Tanggung jawab Negara Terhadap Hukum Internasional
Firqotun Naziah
[email protected]
DATA BUKU, terdiri dari:
Nama/Judul Buku : Hukum Internasional Bunga Rampai
Penulis/Pengarang : Prof.Dr. Yudha Ardhiwisastra
Penerbit : PT. Alumni
Tahun Terbit : Tahun 2013
Kota Terbit : Bandung
Bahasa Buku : Indonesia
Jumlah Halaman : 268 Halaman
ISBN Buku : 979-414-114-3
DISKUSI/PEMBAHASAN ISI
Buku Hukum Internasional bunga rampai ditulis oleh Prof.Dr. Yudha Bhakti Ardhiwisastra yang merupakan dosen Fakultas Hukum Universitas Padjajaran. Ia menggunakan pendekatan yang tidak semata-mata melihat hukum sebagai suatu perangkat kaidah dan asas saja melainkan dipertautkan juga dengan lembaga-lembaga (institusi) dan proses-proses yang mewujudkan kaidah-kaidah tersebut dalam kenyataan.
Dalam buku ini ada 7 bab dengan berbagai judul yang terkait dengan hukum internasional. Walaupun bukan buku baru, tetapi buku ini memiliki unsur kebaharuan apabila dihubungkan dengan praktik hubungan internasional dimasa sekarang.
Maka dari itu buku ini masih dipakai dan digunakan serta menjadi reverensi dosen-dosen dalam mengajarkan materi tentang hukum internasional kepada mahasiwa karena memang buku ini mudah dipahami isinya.
Buku ini juga banyak sekali mengadaptasi dari buku pengantar hukum internasional mochtar kusumatmaja yang memang masih banyak digunakan sampai sekarang dan menjadi pedoman banyak orang dalam memahami hukum internasional. Buku ini menjelaskan bahwa triparte kehidupan dikemukaan oleh R fairt melalui bukunya, human Types bahwa individu , masyarakat dan hukum harus terima sebagai suatu kenyataan yang ada dalam pergaulan manusia, baik secaa nasional maupun internasional.
Selain itu penulis juga mengungkapkan bahawa kenyataan sosial telah melahirkan bahwa doktrin bahwa kehidupan masyarakat internasional merupakan kenyataan (sebagaimana juga dalam suatu masyarakat nasional negara) yang tidak dapat dibantah sebagai hubungan kehidupan antar manusia. Maka dari itu dalam buku ini dijelaskan ada dua cara yang dapat ditempuh untuk memahami hukum internasional. Yang pertama adalah secara statis dan yang kedua adalah teoritis. Teoritis doktriner melalui berbagai pemahaman filsafat mempelajari dasar hakikat mengikat hukum (baik hukum nasional maupun hukum internasional).
Buku ini juga menyebutkan bahwa ada keterkaitan antara hukum internasional dan hukum alam. Karena hukum alam inilah yang mengharuskan bangsa-bangsa di dunia ini hidup berdampingan secara damai dapat dikembalikan kepada akal manusia (rasio) dan naluri untuk mempertahankan jenisnya.
Padahal wujud hukum positif setiap negara banyak yang berbeda, tetapi bangsa-bangsa atau negara-negara menerima adanya kesamaan asas hukum diantara mereka. Ini menunjukan bahwa mereka sepakat bahwa setiap negara memang membutuhan hukum walapun ada perbedaan dalam penerapannya disetiap negara. Kemudian asas hukum ini dalam hukum internasional positif dituangkan dalam pasal 38 (1) (C) statuta mahkamah internasional.
Tetapi penulis juga menjelaskan walaupun ada kaitannya anatar hukum internasional dan hukum alam, tetapi dapat dikemukakan terhadap teori-teori hukum alam ini sebenarnya sangat samar dan bergantung kepada pendapat subjektif seseorang, misalnya mengenai "keadilan" kepentingan masyarakat internasional.
