LAPORAN PENGUJIAN SUSU SEGAR “SUSU KAMBING” yang dilaksanakan di
LABORATORIUM KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVESITAS BRAWIJAYA
Oleh:
ADHITYA FAJAR GANGGA P, S.KH 15013100011025
PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2017
1
DAFTAR ISI DAFTAR ISI .............................................................................................. 2 BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................... 3 1.1 Latar belakang ..................................................................................... 3 1.2 Rumusan Masalah............................................................................... 4 1.3 Tujuan ................................................................................................. 4 1.4 Manfaat ............................................................................................... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 5 2.1 Susu Kambing ..................................................................................... 5 2.2 Perkembangan Populasi Ternak Kambing .......................................... 5 2.3 Standar Susu Segar SNI ..................................................................... 6 BAB III MATERI dan METODE ................................................................ 7 3.1 Waktu dan Tempat PPDH ................................................................... 7 3.2 Peserta PPDH ..................................................................................... 7 3.3 Metode Pelaksanaan PPDH ................................................................ 7 3.4 Prosedur Pengujian ............................................................................. 7 3.4.1 Pemeriksaan Organoleptik Susu Kambing ................................... 7 3.4.2 Uji Kebersihan .............................................................................. 7 3.4.3 Uji Alkohol ..................................................................................... 8 3.4.4 Uji Didih ........................................................................................ 8 3.4.5 Uji PH ........................................................................................... 8 3.4.6 Uji Titrasi Asam ............................................................................. 8 3.4.7 Uji Berat Jenis............................................................................... 9 3.4.8 Uji kadar Lemak ............................................................................ 9 3.4.9 Uji Kadar Protein .......................................................................... 10 3.4.10 Uji Jumlah Sel Somatis .............................................................. 10 3.4.11 Uji Mikrobiologi Susu ................................................................. 11 3.4.12 Uji Cemaran E. coli menggunakan Media EMBA....................... 12 3.4.12 Uji Cemaran Salmonella sp. ...................................................... 13 3.4.14 Uji Pemalsuan Susu .................................................................. 13 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 14 4.1 Hasil Pengujian Susu Kambing ........................................................... 14 4.2 Pembahasan Pengujian Susu Kambing .............................................. 15 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 18 5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 18 5.2 Saran ................................................................................................... 18 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 19
2
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Susu merupakan salah satu bahan pangan asal hewan yang bernilai gizi tinggi, mudah dicerna dan mengandung zat-zat nutrisi yang diperlukan oleh manusia seperti lemak, protein, karbohidrat dan mineral. Hingga saat ini susu yang banyak dikonsumsi masyarakat adalah susu sapi (Winarno, 1993). Susu segar merupakan salah satu pangan hewani yang kaya zat gizi dan mudah dicerna karena berbentuk cair. Susu segar diperoleh dari ternah perah baik sapi, kambing atau kerbau (Zain, 2013). Susu kambing merupakan alternatif dari susu sapi yang sering dikonsumsi masyarakat. Susu kambing memiliki protein terbaik setelah telur. (Atmiyati, 2001). Berikut merupakan tabel perbandingan nutrisi antara susu sapi, ASI dan susu kambing menurut Departemen Pertanian Amerika (United State Department of Agriculture), USDA. Tabel 1. Perbandingan Nutrisi pada Susu Sapi, Susu Kambing dan ASI (Sumber: USDA, 2009)
Susu kambing di Indonesia kurang mendapat perhatian dibandingkan susu sapi. Selain karena harganya yang relatif mahal, masyarakat lebih mengenal susu kambing sebagai obat dan mengonsumsinya tanpa diolah terlebih dahulu. Faktanya, susu kambing merupakan sumber protein yang baik. Hal ini disebabkan karena susu kambing memiliki butir lemak yang lebih kecil dibandingkan susu sapi dan jumlah asam lemak rantai pendek yang lebih banyak sehingga lebih mudah dicerna. (Sagitarini dkk, 2013).
