SUSU PASTEURISASI LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN SUSU
Disusun oleh : Nama : Maria Margareta Suprajogi NIM : 13.70.0161 Kelompok B4
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2016
0
1.
PENDAHULUAN
1.1. Deskripsi Acara Praktikum Teknologi Pengolahan Susu mengenai pembuatan susu pasteurisasi kloter B dilangsungkan pada hari Jumat, 20 Mei 2016 di Laboratorium Rekayasa Pangan Universitas Soegijapranata Semarang. Praktikum ini dimulai pada pukul 15.00 WIB yang dibimbing oleh Graytta Intannia, R.R. Panulu P.M, Tjan Ivana Chandra dan Beatrix Restiani selaku asisten dosen. Pembuatan susu pasateurisasi dilakukan dengan menggunakan 2 macam perlakuan yaitu dengan pemanasan pada suhu 72oC selama 15 detik dan pemanasan pada suhu 62oC selama 3 menit. Proses pasteurisasi sendiri merupakan proses yang mampu membunuh mikroorganisme patogen melalui proses pamanasan. Parameter yang diamati dalam praktikum ini adalah jumlah total bakteri sebelum dan setelah pasteurisasi dengan menggunakan metode pour plate.
1.2. Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui efektivitas susu dengan pemanasan metode pasteurisasi dalam mengontrol jumlah bakteri.
1
2.
HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan susu pasteurisasi dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Susu Pasteurisasi Kel
Perlakuan
B1
Susu sebelum pasteurisasi Susu setelah pasteurisasi suhu 72°C selama 15 detik Susu setelah pasteurisasi suhu 62°C selama 3 menit Susu sebelum pasteurisasi Susu setelah pasteurisasi suhu 72°C selama 15 detik Susu setelah pasteurisasi suhu 62°C selama 3 menit Susu sebelum pasteurisasi Susu setelah pasteurisasi suhu 72°C selama 15 detik Susu setelah pasteurisasi suhu 62°C selama 3 menit Susu sebelum pasteurisasi Susu setelah pasteurisasi suhu 72°C selama 15 detik Susu setelah pasteurisasi suhu 62°C selama 3 menit Susu sebelum pasteurisasi Susu setelah pasteurisasi suhu 72°C selama 15 detik Susu setelah pasteurisasi suhu 62°C selama 3 menit
B2
B3
B4
B5
Jumlah total bakteri (CFU/ml) Spreader <3,0x102; 1,7x102 6,7x102 Spreader <3,0x102; 1,0x102 3,2x102 Spreader <3,0x102; 0,1x102 <3,0x102; 0,1x102 Spreader 8,6x104 4,7x102 Spreader 1,37x104 6,9x102
Tabel 1. diatas menunjukkan hasil pengamatan susu pasteurisasi pada seluruh kelompok. Jumlah total bakteri susu sebelum dipasteurisasi menunjukkan hasil yang spreader. Jumlah total bakteri susu setelah dipasteurisasi pada suhu 72oC selama 15 detik menunjukkan hasil yang berbeda-beda pada setiap kelompok. Jumlah total bakteri <3,0x102; 1,7x102 CFU/ ml dimiliki oleh susu pada kelompok B1, B2 dan B3. Jumlah total bakteri pada susu pasteurisasi kelompok B4 adalah sebesar 8,6x104 CFU/ ml sedangkan jumlah bakteri pada susu pasteurisasi kelompok B5 adalah sebesar 1,37x104 CFU/ ml. Penggunaan suhu pasteurisasi sebesar 62oC dengan waktu pasteurisasi selama 3 menit juga menghasilkan jumlah total bakteri yang berbeda-beda pada masing-masing kelompok. Jumlah total bakteri kelompok B1 adalah sebesar 6,7x102 CFU/ ml; pada kelompok B2 sebesar 3,2x102 CFU/ ml; pada kelompok B3 sebesar <3,0x102 CFU/ ml yaitu sebesar 0,1x102 CFU/ ml; pada kelompok B4 sebesar 4,7x102 CFU/ ml dan pada kelompok B5 sebesar 6,9x102 CFU/ ml.
2
3.