Dalam buku ini menjelaskan tentang tanggung jawab negara menurut hukum internasional. Disini teori pertama yang muncul adalah tentang pertanggungjawaban. Dimana pertanggungjawaban adalah mengenai suatu kewajiban untuk menebus pembalasan dendam dari seseorang yang kepadanya telah dilakukan suatu tindakan yang merugikan (injury), baik dilakukan oleh orang yang disebut pertama maupun oleh sesuatu yang ada dibawah kekuasaanya.
Yang utama dilakukan adalah pembalasan. Pembalasan dilakukan dengan membalaskan dendam menderitakan orang yang melakukan tindakan merugikan orang. Tetapi seiring berjalannya waktu pembalasan dendam pun digantikan dengan menentukan pampasan yang harus dibayarkan.
Selain itu bentuk kewajiban yang muncul lagi adalah berupa janji tertentu dalam bentuk khidmat. Dari sini dasar pertanggungjawaban telah berubah menjadi 2 rangkap. Yang pertama adalah membayar kerugikan kepada pihak yang dirugikan dan yang kedua adalah menepati janji yang telah diucapkan dengan khidmat dan formal.
Penulis menjabarkan bahwa di dalam sebuah negara persekutuan hidup internasional telah memberikan corak tersendiri terhadap tingkah laku negara yang dapat merugikan negara lain. Negara juga memiliki hak dan kewajibannya masing-masing yang harus dipenuhi dan ditaati. Karena adanya kedaulatan sebagai kemerdekaan dan persamaan derajat.
Apabila suatu negara melanggar kewajibannya maka akan mengakibatkan hak dari negara lain akan terganggu. Karena tanggungjawab demikian lahir karena terjadinya sesuatu perbutan slah yang memiliki kekuatan internasional.
Negara itu sendiri memiliki prinsip internasional yang disebut prinsip fundamental yakni, kedaulatan, pengakuan, pemufakatan, itikad baik, dan membela diri, tanggung jawab internasional dan kebebasan laut lepas. Karena itu pertanggung jawaban negara merupakan pediman penting dalam memberikan karakteristik terhadap hukum internasional.
Selain itu buku ini juga ada tanggung jawab negara bagi perlakuan orang asing dan kelompok rakyat terlatih (RATIH) ditinjau dari aspek tanggungjawab negara.
Dijelaskan bahwa ada dua hal mengapa hukum internasional harus mengatur perlakukan orang asing, yakni pertama karena timbulnya keyakinan yang semakin kuat bahwa manusia tanpa memandang asal-usul, agama atau keturunan, dimana pun ia berada mempunyai hak atas perlindungan hukum.
kedua karena menghadapi kenyataan semakin tinggi mobilitas pergerakan manusia melampaui batas-batas wilayah nasionalnya. Itulah mengapa Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah meminta kepada komisi hukum internasional (Internasional Law Commission, ILC) untuk menyusun formulasi aturan-aturan tentang tanggungjawa negara.
Melalui komisi inilah kemudian lahir apa yang disebut "United Nations Codification of State Responbility". Penulis menuturkan bahwa sekalipun aturan-aturan tentang tanggung jawab negara ini masih dalam proses pertumbuhan. Tetapi prinsip-prinsip dialamnya telah diterima sebagai suatu prinsip umum dari hukum internasional.
Dalam buku ini dijelaskan bahwa imunitas kedaulatan negara sering muncul dalam berbagai praktik pengadilan luar negeri, yaitu dalam permasalahan apakah suatu nagara yang berdaulat masih mendapatkan hak imunitasnya kedaulatannya (soveregin immunity) dihadapan forum pengadilan asing.
Pengadilan-pengadilan di Amerika Serikat merupakan yang pertama merumuskan doktrin imunitas mutlak. Keputusan hakim Marshall dalam perkara The Schooner Exchange lawan Mc Fadonn pada tahun 1812 telah berulang kali dijadikan acuan sebagai sikap judicial mengenai doktrin immunitas mutlak.