3
Kandungan gizi pada susu kambing juga lebih lengkap. susu kambing memiliki kandungan flourine yang berkisar antara 10-100 kali lebih besar dibandingkan susu sapi. Flourine bermanfaat sebagai antiseptik alami yang dapat membantu menekan pembiakan bakteri dalam tubuh. Namun, standar khusus mutu susu kambing di Indonesia belum tersedia, tetapi persyaratan susu segar dapat mengacu pada SNI 016366-2000 (Suwito dkk, 2014). Menurut SNI, jumlah cemaran bakteri total pada susu segar adalah 1 x 106 CFU/ml. Jumlah bakteri kontaminasi bisa terus bertambah sejalan umur susu atau waktu penyimpanan. Susu kambing di dunia Eropa telah memiliki standar jumlah cemaran, namun di Indonesia standar khusus untuk susu kambing belum tersedia. Namun untuk persyararatan dapat menggunakan standar susu segar SNI 01-3141-2011. Pengujian ini ditujukan untuk mengetahui keamanan susu kambing melalui uji kualitas fisik maupun mikrobiologis yang dibandingkan dengan standar SNI. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam pengujian ini adalah 1. Bagaimana kualitas fisik dan mikrobiologis susu kambing yang sesuai dengan SNI ? 1.3 Tujuan Tujuan dari pengujian Laboratorium sampel susu kambing ini adalah 1. Mengetahui kualitas susu kambing yang sesuai dengan SNI dengan pengujian fisik dan mikrobiologi. 1.4 Manfaat Manfaat yang diperoleh dari pengujian ini yakni 1. Memberikan informasi kualitas fisik dan mikrobiologis susu kambing dan membandingkannya dengan standar keamanan pangan SNI sehingga susu kambing aman untuk dikonsumsi.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SUSU KAMBING Susu segar merupakan cairan yang berasal dari kambing hewan mamalia sehat dan bersih yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun kecuali pendinginan (SNI 3141. 2011). Susu kambing segar merupakan susu yang diperoleh dari induk kambing tidak kurang dari 3 hari setelah kelahiran dan pada susu tersebut tidak dikurangi dan tidak ditambahkan komponen lain serta tidak boleh mengalami suatu perlakuan kecuali pendinginan. Penentuan mutu susu kambing digolongkan berdasarkan parameter total mikroba, jumlah somatik sel ambing, lemak dan bahan kering yang ada didalamnya (Thai Agriculture Standart, 2008). Susu Kambing memiliki warna yang lebih putih dan globular lemak susu yang lebih kecil daripada susu sapi. Warna putih pada susu kambing berasal dari kandungan vitamin A pada susu kambing tidak tersusun sebagai pigmen karetenoid seperti pada susu sapi. Globular lemak pada susu kambing berukuran 2 μm jika dibandingkan dengan susu sapi sehingga mudah dicerna pada kondisi gangguan pencernaan (Blakely and Blade, 1991) 2.2
Perkembangan Populasi Ternak Kambing di Indonesia Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia, dari tahun 2010-2014 jumlah populasi ternak Kambing di Indonesia selalu mengalami peningkatan (Tabel 3). Hal ini dapat dijadikan sebagai peluang makin besarnya jumlah produksi susu kambing di Indonesia. Tabel 2. Jumlah Populasi Ternak Kambing di Indonesia
Hewan 2010 2011 2012 Kambing 16620 16946 17906 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2015.
2013 18500
2014 19216
Meskipun populasinya terus meningkat, sayangnya Indonesia saat ini belum memiliki standar khusus untuk susu kambing, sehingga untuk pemeriksaan susu kambing masih menggunakan standar susu segar yang tercantum dalam SNI 01-1341-1998 dan revisi tahun 2011 (Zain, 2013). Berdasarkan komposisi kimianya susu kambing berbeda dari susu sapi karena kandungan total protein, kasein, lemak susu, mineral, dan vitamin A yang lebih banyak dari susu sapi (Haenlein, 2004). Aroma yang khas dari susu kambing segar dalah berasal dari asam lemak volatile yang banya di dalam susu kambing (Chilliard et al., 2003).
