SUPERVISI AKADEMIK DAN PENINGKATAN SDM GURU
A. SUPERVISI AKADEMIK 1. Defenisi Supervisi Akademik
Glickman (1981), mendefinisikan supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran demi pencapaian tujuan pembelajaran.
Supervisi akademik merupakan upaya membantu guru-guru mengembangkan kemampuannya kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran. (Daresh, 1989). Dengan demikian, berarti, esensi supervisi akademik itu sama sekali bukan menilai unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran, melainkan membantu guru mengembangkan kemampuan profesionalismenya.
Meskipun demikian, supervisi akademik tidak bisa terlepas dari penilaian unuuk kerja guru dalam mengelola pembelajaran. Apabila di atas dikatakan, bahwa supervisi akademik
merupakan
serangkaian
kegiatan
membantu
guru
mengembangkan
kemampuannya mengelola proses pembelajaran, maka menilai unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran merupakan salah satu kegiatan yang tidak bisa dihindarkan prosesnya (Sergiovanni, 1987). Penilaian unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran sebagai suatu proses pemberian estimasi kualitas unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran, merupakan bagian integral dari serangkaian kegiatan supervisi akademik.
Dapat dikatakan bahwa supervisi akademik merupakan serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya, maka dalam pelaksanaannya terlebih dahulu perlu diadakan penilaian kemampuan guru, sehingga bisa ditetapkan aspek yang perlu dikembangkan dan cara mengembangkannya. Namun satu hal yang perlu ditegaskan di sini, bahwa setelah melakukan penilaian unjuk kerja guru tidak berarti selesailah tugas
atau kegiatan supervisi akademik, melainkan harus dilanjutkan dengan perancangan dan pelaksanaan pengembangan pengembangan kemampuannya.
Dengan demikian, melalui supervisi akademik guru akan semakin mampu memfasilitasi belajar bagi murid-muridnya. Alfonso, Firth, dan Neville (1981) menegaskan Instructiona menegaskan Instructionall supervision is herein defined as: behavior officially designed by the organization that directly affects teacher behavior in such a way to facilitate pupil learning and achieve the goals of organization .
Menurut Alfonso, Firth, dan Neville, ada tiga konsep pokok (kunci) dalam pengertian supervisi akademik. 1. Supervisi akademik harus secara langsung mempengaruhi dan mengembangkan perilaku guru dalam mengelola proses pembelajaran. Inilah karakteristik esensial supervisi akademik. Sehubungan dengan ini, janganlah diasumsikan secara sempit, bahwa hanya ada satu cara terbaik yang bisa diaplikasikan dalam semua kegiatan pengembangan perilaku guru. Tidak ada satupun perilaku supervisi akademik yang baik dan cocok bagi semua guru (Glickman, 1981). Tegasnya, tingkat kemampuan, kebutuhan, minat, dan kematangan profesional serta karakteristik personal guru lainnya
harus
dijadikan
dasar
pertimbangan
dalam
mengembangkan
dan
mengimplementasikan program supervisi akademik (Sergiovanni, 1987 dan Daresh, 1989).
2. Perilaku supervisor dalam membantu guru mengembangkan kemampuannya harus didesain secara ofisial, sehingga jelas waktu mulai dan berakhirnya program pengembangan tersebut. Desain tersebut terwujud dalam bentuk program supervisi akademik yang mengarah pada tujuan tertentu. Oleh karena supervisi akademik merupakan tanggung jawab bersama antara supervisor dan guru, maka alangkah baik jika programnya didesain bersama ole h supervisor dan guru.
3. Tujuan akhir supervisi akademik adalah agar guru semakin mampu memfasilitasi belajar bagi murid-muridnya. Secara rinci, tujuan supervise akademik akan diuraikan lebih lanjut berikut ini. sumber :
(http://id.shvoon (http://id.shvoong.com/social-sciences/education/202 g.com/social-sciences/education/2025213-superv 5213-supervisi-akademik/) isi-akademik/)
2. Tujuan Dan Fungsi Supervisi Akademik
Tujuan
supervisi
akademik
adalah
membantu
guru
mengembangkan
kemampuannya kemampua nnya mencapai mencapa i tujuan tujua n pembelajaran pembelajara n yang dicanangkan dica nangkan bagi murid-muridnya (Glickman, 1981). Melalui supervisi akademik diharapkan kualitas akademik yang dilakukan oleh guru semakin meningkat (Neagley, 1980). Pengembangan kemampuan dalam konteks ini janganlah ditafsirkan secara sempit, semata-mata ditekankan pada peningkatan pengetahuan dan keterampilan mengajar guru, melainkan juga pada peningkatan komitmen (commitmen) atau kemauan (willingness) atau motivasi (motivation) guru, sebab dengan meningkatkan kemampuan dan motivasi kerja guru, kualitas pembelajaran akan meningkat.
Supervisi
akademik
adalah
serangkaian
kegiatan
membantu
guru
mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran y
(Daresh, 1989, Glickman, et al; 2007). Supervisi akademik tidak terlepas dari penilaian kinerja guru dalam mengelola mengelola pembelajaran.
y
(Sergiovanni (1987) menegaskan bahwa refleksi praktis penilaian kinerja guru dalam supervisi akademik adalah melihat kondisi nyata kinerja guru untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan, misalnya apa yang sebenarnya terjadi di dalam kelas?, apa yang sebenarnya dilakukan oleh guru dan siswa di dalam kelas?, aktivitas-aktivitas mana dari keseluruhan aktivitas di dalam kelas itu yang bermakna bagi guru dan murid?, apa yang telah dilakukan oleh guru dalam mencapai tujuan akademik?, apa kelebihan dan kekurangan guru dan bagaimana ba gaimana cara mengembangkannya?. Berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan ini akan diperoleh informasi mengenai kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran.
Namun satu hal yang perlu ditegaskan di sini, bahwa setelah melakukan penilaian kinerja berarti selesailah pelaksanaan supervisi akademik, melainkan harus dilanjutkan dengan tindak lanjutnya berupa pembuatan program supervisi akademik dan melaksanakannya dengan s ebaik-baiknya. ebaik-baiknya.
sumber :
(http://id.shvoon (http://id.shvoong.com/social-sciences/education/202 g.com/social-sciences/education/2025213-superv 5213-supervisi-akademik/) isi-akademik/)
Menurut Sergiovanni (1987) ada tiga tujuan supervisi akademik a dalah sebagai berikut:
Supervisi
akademik
diselenggarakan
dengan
maksud
membantu
guru
mengembangkan kemampuannya profesionalnnya dalam memahami akademik, kehidupan kelas, mengembangkan keterampilan mengajarnya dan menggunakan kemampuannya kemampuannya melalui teknik-teknik tertentu.
Supervisi akademik diselenggarakan dengan maksud untuk memonitor kegiatan belajar mengajar di sekolah. Kegiatan memonitor ini bisa dilakukan melalui kunjungan kepala sekolah ke kelas-kelas di saat guru sedang mengajar, percakapan pribadi dengan guru, teman sejawatnya, maupun dengan sebagian murid-muridnya.
Supervisi
akademik
diselenggarakan
untuk
mendorong
guru
menerapkan
kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas mengajarnya, mendorong guru mengembangkan kemampuannya sendiri, serta mendorong guru agar ia memiliki perhatian yang sungguh-sungguh (commitment) terhadap tugas dan tanggung jawabnya. Menurut Alfonso, Firth, dan Neville Nevill e (1981) y
Supervisi akademik yang baik adalah supervisi akademik yang mampu berfungsi mencapai multi tujuan tersebut di atas. Tidak ada keberhasilan bagi supervisi akademik jika hanya memerhatikan salah satu tujuan tertentu dengan mengesampingkan mengesampingkan tujuan lainnya.
Hanya dengan merefleksi ketiga tujuan inilah supervisi akademik akan berfungsi mengubah perilaku mengajar guru. Pada gilirannya nanti perubahan perilaku guru ke arah yang lebih berkualitas akan menimbulkan perilaku belajar murid yang lebih baik. Perilaku supervisi akademik secara langsung berhubungan dan berpengaruh terhadap perilaku guru. Ini berarti, melalui supervisi akademik, supervisor mempengaruhi perilaku mengajar guru sehingga perilakunya semakin baik dalam mengelola proses belajar mengajar. Selanjutnya perilaku mengajar guru yang baik itu akan mempengaruhi perilaku belajar murid. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa tujuan akhir supervisi akademik adalah t erbinanya perilaku belajar murid yang lebih baik.
