DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN…………………………… PENGESAHAN………………………………………………………...i …………………………...i DAFTAR ISI………………………………………………………………………..ii I.
DEFINISI…………………………………………… DEFINISI…………… ……………………………………………………...1 ……………………...1
II.
EPIDEMIOLOGI…………………………………………………………...1
III.
ETIOLOGI…………………………………………… ETIOLOGI………………… ……………………………………………….1 …………………….1
IV.
PATOGENESIS…………………………………………………………….2
V.
GAMBARAN KLINIK……………………………………………………..2
VI.
DIAGNOSIS…………………………………………… DIAGNOSIS……………… ………………………………………………...3 …………………...3
VII.
DIAGNOSIS BANDING…………………… BANDING……………………………………………… ………………………………5 ……5
VIII.
PENATALAKSANAAN……………………………………………………7
IX.
PROGNOSIS ………………………………………………………………..8
DAFTAR PUSTAKA
………………………………………………………………..9
1
FOLIKULITIS SUPERFISIAL SUPERFISIAL I.
DEFINISI
Folikulitis merupakan suatu bentuk dari pioderma yang mengenai folikel rambut dan merupakan radang pada folikel rambut. Penyebab utama adalah Staphylococcus aureus. aureus. Kelainan kulit ini seirng ditemukan pada iklim tropis dengan tempt tinggal yang padat dan higine buruk. Folikulitis dapat diklasifikasikan berdasarkan kedalaman invasinya (superfisial dan profunda) serta etiologinya. Pada folikulitis superfisial biasanya inflamasi terkena pada folikel rambut bagian atas dan secara klinis penderita tidak akan merasakan nyeri serta pustul sumbuh sendiri dan tidak memberikan jaringan parut. Folikulitis superfisial disebut juga impetigo Bockhart . Biasanya terjadi pada semua umur, namun lebih sering dijumpai (1,2,3)
pada anak-anak. Frekuensi kejadiannya sama antara pria dan wanita.
II. EPIDEMIOLOGI
Penyakit folikulitis biasanya sering terjadi pada lelaki yang berkulit hitam. Faktorfaktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit ini antara lain daerah tropis dan iklim panas serta kebersihan yang kurang dan higiene yang buruk
(2,4)
III. ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi Staphylococcus aureus. aureus. Tempat predileksi penyakit ini paling sering pada kulit kepala anak-anak, leher, daerah janggut, aksila, ekstremitas dan bokong pada dewasa. Efloresensi lesi yang timbul adalah pustul berbentuk (2,4)
kubah, kecil dan mudah pecah pada infundibulum folikel rambut.
2
IV. PATOGENESIS
Secara umum, hampir 20% populasi manusia membawa bakteri Staphylococcus aureus dalam aureus dalam tubuh mereka. Lokasi yang paling sering adalah hidung, aksila dan perineum. Staphylococcus aureus aureus memproduksi beberapa toksin yang dapat meningkatkan kontribusi untuk invasi dan membantu mempertahankan kehidupan stafilokokus stafilokokus dalam jaringan. Produk-produk yang dihasilkan di dinding sel bakteri ini menimbulkan berbagai efek pada sistem kekebalan tubuh penderita. penderita.
(5)
Produk-produk yang dihasilkan pada dinding sel ini adalah asam teichoic, peptidoglycan dan protein A. Protein A ini membantu pelekatan bakteri pada sel host. Selanjutnya, bakteri akan terikat pada porsi Fc dari IgG sebagai tambahan pada fragmen Fab (5)
pada IgE.
Pada follikulitis superfisial, populasi sel neutrofil dapat memfiltrasi pada bagian infundibulum pada folikel rambut dan mencetuskan suatu infeksi. Ini merupakan satu (5)
contoh yang disebut sebagai suatu invasi seca ra langsung.
V. GAMBARAN KLINIK
Berdasarkan perjalanan penyakitnya keluhan utama yang dapat timbul berupa rasa gatal dan rasa terbakar pada daerah folikel. Gambaran klinis/ efloresensinya berupa makula eritematosa disertai papula dan pustula yang ditembus oleh rambut. Pertumbuhan rambut sendiri tidak terganggu. Kadang-kadang penyakit ini ditimbulkan oleh discharge discharge (sekret) (2)
dari luka dan abses.
Periporitis staphylogene staphylogene adalah penyakit akibat infeksi sekunder miliaria pada bayi yang disebabkan d isebabkan S.aureus. S.aureus. Infeksi S.aureus pada S.aureus pada kelopak mata memberikan gambaran (4)
skuama dan krusta pada pinggir kelopak mata dan biasanya disertai dengan konjungtivitis.