5
2.3
Standar Susu Segar sesuai SNI Syarat mutu susu segar belum ada SNI, sehingga proposal ini menggunakan standar nasional Thailand sebagai acuan pengujian mutu susu kambing segar: Tabel 3 Syarat mutu susu kambing segar (TAS 6006:2008)
Karakteristik Warna Rasa Alkohol pH Lemak Protein Berat Jenis Total plate count Koliform Bakteri tahan panas Salmonella sp. Sel somatis Residu antibiotik Pemalsuan
Satuan % % Cfu/ml Cfu/ml Cfu/ml Cell/ml -
Syarat putih Khas Negatif 6,5 – 6,8 3,25 – 3,5 3,1 – 3,4 1.028 (20°C) >105 - 2 x 105 103 103 negatif >106 – 1,5 x 106 Negatif negatif
6
BAB 3 METODOLOGI 3.1
Waktu dan Tempat Koasistensi rotasi kesmavet ini dilakukan mulai tanggal 1 sampai dengan 12 Agustus 2015 yang bertempat di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner (KESMAVET) Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya Malang. 3.2
Peserta dan Pembimbing Peserta koasistensi Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner (KESMAVET) adalah mahasiswa Pendidikan Profesi Dokter Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya. Nama : Adhitya Fajar Gangga P, S.KH NIM : 150130100011025 Dosen pembimbing : drh. Ajeng Erika, M.Si 3.3
Metode Kegiatan Metode yang digunakan dalam koasistensi di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner (KESMAVET) adalah: 1. Melaksanakan pengujian terhadap beberapa sampel raw material dan produk olahan yang berasal dari daging, susu dan telur. 2. Melaksanakan diskusi kelompok dengan dokter hewan pembimbing koasistensi tentang proposal dan laporan hasil pengujian terhadap sampel raw material dan produk olahan. 3. Melaksanakan presentasi sebagai evaluasi hasil kegiatan koasistensi di Laboratorium Kesmavet. 3.4 Prosedur Pengujian Susu Kambing 3.4.1 Uji Organoleptik Prinsip: Pemeriksaan kualitas susu kambing segar meliputi bau, rasa dan warna yang dilakukan dengan menggunakan pancaindra. Pengujian tersebut dilakukan untuk mengetahui kualitas susu secara fisik. Prosedur Pengujian: 5 ml susu kambing segar diletakkan di tabung reaksi atau gelas ukur, dengan latar belakang putih diamati warna, bau, dan rasa. 3.4.2 Uji Kebersihan (SNI 2782:1998) Prinsip: Kotoran yang terdapat di dalam susu akan tampak dengan mata telanjang tertinggal di kertas saring. Alat dan bahan: 1. labu Erlenmeyer, 2. corong kaca, 3. kertas penyaring dan 4. sampel susu.
7
Prosedur pengujian: 1. Tuanglah sampel susu 250 ml secara perlahan melewati corong kaca yang telah diberi kertas saring ke labu Erlenmeyer. 2. Amati kotoran yang tertinggal di kertas saring. 3.4.3 Uji Alkohol (SNI 2782:1998) Prinsip: kestabilan sifat koloidal protein-protein susu tergantung pada selubung air yang menyelimutinya. Susu yang dicampur dengan alkohol yang mempunyai sifat dehidrasi maka protein tersebut akan terkoagulasi sehingga susu akan pecah. Prosedur pengujian: 5 ml susu dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambahakan alkohol 70% dengan volume yang sama. Diamati adanya gumpalan atau pemisahan bagian-bagian protein. 3.4.4 Uji Didih (Tim Penyusun, 2015) Prinsip: untuk mengetahui dengan cepat derajat keasaman susu. Kestabilan kasein susu berkurang jika susu menjadi asam sehingga susu yang tidak baik akan pecah atau menggumpal bila dipanaskan sampai mendidih. Alat dan bahan: 1. tabung reaksi, 2. bunsen dan penjepit kayu, 3. sampel susu kambing segar. Prosedur pengujian : 1. Tabung reaksi diisi dengan 5 ml susu sampel kemudian dengan menggunakan penjepit kayu dipanaskan sampai mendidih. 2. Hasil positif jika adanya gumpalan atau butiran halus pada dinding tabung. 3.4.5 Uji pH (Tim Penyusun, 2015) Prinsip: Pengukuran nilai pH menggunakan pH indikator. Alat dan bahan: gelas piala, kertas pH indikator, dan sampel susu. Prosedur pegujian: diambil 5 ml sampel susu kambing. Kemudian diukur pH dengan mencelupkan kertas pH indikator dan dibiarkan selama 2 detik hingga nilai pH terbaca konstan. 3.4.6 Uji Titrasi Keasaman Soxhlet Henkel (SH) (SNI 2782:1998) Prinsip: Sejumlah susu dengan menggunakan phenolphtalin sebagai indikator ditetesi dengan larutan NaOH sampai warna standar tercapai, jumlah NaOH 0,25 N yang digunakan untuk titrasi 100 ml susu adalah derajat asam dengan satuan Soxhlet Henkel (SH). Alat dan bahan: Tabung Erlenmeyer, pipet Pasteur, gelas piala, buret, fenoftalin 1%, NaOH 0,25 N dan sampel susu.