Supervisi akademik merupakan salah satu fungsi mendasar (essential function) dalam keseluruhan program sekolah (Weingartner, 1973; Alfonso dkk., 1981; dan Glickman, et al; 2007). Hasil supervisi akademik berfungsi sebagai sumber informasi bagi pengembangan pengembangan profesionalisme guru. Gambar tiga tujuan supervisi akademik sebagaimana dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Pengem -bangan Profesio -nalisme
Penum - buhan
TIGA TUJUAN SUPERVIS
Penga -wasan
Motivasi
kualitas
Gambar 1. Tiga tujuan supervisi akademik Supervisi
akademik merupakan
salah
satu (fungsi mendasar
(essential function) dalam keseluruhan p rogram sekolah (Weingartner, 1973; Alfonso dkk., 1981; dan Glickman, et al; 2007). Hasil supervisi akademik berfungsi sebagai sumber informasi informasi bagi pengembangan profesionalisme guru
sumber : (http://id.shvoon (http://id.shvoong.com/social-sciences/education/20252 g.com/social-sciences/education/2025213-supervisi-akadem 13-supervisi-akademik/) ik/)
3. Prinsip-Prinsip Supervisi Akademik Prinsip Supervisi Akademik Antara Lain :
a. Praktis, artinya mudah dikerjakan sesuai kondisi sekolah. sekolah. b. Sistematis, artinya dikembangan sesuai perencanaan program supervisi yang matang dan tujuan pembelajaran. c.
Ob jektif,
artinya masukan sesuai s esuai aspek-aspek aspek-aspek instrumen.
d. Realistis, artinya berdasarkan kenyataan sebenarnya. e. Antisipatif, artinya mampu menghadapi masalah-masalah yang mungkin akan terjadi. f.
Konstruktif, artinya mengembangkan kreativitas dan inovasi guru dalam
mengembangkan mengembangkan proses pembelajaran. g. Kooperatif, artinya ada kerja sama yang baik antara supervisor dan guru dalam mengembangkan mengembangkan pembelajaran.
h. Kekeluargaan, artinya mempertimbangkan saling asah, asih, dan asuh dalam mengembangkan mengembangkan pembelajaran. i.
Demokratis, artinya supervisor tidak boleh mendominasi pelaksanaan
supervisi akademik. j. k.
Aktif, artinya guru dan supervisor supervisor harus a ktif berpartisipasi. Humanis,
artinya mampu menciptakan hubungan kemanusiaan yang
harmonis, terbuka, jujur, ajeg, sabar, antusias, dan penuh humor l.
Berkesinambungan
(supervisi akademik dilakukan secara teratur dan
berkelanjutan oleh Kepala sekolah). m. Terpadu, artinya menyatu dengan dengan program pendidikan. pendidikan. n. Komprehensif, artinya memenuhi ketiga tujuan supervisi akademik di atas (Dodd, 1972). Konsep dan tujuan supervisi akademik, sebagaimana dikemukakan oleh para pakar supervisi akademik di muka, memang tampak idealis bagi para praktisi supervisi akademik (kepala sekolah). Namun, memang demikianlah seharusnya kenyataan normatif konsep dasarnya. Para kepala sekolah baik suka maupun tidak suka harus siap menghadapi problema dan kendala dalam melaksana kan supervisi supervisi akademik.
Adanya problema dan kendala tersebut sedikit banyak bisa diatasi apabila dalam pelaksanaan supervisi akademik kepala sekolah menerapkan prinsip-prinsip supervisi akademik. Akhir-akhir ini, beberapa literatur telah banyak mengungkapkan teori supervisi akademik sebagai landasan bagi setiap perilaku supervisi akademik.
Beberapa istilah, seperti demokrasi (democratic), kerja kelompok (team effort), dan proses kelompok (group process) telah banyak dibahas dan dihubungkan dengan konsep supervisi akademik. Pembahasannya semata-mata untuk menunjukkan kepada kita bahwa perilaku supervisi supervisi akademik itu harus menjauhkan diri dari sifat otoriter, di mana supervisor sebagai atasan dan guru sebagai bawahan. Begitu pula dalam latar sistem persekolahan, keseluruhan anggota (guru) harus aktif berpartisipasi, bahkan sebaiknya sebagai prakarsa, dalam proses supervisi akademik, sedangkan supervisor merupakan bagian darinya. Semua ini merupakan prinsip-prinsip supervisi akademik modern yang harus direalisasikan pada setiap proses supervisi akademik di sekolah-sekolah.
Selain tersebut di atas, berikut ini ada beberapa prinsip lain yang harus diperhatikan dan direalisasikan oleh supervisor dalam melaksanakan supervisi akademik, yaitu sebagai berikut. 1. Supervisi akademik harus mampu ma mpu menciptakan hubungan hubungan kemanusiaan yang harmonis. har monis. Hubungan kemanusiaan yang harus diciptakan harus bersifat terbuka, kesetiakawanan, dan informal. Hubungan demikian ini bukan saja antara supervisor dengan guru, melainkan juga antara supervisor dengan pihak lain yang terkait dengan program supervisi akademik. Oleh sebab itu, dalam pelaksanaannya supervisor harus memiliki sifatsifat, seperti sikap membantu, memahami, terbuka, jujur, ajeg, sabar, antusias, dan penuh humor (Dodd, 1972).
2. Supervisi akademik harus dilakukan secara berkesinambungan. Supervisi akademik bukan tugas bersifat sambilan yang ha nya dilakukan sewa ktu-waktu jika ada a da kesempatan. Perlu dipahami bahwa supervisi akademik merupakan salah satu essential function dalam keseluruhan program sekolah (Alfonso dkk., 1981 dan Weingartner, 1973). Apabila guru telah berhasil mengembangkan dirinya tidaklah berarti selesailah tugas supervisor, melainkan harus tetap dibina secara berkesinambungan. Hal ini logis, mengingat problema proses pembelajaran selalu muncul dan berkembang.
3. Supervisi
akademik
harus
demokratis.
Supervisor
tidak
boleh
mendominasi
pelaksanaan supervisi akademiknya. Titik tekan supervisi akademik yang demokratis adalah aktif dan kooperatif. Supervisor harus melibatkan secara aktif guru yang dibinanya. Tanggung jawab perbaikan program akademik bukan hanya pada supervisor melainkan juga pada guru. Oleh sebab itu, program supervisi akademik sebaiknya direncanakan, dikembangkan dan dilaksanakan bersama secara kooperatif dengan guru, kepala sekolah, dan pihak lain yang ya ng terkait di bawah koordinasi supervisor. 4. Program supervisi akademik harus integral dengan program pendidikan. Di dalam setiap organisasi pendidikan terdapat ter dapat bermacam-macam bermacam-macam system s ystem perilaku dengan tujuan sama, yaitu tujuan pendidikan. Sistem perilaku tersebut antara lain berupa sistem perilaku administratif, sistem perilaku akademik, sistem perilaku kesiswaan, sistem perilaku pengembangan konseling, sistem perilaku supervisi akademik (Alfonso, dkk., 1981). Antara satu sistem dengan sistem lainnya harus dilaksanakan secara integral. Dengan demikian, maka program supervisi akademik integral dengan program
pendidikan secara keseluruhan. Dalam upaya perwujudan prinsip ini diperlukan hubungan yang baik dan harmonis har monis antara supervisor dengan denga n semua pihak pelaksana aksana program pendidikan (Dodd, 1972). 5. Supervisi akademik harus komprehensif. Program supervisi akademik harus mencakup keseluruhan aspek pengembangan akademik, walaupun mungkin saja ada penekanan pada aspek-aspek tertentu berdasarkan hasil analisis kebutuhan pengembangan akademik sebelumnya. Prinsip ini tiada lain hanyalah untuk memenuhi tuntutan multi tujuan supervise akademik, berupa pengawasan kualitas, pengembangan profesional, dan memotivasi guru, sebagaimana telah dijelaskan di muka. 6. Supervisi akademik harus konstruktif. Supervisi akademik bukanlah sekali-kali untuk mencari kesalahan-kesalahan guru. Memang dalam proses pelaksanaan supervisi akademik itu terdapat kegiatan penilaian unjuk kerjan guru, tetapi tujuannya bukan untuk mencari kesalahankesalahannya. Supervisi akademik akan mengembangkan pertumbuhan pertumbuhan dan kreativitas guru dalam memahami dan memecahkan masalah-masalah akademik yang dihadapi.
7. Supervisi
akademik
harus
obyektif.
Dalam
menyusun,
melaksanakan,
dan
mengevaluasi, keberhasilan program supervisi akademik harus obyektif. Objectivitas dalam penyusunan program berarti bahwa program supervise akademik itu harus disusun berdasarkan kebutuhan nyata pengembangan profesional guru. Begitu pula dalam mengevaluasi keberhasilan program supervisi akademik. Di sinilah letak pentingnya instrumen pengukuran yang memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi untuk mengukur mengukur seberapa kemampuan guru dalam mengelola mengelola proses pembelajaran.
sumber : (http://id.shvoong .com/social-sciences/education/2025215-prinsip-prinsip-supervisi/) akademik /)
4.
