Struktur Hemoglobin
Hemoglobin adalah metaloprotein pengangkut oksigen yang mengandung besi dalam sel merah dalam darah mamalia dan hewan lainnya. Hemoglobin adalah suatu protein dalam sel darah merah yang mengantarkan oksigen dari paru-paru ke jaringan di seluruh tubuh dan mengambil karbondioksida dari jaringan tersebut dibawa ke paru untuk dibuang ke udara bebas. Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus heme, suatu molekul organik dengan satu atom besi. Mutasi pada gen protein hemoglobin mengakibatkan suatu golongan penyakit menurun yang disebut hemoglobinopati, di antaranya yang paling sering ditemui adalah anemia sel sabit dan talasemia. Hemoglobin tersusun dari empat molekul protein (globulin chain) yang terhubung satu sama lain. Hemoglobin normal orang dewasa (HbA) terdiri dari 2 alpha-globulin chains dan 2 beta-globulin chains, sedangkan pada bayi yang masih dalam kandungan atau yang sudah lahir terdiri dari beberapa rantai beta dan molekul hemoglobinnya terbentuk dari 2 rantai alfa dan 2 rantai gama yang dinamakan sebagai HbF. Pada manusia dewasa, hemoglobin berupa tetramer (mengandung 4 subunit protein), yang terdiri dari masing-masing dua subunit alfa dan beta yang terikat secara nonkovalen. Subunit-subunitnya mirip secara struktural dan berukuran hampir sama. Tiap subunit memiliki berat molekul kurang lebih 16,000 Dalton, sehingga berat molekul total tetramernya menjadi sekitar 64,000 Dalton. Pada pusat molekul terdapat cincin heterosiklik yang dikenal dengan porfirin yang menahan satu atom besi; atom besi ini merupakan situs/loka ikatan oksigen. Porfirin yang mengandung besi disebut heme Tiap subunit hemoglobin mengandung satu heme, sehingga secara keseluruhan hemoglobin memiliki kapasitas empat molekul oksigen. Pada molekul heme inilah zat besi melekat dan menghantarkan oksigen serta karbondioksida melalui darah, zat ini pula yang menjadikan darah kita berwarna merah.
Hemoglobin juga berperan penting dalam mempertahankan bentuk sel darah yang bikonkaf, jika terjadi gangguan pada bentuk sel darah ini, maka keluwesan sel darah merah dalam melewati kapiler jadi kurang maksimal. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa kekurangan zat besi bisa mengakibatkan anemia. Nilai normal hemoglobin adalah sebagai berikut : Anak-anak
11 – 11 – 13 13 gr/dl
Lelaki dewasa
14 – 18 gr/dl
Wanita dewasa
12 – 16 gr/dl
Jika nilainya kurang dari nilai diatas bisa dikatakan anemia, dan apabila nilainya kelebihan akan mengakibatkan polinemis.
B.