8
Prosedur pengujian: Sampel cair sebanyak 50 ml dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer, tambahkan 2 ml phenolphtalein. Salah satu labu erlenmeyer tersebut dititrasi dengan larutan 0,25 N NaOH hingga terbentuk warna merah muda yang tetap bila dikocok, kemudian dicatat banyaknya NaOH 0,25N yang terpakai. Penghitungan: Derajad asam = a x 100 b 3.4.7 Uji Berat Jenis (SNI 2782-1998) Prinsip: benda padat yang dicelupkan ke dalam suatu cairan akan mendapatkan tekanan ke atas seberat volume cairan yang dipindahkan. Alat dan Bahan: laktodensimeter yang ditera pada suhu 27,5 oC (26°C), 2 gelas ukur 250 ml, termometer dan sampel susu kambing segar. Prosedur pengujian : 1. Sampel susu 250 ml diaduk dengan cara dituangkan ke gelas ukur satu ke gelas ukur lainnya tanpa menimbulkan buih, setelah itu laktodensimeter dicelupkan ke dalam susu dalam gelas ukur, tunggu sampai goyangan berhenti. 2. Kemudian BJ dilihat pada skala yang ditunjukkan laktodensimeter dan baca suhu yang terlihat pada thermometer. Angka pada laktodensimeter yang tertulis adalah ke-2 dan ke-3 dibelakang koma. Kemudian hasilnya disesuaikan dengan BJ pada suhu 27,50C. 3.4.8 Uji Kadar Lemak (SNI 2782:1998) 1. Metode Gerber Prinsip: H2SO4 merombak dan melarutkan kasein dan protein susu yang lain. Penambahan amylalkohol dan panas akan mencairkan lemak, sehingga butir lemak menjadi lebih besar. Kemudian kadar lemak dapat dibaca menggunakan butirometer. Alat dan bahan : Butirometer Gerber, rak butirometer, pipet volumentrik, sentrifus, sumbat karet, H2SO4 90 % - 91 % , amylalkohol, penangas air ( ± 65oC), sampel susu kambing. Prosedur pengujian : 1. H2SO4 sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam butirometer dengan pipet (lewat dinding tabung) dan ditambahkan 10,75 ml sampel susu dari dinding tabung. 2. Lalu tambahkan 1 ml amylalkohol ke dalam butirometer, kemudian tutup dengan sumbat karet. 3. Kocok dengan sempurna membentuk angka delapan sampai terbentuk warna coklat kehitaman. 4. Masukkan butirometer ke dalam penangas air selama 5 menit dengan suhu 65°C (sumbat karet di bagian bawah).
9
5. Kadar lemak dibaca pada bagian berskala (dinyatakan dalam % yang berarti jumlah gram lemak dalam 100 gram susu). 2. Kadar Bahan Kering (BK) (%) Perhitungan dengan metode Fleishmann (dinyatakan dalam %): BK=1,311.L+2,738 100 (BJ-I)BJ BK=Bahan kering, L=Lemak, BJ=Berat jenis susu pada suhu 27,5°C. 3. Kadar Bahan Kerinng Tanpa Lemak (BKTL) Rumus BKTL: BKTL = BK – L Keterangan: BKTL= Kadar Bahan Kering Tanpa Lemak (%) L =Lemak (%) 3.4.10 Perhitungan Jumlah Sel Somatis 1. Metode Breed (SNI 2897:1998) Prinsip: menghitung jumlah sel somatis dan bakteri dalam 0,01 ml susu dengnan menggunakan pewarnaan breed (methylene blue loddler). Alat kerja: gelas obyek, kertas breed, kawat ose siku, mikroskop, bunsen, eter alkohol, methylene blue loffler, sampel susu. Prosedur pengujian: a. Bersihkan gelas obyek dengan eter alkohol kemudian letakkan di atas kertas breed b. Sampel susu dihomogenkan kemudian diambil menggunakan pipet breed sebanyak 0,01 ml sampel susu