DIMENSI SUPERVISI AKADEMIK DI SEK OLAH DASAR
Para pakar pendidikan telah banyak menegaska n bahwa seseorang akan bekerja secara profesional apabila ia memiliki kompetensi yang memadai. Maksudnya adalah seseorang akan bekerja secara profesional apabila ia memiliki kompetensi secara utuh. Seseorang tidak akan bisa bekejra secara profesional apabila ia hanya memenuhi salah satu kompetensi di antara sekian kompetensi yang dipersyaratkan. Kompetensi tersebut merupakan perpaduan antara kemampuan dan motivasi. Betapapun tingginya kemampuan seseorang, ia tidak akan bekerja secara profesional apabila ia tidak memiliki motivasi kerja yang tinggi dalam mengerjakan tugas-tugasnya. Sebaliknya, betapapun tingginya motivasi kerja seseorang, ia tidak akan bekerja secara profesional apabila ia tidak memiliki kemampuan yang tinggi dalam mengerjakan tugastugasnya. Selaras dengan penjelasan ini adalah satu teori yang dikemukakan oleh Glickman (1981). Menurutnya ada empat prototipe guru dalam mengelola proses pembelajaran. Proto tipe guru yang terbaik, menurut teori te ori ini, adalah adalah guru prototipe pr ofesional. Seorang guru bisa diklasifikasikan ke dalam prototipe profesional apabila ia memiliki kemampuan tinggi (high level of abstract) da n motivasi kerja tinggi (high level of commitment). Penjelasan di atas memberikan implikasi khusus kepada apa seharusnya program supervisi akademik. Supervisi akademik yang baik harus mampu membuat guru semakin kompeten, yaitu guru semakin menguasai kompetensi, baik kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi professional, dan kompetensi sosial. Oleh karena itu supervisi akademik harus menyentuh pada pengembangan seluruh kompetensi guru. Sehubungan Sehubungan dengan pengembangan kedua dimensi ini, Menurut Neagley (1980) terdapat dua aspek yang harus menjadi perhatian supervisi akademik baik dalam perencanaannya, pelaksanaannya, pelaksanaannya, maupun penilaiannya, Yaitu : 1. Substantive Aspects
Of
Professional Development (Aspek Substantif )
Substantive aspects of professional development (yang selanjutnya akan disebut dengan aspek substantif). Aspek ini menunjuk pada kompetensi guru yang harus dikembangkan melalui supervisi akademik. Aspek ini menunjuk pada kompetensi yang harus dikuasai guru. Penguasaannya merupakan sokongan terhadap keberhasilannya mengelola proses pembelajaran.
Ada empat kompetensi yang ya ng harus harus dikembangkan melalui supervisi akademik, yaitu : a. Kompetensi Kepribadian
Guru sebagai tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar, memiliki karakteristik
kepribadian
yang
sangat
berpengaruh
terhadap
keberhasilan
pengembangan sumber daya manusia. Kepribadian yang mantap dari sosok seorang guru
akan
memberikan
teladan
yang
baik
terhadap
anak
didik
maupun
masyarakatnya, sehingga guru akan tampil sebagai sosok yang patut ³digugu´ (ditaati nasehat/ucapan/perintahnya)
dan
³ditiru´
(di
contoh
sikap
dan
perilakunya).Kepribadian guru merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan belajar anak didik. Dalam kaitan ini, Zakiah Darajat dalam Syah (2000:225-226) (2000:225-226) menegaskan bahwa kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi masa depan anak didiknya terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menengah). Sumber
:
Rudien87
2010
(oneline)
http://rudien87.wordpress.com /2010/03/20/
kompetensi-kepribadian/
b.
Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik yang dimaksud dalam tulisan ini yakni antara lain kemampuan pemahaman tentang peserta didik secara mendalam dan penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik. Pemahaman tentang peserta didik meliputi pemahaman tentang psikologi perkembangan anak. Sedangkan Pembelajaran yang mendidik meliputi kemampuan merancang pembelajaran, mengimplementasikan pembelajaran, menilai
proses
dan
hasil
pembelajaran,
dan
melakukan
perbaikan
secara
berkelanjutan. Sumber : Mahmuddin ³Belajar jadi Manusia´ 2008 ³ K ompetensi ompetensi Pedagogik
Guru Indonesia ´(Oneline) http://mahmuddin.wordpress.com/2008/03/19/ kompetensi-pedagogik-guru-indonesia/
c. Kompetensi Professional
Kompetensi Professional antara lain : a. Guru dituntut untuk menguasai bahan ajar b. Guru mampu ma mpu mengelola mengelola program belajar mengajar. c. Guru mampu mengolah kelas. d. Guru mampu menggunakan media dan sumber pengajaran. e. Guru mampu menguasai landasan ± landasan pendidikan. f. Guru mampu mengelola interaksi belajar mengajar. g. Guru mampu ma mpu menilai prestasi belajar siswa untuk kepentingan pengajaran. h. Guru mengenal dan mampu ikut penyelenggaraan penyelenggaraan administrasi sekolah. :Indrayanto2010(oneline)) http://id.shvoong.com/social-sciences/education/ http://id.shvoong.com/social-sciences/education/ Sumber:Indrayanto2010(oneline 20247772024777- proposal-skripsi-pai-kompetensi-gu proposal-skripsi-pai-kompetensi-guru/ ru/
d. Kompetensi Sosial Kemampuan bekerjasama, Kerja sama merupakan salah satu fitrah manusia sebagai mahluk sosial. Kerja sama memiliki dimensi yang sangat luas dalam kehidupan manusia, baik terkait tujuan positif maupun negatif.
Contoh
Sekolah
adalah sebuah oganisasi. Di dalam sekolah terdapat struktur organisasi, mulai kepala sekolah, wakil kepala, dewan guru, staf, komite sekolah, dan tentu saja siswa-siswi. Dalam sekolah terdapat ter dapat kurikulum dan pembelajaran, pembelajara n, biaya, sarana, dan hal-hal -hal lain yang harus direncanakan, dilaksankan, dipimpin, dan diawasi. Semuanya itu bermuara pada hubungan kerja sama atau human relation. relation. Dalam proses pembinaan atau supervisi, pengawas diharapkan dapat menjalin kerjasama yang harmonis dan egaliter yaitu tidak mengedepankan mengedepankan kewenangan yang dimilikinya. Sumber : Akhmad Sudrajat (2010) ³Kompetensi Sosial- Kemampuan Bekerja Sama´
(oneline)
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/01/25/kompetensi-
sosial-pengawas-sekolah-kerja-sama/ Pemahaman dan pemilikan guru terhadap tujuan akademik, persepsi guru terhadap murid, pengetahuan guru tentang materi, dan penguasaan guru terhadap teknik. Aspek substansi pertama dan kedua merepresentasikan nilai, keyakinan, dan teori yang dipegang oleh guru te ntang hakikat pengetahuan, bagaimana bagai mana murid-murid murid-murid belajar, penciptaan hubungan guru dan murid, dan faktor lainnya. Aspek substansi ketiga merepresentasikan seberapa luas pengetahuan guru tentang materi atau bahan pelajaran pelajara n
pada
bidang
merepresentasikan
studi
yang
seberapa
diajarkannya.
luas
penguasaan
Adapun guru
aspek terhadap
substansi teknik
keempat
akademik,
manejemen, pengorganisasian kelas, dan keterampilan lainnya yang merupakan unsur akademik yang efektif. 2.
Professional Development Competency Areas (Aspek Kompetensi) Kompetensi )
Professional development competency areas (yang selanjutnya akan disebut dengan aspek kompetensi). Aspek ini menunjuk pada luasnya setiap aspek substansi. Guru tidak berbeda dengan kasus profesional lainnya. Ia harus mengetahui bagaimana mengerjakan (know how to do) tugas-tugasnya. Ia harus memiliki pengetahuan tentang bagaimana merumuskan tujuan akademik, murid-muridnya, materi pelajaran, dan teknik akademik. Tetapi, mengetahui dan memahami keempat aspek substansi ini belumlah cukup. Seorang guru harus mampu menerapkan pengetahuan dan pemahamannya. Dengan kata lain, ia harus bisa mengerjakan (can do). Selanjutnya, seorang guru harus mau mengerjakan (will do) tugas-tugas berdasarkan kemampuan yang dimilikinya. Percumalah pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh seorang guru, apabila ia tidak mau mengerjakan tugas-tugasnya dengan sebaik-baiknya. Akhirnya seorang guru harus mau mengembangkan (will grow) kemampuan dirinya sendiri. Sedangkan bilamana merujuk kepada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, ada empat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru dan harus dijadikan perhatian utama kepala sekolah dalam melakukan supervisi akademik, yaitu kompetensi-kompetensi kepribadian, pedagogik, professional, dan sosial. Supervisi akademik akademi k yang baik adalah supervisi yang mampu menghantar kan guru-guru menjadi semakin kompeten. Contoh
Sering dijumpai adanya kepala sekolah dalam melaksanakan supervisi akademik hanya datang ke sekolah dengan membawa instrumen pengukuran kinerja. Kemudian masuk ke kelas melakukan pengukuran terhadap kinerja guru yang sedang mengajar. Setelah itu, selesailah tugasnya, seakan-akan supervisi akademik sama dengan pengukuran pengukuran kinerja guru dalam proses pembelajaran.