Struktur Mioglobin
Mioglobin (BM 16700, disingkat Mb) merupakan protein pengikat oksigen yang relatif sederhana, ditemukan dalam konsentrasi yang besar pada tulang dan otot jantung, membuat jaringan ini berwarna merah yang berfungsi sebagai penyimpan oksigen dan sebagai pembawa oksigen yang meningkatkan laju transpor oksigen dalam sel otot. Mamalia yang menyelam seperti ikan paus yang menyelam dalam waktu lama, memiliki mioglobin dalam konsentrasi tinggi dalam ototnya. Protein seperti mioglobin juga banyak ditemukan pada organisme sel tunggal. Mioglobin merupakan polipeptida tunggal dengan 153 residu asam amino dan satu molekul heme. Komponen protein dari mioglobin yang disebut globin, merupakan rantai polipeptida tunggal yang berisi delapan α-heliks (Gambar 1). Sekitar 78% residu asam amino dari protein ditemukan dalam α-heliks ini. Gambar 1. Struktur mioglobin. Segmen delapan α -heliks (terlihat sebagai silinder) diberi label A sampai H. Residu non heliks pada lipatan diberi label AB, CD, EF dan seterusnya menandakan segmen yang disambung. Heme terikat pada ruang yang terbentuk oleh heliks E dan F, meskipun residu asam amino dari segmen lain juga berpartisipasi
Lipatan rantai globin membentuk celah yang hampir terisi gugus heme. Heme bebas [Fe2+] mempunyai afinitas tinggi terhadap O2 dan dioksidasi searah membentuk hematin [Fe3+]. Hematin tidak dapat mengikat O2. Interaksi nonkovalen antara sisi asam amino rantai dan cincin porfirin nonpolar yang mengandung celah sisi ikat oksigen meningkatkan afinitas heme terhadap O2. Peningkatan afinitas melindungi Fe2+ dari oksidasi dan memungkinkan pengikatan oksigen yang reversibel. Semua asam amino yang berinteraksi dengan heme nonpolar kecuali dua histidin, yang berikatan langsung dengan atom besi heme dan histidin yang lain menstabilkan sisi ikat oksigen. Ketika oksigen terikat pada heme bebas, aksis dari molekul oksigen posisinya pada sudut ikatan Fe-O (Gambar 2a), berlawanan dengan hal ini, ketika CO2 berikatan dengan heme bebas Fe, C dan O berada pada garis lurus (Gambar 2b). Kedua kasus tersebut mencerminkan geometri orbital hibridisasi masing-masing ligan. Pada mioglobin, His64 (His E7), pada sisi ikat O2 heme, terlalu jauh untuk berkoordinasi dengan heme besi, tetapi berinteraksi dengan ligan yang terikat pada heme. Residu ini disebut
distal his,
yang tidak berefek pada pengikatan
oksigen (Gambar 2c) tetapi dapat menghalangi pengikatan linier CO, menjelaskan pengurangan pengikatan CO ke heme. Gambar 2. Efek sterik pengikatan ligan ke heme pada mioglobin. (a) Oksigen terikat pada heme dengan O2 (b) Karbon dioksida terikat pada heme bebas. (c) Ilustrasi yang memperlihatkan susunan residu asam amino mengelilingi heme mioglobin. Pengikatan O2 merupakan ikatan hidrogen pada distal His, His E7 (His64), yang memfasilitasi pengikatan O2
Efek Bohr, pada awalnya merupakan sebagian sifat hemoglobin yang dijabarkan pertama oleh ilmuwan Denmark bernama Christian Bohr yang merupakan ayah dari Niels Bohr. Menurut beliau, peningkatan konsentrasi proton dan/atau CO2 akan menurunkan daya cerap hemoglobin terhadap oksigen. Peningkatan rasio plasma CO2 juga akan menurunkan pH darah oleh karena sifat antagonis antara proton dan karbondioksida.
Pada tahun 1904, Christian Bohr menemukan bahwa CO 2 menurunkan daya cerap hemoglobin dengan drastis, dan pada tahun 1928, Barcroft menemukan bahwa semua senyawa asam organik memiliki sifat serupa sebagai mekanisme difusi gas di dalam sirkulasi darah. Oleh sebab itu, tidak saja CO 2 di dalam pembuluh darah kapiler yang melepaskan oksigen dari pencerapnya pada hemoglobin, tetapi tekanan oksigen di dalam paru juga akan melepaskan gas CO 2 dari [1] hemoglobin yang mengusungnya . Pada tahun 1920, Henderson untuk pertama kalinya memperlihatkan bahwa molekul hemoglobin memiliki gugus asam yang menjadi lebih asam ketika te roksigenasi. German dan Wyman pada tahun 1937 lebih lanjut membuktikan bahwa proses deprotonasi hemoglobin terjadi sebagai akibat dari proses oksigenasi pada gugus asam hemoglobin yang disebut imidazol, dan pada tahun 1943-1949 gugus asam serupa pada hemoglobin ditemukan oleh Roughton dan disebut amonium.