dan diteteskan di atas gelas obyek tepat di atas kotak 1 cm2. c. Sebarkan dengan ose siku lalu difiksasi d. Rendam dalam eter alkohol selama 2 menit dan goyanggoyangkan untuk menghilangkan lemak susu e. Teteskan methylene blue loffler, kemudian masukkan kedalam alkohol 96%. f. Hitung sel somatis dengan perbesaran 1000x. g. Jumlah sel somatis dihitung dengan rumus: Jumlah sel somatis=F x B F = faktor mikroskop, B=rataan dari 10-30 lapang pandang 2. California Mastitis Test (CMT) (Tim Penyusun, 2015) Prinsip: pereaksi CMT akan beraksi dengan DNA dari inti sel somatis sehingga akan terbentuk massa kental seperti gelatin. Semakin kental massa yang terbentuk maka semakin tinggi tingkat reaksinya, yang berarti sel somatis semakin tinggi. Alat dan bahan: paddle, pereaksi CMT dan sampel susu. Prosedur pengujian: masukkan 2-3 ml sampel susu ke dalam paddle, kemudian tambahkan dengan pereaksi CMT dalam jumlah
10
yang sama. Dicampur dengan cara memutar secara horizontal selama 20-30 detik (pengamatan tidak boleh lebih 30 detik). Keterangan : Reaksi: +1 : lendir, +2 : lendir kental, +3 : lendir seperti massa gelatin 3.4.11 Pemeriksaan Mikrobiologi Susu 1. Uji jumlah bakteri dengan Total Plate Count (TPC) (SNI 012897-2008) Prinsip Pengujian: Total plate count (TPC) untuk menunjukkan jumlah mikroba yang terdapat dalam suatu produk dengan cara menghitung koloni bakteri yang ditimbulkan pada media agar. Alat dan Bahan: sampel susu kambing segar 1 ml, 12 cawan petri, 7 tabung reaksi, 7 pipet ukur steril 1 ml, bunsen, inkubator, colony counter, gunting, pinset, timbangan, media Plate Count Agar (PCA) dan Buffer Pepton Water (BPW) 0,1%. Prosedur Pengujian: 1. Sebanyak 1 ml sampel diambil secara aseptik dimasukkan kedalam tabung reaksi. 2. Tambahkan larutan BPW 0,1 % hingga 10 ml kedalam tabung reaksi yang sudah berisi sampel tersebut. Ini merupakan larutan dengan pengenceran 10-1. 3. Pindahkan 1 ml suspense pengenceran 10-1 tersebut dengan pipet steril kedalam larutan 9 ml BPW untuk mendapatkan pengenceran 10-2 4. Buat pengenceran 10-3 dan seterusnya dengan cara yang sama seperti pada prosedur sebelumnya sesuai kebutuhan. 5. Tambahkan 15 ml sampai dengan 20 ml PCA yang sudah didinginkan hingga temperature 45oC ± 1oC pada masingmasing cawan. Supaya larutan sampel dan media PCA tercampur seluruhnya, lakukan pemutaran cawan kedepan dan kebelakang atau membentuk angka depalan dan diamkan sampai memadat. 6. Inkubasikan pada suhu 37˚C selama 24 jam sampai 48 jam dengan meletakkan cawan pada posisi terbalik. 7. Untuk perhitungan koloni, hitung jumlah koloni pada setiap seri pengenceran kecuali cawan petri yang berisi koloni menyebar (spreader colony). Pilih cawan yang mempunyai jumlah koloni 25 sampai dengan 250. 2. Uji Cemaran Koliform (VRB) dengan Metode Hitungan Cawan Alat dan Bahan : Cawan petri, tabung reaksi, pipet volumetric, botol media, colony counter, gunting, pinset, jarum inokulasi, stomacher, Bunsen, pH meter, timbangan, magnetic stirrer, pengocok tabung, inkubator, Violet Red Bile Agar (VRB), buffer pepton water (BPW) 0,1%.