3
Gambar 1. Folikulitis superfisial di daerah leher (Dikutip dari kepustakaan 4)
VI. DIAGNOSIS
Anamnesis dan Pemeriksaan fisik
Pada folikulitis superfisial biasanya inflamasi terkena pada folikel rambut di daerah kulit kepala, dagu, ketiak dan ektremitas. Kelainan kulit diawali dengan pustul pada folikel rambut. Pustul pecah diikuti pembentukan krusta. Erupsi papulopustular umumnya terlokalisir. terlokalisir. Sering disertai dengan keluhan pruritus dan secara klinisnya penderita tidak akan (2)
merasakan nyeri serta pustul yang tumbuh akan membaik sendiri.
Gambar 2. Papul-papul eritematosa, diskret,diatasnya terdapat pustule (Dikutip dari kepustakaan 2)
4
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu pewarnaan Gram, preparat KOH, dan kultur. Pada pewarnaan Gram didapatkan coccus gram positif. Preparat KOH digunakan untuk mengidentifikasi spesies jamur. Golongan dermatofit dapat diidentifikasi dari gambaran hifa dan spora, M. furfur diidentifikasi dengan adanya bentuk ragi multipel dan Candida dengan bentuk miselial. Kultur digunakan untuk menentukan organisme penyakit, yaitu bakteri, jamur atau pun virus. Untuk kasus folikulitis relaps yang kronis, perlu (7)
dilakukan kultur dari swab hidung dan perianal p erianal untuk mengidentifikasi adanya S. aureus.
Pemeriksaan Histopatologi
Secara histologis, pada kasus folikulitis superficial terdapat infiltrasi sel-sel inflamasi di ostium folikuler dan di daerah folikel bagian atas. Dalam kebanyakan kasus, peradangan awalnya terdiri dari neutrofil dan kemudian menjadi lebih beragam dengan penambahan limfosit dan makrofag. Apabila infeksi adalah penyebab terjadinya folikulitis, maka berbagai organisme dapat diidentifikasi dalam folikel.
(7)
Gambar 3. Folikulitis Superficial dengan neutrofil terkonsentrasi pada bagian atas folikel. (Dikutip dari kepustakaan 7)
5
VII. DIAGNOSIS BANDING
Penyakit folikulitis superfisial di diagnosa banding dengan :
1.
Pse Pseudof oll icul iti s barbae (PFB)
Pseudofolliculitis barbae barbae (PFB) adalah kelainan akibat reaksi benda asing terhadap rambut. Reaksi inflamasi yang terjadi lebih kecil dibandingkan dengan folikulitis stafilokokus. Lesi kelainan ini sering dijumpai pada pipi dan leher pada orang yang memiliki rambut yang keriting, spiral yang tumbu h ke dalam. Kondisi ini ditemukan pada 50-75% orang berkulit hitam dan 3-5% orang berkulit putih setelah mereka bercukur. Papul atau pustul pu stul yang merah dan d an lunak muncul pada tempat masuknya bakteri dan menetap hingga bulu rambut dihilangkan. Umumnya masalah ini lebih berat pada area leher. Pseudofolikulitis dapat muncul pada area aksila, genital dan kaki. Flora normal kulit dapat terganti dengan organisme patogen apabila perlangsungan penyakit (1)
menjadi kronis.
Gambar 4. Pseudofolliculitis 4. Pseudofolliculitis barbae (Dikutip dari kepustakaan 1)
6
2.
Keratosis pilaris
Keratosis pilaris sering ditemukan pada bagian posterolateral dari lengan atas dan anterior paha. Puncak insidens penyakit ini pada usia remaja dan membaik setelah melewati masa tersebut. Erupsi penyakit ini berkaitan dengan keadaan atopi. Gambaran klinis yang tampak adalah pustul folikular kecil yang berkelompok yang menetap pada area yang sama sepanjang tahun. Gambaran histologi menunjukkan inflamasi hanya terjadi pada bagian luar folikel rambut. Garukan, memakai pakaian yang ketat, dan proses pengobatan yang bersifat abrasif dapat menyebabkan infeksi pada pustul yang steril dan menyebabkan erupsi yang bersifat difus. Keratosis pilaris resisten terhadap segala jenis pengobatan. Antibiotik oral digunakan apabila muncul folikulitis akibat akibat S. Aureus. Steroid topikal digunakan apabila area lesi berubah menjadi kering dan meradang. Krim urea (vanamide) dan pelembab asam (1)
lactic (Lac-Hydrin, AmLactin) digunakan untuk menghaluskan kulit.