Pada tahun 1952 dan 1958, Schmidt-Nielsen, Gjonnes dan Larimer melakukan pengamatan biokimia dan mendapati bahwa daya cerap oksigen pada mamalia berbanding terbalik dengan berat tubuh. Kemudian diketahui bahwa hal ini disebabkan oleh jumlah residu sisteina untuk + setiap molekul hemoglobin yang semakin banyak, sebanding dengan jumlah ion H yang dilepaskan pada proses oksigenasi, pada ukuran mamalia yang semakin kecil. Selain itu, pada tahun 1959 Larimer menemukan bahwa ukuran mamalia berbanding terbalik dengan jumlah anhidrase karbonat yang terdapat di dalam sel darah merah.
lirubin merupakan hasil dari perpecahan sel darah merah di mana darah bayi yang merupakan Hb.F (fetus) yang setelah lahir akan dipecahkan dan akan dibentuk Hb.A (Adult). Kemudian metabolisme bilirubin I (yang larut dalam lemak) dimulai dari transportasi, pengambilan oleh hati, konjugasi (dirubahnya bilirubin I menjadi bilirubin II yang larut dalam air), kemudian dikeluarkan melalui kantong empedu ke dalam usus.
Keadaan yang sering meningkatkan produksi bilirubin :
1. Inkompatibilitas golongan darah ibu dan anak, di mana ibu mempunyai golongan darah O, bayi mempunyai golongan darah A atau B. 2. Inkompatibilitas Rhesus di mana ibu dengan Rhesus (-) sedangkan bayi dengan Rhesus (+). 3. Pemakaian obat-obatan atau jamu tradisional. 4. Infeksi. Gangguan metabolisme bilirubin bisa disebabkan :
1. Gangguan fungsi hati atau fungsi hati yang belum sempurna, biasanya pada bayi prematur. 2. Kekurangan enzim glokoronil transferase. 3. Gangguan saluran empedu Keadaan yang harus diwaspadai :
1. Bila kuning yang timbul atau nampak pada usia 24 jam pertama setelah bayi lahir. 2. Kuning yang meningkat dengan cepat. 3. Kemampuan bayi untuk minum susu menurun. 4. Kuning yang berkepanjangan (lebih dari 8 hari untuk bayi yang cukup bulan, lebih dari 14 hari untuk bayi prematur). Penanganan :
Bagaimanapun juga pencegahan lebih baik daripada mengobati. Jadi, bagi ibu-ibu yang hamil dianjurkan untuk tidak minum obat-obatan atau jamu tradisional selain yang dianjurkan oleh dokter kandungannya. Sebaiknya bayi dijemur setiap pagi antara pukul 07.00 - 09.00 selama 1 jam tanpa pakaian. Bila kadar bilirubin melebihi 10 mg/dl, sebaiknya dibawa ke dokter anak untuk diadakan pemeriksaan lebih lanjut untuk kemungkinan dilakukan penyinaran/terapi sinar serta dicari penyebab terjadinya hiperbilirubin dan mencegah timbulnya komplikasi berupa kern-ikterus (kejang - kejang karena bilirubin masuk ke dalam otak).
Anemia (dalam bahasa Yunani: Tanpa darah) adalah keadaan saat jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada di bawah normal.
Sel darah merah mengandung hemoglobin yang memungkinkan mereka mengangkut oksigen dari paru-paru, dan mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh.
Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin dalam sel darah merah, sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh .
Daftar isi [sembunyikan]
1 Penyebab Anemia 2 Gejala 3 Diagnosa 4 Lihat pula 5 Pranala luar
[sunting] Penyebab Anemia Penyebab umum dari anemia:
o o o o o o o o o o o o o
Perdarahan hebat Akut (mendadak) Kecelakaan Pembedahan Persalinan Pecah pembuluh darah Kronik (menahun) Perdarahan hidung Wasir (hemoroid) Ulkus peptikum Kanker atau polip di saluran pencernaan Tumor ginjal atau kandung kemih Perdarahan menstruasi yang sangat banyak
Berkurangnya pembentukan sel darah merah Kekurangan zat besi o Kekurangan vitamin B12 o Kekurangan asam folat o Kekurangan vitamin C o Penyakit kronik o
o o o
Meningkatnya penghancuran sel darah merah Pembesaran limpa Kerusakan mekanik pada sel darah merah
o
Reaksi autoimun terhadap sel darah merah: Hemoglobinuria nokturnal paroksismal Sferositosis herediter Elliptositosis herediter Kekurangan G6PD Penyakit sel sabit Penyakit hemoglobin C Penyakit hemoglobin S-C Penyakit hemoglobin E Thalasemia
o o o o o o
[sunting] Gejala Gejala-gejala yang disebabkan oleh pasokan oksigen yang tidak mencukupi kebutuhan ini, bervariasi. Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan kepala terasa melayang. Jika anemia bertambah berat, bisa menyebabkan stroke atau serangan jantung.