11
Prosedur Pengujian: 1. Sebanyak 1 gram sampel dihomogenkan kemudian ditambah dengan 9 ml larutan BPW 0,1% (menjadi pengenceran 1:10 atau 10-1) 2. Sebanyak 1ml larutan dari pengenceran 10-1dipindahkan ke dalam 9 ml larutan BPW 0,1%. Lakukan untuk pengenceran selanjutnya hingga pengenceran 10-3 dengan cara sama. 3. Buka tutup cawan petri sedikit kemudian tuang media VRB cair steril yang telah didinginkan sampai suhu 45o-50oC sebanyak 10-15 ml dan cawan petri ditutup. Selanjutnya cawan digerakgerakkan secara melingkar agar media merata. Biarkan media agar memadat. 4. Diinkubasi dengan posisi tutup dibalik ke dalam inkubator selama 24-48 jam pada suhu 37oC. Hitung jumlah koloni dengan menggunakan colony counter. 3.4.12 Uji cemaran E.coli (SNI 2897:2008) Prinsip: untuk mengetahui pertumbuhan koloni bakteri E. Coli pada media Eosin Methylene Blue Agar (EMBA) yang dapat dilihat langsung dengan mata telanjang. Koloni bakteri E. Coli yang tumbuh merupakan gambaran jumlah mikroorganisme yang terdapat pada sampel. Alat dan bahan: kawat ose, bunsen, cawan petri, inkubator, media EMBA dan sampel susu pengenceran 10-1. Prosedur pengujian: diawali dengan mengambil sampel susu (pengeceran 10-1) dengan kawat ose kemudian distreak di cawan petri yang telah berisi media EMBA. Selanjutnya,diinkubasikan dalam inkubator pada suhu 360C selama 24 jam dengan meletakkan cawan petri pada posisi terbalik. Cawan petri diletakkan secara terbalik karena untuk menghindari terbentuknya lapisan air antara agar dan dasar cawan atau terbentuknya lapisan air pada sisi dan permukaan agar. 3.4.13 Uji Cemaran Salmonella sp. (SNI 2897:2008) Prinsip: pertumbuhan Salmonella pada media selektif dengan pra pengayaan dan pengayaan yang dilanjutkan dengan uji biokimia dan uji serologi. Alat dan Bahan: sampel susu kambing yang diencerkan dalam BPW, cawan petri, ose, bunsen dan media Salmonella Shigella Agar (SSA). Prosedur Pengujian: 1. Sampel susu kambing segar yang sudah diencerkan dalam larutan BPW (pengenceran 10-1) di streak dengan ose pada media SSA. 2. Cawan petri diinkubasi pada suhu 36oC selama 24 jam. 3. Setelah inkubasi, diamati koloni bakteri yang tumbuh pada media SSA. 3. Morfologi koloni Salmonella sp. koloni tidak berwarna, biasanya dengan bagian tengah berwarna hitam
12
1. 2. 3. 4.
5. 6.
3.4.14 Residu Antibiotik (SNI 7424:2008) Prinsip: residu antibiotika akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada media agar. Penghambatan dapat dilihat dengan terbentuknya daerah hambatan sekitar kertas cakram/paper disc. Besarnya diameter daerah hambatan menunjukkan konsentrasi residu antibiotika. Alat dan Bahan: sampel susu kambing, paper disc, mueller hinton agar (MHA) dan bakteri standar Bacillus subtilis yang dibiakkan pada media Nutrien Agar (NA). Prosedur Pengujian: Bakteri Bacillus subtilis dibiakkan pada media NA dan diinkubasi 36oC selama 24 jam. Biakkan bakteri Bacillus subtilis 1 streak ose diencerkan dengan 5 ml NaCl fisiologis. 0,1 ml biakkan bakteri yang sudah diecerkan ditanam pada media MHA secara spreader. Paper disc ditempelkan pada sampel susu kambing selanjutnya diletakkan di atas media MHA yang bercampur dengan bakteri Bacillus subtilis. Diinkubasi suhu 36oC selama 24 jam. Sampel dinyatakan positif mengandung residu antibiotika apabila terbentuk daerah hambatan minimal 2 mm lebih besar dari diameter paper disc (adanya zona bening).
13
BAB IV HASIL DAN PEMBAHSAN 4.1 Hasil Pengujian Susu Kambing Sampel : Susu Kambing Asal Susu : Singosari Tanggal Pembelian : 5 Agustus 2016
Gambar 4.1 Sampel Susu Kambing Tabel 4.1 Hasil Pengujian Susu Kambing
No
3
Jenis Hasil Pengujian Organoleptik Rasa Gurih, segar Bau Khas susu Warna Konsistensi segar Putih kekuningan Agak kental PH indikator 6 PH meter 6.5 Titrasi Asam 8,6oSH
4
Berat Jenis
5
Kadar Lemak %
6 7
Bahan Kering Kadar Bahan Kering Tanpa Lemak (%)
1
2
1,0263 3% 11,96 8,9
14
Standar (TAS, 2008) Khas, normal
