secara stoikiometri. Penentuan titik ekivalen biasanya sukar untuk ditentukan oleh mata terutama untuk larutan yang tidak berwarna, padahal kesempurnaan reaksi harus dapat diamati dan dideteksi setiap perubahannya. Untuk menentukan perubahan ini maka kita dapat menggunakan bahan penolong yang dapat membantu untuk mengamati perubahan tersebut. Bahan yang membantu pengamatan ini disebut sebagai indicator (W.Afif Mufida, 2012).
Volume NaOH yang diperlukan untuk titrasi sebanyak 11,5 mL yang dihitung dari rata-rata tiga kali percobaan. Dan pada penentuan konsentrasi NaOH didapat normalitas NaOH sebesar 0,076 N. Dengan normalitas NaOH yang telah didapat digunakan untuk menghitung normalitas asam cuka dengan volume rata-rata asam cuka sebanyak 16,06 ml, maka normlitas asam cuka adalah sebanyak 0,1606 N dalam 1 ml asam cuka. Sedangkan dalam 10 ml asam cuka, normalitasnya adalah hasil kali 10 ml dengan 0,1606 N didapatkan hasil sebanyak 1,606 mgrek. Kadar asam cuka dalam gram/100 ml dalam sampel 50 ml yakni sebanyak 14,64%.
Setelah dilakukan perhitungan ralat standardisasi NaOH, didapatkan tingkat ketelitian sebesar 97,2%. Faktor yang mempengaruhi kurangnya tingkat ketelitian adalah kemungkinan ada asam oksalat yang tertinggal di gelas piala, kurangnya ketelitian praktikan dalam melihat perubahan warna larutan, dan juga kemungkinan terjadi kebocoran buret.
Selain tingkat ketelitian pada standardisasi NaOH, dilakukan juga perhitungan ralat pada kadar asam cuka. Dari perhitungan tersebut didapatkan tingkat ketelitian hanya sebesar 55,92%. Tingkat ketelitian yang rendah disebabkan karena terjadi kelebihan volume NaOH yang dititrasi kedalam larutan asam cuka. Kelebihan volume ini berkisar sebanyak kurang lebih 15 ml.
IX. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil praktikan setelah melakukan kegiatan praktikum standardisasi larutan 0,1 NaOH dan penggunaannya dalam penentuan kadar asam cuka antara lain :
Berdasarkan hasil percobaan dapat diketahui bahwa telah terjadi reaksi asam basa antara asam oksalat (sebagai asam lemah) dan NaOH (sebagai basa kuat).
Pada percobaan kali ini larutan yang digunakan sebagai larutan baku primer adalah H2C2O4. 2H2O (asam oksalat) dengan berat ekivalen asam oksalat adalah 63. Dan larutan yang digunakan sebagai larutan baku sekunder adalah NaOH. Larutan NaOH tergolong dalam larutan baku sekunder yang bersifat basa kuat.
Indikator fenophtalein digunakan dalam percobaan ini karena fenophtalein tak berwarna dengan pH antara 8,3-10,0.
Titik ekivalen dari penitrasian NaOH dan asam oksalat adalah ketika terjadi perubahan warna dari jingga menjadi bening.
Setelah dilakukan pengamatan sebanyak 3 kali dapat dihitung bahwa volume rata-rata asam oksalat adalah sebanyak 11,5 ml dengan normalitas NaOH adalah 0,076 N.
Setelah dilakukan perhitungan, didapatkan volume rata-rata NaOH sebanyak 16,06 ml dengan normalitas sebesar 0,1606 N.
Volume rata-rata larutan NaOH yang digunakan untuk menitrasi asam cuka adalah sebanyak 16,06 ml.
Kadar asam cuka dalam sampel 50 ml yakni sebanyak 14,64%.
Dari perhitungan ralat standardisasi NaOH, didapatkan tingkat ketelitian sebesar 97,2% sedangkan pada perhitungan ralat kadar asam cuka hanya didapatkan tingkat ketelitian sebesar 55,92%.
Tingkat ketelitian yang rendah pada penentuan kadar asam cuka terjadi karena pada saat dilakukan percobaan ketiga terdapat kesalahan sehingga volume NaOH yang dititrasi ke dalam asam cuka berlebihan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2014. "Buku Petunjuk Praktikum Kimia Dasar". Institut Pertanian Stiper, Yogyakarta.
Anonima, 2013. Percobaan Standardisasi NaOH. Sumber http://Share.its.ac.id. Diakses pada tanggal 26 pukul 10.26 WIB
RhacaRhiatra, 2013. "Pembuatan NaOH 0,1 N Dan Standardisasi". Http://RhacaRhiatra.blogspot.com. Diakses pada 26 September 2014 pukul 10.27 WIB.
Shochichah, 2010. "Standarisasi Larutan NaOH dan Penentuan Asam Cuka Perdagangan". Http://shochichah.blogspot.com. Diakses pada 26 September 2014, pukul 10.25 WIB.
Yogyakarta, 14 Oktober 2014 Mengetahui
Co. Ass Praktikan
(Madnur Harnogoro) (Rizqi Oktavina Sunarso Putri)