Perilaku supervisi akademik sebagaimana diuraikan di atas merupakan salah satu contoh perilaku supervisi akademik belum baik. Perilaku supervisi akademik yang demikian demikia n tidak akan memberikan memberika n banyak pengaruh terhadap terha dap tujuan dan fungsi supervisi akademik. Seandainya memberikan pengaruh, pengaruhnya relatif sangat kecil artinya bagi peningkatan mutu guru dalam mengelola proses pembelajaran. Supervisi akademik sama sekali bukan penilaian unjuk kerja guru. Apalagi bila tujuan utama uta ma penilaiannya semata-mata hanya dalam arti sempit, yaitu mengkalkulasi kualitas keberadaan guru dalam memenuhi kepentingan akreditasi guru belaka.
Hal ini sangat berbeda dengan konsep supervisi akademik. Secara konseptual,
supervisi
akademik
adalah
serangkaian
kegiatan
membantu
guru
mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran demi pencapaian tujuan pembelajaran. pembelajar an. Supervisi akademik merupaka n upaya upaya membantu membant u guru-guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran. Dengan demikian, berarti, esensi supervisi akademik itu sama sekali bukan menilai kinerja guru dalam mengelola
proses
pembelajaran,
melainkan
membantu
guru
mengembangkan
kemampuan profesionalismenya.
Meskipun demikian, supervisi akademik tidak bisa terlepas dari penilaian unjuk kerja guru dalam mengelola pembelajaran. Apabila di atas dikatakan, bahwa supervisi akademik merupakan serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran, maka menilai unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran merupakan salah satu kegiatan yang tidak bisa dihindarkan prosesnya. Penilaian kinerja guru dalam mengelola proses pembelajaran sebagai suatu proses pemberian estimasi mutu kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran, merupakan bagian integral dari serangkaian kegiatan supervisi akademik. Agar supervisi akademik dapat membantu guru mengembangkan kemampuannya, maka untuk pelaksanaannya terlebih dahulu perlu diadakan penilaian kemampuan guru, sehingga bisa ditetapkan aspek yang perlu dikembangkan dan cara mengembangkannya. Sumber:Prof.Dr.H.Moh.Khusnuridlo,M.Pd.2010(Oneline) /2010/06/ /2010/06/ supervisi-akademik-dalam-rangka.html supervisi-akademik-dalam-rangka.html
http://www.khusnuridlo.net
5. Langkah-langkah Pembinaan Kemampuan Guru supervisi akademik Ada lima langkah pembinaan kemampuan guru melalui supervisi supervisi akademik, yaitu: ya itu: (1) menciptakan hubungan-hubungan yang harmonis, (2) analisis kebutuhan, kebutuhan, (3) mengembangkan strategi dan media, (4) menilai, dan (5) revisi
1. Menciptakan Hubungan yang
Harmonis.
Langkah pertama dalam pembinaan keterampilan pembelajaran guru adalah menciptakan hubungan yang harmonis antara kepala sekolah dan guru, serta semua pihak yang terkait dengan program pembinaan keterampilan pembelajaran guru. Dalam upaya melaksanakan supervisi akademik memang diperlukan kejelasan informasi antar personil yang terkait. Tanpa kejelasan informasi, guru akan kebingungan, tidak tahu yang diharapkan kepala sekolah, dan meyakini bahwa tujuan pokok dalam pengukuran kemampuan guru, sebagai langkah awal setiap pembinaan keterampilan pembelajaran melalui supervisi akademik, adalah hanya untuk mengidentifikasi guru yang baik dan yang kurang terampil dalam mengajar. Padahal seandainya ada kejelasan infor masi, tentu tidak akan terjadi t erjadi guru guru yang demikian.
Komunikasi antara kepala sekolah dan guru dikatakan efektif apabila a pabila guru benarbenar benar menerima supervisi akademik sebagai upaya pembinaan kemampuannya. Dalam upaya ini, diperlukan kejelasan informasi mengenai hakikat dan tujuan supervisi akademik. Dalam upaya memperjelas program supervisi akademik, tentu diperlukan
suatu
cara
dan
prinsip-prinsip
tertentu
dalam
berkomunikasi.
Bagaimanakah berkomunikasi secara efektif.
Ada sejumlah prinsip komunikasi yang harus har us diterapkan oleh kepala sekolah, sekolah, sebagaimana dikemukakan oleh Marks, Stoops dan Stoops, sebagai berikut. a.
Berbicaralah sebijaksana dan sebaik mungkin mungkin
b.
Ikutilah pembicaraan orang lain secara saksama
c.
Ciptakan hubungan hubungan interpersonal antar personil
d.
Berpikirlah sebelum berbicara
e
Ikutilah norma-norma norma-norma yang berlaku pada latar sekolah
f.
Usahakanlah untuk memahami pendapat orang lain
g.
Konsentrasikan pada pesanmu, bukan pada dirimu sendiri
h.
Kumpulkan materi untuk mengada kan diskusi bila perlu
i.
Persingkat Persingkat pembicaraan
j.
Ciptakan ketidaksanggupan ketidaksanggupan
k.
Bersemangatlah
l.
Raihlah sikap orang lain untuk membantu program
m. Berkomunikasilah Berkomunikasilah dengan dengan ³eye communication´ n.
Selalu mencoba
o.
Jadilah Jadila h pendengar yang baik
p.
Ketahuilah kapan sebaiknya berhenti berkomunikasi berkomunikasi
2. Analisis Kebutuhan
Sebagai langkah kedua dalam pembinaan keterampilan pengajaran guru adalah analisis kebutuhan (needs assessment). Secara hakiki, analisis kebutuhan merupakan upaya menentukan perbedaan antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dipersyaratkan dan yang secara nyata dimiliki. Prinsip supervisi pengajaran yang ketujuh, sebagaimana telah dikemukakan di muka, adalah obyektif, artinya dalam penyusunan program supervisi pengajaran harus didasarkan pada kebutuhan nyata pengembangan profesional guru. Dalam upaya memenuhi prinsip ini diperlukan analisis kebutuhan tentang keterampilan pengajaran guru yang harus dikembangkan melalui supervisi pengajaran. Adapun langkah-langkah menganalisis kebutuhan sebagai berikut. a. Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan atau masalah-masalah pendidikan ± perbedaan (gap) apa saja yang ada antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang nyata dimiliki guru dan yang seharusnya dimiliki guru? Perbedaan di kelompok, kelompok, disintesiskan, disintesiska n, dan diklasifikasi. b. Mengidentifikasi lingkungan dan ha mbatan-hambatannya. mbatan-hambatannya. c. Menetapkan tujuan umum jangka panjang. d. Mengidentifikasi tugas-tugas manajemen yang dibutuhkan fase ini, seperti keuangan, sumber-sumber, perlengkapan perlengkapan dan media.
e. Mencatat prosedur-prosedur untuk mengumpulkan informasi tambahan tentang pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dimiliki guru. Pergunakanlah teknikteknik tertentu, seperti mengundang konsultan dari luar sekolah, wawancara, dan kuesioner. f. Mengidentifikasi
dan
mencatat
kebutuhan-kebutuhan
khusus
pembinaan
keterampilan pembelajaran guru. Pergunakanlah kata-kata perilaku atau performansi. g. Menetapkan kebutuhan-kebutuhan pembinaan keterampilan pembelajaran guru yang bisa dibina melalui teknik dan media selain pendidikan. h. Mencatat dan memberi kode kebutuhan-kebutuhan pembinaan keterampilan pembelajaran guru yang akan a kan dibina melalui cara-cara cara-cara lainnya.
3. Pelaksanaan Supervisi Akademik
Setelah
tujuan-tujuan
pembinaan
keterampilan
pengajaran
berdasarkan
kebutuhan-kebutuhan pembinaan yang diperoleh melalui analisis kebutuhan di atas, kepala sekolah menganalisis setiap tujuan untuk menentukan bentuk-bentuk teknik dan media supervisi akademik yang akan digunakan. digunaka n. Menurut Gwynn (1961), teknikteknik supervisi bila dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu teknik supervisi individual dan teknik supervisi kelompok. Tujuan pengembangan strategi dan media supervisi akademik ini adalah sebagai s ebagai berikut. a. Mendaftar pembinaan-pembinaan keterampilan pengajaran yang akan dilakukan dengan menggunakan teknik supervisi individual. b. Mendaftar pembinaan keterampilan pengajaran yang akan dilakukan melalui teknik supervisi kelompok. c. Mendaftar mengidentifikasi dan memilih teknik dan media supervisi yang siap digunakan untuk membina keterampilan pengajaran guru guru yang diperlukan.
Setelah mengembangkan teknik dan media supervisi akademik, mulailah dilakukan pembinaan keterampilan pembelajaran guru dengan menggunakan teknik dan media tertentu sebagaimana telah dikembangkan. Mengenai teknik-teknik supervisi, baik yang individual maupun kelompok, dan medianya akan diuraikan secara khusus pada akhir bab ini.
5. Penilaian Keberhasilan Supervisi Akademik
Penilaian merupakan proses sistematik untuk menentukan tingkat keberhasilan yang dicapai. Dalam konteks supervisi akademik, penilaian merupakan proses sistematik untuk menentukan tingkat keberhasilan yang dicapai dalam pembinaan keterampilan pembelajaran guru.