Dari keputusan Marshall tersebut dapat dikatakan bahwa sifat dan dasar hukum immunitas nagara asing terhadap jurisdiksi pengadilan setempat merupakan perpaduan antara dua prinsip dasar (fundamental principle) hukum internasional yang keduanyaa merupakan aspek dari kedaulatan, yaitu prinsip teritorial dan kepribadian negara.
Dalam buku ini kedudukan pengadilan nasional dalam tertib hukum internasional terdapat dalam paham positivisme yang mengidentivikasikan isi hukum internasional dengan menunjuk kepada sumber hukum perjanjian dan kebiasaan internasional saja.
Sedangkan bagi hukum internasional positif ketentuan pasal 38 ayat (1) Mahkamah Internasional merupakan satu-satunya sumber formal yang penting. Tetapi dalam tuliannya penulis hanya menulisakan sumber hukum ketiga dan keempat saja dalam kaitannya dengan kedudukan pengadilan nasional. Alsan penulis adalah bahwa melalui kedua sumber hukum pengadilan dapat mengembangkan dirinya ikut berperan dalam tertib hukum internasional.
Lalu penulis juga menuliskan bab tentang yurisdikti negara dakam aktivitas bisnis internasional. Penulis menyebutkan bahwa perkembangan yang ceoat dibidang ilmu dan teknologi telah mengakibatkan semakin tingginya tingkat mobilitas manusia, baik secara nasional maupun internasional.
Tetapi penulis juga menuturkan bahwa mobilitas manusia yang banyak menimbulkan masalah yang berkaitan dengan yurisdiksi ekstrateritorial suatu negara. karena perkembangan hubungan internasional , khususnya dalam bisnis internasional menunjukan bahwa yurisdiksi suatu negara telah dicoba diberlakukan terhadap subjek hukum asing yang melakukan suatu perbuatan hukum.
Menurut penulis praktik yurisdiksi negara terhadap orang, benda atau perbuatan-perbuatan hukum adalah berbeda bagi setiap negara bergantung kepada berbagai faktor yang mengelilinginya. Dan hukum internasional telah melakukan menerapkan yurisdiksi nasional terhadap semua orang (baik warga negara maupun asing), badan hukum dan semua benda yang berada didalam wilayahnya. prinsipnya antara lain, prinsip teritorial, prinsip nasional aktif, prinsip nasional pasif, prinsip perlindungan dan prinsip universal.
Menurut buku ini hukum internasional tidak membatasi yurisdiksi yang dijalankan oleh setiap negara, kecuali pembatasan yang telah terbukti merupakan asas hukum internasional. Namun apabila ada negara yang menyatakan bahwa yurisdiksi suatu negara lain bertentangan dengan hukum internasional, pihak negara yang pertama harus membuktikan hal itu.
Hanya ada satu pembatasan praktis bagi yurisdiksi yang terlalu luas, yaitu bahwa negara-negara tidak akan menjalankan yurisdiksinya atas orang dan benda yang tidak akan menjalankan yurisdiksinya atas orang dan benda yang tidak ada hubungannya dengan negara tersebut.
Lalu dalam buku ini penulis juga menjelaskan tentang konvensi wina 1969 tentang hukum perjanjian internasional. Menurut penulis karena saling membutuhkan antara bangsa-bangsa di berbagai lapangan kehidupan yang mengakibatkan , timbulnya hubungan yang tetap dan terus menerus antara bangsa-bangsa, mengakibatkan pula timbulnya kepentingan untuk memelihara dan mengatur hubungan demikian.
Tujuan Internasional law commision (ILC) sebagai suatu badan yang ditunjuk oleh PBB untuk menyelenggarakan suatu badan yang menyelanggarakn tugas pengkodifikasian hukum perjanjian internasional yang mengatur semua masalah hukum yang timbul dari diadakannya suatu perjanjian internasional yang mengatur semua masalah hukum yang timbul dari diadakannya suatu perjanjian internasional antara negara-negara telah menghabiskan waktu cukup lama dan persiapan kerja kodifikasi ini sudah mulai sejak tahun 1949.