[sunting] Diagnosa Pemeriksaan darah sederhana bisa menentukan adanya anemia. Persentase sel darah merah dalam volume darah total (hematokrit) dan jumlah hemoglobin dalam suatu contoh darah bisa ditentukan. Pemeriksaan tersebut merupakan bagian dari hitung jenis darah komplit (CBC).
Penyakit Porphyria, The Vampire Disease Porphyria adalah suatu kelainan pada proses biosintesis heme, bagian dari hemoglobin, komponen sel darah merah yang berfungsi mengikat oksigen dan mengalirkannya ke seluruh tubuh.
Pada penderita porphyria, terjadi peningkatan ekskresi porphyrin, enzim yang berperan dalam sintesis heme. Penumpukan porphyrin dalam jaringan tubuh menyebabkan urin berwarna merah keunguan, kulit sangat sensitif terhadap sinar matahari, dan -dalam beberapa kasus- penderitanya mengalami anemia parah. Kemiripan beberapa gejala porphyria di atas dengan ciri-ciri vampir dan drakula yang melegenda di masyarakat menimbulkan dugaan bahwa porphyria adalah penyakit di balik mitos tersebut. Anemia parah dan urin berwarna merah keunguan disinyalir sebagai akar lahirnya legenda vampir peminum darah. Dugaan ini dikemukakan pertama kali oleh seorang biokimiawan, David Dolphin dalam pertemuan American Association for the Advancement of Science tahun 1985. Porphyria berasal dari kata Yunani, porphura yang artinya warna ungu. Nama ini mengacu pada perubahan warna beberapa cairan tubuh menjadi ungu, salah satunya urin. Porphyria terdiri dari beberapa tipe dengan beragam gejala. Tidak semua jenis porphyria memperlihatkan gejala ke- ‘vampir’-an. Secara umum, porphyria dibagi dua: acute porphyria dan cutaneous porphyria. Acute porphyria menyerang sistem saraf, dengan gejala nyeri di bagian perut, muntah, konstipasi, diare, lemah otot, demam, dan halusinasi. Cutaneous porphyria menyerang neuron saraf kulit, menyebabkan kulit penderitanya sangat sensitif dan mudah melepuh jika terkena sinar ultraviolet. Porphyria jenis inilah yang sering diidentikkan dengan ciri-ciri vampir. Porphyria cutanea tarda, jenis porphyria yang paling sering ditemui, termasuk tipe yang menyerang saraf kulit. Dalam kaitannya dengan lokasi penumpukan porphyrin, porphyria juga dibagi menjadi dua: hepatic porphyria (penumpukan di liver/hati) dan erythropoietic porphyria (penumpukan di sumsum tulang produsen sel darah merah). Porphyria merupakan kelainan yang langka, dan bukan penyakit menular. 20% penderita mendapatkan porphyria melalui pewarisan genetik, sedangkan 80% disebabkan oleh penggunaan narkotika dan alkohol.
Ada beberapa orang terkenal yang diduga kuat menderita porphyria, antara lain: George William III (raja Inggris 1760-1820), Mary Stuart (sepupu George III, ratu Skotlandia 1542-1567), Vincent van Gogh (pelukis impresionis), dan Nebukadnezar II (raja Babylonia 605-562 SM). Vampir memang legenda, mereka tidak nyata. Namun, orang yang memiliki ciri-ciri vampir, ternyata