Gambar 5. Keratosis Pilaris (Dikutp dari kepustakaan 1)
3.
Sycosi Sycosi s bar bae
Sycosis merupakan peradangan folikel rambut dan mungkin disebabkan oleh infeksi S. aureus aureus atau jamur dermatofit. Penyakit ini. hanya terjadi pada pria yang telah memulai cukur. Sycosis ditandai dengan munculnya folikel kecil papula atau pustula dan cepat 7
menyebar jika orang tersebut tetap mencukur. Reaksi terhadap penyakit ini sangat bervariasi di antara individu. Infiltrasi tentang folikel mungkin ringan atau luas. Pada sebagian kasus ditemukan sembuh dengan jaringan parut. Pada kasus kronis, pustula mungkin tetap terbatas untuk satu bidang, seperti bibir atas atau leher. Untuk kausa jamur, rambut harus dihapus dan diperiksa dan bahan purulen harus dibudidayakan. Infeksi jamur cenderung lebih parah, Pseudofolliculitis memiliki penampilan yang serupa. Peradangan Peradangan lokal diobati
dengan
topikal mupirocin (Bactroban salep). Penyakit yang luas diobati dengan antibiotik oral selama minimal 2 minggu atau sampai semua tanda-tanda peradangan telah hilang. (1)
Mencukur harus dilakukan dengan pisau cukur yang bersih.
Gambar 6. Sycosis barba (Dikutp dari kepustakaan 1)
VIII.
PENATALAKSANAAN
Folikulitis superfisial yang ringan sering sembuh sendiri tanpa pengobatan atau dengan pembersih antiseptik atau antiseptik topikal dan menghindari faktor-faktor predisposisi yang memicu terjadinya folikulitis. Pada kasus yang berat, dibutuhkan (3)
penggunaan antibiotik topikal atau sistemik.
8
Folikulitis superficial yang dapat diobati dengan antibacterial yang mengandung chlorhexidine. Triclosan atau povidine-iodine, yang dapat digunakan dalam bentuk krim, lotion, sabun atau campuran pada bak mandi. Dianjurkan untuk membersihkan area lesi sebanyak tiga kali sehari dengan menggunakan sabun antibakteri. Ointment antibakteri (bacitracin atau mupirocin 2%) juga digunakan selama 7-10 hari terbatas pada daerah lesi. Apabila terjadi kasus folikulitis stafilokokus yang menyebar luas pada tubuh atau rekuran, (6)
dapat diberikan antibiotic golongan β lactam, la ctam, macrolides.
IX. PROGNOSIS
Folikulitis superficial mempunyai prognosis lebih baik karena infeksinya ringan dan tidak parah sedangkan folikulitis profunda lebih sulit diatasi karena infeksinya lebih dalam dan parah.
9
DAFTAR PUSTAKA
1.
Habif TP, editor. Folliculitis. In: Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and th
Therapy. 4 edition. USA; Mosby. 2004. p.279-282.
2.
Daili ESS, Menaldi SL, Wisnu IM, editors. Folikulitis. In: Penyakit Kulit Yang Umum di Indonesia, Sebuah panduan bergambar. Jakarta: Pt Medical Multimedia Indonesia. 2005. p.41.
3.
Hay RJ, Adriaans BM, Bacterial Infections. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffits C, th
editors. Rook's Textbook of Dermatology. 8 edition. Victoria: Blackwell Publishing. 2010. p. 30.21-30.22.
4.
Craft N, Lee PK, Zipoli MT, Weinberg AN, Swartz MN, Johnson RA. Superficial Cutaneous Infections and Pyodermas. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, th
Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick's Dermatology In General Medicine. 7 edition. New York; Mc Graw Hill Medical. 2008. p. 1698-1699.
5.
James WD, Berger TG, Elston DM, editors. Bacterial Infection. In: Andrews' Disease of th
The Skin Clinical Dermatology. 10 edition. Pennsylvania: Saunders Elsevier. 2006. p.252-253
6.
Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP, editors. Superficial Folliculitis. In: Bolognia nd
Dermatology. 2 edition. New York: Mobsy Elsevier. 2008.
7.
Satter EK. Folliculitis Folliculitis (Online) Update on: Jul 10, 2010. Cited on: Mei 28, 2013. Availabe at: http://emedicine.medscape.com/article/1070456-workup#a0723
10