PEMBAHASAN
Susu diartikan sebagai cairan yang didapatkan dari sekresi kelenjar ambing (Wardana, 2012). Susu memiliki nutrisi yang lengkap yaitu terdiri dari protein, lemak, laktosa, vitamin, mineral, enzim dan mikroorganisme (Lampert, 1980). Komposisi susu sapi perah adalah sebagai berikut 87,1 % air; 3,9% lemak; 3,4 % protein; 4,8% laktosa dan 0,72% abu (Moehyi, 1992). Komponen nutrisi yang lengkap tersebut menjadikan susu menjadi salah satu sumber makanan yang sangat baik untuk semua kalangan terutama untuk pertumbuhan bayi dan anak. Nutrisi susu yang tinggi tersebut juga sangat mendukung pertumbuhan dari mikroorganisme. Kualitas dari susu segar yang meliputi aroma, warna dan rasa dari susu segar dapat mengalami penurunan ketika mikroorganisme tumbuh pada susu segar (Srujana et al., 2011).
Bakteri yang tumbuh pada susu dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu bakteri pembusuk dan bakteri patogen. Bakteri pemsbusuk yang dapat tumbuh pada susu adalah Micrococcus sp., Pseudomonas sp., dan Bacillus sp. Bakteri tersebut dapat menyebabkan susu menjadi asam dan berlendir yang disebabkan oleh karena penguraian senyawa kompleks seperti protein dan lemak (Suwito, 2010). Coxiella burnetii, Mycobacterium tuberculosis, dan Escherichia coli merupakan beberapa contoh bakteri patogen yang dapat mengkontaminasi susu. Bakteri patogen sendiri merupakan bakteri yang dapat membahayakan kesehatan manusia dimana bakteri ini dapat menyebabkan penyakit pada manusia seperti demam, tuberkolosisi dan gangguan pencernaan (Srujana et al., 2011).
Proses pasteurisasi diketahui dapat membunuh patogen, kapang dan bakteri pembusuk. Proses pasteurisasi adalah salah satu proses yang menggunakan pemanasan untuk membunuh mikroorganisme patogen, akan tetapi tidak menghilangkan semua mikroorganisme (Tamime,2009). Salah satu keuntungan dari proses pasteurisasi adalah mampu mempertahankan komposisi dari susu (Jay, 1996 dalam Suwito, 2010). Pada praktikum kali ini akan dibuat susu pasteurisasi menggunakan dua perlakuan suhu dan waktu pemanasan yang berbeda. Pertama-tama proses pembuatan susu pasteurisasi diawali dengan melakukan sterilisasi pada botol kaca yang akan digunakan. Menurut
3
4
Suriawiria (2005), peralatan dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian harus disterilisasi terlebih dahulu untuk mencegah adanya kontaminasi. Susu segar yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebanyak 200 ml. Susu segar yang telah diukur tersebut dimasukkan ke dalam botol kaca yang telah disterilisasi sebelumnya.
Kemudian dilanjutkan dengan proses pemanasan susu yang berada dalam botol dengan menggunakan 2 perlakuan suhu yang berbeda. Pada botol kaca A dilakukan pemanasan dengan suhu 72oC selama 15 detik, sedangkan pada botol kaca B dilakukan pemanasan dengan suhu 62oC selama 3 menit. Pemanasan dilakukan dengan menggunakan waterbath. Menurut Syarif & Harianto (2011), proses pasteurisasi terbagi menjadi tiga kategori berdasarkan suhu dan waktu yang digunakan. Pemanasan menggunakan suhu 62-63oC selama 3 menit disebut dengan LTLT (Low Temperature Long Time). Pemanasan menggunakan suhu 72oC selama 15 detik disebut dengan HTST (High Temperatur Short Time). Pemanasan menggunakan suhu 131oC selama 0,5 detik disebut dengan UHT (Ultra High Temperature). Berdasarkan teori tersebut dapat diketahui bahwa dalam praktikum ini dilakukan proses pasteurisasi yang tergolong kedalam kelompok LTLT (Low Temperature Long Time) dan HTST (High Temperatur Short Time). Teori ini juga diperkuat oleh teori dari Tamime (2009) yang mengatakan bahwa semakin tinggi suhu yang digunakan maka akan semakin singkat waktu yang dibutuhkan.