Tujuan penilaian pembinaan pembinaa n keterampilan pembelajaran adalah a dalah untuk: (1) Menentukan apakah pengajar (guru) telah mencapai kriteria pengukuran sebagaimana dinyatakan dalam tujuan pembinaan, dan (2) Untuk menentukan validitas teknik pembinaan dan komponen-komponennya dalam rangka perbaikan proses pembinaan berikutnya.
Prinsip dasar dalam merancang dan melaksanakan program penilaian adalah bahwa penilaian harus mengukur performansi atau perilaku yang dispesifikasi pada tujuan supervisi akademik guru. Langkah-langkahnya Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: a. Katakan dengan jelas t eknik-teknik eknik-teknik penilaian. b. Tulislah masing-masing tujuan. c. Pilihlah atau kembangkan instrumen-instrumen pengukuran yang secara efektif bisa menilai hasil yang telah dispesifikasi. d. Uji lapangan untuk mengetahui mengetahui validitasnya. e. Organisasikan, analisis, dan rangkumlah hasilnya.
5. Perbaikan Program Supervisi Akademik
Sebagai langkah terakhir dalam pembinaan keterampilan pengajaran guru adalah merevisi program pembinaan. Revisi ini dilakukan seperlunya, sesuai dengan hasil penilaian yang tela h dilakukan. Langkah-langkahnya Langkah-langkahnya sebagai berikut. a. Me-review rangkuman hasil penilaian. b. Apabila ternyata tujuan pembinaan keterampilan pengajaran guru tidak dicapai, maka sebaiknya dilakukan penilaian ulang terhadap pengetahuan, keterampilan dan sikap guru yang menjadi tujuan pembinaan. c. Apabila ternyata memang tujuannya belum tercapaim maka mulailah merancang kembali program supervisi akademik guru untuk masa berikutnya.
d. Mengimplementasikan program pembinaan yang telah dirancang kembali pada masa berikutnya. sumber : (http://www.khusnuridlo .net/2010/07/lang kah -lang kah-supervisi -akademik.html - Media, Sarana, dan Sumber
Dalam setiap pembinaan keterampilan pembelajaran guru dengan menggunakan teknik supervisi akademik tertentu diperlukan media, sarana, maupun sumber-sumber tertentu. Apabila digunakan teknik buletin supervisi dalam membina keterampilan pembelajaran guru, maka diperlukan buletin sebagai media atau sumbernya. Apabila digunakan teknik darmawisata dan membina guru maka diperlukan tempat tertentu sebagai sumber belajarnya. Apabila digunakan perpustakaan jabatan sebagai pusat pembinaan keterampilan pembelajaran guru maka diperlukan buku-buku, ruang khusus, dan sarana khusus, sebagai sarana dan sumber belajar. Demikianlah seterusnya untuk teknik-teknik supervisi akademik lainnya, semuanya memerlukan media, sarana, dan sumber sebagai penunjang pelaksanaannya. - Instrumen Pengukuran Kemampuan Guru
Pada bab I telah ditegaskan bahwa esensial supervisi akademik itu sama sekali bukan mengukur unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran, melainkan bagaimana membantu guru mengembangkan kemampuan profesionalnya. Meskipun demikian, supervisi akademik tidak bisa terlepas dari pengukuran kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran. Pengukuran kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran merupakan salah satu kegiatan yang tidak bisa dihindarkan dalam proses supervisi pembelajaran (Sergiovanni, 1987). Prinsip dasar ini tampak jelas sekali pada langkah-langkah pembinaan keterampilan pembelajaran guru. Menurut Marks, Stoops dan Stoops, sebagaimana telah dibahas di muka, di mana salah satu langkahnya berupa analisis kebutuhan. Esensial langkah atau fase analisis kebutuhan ini adalah mengukur pengetahuan pengetahuan dan kemampuan untuk menentukan pengetahuan pengetahuan dan kemampuan mana pada guru yang harus dibina. Ini berarti dalam setiap merencanakan dan memprogram supervisi akademik selalu diperlukan instrumen pengukuran. pengukuran.
Instrumen pengukuran ini, baik pengetahuan maupun kemampuan, bila berupa tes-tes tertentu yang secara valid dan reliabel bisa mengukur pengetahuan dan kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran. Khusus untuk mengukur kemampuan guru, karena lebih berbentuk performansi atau perilaku (behavioral), biasanya digunakan instrumen observasi yang mengamati unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran. Instrumen ini banyak diambil dari yang sudah ada, yang sudah valid dan reliabel, maupun dikembangkan sendiri oleh supervisor. Apabila kepala sekolah ingin mengembangkan sendiri instrumen observasi maka disarankan agar merujuk kepada jenis jenis kemampuan pembelajaran yang menang harus dimiliki oleh guru. Setiap jenis kemampuan yang dikembangkan dalam instrumen observasi harus disediakan skala pengukuran. Ada bermacam-macam skala pengukuran, misalnya skala tigas, skala lima, dan skala tujuh. Apabila digunakan skala tiga, maka bentuknya menjadi tidak mampu (1) cukup mampu (2) dan mampu (3) Apabila digunakan skala lima, maka bentuknya menjadi sangat kurang mampu (1) kurang mampu (2) cukup mampu (3) mampu (4) dan sangat mampu (5). Nantinya apabila telah digunakan, maka semakin kecil skor kemampuannya (kategori kemampuannya) berarti semakin perlu dibina. Semakin rendah skornya berarti guru semakin tidak mampu ma mpu mengelola mengelola proses pembelajaran. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI pernah mengembangkan satu instrumen pengukuran yang disebut dengan Alat Penilaian Kemampuan Guru (APKG). APKG ini merupakan instrumen yang kembangkan dan resmi digunakan untuk mengukur kemampuan guru yang bersifat generic essensial. Dikatakan generic karena kemampuan tersebut secara umum harus dimiliki oleh setiap guru bidang studi apapun. Dikatakan essential karena kemampuan tersebut merupakan kemampuan-kemampuan yang penting saja. Ini tidak berarti bahwa kemampuan yang lain tidak perlu melainkan masih sangat diperlukan hanya harus diukur melalui instrumen lainnya (Depdikbud (D epdikbud,, 1982). 1982). sumber : (http://www.khusnuridlo.net/2010/07/langkah-langkah-supervisi-akademik.html
E. K ONSEP KINERJA
Kinerja merupakan terjemahan dari kata performance (Job Performance), Performance), secara etimologis performance berasal dari kata to perform yang berarti menampilkan atau melaksanakan, sedang kata performance berarti ³The act of performing; execution´( execution ´( Webster Super New School and Office Dictionary ), menurut Henry Bosley Woolf performance Woolf performance berarti ³The execution of an action´ (Webster New Collegiate Dictionary ) Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja atau performance berarti tindakan menampilkan atau melaksanakan suatu kegiatan, oleh karena itu performance sering juga diartikan penampilan kerja atau prilaku kerja. Berikut ini akan dikemukakan beberapa definisi kinerja untuk lebih memberikan pemahaman akan maknanya Tabel 5.1. Pendapat Para Pakar tentang pengertian kinerja No
1.
2.
Pengertian kinerja
Pendapat
Performance diartikan sebagai hasil pekerjaan, atau
(Pariata Westra et al.
pelaksanaan tugas pekerjaan
1977:246).
kinerja adalah proses kerja dari seorang individu untuk Bateman (1992:32) mencapai hasil-hasil tertentu,
3.
Prestasi Kerja atau penampilan kerja (performance) Nanang Fattah (1999:19) diartikan sebagai ungkapan kemampuan yang disasari oleh pengetahuan, sikap, dan ketrampilan dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu,
4.
5.
Performance is defined as the record of outcomes Bernardin dan Russel produced on a specified job function or activity during a
dalam dala m Ahmad S Ruky
specific time period
(2001:15)
Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas A. Anwar Prabu dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
Mangkunegara
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab
(2001:67)
yang diberikan kepadanya. 6.
basically, it (performance) means an outcome ± a result. Murray Ainsworth et.el
It is the end point of people, resources and certain
(2002:3)
environment being brought together, with intention of producing certain things, whether tangible product or less tangible service. To the extent that this interaction results in an outcome of the desired level and quality, at agreed cost levels, performance will be judged as satisfaktory, good, or excellent. To the extent that the outcome is disappointing, for whatever whatever reason, performance will be judged as poor or deficient
Dari beberapa pengetian kinerja di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan suatu kemampuan kerja atau prestasi kerja yang diperlihatkan oleh seorang pegawai untuk memperoleh hasil kerja yang optimal. Dengan demikian istilah kinerja mempunyai pengertian akan adanya suatu tindakan atau kegiatan yang ditampilkan oleh seseorang dalam melaksanakan aktivitas tertentu. Kinerja seseorang akan nampak pada situasi dan kondisi kerja sehari-hari. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya menggambarkan bagaimana ia berusaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut A. Menurut A. Dale Timpe dalam bukunya Performance sebagaimana dikutip oleh Ch. Suprapto (1999:14) dikemukakan bahwa Kinerja adalah akumulasi dari tiga elemen yang saling berkaitan yaitu keterampilan, upaya, dan sifat-sifat keadaan eksternal. Keterampilan dasar yang dibawa seseorang ke tempat pekerjaan dapat berupa pengetahuan, kemampuan,
kecakapan
interpersonal dan
kecakapan teknis.