6,5-6,8(TAS 6006:2008) 6 – 7,5°SH (SNI 3141.1:2011) 1,0280(TAS 6006:2008) 3,25-3,5 (TAS 6006:2008) 11,7-12 (TAS 6006:2008)
8
Protein (%)
9 10 11
Uji Alkohol Uji Didih Uji Mastitis : - CMT - Sel Somatis Total Plate Count
12 13
Coliform - Metode MPN - Metode Hitung Cawan
14
Escherichia coli Salmonella Staphylococcus aureus
2,9
3,1-3,4 (TAS 6006:2008)
Positif Positif Negatif
>106 cells/ml
23 x 105
2x105 CFU/ml (TAS 6006:2008)
333 (>11000)
103 cfu/ml
35,98 x 103 Positif Positif Positif
4.2 Pembahasan Pengujian Susu Kambing Hasil uji organoleptik pada susu kambing menunjukkan bahwa susu yang diperiksa memiliki warna putih kekuningan, dengan rasa dan aroma yang gurih dan segar serta konsistensi agak sedikit kental. Susu kambing juga bersih dari kotoran.Berdasarkan TAS 6006:2008 dan pertimbangan SNI 3141.1:2011 maka secara organoleptik susu tersebut masih layak untuk dikonsumsi.Pada pengukuran berat jenis susu didapatkan BJ susu kambing sebesar 1,0283 yang menandakan bahwa susu kambing dalam kondisi segar sesuai dengan TAS 6006:2008. Berat jenis susu dipengaruhi oleh kandungan bahan kering di dalamnya sehingga kenaikan bahan kering akan meningkatkan berat jenis susu. Hasil pemeriksaan kadar lemak susu yakni sebesar 3%, bahan kering sebesar 11,96, bahan kering tanpa lemak sebesar 8,9 dan protein sebesar 2,9%. Hal ini sudah sesuai dengan standar TAS 6006:2008 yang digunakan sebagai acuan sehingga dapat dikatakan bahwa sampel susu kambing memiliki komposisi susu yang bagus.Faktor yang mempengaruhi kadar lemak dalam susu antara lain yaitu masa laktasi, cuaca, breed dan pakan.Kadar lemak dipengaruhi oleh asam asetat yang berasal dari pakan hijauan. Prekusor dari asam asetat adalah serat kasar yang berasal dari pakan hijauan. Hijauan yang dimakan oleh ternak, kemudian mengalami proses fermentatif didalam rumen oleh mikroba rumen. Hasil proses fermentatif berupa VFA. VFA terdiri dari propionat, asetat, dan butirat. Asetat masuk kedalam darah dan diubah menjadi asam lemak, kemudian akan masuk ke dalam sel-sel sekresi ambing dan menjadi lemak susu.
15
Kadar bahan kering tanpa lemak adalah bahan kering dikurangi dengan kadar lemak. Menurut Hariono dkk. (2011), bahan kering tanpa lemak (BKTL) dalam susu tersusun atas albumin (kasein dan protein), laktosa, vitamin, enzim, gas dan mineral.Protein merupakan salah satu komponen bahan kering tanpa lemak. Kadar protein susu dipengaruhi oleh jenis pakan yang diberikan pada ternak kambing. Pemberian pakan konsentrat menyebabkan peningkatan pembentukan energi untuk membentuk asam amino yang membantu dalam pembentukan sintesis protein susu. Pengukuran pH didapatkan nilai pH indikator sebesar 6 dan nilai pH meter sebesar 6,5. Pada prinsipnya susu segar mempunyai pH netral, normalnya pH pada susu dapat disebabkan karena adanya kasein, buffer, fosfat, dan sitrat, sedangkan tingkat keasaman susu menurun karena fermentasi laktosa menjadi asam laktat oleh mikroba. Berdasarkan TAS 6006:2008, maka nilai pH pada sampel susu kambing masih berada dalam kisaran normal yang menandakan susu masih layak untuk dikonsumsi, namun perlu diwaspadai karena nilai pH-nya sudah berada pada batas bawah karena bila nilai pH lebih rendah (asam) maka diduga susu mengalami kontaminasi bakteri.
Gambar 4.2 Hasil Uji Alkohol
Susu yang memiliki pH asam menyebabkan kestabilan kasein terganggu sehingga akan menggumpal atau pecah bila dididihkan. Hasil uji didih dan uji alkohol pada sampel susu kambing adalah positif dimana susu pecah dan membentuk gumpalan, sehingga dapat dikatakan bahwa susu kambing dalam kondisi asam. Hal ini didukung dengan perlakuan uji tirasi asam yang menunjukkan hasil titrasi asam sebesar 8,6 oSH dimana semakin besar nilai derajat SH maka semakin asam kondisi susu tersebut. Hasil uji mastitis menggunakan uji California Mastitis Test (CMT) menunjukkan hasil negatif dimana tidak terbentuk lendir. Hal ini menandakan bahwa ambing pada kambing tidak terjadi mastitis sehingga susu kambing tersebut dapat dikonsumsi dengan sehat dan aman.