Menurut pasal 11 konvensi Wina kesepakatan untuk mengikatkan diri pada perjanjian dapat dinyatakan melalui berbagai cara yaitu, penandatanganan, pertukaran instrumen yang membentuk perjanjian, ratifikasi, akseptasi, approval dan aksesi atau melalui cara lain yang disetujui, bentuk perjanjian yang sering digunakan adalah penandatangan dan ratifikasi.
Selain itu pasal 8 konvensi wina menyatakan bahwa tindakan seseorang yang mewakili negara, baru mempunyai akibat hukum bilamana tindakan tersebut telah diteguhkan oleh negaranya.
Buku ini juga menjelaskna bagimana penafsiraan perjanjian internasional yang biasanya dianngap sulit oleh kebanyakan orang. Penulis menjelaskna bahwa penafsiran dapat disimpulkan sebagai suatu kegiatan yang dalam usaha memberikan penjelaskan atau pengertian atas kata atau istilah yang kurang jelas maksudnya sehingga orang lain dapat memahaminya.
Tujuannya karena untuk mencari serta menemukan sesuatu hal yang menjadi maksud para pembuatnya menurut penulis kegiatan penafsiran baru dapat dilakukan apabila para peserta perjanjian mempunyai persamaan pendapat atau mempunyai pengertian yang berbeda terhadap istilah atau kata yang sama yang dicantumkan dalam suatu perjanjian.
Menurut penulis perbedaan pendapat dalam penafsiran sering terjadi. Timbulnya hal ini seperti pada umumnya disebabkan adanya berbagai macam pertimbangan yang te;ah mempengaruhi semua pihak pada waktu melakukan penafsiran perjanjian itu. Faktor yang sering terjadi adalah misalnya faktor politik, kebudayaan, pandangan hidup, kepentingan nasional dan sebagainya. Sehingga wajar saja bila terdapat perbedaan pendapat yang mengakibatkan tidak ada lagi titik pertemuan dalam melaksanakan isi perjanjian.
Menurut buku ini dalam bab 5 membahas tentang implikasi beberapa paham filsafat hukum dalam hukum internasional. Dalam mempelajari hukum internasional suatu cara pendekatan tradisional memang sering digunakan yaitu berupa pengkajian hukum internasonal dengan melihat strukturnya yang dibandingkan dengan struktur hukum nasional.
Dipakainya cara demikian sudah tentu tidak akan terlepas dari aliran-aliran filsafat hukum yang mencoba menjelaskan tentang hakikat mengikatnya hukum. Pada bab II sudah dijelaskan bahwa adanya aliran hukum alam yang berusaaha mencoba menjawab dasar hakikat dan mengikatnya hukum termasuk (dalam hukum internasional) yang menimbulkan penafsiran yang berbeda.
Sifat universalisme dan mutlak dari hukum alam yang berintikan ajaran baik dan buruk, adil an tidak adil yang semuanya berlandaskan moral, etika manusia dan ajaran ketuhanan tetap, pada abad kesembilan belas menyebabkan lahirnya positivisme yuridis disamping adanya positivisme sosiologis (yang dipimpin oleh August Comte) tahun 1798-1857.
Apabila dalam positivisme sosiologis hukum diselidiki sebagai suatu gejala sosial, dalama postivisme yuridis hukum dipandang sebagai gejala tersendiri. Seperti pada positivisme sosiologis, pada positivisme yuridispun dianggap kebenaraan hanyalah kenyataan yang ada. Kerena itu bagi positivisme yuridis, satu-satunya hukum yang diterima sebagai hukum merupakan tata hukum, sebab hanya hukum inilah yang dapat dipastikan kenyataan dan kebenaranya.