Keterampilan diperlukan dalam kinerja kinerja karena karena keterampilan merupakan aktivitas yang muncul dari seseorang akibat suatu proses dari pengetahuan, kemampuan, kecakapan interpersonal, dan kecakapan teknis. Upaya dapat digambarkan sebagai motivasi yang diperlihatkan untuk menyelesaikan pekerjaan. T ingkat ingkat keterampil ketera mpilan an berhubungan dengan apa yang ³dapat dilakukan´, sedangkan ³ upaya´ berhubungan dengan apa yang ³akan dilakukan´. Kondisi eksternal adalah faktor-faktor yang terdapat dilingkungannya yang mempengaruhi kinerja. Kondisi eksternal merupakan fasilitas dan lingkungan kerja yang mendukung produktivitas/kinerja karyawan, interaksi antara faktor internal dengan eksternal untuk menghasilkan sesuatu dengan kualitas tertentu merupakan unsur yang membentuk kinerja, ini sejalan dengan pendapat
Dalam mencapai tujuan tidak terlepas dari unsur manusia dan unsur non manusia. Oleh karena itu, kinerja yang ditunjukan oleh unsur-unsur tersebut akan menunjukan kemampuan organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Sebagai pegawai akan selalu dituntut tentang sejauh mana kinerja pegawai tersebut dalam melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaannya, apakah mereka berkinerja tinggi/memuaskan atau berkinerja rendah/jelek. Dengan demikian, seorang pegawai dalam penilaian kerja oleh atasannya selalu dihubungkan dengan kinerja. Dari pendapat di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa kinerja merupakan suatu kemampuan kerja atau prestasi kerja yang diperlihatkan oleh seseorang dalam memperoleh hasil kerja yang optimal. Sejalan dengan itu menurut pendapat Sedarmayanti (1995:53) pengertian kinerja dengan menunjuk pada ciri-cirinya sebagai berikut : ³Kinerja dalam suatu organisasi dapat dikatakan meningkat jika memenuhi indikator-indikator antara lain : Kualitas hasil kerja, Ketepatan waktu, Inisiatif, Kecakapan, Komunikasi yang baik´. berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai dan dapat diperlihatkan melalui kualitas hasil kerja, ketepatan waktu, inisiatif, kecakapan dan komunikasi yang baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja
Kinerja menunjukan suatu penampilan kerja seseorang dalam menjalankan peran dan fungsinya dalam suatu lingkungan tertentu termasuk dalam organisasi. Dalam kenyataannya, banyak faktor yang mempengaruhi prilaku seseorang, sehingga bila diterapkan pada pekerja, maka bagimana dia bekerja akan dapat menjadi dasar untuk menganalisis latar belakang yang mempengaruhinga . Menurut Sutermeister (1976:45) produktivitas ditentukan oleh kinerja pegawai dan teknologi, sedangkan kinerja pegawai itu sendiri tergantung pada dua hal yaitu kemampuan dan motivasi. Bila digambarkan akan na mpak sebagai berikut Sementara itu Gibson et al (1995: (1995 : 56), memberikan gambaran lebih rinci dan komprehensif tentang faktor±faktor yang berpengaruh terhadap performance/kinerja, yaitu : a. Variabel Individu, meliputi kemampuan, keterampilan, mental fisik, latar belakang keluarga, tingkat sosial, pengalaman, demografi (umur, asal ± usul, jenis kelamin). b. Variabel Organisasi, meliputi meliputi sumber sumber daya, kepemimpinan, kepemimpinan, imbalan, struktur struktur desain pekerjaan.
c. Variabel Psikologis Psikologis yang meliputi persepsi, persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. pendapat
tersebut
menggambarkan
tentang
hal-hal
yang
dapat
membentuk
atau
mempengaruhi kinerja seseorang, faktor individu dengan karakteristik psikologisnya yang khas serta faktor organisasi berinteraksi dalam suatu proses yang dapat mewujudkan suatu kualitas kinerja yang dilakukan oleh seseorang dalam melaksanakan peran dan tugasnya dalam organisasi. Sementara itu
ane K . Z ane
Quible (2005:214) berkaitan dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja manyatakan: ³basic ³basic human traits affect employees¶ job related behaviour and performance. These human traits include ability, aptitude, perception, values, interest, emotions, needs and personality ´. Ability Ability atau kemampuan kemampuan akan menentukan bagaimana seseorang dapat melakukan pekerjaan, bakat akan berperan dalam membantu melaksanakan pekerjaan jika ada kesesuaian dengan jenis pekerjaannya, demikian juga halnya dengan persepsi, konsep diri, nilai-nilai, minat, emosi, kebutuhan dan kepribadian. Semua itu akan berpengaruh berpengaruh terhadap dorongan (motivasi) seseorang dalam melaksanakan melaksanaka n pekerjaannya. Dengan demikian kajian tentang kinerja memerlukan juga pembahasan tentang motivasi sebab prilaku seseorang dalam melaksanakan pekerjaan tidak terlepas dari dorongan yang melatarbelakanginya. Dorongan untuk melakukan atau mengerjakan sesuatu dapat bersifat intrinsik dan ekstrinsik, dorongan intrinsik merupakan dorongan yang timbul timbul dari dalam da lam diri seseorang dan mengarah pada suatu objek tertentu untuk berbuat atau berprilaku, sementara dorongan ekstrinsik merupakan dorongan akibat rangsangan-rangsangan dari luar yang dalam hal ini faktor organisasi dan kepemimpinan dapat dipandang sebagai contoh faktor eksternal yang akan mempengaruhi pada kinerja seseorang dalam organisasi. Kedua dorongan tersebut dapat berjalan sendiri-sendiri maupun bersamaan, perwujudan dalam bentuk prilaku pada dasarnya menunjukan tentang intensitas dorongan tersebut, dimana bila intensitasnya rendah maka kecenderungan prilakunya pun akan menunjukan kualitas yang rendah demikian juga sebaliknya, oleh karena itu pemahaman tentang motivasi dapat memperdalam pemahaman tentang a pa dan bagaimana prilaku seseorang dalam mengerjakan sesuatu baik dalam konteks kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan organisasi. Dorongan merupakan daya penggerak kinerja, namun demikian tanpa dibarengi dengan kemampuan, kinerja yang akan terwujud tidak akan optimal sesuai dengan yang diharapkan
James M. Higgins (1982:28) dalam bukunya Human Relations, Concept and Skills mengemukakan suatu model siklis proses motivasi dan kinerja ³A cyclical Model of the Motivation/Performance Process´ dalam bentuk bagan nampak seperti dalam gambar 2.8. Dari gambar tersebut, nampak bahwa Kinerja seseorang berkaitan dengan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi memp engaruhinya, nya, baik yang bersifat internal interna l yang melekat dala m individu vidu itu sendiri maupun yang bersifat bersifat eksternal ekst ernal dari lingkungan kerja, juga Dari bagan tersebut di atas dapat deperoleh beberapa pemahaman tentang kinerja dan motivasi, dengan disatuka nnya kedua hal tersebut sebagai sebaga i unsur yang dipengaruhi dipengar uhi menunjukan
bahwa
berinteraksi,
kinerja
dan
oleh
berbagai berbaga i faktor
motivasi merupakan sesuatu yang ya ng terus menerus
kinerja kinerja merupakan merupakan dimensi perwujudan dari prilaku sedangkan motivasi motivasi
merupakan dimensi dimensi internal dari prilaku seseorang. seseorang. Pertama ada faktor kebutuhan kebutuhan yang perlu dipuaskan dipuaskan dan perwujudannya perwujudannya ditentukan oleh bagaimana sikap manajer dan organisasi dalam dala m berupaya memenuhinya, keadaan keadaa n ini akan a kan diikuti dengan langkah-langkah yang dilakukan oleh organisasi dalam menawarkan pemuas kebutuhan tersebut. Penawaran Penawaran pemuasan tersebut akan diperhatikan dan
direspon
sesuai
dengan dengan
pertimbangan pertimbangan
perbandingan perbandingan antara a ntara pemuas dan tindakan yang disyaratkan atau diminta oleh organisasi, jika penilaian terhadap pemuas kebutuhan tersebut tersebut positif maka seseorang (pekerja) (pekerja) akan aka n terdorong untuk melakukan atau meningkatkan upaya-upaya dalam melaksanakan pekerjaan, namun upaya tersebut tidaklah cukup melainkan perlu dibarengi dengan kemampuan yang berkaitan dengan pekerjaan yang harus dilakukannya, kombinasi antara upaya yang termotivasi dengan kemampuan akan melahirkan kinerja, dengan kinerja yang telah diwujudkan maka akan diperoleh pemuas kebutuhan, kemudian hal itu akan dinilai oleh pekerja yang kemudian akan memutuskan apakah apaka h akan melanjutkan dengan kinerja yang sama sama atau tidak. Kinerja merupakan gambaran tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi. Oleh karena itu bila ingin tercapainya tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, maka perlu memperhatikan faktorfaktor yang dapat mempengaruhi kinerja tersebut. Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (Ability) dan faktor motivasi ( Motivation). Motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Keith Davis (1994:484) (1994:484) yang dikutip oleh A. Anwar Prabu Mangkunegara Mangkunegara (2001:67) (2001:67) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi mempengaruhi kinerja a dalah : 1.