Proses pasteurisasi tidak dapat menghilangkan senyawa toksin yang terbentuk, misalnya toksin yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus. Toksin tersebut memiliki karakteristik yang resisten terhadap perlakuan panas pasteurisasi. Oleh karena itu jumlah dari Staphylococcus aureus pada susu segar maupun susu pasteurisasi perlu untuk diperhatikan, apabila konsentrasinya terlalu banyak maka memungkinkan dihasilkannya toksin yang berbahaya (Tortora et al., 2005 dalam de Oliveira et al., 2011). Setelah proses pasteurisasi selesai, susu tersebut harus segera disimpan dalam refrigerator. Menurut Millogo et al. (2015), tujuan dari penyimpanan pada refrigerator adalah untuk memperpanjang umur simpan dari produk susu pasteurisasi yaitu dengan menghambat
pertumbuhan
dari
mikroorganisme
selama
penyimpanan.
FIL
(Internationale Dairy Fédération (1991) dalam Aggad et al. (2010) mengatakan bahwa
5
susu pasteurisasi harus disimpan pada suhu kurang atau sama dengan 6oC. Susu pasteurisasi yang disimpan pada suhu 6oC memiliki umur simpan maksimal selama 7 hari.
Parameter yang digunakan dalam praktikum ini adalah pengukuran total jumlah bakteri dengan menggunakan metode pour plate. Menurut Fardiaz (1992), metode pour plate adalah metode dimana kultur yang akan ditumbuhkan dimasukkan terlebih dahulu kedalam cawan petri kemudian baru dimasukkan media yang digunakan untuk menumbuhkan kultue. Kualitas susu dapat diketahui dengan melakukan penghitungan angka lempeng atau biasa disebur dengan Total Plate Count (SNI 01-6366-2000). Sapi yang sehat dan proses pemerahan susu yang benar akan menghasilkan susu dengan jumlah mikroba sebanyak 5 x 103 per ml, dimana jumlah mikroorganisme tersebut secara alami terdapat pada susu (Jay, 1996 dalam Suwito, 2010). Dalam pengukuran jumlah total bakteri ini dilakukan proses pengenceran. Susu sebelum dipasteurisasi diencerkan sampai dengan 10-5 dan 10-6. Pengenceran sampai dengan pangkat tersebut dikarenakan Menurut Salman & El Nasri (2011) dalam Adil & Eltaf (2013), jumlah total bakteri pada susu yang masih bisa diterima adalah sebanyak 9×105 - 9×106 CFU/ml.
Pengenceran juga dilakukan pada produk susu pasteurisasi yaitu dilakukannya pengenceran sampai dengan pangkat 10-1, 10-2, 10-3. Menurut Suriawiria (2005), tujuan dari pengenceran adalah agar mikroorganisme dapat tumbuh pada media yang telah disiapkan. Media yang digunakan untuk menumbuhkan bakteri pada praktikum ini adalah media Nutrient Agar (NA) steril. Menurut Merck (1998), media NA merupakan media yang cocok digunakan untuk menumbuhkan bakteri dan mikroorganisme lainnya. Proses penginokulasian susu yang telah diencerkan tersebut harus dilakukan secara aspetis, yaitu degan menggunakan masker, menyemprot meja dan tangan dengan alkohol serta dilakukan di dekat api. Menurut Hadioetomo (1993), perlakuan aseptis perlu dilakukan untuk menghindari kontaminasi dari mikroorganisme yang tidak diinginkan.
6
Perhitungan mikroorganisme akan dapat dihitung dengan konsentrasi larutan yang rendah. Mikroorganisme yang terlalu banyak tumbuh pada media akan membentuk koloni sehingga akan menyulitkan penghitungan jumlah koloni. (Suriawiria, 2005) Hasil pengamatan menunjukkan bahwa susu sebelum dipasteurisasi menunjukkan hasil spreader pada seluruh kelompok. Hasil spreader tersebut menunjukkan bahwa total mikroba pada susu segar sangat tinggi. SNI 01-6366-2000 menguraikan bahwa batas Total Plate Count (TPC) pada susu segar adalah < 3 x 104 CFU/ml. Nilai TPC yang >106 CFU/ml mengindikasikan bahwa mikroba yang terdapat pada susu sudah berkembang dalam jumlah yang banyak dan memungkinkan pula terbentuknya toksin. Pengukuran jumlah total bakteri pada susu dapat mengindikasikan proses produksi yang tidak higenis atau tidak efektifnya proses pasteurisasi susu (Tartini & Kauppi, 2003 dalam Adil & Eltaf, 2013). Adanya bakteri Escherichia coli pada susu menandakan bahwa proses penanganan yang kurang tepat dan kondisi lingkungan yang kotor. Selain itu, beberapa kontaminasi didapatkan dari kandang yang