16
Pemeriksaan mikrobiologi susu kambing meliputi Total Plate Count (Pemeriksaan mikrobiologi susu kambing meliputi Total Plate Count (TPC) untuk menghitung total bakteri, uji cemaran bakteri koliform menggunakan metode MPN dan metode hitung cawan menggunakan media Violet Red Bile Agar (VRB). Hasil perhitungan TPC pada sampel susu kambing sebesar 23 x 105 cfu/ml, hasil ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan standar total bakteri susu kambing normal yaitu 2 x 10 5(TAS 6006:2008). Hal ini membuktikan bahwa sampel susu kambing sudah mengalami kontaminasi bakteri yang cukup tinggi. Hasil ini didukung oleh uji cemaran bakteri koliform melalui metode Most Probable Number (MPN) yang menyebutkan jumlah bakteri koliform >11000 dan hitungan cawan sebanyak 35,98 x 103cfu/ml. Pemeriksaan lanjutan mikrobiologi yakni dengan menginokulasi bakteri pada media selektif Eosin Methylene Blue Agar (EMBA) untuk bakteri Escherichia coli, Mannitol Salt Agar (MSA) untuk bakteri Staphylococcus aureus dan media Salmonella Shigella Agar (SSA) untuk bakteri Salmonella sp.Hasil positif ditunjukkan pada media EMBA dan media MSA, dan hasil negatif pada media SSA. Hal ini menunjukkan adanya bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Tingginya jumlah cemaran bakteri dalam susu tidak terlepas dari manajemen sanitasi pada saat pemerahan. Higiene peralatan dan pemerah juga memiliki pengaruh terhadap besarnya jumlah bakteri pada susu saat sebelum proses pengiriman untuk diproses lebih lanjut. Disamping higienitas peralatan pemerahan, prosedur pemerahan yang baik dan benar (good milking practice), yang mencakup sanitasi kandang dan ternak merupakan upaya untuk meminimalisir cemaran bakteri sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas susu. Penerapan sistem keamanan pangan pada setiap proses produksi melalui Good Farming Prac-tice (GFP), Good Handling Practice (GHP), dan Good Manufacturing Prac-tice (GMP) perlu dilakukan untuk men-gendalikan residu dan cemaran mikroba dalam proses pemerahan susu (Gustiani, 2009).
Gambar 4.3 Bakteri Pada Media EMBA dan Media MSA
17
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil berbagai uji yang dilakukan pada sampel susu kambing dapat disimpulkan bahwa susu kambing memiliki kualitas yang buruk dan tidak layak untuk dikonsumsi sesuai dengan TAS 6006:2008 tentang Goat Milk dan SNI 3141.1:2011 tentang Susu Segar : Bagian 1. 5.2 Saran Perlu dilakukan penerapan manajemen sanitasi yang tepat untuk menghindari cemaran bakteri pada susu kambing dan perlu adanya edukasi cara penyimpanan susu kambing yang benar
18
DAFTAR PUSTAKA Agricultural Standart, 2008. Raw Goat Milk. Dikutip dan diterjemahkan dari www, acfs.go.th. Diakses pada 30 Juli 2016. Atmiyati, 2001. Potensi Susu Kambing sebagai Obat dan Sumber Protein Hewani untuk Meningkatkan Gizi Petani. Temu Teknis Fungsional Non Peneliti. Bogor. Blakely, J Dan D, H, Blade, 1991. The Science of Animal Hubandry. Printice Hall Inc. New Jersey. Chilliard. 2003. A Review of Nutritionla and Psychological Factors Affecting Goat Milk Lipid Synthetis and Lipolysis. Daily Science Journal, 86: 1751-1770. USA. Haenlein, 2004. Goat Milk in Human Nutrition. Small Ruminant Research 51. Delaware. Sagitarini, dkk. 2013. Kadar Protein dan Nilai Viskositas Susu Kambing Sapera Cilacap dan Bogor. Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 1057-1063. Purwokerto. Suwito, dkk. 2014. Analisis Mikrobiologi Susu Kambing Peranakan Ettawa (PE) dari Kabupaten Sleman Yogyakarta. Jurnal Kedokteran Hewan Vol 8 No 2: 101-104. Yogyakarta. Thai Agricultural Standart. 2008. Raw Goat Milk. National Bureau of Agricultural Commodity and Food Standarts Ministry of Agriculture and Cooperatives. Bangkok. Thailand. Winarno, F. G. 1993. Pangan, Gizi Teknologi dan Konsumen. Jakarta: PT. Gramedia Utama Zain, W. N. H. 2013. Kualitas Susu Kambing Segar di Peternakan Umban Sari dan dan Alam Raya Kota Pekanbaru. Jurnal Peternakan Vol 10 No. 1 Februari 2013, 24-30. Riau.
19