Faktor Motivasi Motivasi terbentuk dari sikap seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakan diri pegawai yang terarah untuk
mencapai tujuan organisasi. Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal. Pegawai akan mampu mencapai kinerja maksimal jika ia memiliki motivasi tinggi. 2.
Faktor Kemampuan Secara psikologis kemampuan ( Ability) Ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi ( IQ) IQ) dan kemampuan reality ( K nowledge nowledge + Skill ). ). Artinya pegawai yang memiliki IQ di atas rata-rata ( IQ 110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil tera mpil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.
berdasarkan pendapat ahli di atas jelaslah bahwa faktor kemampuan dapat mempengaruhi kinerja karena dengan kemampuan yang tinggi maka kinerja pegawaipun akan tercapai, sebaliknya bila kemampuan pegawai rendah atau tidak sesuai dengan keahliannya maka kinerjapun tidak akan tercapai. Begitu juga dengan faktor motivasi yang merupakan kondisi yang menggerakan diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal.
http://uharsputra.word //uharsputra.wordpress.com/pend press.com/pendidikan/pen idikan/pengem gem bangan-kinerja-guru/ ) sumber : (http:
F. KINERJA GURU
Guru adalah kondisi yang diposisikan sebagai garda terdepan dan posisi sentral di dalam pelaksanaan proses pros es pembelajaran. Berkaitan dengan itu, maka guru a kan menjadi bahan pembicaraan banyak orang, dan tentunya tidak lain berkaitan dengan kinerja dan totalitas dedikasi dan loyalitas pengabdianny p engabdiannya. a. Sorotan tersebut lebih bermuara kepada ketidakmampuan guru didalam pelaksanaan proses pembelajaran, sehingga bermuara kepada menurunnya mutu pendidikan. Kalaupun sorotan itu lebih mengarah kepada sisi-sisi kelemahan pada guru, hal itu tidak sepenuhnya dibebankan kepada guru, dan mungkin ada system yang berlaku, baik sengaja ataupun tidak akan berpengaruh terhadap permasalahan tadi.
Banyak hal yang perlu menjadi bahan pertimbangan kita, bagaimana kinerja guru akan berdampak kepada pendidikan bermutu. Kita melihat sisi lemah dari system pendidikan nasional kita, dengan gonta ganti kurikulum pendidikan, maka secara langsung atau tidak akan berdampak kepada guru itu sendiri. Sehingga perubahan kurikulum dapat menjadi beban beban psikologis bagi guru, dan mungkin juga akan dapat membuat guru frustasi akibat perubahan tersebut. Hal ini sangat dirasakan oleh guru yang memiliki kemampuan minimal, dan tidak demikian halnya guru professional. Selain itu, kinerja guru juga sangat ditentukan oleh output atau keluaran dari Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), sebagai institusi penghasil tenaga guru, LPTK juga memiliki tanggungjawab dalam menciptakan guru berkualitas, dan tentunya suatu ketika berdampak kepada pembentukan SDM berkualitas pula. Oleh sebab itu LPTK juga memiliki andil besar di dalam mempersiapkan guru seperti yang disebutkan diatas, berkualitas, berwawasan serta mampu membentuk SDM mandiri, cerdas, bertanggungjawab dan berkepribadian. Harapan ke depan, terbentuk sinergi baru dalam lingkungan persekolahan, dan perlu menjadi perhatian adalah terjalinnnya kinerja yang efektif dan efisien disetiap struktur yang ada dipersekolahan. Kinerja terbentuk bilamana masing-masing struktur memiliki tanggungjawab dan memahami akan tugas dan kewajiban masing-masing. masing-masing. Era reformasi dan desentralisasi pendidikan menyebabkan orang bebas melakukan kritik, titik lemah pendidikan akan menjadi bahan dan sasaran empuk bagi para kritikus, adakalanya kritik yang diberikan dapat menjadi sitawar sidingin di da lam memperbaiki kinerja guru. Akan tetapi tidak tertutup kemungkinan pula akan dapat membuat merah telinga guru sebagai akibat dari kritik yang diberikan, hal ini dapat memberikan dampak terhadap kinerja guru yang bersangkutan. Apapun kritik yang diberikan, apakah bernilai positif atau negative kiranya akan menjadi masukan yang sangat berarti bagi kenerja guru. Guru yang baik tidak akan pernah putus asa, dan menjadi kritikan sebagai pemicu baginya di dalam melakukan perbaikan dan pembenahan diri di masa yang akan datang. Kritik terhadap kinerja guru perlu dilakukan, tanpa itu bagaimana guru mengetahui kinerja yang sudah dilakukannya selama ini, dengan demikian akan menja di bahan renungan bagi guru untuk perbaikan lebih lanjut.
Indikator suatu bangsa sangat ditentukan oleh tingkat sumber daya manusianya, dan indicator sumber daya manusia ditentukan oleh tingkat pendidikan masyarakatnya. Semakin tinggi sumber daya manusianya, maka semakin baik tingkat pendidikannya, dan demikian pula sebaliknya. Oleh sebab itu indicator tersebut sangat ditentukan oleh kinerja guru. Bila kita amati di lapangan, bahwa guru sudah menunjukan kinerja maksimal di dalam menjalan tugas dan fungsinya sebagai pendidik, pengajar dan pelatih. Akan tetapi barangkali masih ada sebagian guru yang belum menunjukkan kinerja baik, tentunya secara akan berpengaruh terhadap kinerja guru secara ma kro. Ukuran kinerja guru terlihat dari rasa tanggungjawabnya menjalankan amanah, profesi yang diembannya, rasa tanggungjawab moral dipundaknya. Semua itu akan terlihat kepada kepatuhan dan loyalitasnya di dalam menjalankan tugas keguruannya di dalam kelas dan tugas kependidikannya di luar kelas. Sikap ini akan dibarengi pula dengan rasa tanggungjawabnya mempersiapkan segala perlengkapan pengajaran sebelum melaksanakan proses pembelajaran. Selain itu, guru juga sudah mempertimbangkan akan metodologi yang akan digunakan, termasuk alat media pendidikan yang akan dipakai, serta alat penilaian apa yang digunakan di dalam pelaksanaan evaluasi. Kinerja guru dari hari kehari, minggu ke minggu dan tahun ke tahun terus ditingkatkan. Guru punya komitmen untuk terus dan terus belajar, tanpa itu maka guru akan kerdil dalam ilmu pengetahuan, akan tetap tertinggal akan akselerasi zaman yang semakin tidak menentu. Apalagi pada kondisi kini kita dihadapkan pada era global, semua serba cepat, serba dinamis, dan s erba kompetitif. Kinerja guru akan menjadi optimal, bilamana diintegrasikan dengan komponen persekolahan, apakah itu kepala sekolah, guru, karyawan maupun anak didik. Kinerja guru akan bermakna bila dibarengi dengan nawaitu yang bersih dan ikhlas, serta selalu menyadari akan kekurangan yang ada pada dirinya, dan berupaya untuk dapat meningkatkan atas kekurangan tersebut sebagai upaya untuk meningkatkan kearah yang lebih baik. Kinerja yang dilakukan hari ini akan lebih baik dari kinerja hari kemarin, dan tentunya kinerja masa depan lebih baik dari kinerja hari ini. Semoga.) sumber :
(http://re-searchengines.com/isjoni12.html http://re-searchengines.com/isjoni12.html))
F. Manajemen Kinerja Kinerja Guru Dalam perspektif manajemen, agar kinerja guru dapat selalu ditingkatkan dan mencapai standar tertentu, maka dibutuhkan suatu manajemen kinerja (performance management). Dengan mengacu pada pemikiran Robert Bacal (2001) dalam bukunya Performance Management di bawah ini akan dibicarakan tentang manajemen kinerja guru. Robert Bacal mengemukakan bahwa manajemen kinerja, sebagai : ³« sebuah proses komunikasi yang berkesinambungan dan dilakukan dalam kemitraan antara seorang karyawan dan penyelia langsungnya. Proses ini meliputi kegiatan membangun harapan yang jelas serta pemahaman mengenai pekerjaan yang akan dilakukan. Ini merupakan merupaka n sebuah sistem. Artinya, ia memili ki sejumlah bagia n yang semuanya harus harus diikut sertakan, kalau sistem manajemen kinerja ini hendak memberikan nilai tambah bagi organisasi, manajer dan karyawan´. Dari ungkapan di atas, maka manajemen kinerja guru terutama berkaitan erat dengan tugas kepala sekolah untuk selalu melakukan komunikasi yang berkesinambungan, melalui jalinan kemitraan dengan seluruh guru di sekolahnya. Dalam mengembangkan manajemen kinerja guru, didalamnya harus dapat membangun harapan yang jelas serta pemahaman tentang : Fungsi kerja esensial yang diharapkan dari para guru. 1. Seberapa besar kontribusi pekerjaan guru bagi pencapaian tujuan pendidikan di sekolah.melakukan pekerjaan dengan baik´ 2. Bagaimana guru dan kepala sekolah bekerja sama untuk mempertahankan, memperbaiki, maupun mengembangkan kinerja guru yang sudah ada sekarang. 3. Bagaimana prestasi kerja akan diukur. 4. Mengenali berbagai hambatan ha mbatan kinerja dan berupaya menyingkirkannya. menyingkirkannya. Selanjutnya, Robert Bacal mengemukakan pula bahwa dalam manajemen kinerja diantaranya meliputi perencanaan kinerja, komunikasi kinerja yang berkesinambungan dan evaluasi kinerja.