tidak bersih, peralatan pemerahan yang kotor dan bakteri yang ada pada udara (Srujana et al., 2011). Jumlah bakteri setelah pasteurisasi adalah sebesar 1×103 CFU/ml (László, 2003 dalam Adil & Eltaf, 2013). Pada hasil pangamatan diketahui bahwa setelah proses pasteurisasi, jumlah mikroorganisme yang tumbuh pada media dapat dihitung. Teori dari Tamime (2009), mengatakan bahwa suhu pasteurisasi yang semakin tinggi memungkinkan semakin terbunuhnya mikroorganisme. Apabila dibandingkan dengan hasil pengamatan, teori tersebut sesuai dengan hasil jumlah total bakteri pada kelompok B1 dan B2, akan tetapi ketidaksesuaian terjadi pada kelompok B3, B4 dan B5 dimana pesteurisasi pada suhu 72oC menghasilkan jumlah total bakteri yang lebih banyak. Ketidaksesuaian tersebut dapat disebabkan oleh karena proses pemindahan kultur kurang aseptis sehingga dapat dimungkinkan adanya kontaminan (Hadioetomo, 1993). Teori tersebut didukung pula oleh teori dari ISO (1981) dalam Aggad et al. (2010) dimana dikatakan bahwa kontaminasi yang perlu diperhatikan tidak hanya berasal dari bahan baku susu saja, akan tetapi juga harus memperhatikan kontaminasi setelah proses pasteurisasi berlangsung.
4.
KESIMPULAN •
Pasteurisasi adalah pengolahan susu dengan menggunakan pemanasan untuk membunuh bakteri patogen dan memperpanjang umur simpan susu.
•
Kualitas dari susu dapat menurun dengan adanya mikroorganisme pada susu.
•
Beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah mikroorganisme awal pada susu sefar adalah proses panangan susu dan kebersihan lingkungan.
•
Proses pembuatan suus pasteurisasi harus dilakukan secara aseptis untuk mencegah terjadinya kontaminasi.
•
Proses pasteurisasi terbagi menjadi 3 kelompok yaitu LTLT (Low Temperature Long Time; HTST (High Temperatur Short Time) dan UHT (Ultra High Temperature).
•
Low Temperature Long Time menggunakan suhu 62oC dengan waktu pemanasan 3 menit.
•
High Temperatur Short Time menggunakan suhu 72oC dengan waktu pemanasan 15 detik.
•
Susu pasteurisasi memiliki jumlah total bakteri yang lebih rendah dari pada susu segar.
•
Suhu pasteurisasi yang semakin tinggi akan membutuhkan waktu pasteurisasi yang semakin cepat.
•
Suhu pasteurisasi yang semakin tinggi mampu membunuh mikroorganisme lebih banyak.
Semarang, 31 Mei 2016 Praktikan,
Asisten Dosen : -Graytta Intannia -Rr. Panulu P.M
Maria Margareta Suprajogi 13.70.0161
7
5.
DAFTAR PUSTAKA
Adil,M,A,S & Eltaf,M,H. (2013). Some Bacterial and Physical Quality of Pasteurized Milk in Khartoum. Journal of Applied and Industrial Sciences 1(2): 30-37. Aggad,H., Bridja,M., Bouhai, A., Benaouali,M., Djebli,A. (2010). Some Quality Aspect of Pasteurized Milk in Algeria. World Journal of Dairy & Food Sciences 5(1): 2124. de Oliveira LP, Soares e Barros LS, Silva VC, Cirqueira MG (2011) Study of Staphylococcus aureus in raw and pasteurized milk consumed in the Reconcavo area of the State of Bahia, Brazil. J Food Process Technol 2:128. Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan I. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hadioetomo, R.S. (1993). Mikrobiologi Dasar dalam Praktek: Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. Gramedia. Jakarta. Lampert, CM. (1980). Modern Dairy Product. New York Publising. Co. Inc. pp. 234255 Merck, E. (1998). Handbook of Microbiology 1st Supplement. Merck KGaA Publisher. Darmstadt. Millogo, V., M. Sissao, A.G. Sidibé, and G.A. Ouédraogo. (2015). Effect of storage time and temperature on raw milk composition of dairy cattle in tropical conditions. African Journal of Dairy Farming and Milk Production; 2 (1): 104108. Moehyi, S. (1992). Penyelenggaraan Makanan Institusi & Jasa Boga. Bhratara. Jakarta. SNI 01-6366-2000 Srujana, G., A.R. Reddy, V.K. Reddy, and S.R. Reddy. (2011). Microbial Quality Of Raw And Pasteurized Milk Samples Collected From Different Places Of Warangal District, (A.P.) India. International Journal of Pharma and Bio Sciences; 2(2): 139-143. Suriawiria, H.U. (2005). Mikrobiologi Dasar. Penerbit Papas Sinar Sinanti. Jakarta.