Perencanaan kinerja merupakan suatu proses di mana guru dan kepala sekolah bekerja sama merencanakan apa yang harus dikerjakan guru pada tahun mendatang, menentukan bagaimana kinerja harus diukur, mengenali dan merencanakan cara mengatasi kendala, serta mencapai pemahaman bersama tentang pekerjaan itu. Komunikasi yang berkesinambungan merupakan proses di mana kepala sekolah dan guru bekerja sama untuk saling berbagi informasi mengenai perkembangan kerja, hambatan dan permasalahan yang mungkin timbul, solusi yang dapat digunakan untuk mengatasi berbagai masalah, dan bagaimana kepala sekolah dapat membantu guru. Arti pentingnya terletak pada kemampuannya mengidentifikasi dan menanggulangi kesulitan atau persoalan sebelum itu menjadi besar. Evaluasi kinerja adalah salah satu bagian dari manajemen kinerja, yang merupakan proses di mana kinerja perseorangan dinilai dan dievaluasi. Ini dipakai untuk menjawab pertanyaan, ³ Seberapa baikkah kinerja seorang guru pada suatu periode tertentu ?´. Metode apapun yang dipergunakan untuk menilai kinerja, penting sekali bagi kita untuk menghindari dua perangkap. Pertama, tidak mengasumsikan masalah kinerja terjadi secara terpisah satu sama lain, atau ³selalu salahnya guru´. Kedua, tiada satu pun taksiran yang dapat memberikan gambaran keseluruhan tentang apa yang terjadi dan mengapa. Penilaian kinerja hanyalah sebuah titik awal awa l bagi diskusi serta diagnosis lebih lanjut. Sementara itu, Karen Seeker dan Joe B. Wilson (2000) memberikan gambaran tentang proses manajemen kinerja ki nerja dengan apa yang disebut disebut dengan siklus manajemen kinerja, yang
terdiri
dari
tiga
fase
yakni
perencanaan,
pembinaan,
dan
evaluasi.
Perencanaan merupakan fase pendefinisian dan pembahasan peran, tanggung jawab, dan ekpektasi yang terukur. Perencanaan t adi membawa pada fase pembinaan,± pembinaan,± di mana ma na guru dibimbing dan dikembangkan ± mendorong atau mengarahkan upaya mereka melalui dukungan, umpan balik, dan penghargaan. Kemudian dalam fase evaluasi, kinerja guru dikaji dan dibandingkan dengan ekspektasi yang telah ditetapkan dalam rencana kinerja. Rencana terus dikembangkan, siklus terus berulang, dan guru, kepala sekolah, dan staf administrasi , serta organisasi terus t erus belajar dan tumbuh. Setiap fase didasarkan didasarkan pada masukan dari fase sebelumnya sebelumnya dan menghasilkan menghasilkan keluaran, yang pada gilirannya, menjadi masukan fase berikutnya berikutnya lagi. Semua dari ketiga fase Siklus Manajemen Kinerja sama pentingnya bagi mutu proses dan ketiganya harus
diperlakukan secara berurut. Perencanaan harus dilakukan pertama kali, kemudian diikuti Pembinaan, dan akhirnya Evaluasi. Dengan tidak bermaksud mengesampingkan arti penting perencanaan kinerja dan pembinaan atau komunikasi kinerja. Di bawah ini akan dipaparkan tentang evaluasi kinerja guru. Bahwa agar kinerja guru dapat ditingkatkan dan memberikan sumbangan yang siginifikan terhadap kinerja sekolah secara keseluruhan maka perlu dilakukan evaluasi terhadap kinerja guru. Dalam hal ini, Ronald T.C. Boyd (2002) mengemukakan bahwa evaluasi kinerja guru didesain untuk melayani dua tujuan, yaitu : (1) untuk mengukur kompetensi guru dan (2) mendukung pengembangan profesional. Sistem evaluasi kinerja guru hendaknya memberikan manfaat sebagai umpan balik untuk memenuhi berbagai kebutuhan di kelas (classroom needs), dan dapat memberikan peluang bagi pengembangan teknik-teknik baru dalam pengajaran, serta mendapatkan konseling dari kepala sekolah, pengawas pendidkan atau guru lainnya untuk membuat berbagai perubahan di dalam kelas. Untuk mencapai tujuan tersebut, seorang evaluator (baca: kepala sekolah atau pengawas sekolah) terlebih dahulu harus menyusun prosedur spesifik dan menetapkan standar evaluasi. Penetapan standar hendaknya dikaitkan dengan : (1) keterampilanketerampilan dalam mengajar; (2) bersifat seobyektif mungkin; (3) komunikasi secara jelas dengan guru sebelum penilaian dilaksanakan dan ditinjau ulang setelah selesai dievaluasi, dan (4) dikaitkan dengan pengembangan profesional guru . Para evaluator hendaknya mempertimbangkan aspek keragaman keterampilan pengajaran yang dimiliki guru. dan menggunakan berbagai sumber informasi tentang kinerja guru, sehingga dapat memberikan penilaian secara lebih akurat. Beberapa prosedur evaluasi kinerja guru yang dapat digunakan oleh evaluator, diantaranya : 1.
Mengobservasi
kegiatan kelas (observe classroom ac tivities). Ini merupakan bentuk umum
untuk mengumpulkan data dalam menilai kinerja guru. Tujuan observasi kelas adalah untuk
memperoleh gambaran secara representatif tentang kinerja guru di dalam kelas. Kendati demikian, untuk memperoleh tujuan ini, evaluator dalam menentukan hasil evaluasi tidak cukup dengan waktu yang relatif sedikit atau hanya satu kelas. Oleh karena itu observasi dapat dilaksanakan secara formal dan direncanakan atau secara informal dan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu sehingga dapat diperoleh informasi yang bernilai (valuable)
2. Meninjau kembali rencana pengajaran dan catatan ± catatan dalam kelas. Rencana pengajaran dapat merefleksikan sejauh s ejauh mana guru dapat memahami tujuan-tujuan tujuan-tujuan pengajaran. Peninjauan catatan-cataan dalam kelas, seperti hasil test dan tugas-tugas merupakan indikator sejauhmana guru dapat mengkaitkan antara perencanaan pengajaran , proses pengajaran dan t esting (evaluasi). 3. Memperluas jumlah orang-orang yang terlibat dalam evaluasi. Jika tujuan evaluasi untuk meningkatkan pertumbuhan kinerja guru maka kegiatan evaluasi sebaiknya dapat melibatkan berbagai pihak sebagai evaluator, seperti : siswa, rekan sejawat, dan tenaga administrasi. Bahkan self evaluation akan memberikan perspektif tentang kinerjanya. Namun jika untuk kepentingan pengujian kompetensi, pada umumnya yang bertindak sebagai evaluator adalah kepala sekolah dan pengawas. Setiap hasil evaluasi seyogyanya dilaporkan. Konferensi pasca-observasi dapat memberikan umpan balik kepada guru tentang kekuatan dan kelemahannya. Dalam hal ini, beberapa hal yang harus diperhatikan oleh evaluator : (1) penyampaian umpan balik dilakukan secara positif dan bijak; (2) penyampaian gagasan dan mendorong untuk terjadinya perubahan pada guru; (3) menjaga derajat formalitas sesuai dengan keperluan untuk mencapai tujuan-tujuan tujuan-tujuan evaluasi; (4) menjaga keseimbangan antara pujian dan kritik; (5) memberikan umpan balik yang bermanfaat secara secukupnya dan tidak berlebihan.
DAFTAR PUSTAKA
Bacal, Robert. 2001. Performance Management. Terj.Surya Darma dan Yanuar Irawan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Boyd, Ronald T. C. 1989. Improving Teacher Evaluations; Practical Assessment, Research& Evaluation´. Evaluation´. ERIC Digest. .
Seeker, Karen R. dan Joe B. Wilson. 2000. Planning Succesful Employee Performance (terj. Ramelan). Jakarta : PPM.
Alfonso, RJ., Firth, G.R., G. R., & Neville, R.F.1981. Instructional Supervision, Supervision, A Behavior System, Boston: Allyn and Bacon, Inc., p. 45.