8
9
Suwito, W. (2010). Bakteri yang sering Mencemari Susu : Deteksi, Patogenesis, Epidemiologi dan Cara Pengendaliannya. Jurnal Litbang Pertanian 29(3). Syarif, E.K. and B. Harianto. (2011). Buku Pintar Beternak dan Bisnis Sapi Perah. Agro Media Pustaka. Jakarta. Tamime, A.Y. (2009). Milk Processing and Quality Management. Blackwell Publishing Ltd. Chichester. Wardana, A. S. (2012). Teknologi Pengolahan Susu. Universitas Slamet Riyadi. Surakarta.
6.
LAMPIRAN
6.1. Perhitungan Rumus CFU/ml = faktor
1
pengemc eran
× jumlah koloni
Susu sebelum pasteurisasi •
Pengenceran 10-5 = spreader
•
Pengenceran 10-6 = spreader
•
CFU/ml = spreader
Susu setelah pasteurisasi suhu 72°C selama 15 detik Kelompok B1 •
Tidak ada pengenceran yang memenuhi syarat = <3,0x102
•
CFU/ml = 10 −1 × 17 = 1,7x102
1
Kelompok B2 •
Tidak ada pengenceran yang memenuhi syarat = <3,0x102
•
CFU/ml = 10 −1 × 10 = 1,0x102
1
Kelompok B3 •
Tidak ada pengenceran yang memenuhi syarat = <3,0x102
•
CFU/ml = 10 −1 × 1 = 0,1x102
1
Kelompok B4 •
Pengenceran yang memenuhi syarat adalah pengenceran 10-3
•
CFU/ml = 10 −3 × 86 = 8,6x104
1
Kelompok B5 •
Pengenceran yang memenuhi syarat adalah pengenceran 10-1, 10-2, 10-3
•
Pengenceran 10-1 = 10 −1 × 49 = 4,9x102
• •
1 1
Pengenceran 10-2 = 10 −2 × 45 = 4,5x103 1
Pengenceran 10-3 = 10 −3 × 36 = 3,6x104 10
11
•
CFU/ml =
4,9x10 2 +4,5x10 3 +3,6x10 4 3
= 1,37x104
Susu setelah pasteurisasi suhu 62°C selama 3 menit Kelompok B1 •
Pengenceran yang memenuhi syarat adalah pengenceran 10-1 & 10-3
•
Pengenceran 10-1 = 10 −1 × 67 = 6,7x102
•
1 1
•
Pengenceran 10-3 = 10 −3 × 59 = 5,9x104
•
CFU/ml = 6,7x102
5,9x10 4
6,7x10 2
= 88,06 = >2
Kelompok B2 •
Pengenceran yang memenuhi syarat adalah pengenceran 10-1 & 10-3
•
Pengenceran 10-1 = 10 −1 × 32 = 3,2x102
•
1 1
•
Pengenceran 10-3 = 10 −3 × 32 = 3,2x104
•
CFU/ml = 3,2x102
3,2x10 4 3,2x10 2
= 100 = >2
Kelompok B3 •
Tidak ada pengenceran yang memenuhi syarat = <3,0x102
•
CFU/ml = 10 −1 × 1 = 0,1x102
1
Kelompok B4 •
Pengenceran yang memenuhi syarat adalah pengenceran 10-1 & 10-2
•
Pengenceran 10-1 = 10 −1 × 47 = 4,7x102
•
1 1
•
Pengenceran 10-2 = 10 −2 × 36 = 3,6x103
•
CFU/ml = 4,7x102
3,6x10 3 4,7x10 2
= 7,66 = >2
Kelompok B5 •
Pengenceran yang memenuhi syarat adalah pengenceran 10-1 & 10-3
•
Pengenceran 10-1 = 10 −1 × 69 = 6,9x102
•
1 1
Pengenceran 10-3 = 10 −3 × 43 = 4,3x104
12
•
4,3x10 4
•
CFU/ml = 6,9x102
6,9x10 2
= 62,32 = >2
6.2. Abstrak Jurnal 6.3. Laporan Sementara