Selain itu satu aliran filsafat hukum yang cukup berpengaruh dalam hukum internasional ialah mazhab sejarahnya Von Savigny (1779-1861). Pengaruh ajaran ini terasa dalam penerimaan suatu hukum kebiasaan internasional. Von Savigny mebgaharkan bahwa setiap masa terjalin dengan masa sebelumnya sehingga kebudayaan dan hukum hanya dapat berasal dari jiwa bangsa (volksgeist) karena bangsa itu tetap memegang hubungan dengan masa lampau. Sebagaimana ternyata dalam Statuta Mahkamah Internasional, hukum kebiasaan internasional merupakan salah satu sumber hukum internasional yang penting. Artinya, karena selain fungsinya yang dipunyai oleh sumber hukum yang lain, disini dijumpai fungsi parameter untuk menentukan hukum yang hidup
Kelebihan dari buku Hukum Internsional bunga rampai ini menurut saya adalah buku ini menggunakan bahasa Indonesia sehingga mudah dimengerti isinya, dan buku ini juga mudah dipahami, bahasa-bahasa yang digunakan dalam buku ini mudah dimengerti oleh pembaca sehingga pesan-pesan atau ide-ide yang tertuang dalam buku ini tersampaikan kepada pembaca.
Kemudian, cover yang digunakan dalam buku ini menarik dengan dominasi berwarna biru tua, membuat tulian judul dan nama penulis yang berwarna putih langsung terlihat dan mencolok. Lalu terdapat gambar bola dunia/bumi yang menurut saya menggambarkan dunia atau negara-negara diseluruh dunia yang menyangkut hukum internasionalnya.
Buku ini memiliki unsur kebaharuan apabila dihubungkan dengan praktik hu bungan intrnasional dewasa ini. Hal ini terurai misalnya dalam menjelaskan materi yang berhubungan dengan tanggung jawab negara dilihat dari aspek pergaulan internasinoal. Dengan memiliki unsur kebaharuan maka dari itu buku ini masih relevan digunakan sampai sekarang.
Lalu, dalam buku ini tedapat footnote di setiap lembarnya membuat saya sebagai pembaca bisa mengetahui kalimat-kalimat yang dituliskan penulis sumbernya dari mana, apakah dari penulis atau dari referensi-referensi yang digunakan oleh penulis. Dan saat meliht daftar pustaka saya melihat seluruh daftar pustaka penulis sumbernya dari buku dan jurnal, bukan dari google.com atau dari blog.com. karena sumbernya dari buku dan jurnal maka data-data yang digunakan penulis adalah valid.
Dalam buku ini juga terdapat banyak sekali lampiran-lampiran yang penulis tambahkan untuk melengkapi bukunya seperti, lampiran piagam pengesahan perjanjian antara Indonesia dan singapura mengenai penetapan batas laut diselat malaka yang ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia Soeharto, piagam pengesahan Persetujuan antar pemerintah Republik Indonesia dan pemerintah kerajaan Thailand tentang penetapan garis batas landasan kontinental antara kedua negara dibagian utara selat malaka dan laut Andaman yang ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Adam Malik, terdapat pula proses ratifkasi perjanjian internasional dan ratifikasi persetujuan internasional yang bukan bersifat perjanjian.
Selain itu juga terdapat lampiran tentang Draft Articels On state Responbility Adepted By The Internasional Law Commission On first Reading yang terbagi juga dalam beberapa chapter. Selain itu bahasa buku juga mudah dipamai, hal ini memudahkan kita untuk belajar tentang hukum internasional.
Kekurangannya dalam buku ini menurut saya adalah tata letak dalam tulisan-tulisan buku ini kurang rapih. Hal ini menurut saya secara pribadi kurang nyaman dilihat dan lebih cepat membosankan ketika dibaca.
Lalu, tidak ada biodata dari penulis buku ini yaitu Prof.Dr. Yudha Ardhiwisastra. Biodata penulis menurut saya termasuk hal yang harus ada dalam buku. Karena dengan adanya biodata diri dari penulis membuat pembaca mengetahui asal-usul penulis dan sepak terjangnya dalam dunia pendidikan serta dalam penulisan buku.
Kemudian, dalam buku ini juga tidak ada contoh kasus yang digunakan oleh penulis. Menurut saya jika ada contoh kasus maka akan memudahkan pembaca dalam memahami hukum internasional secara lebih real dan saya juga ingin mengetahui bagaimana yang harus dilakukan dilakukan hukum internasional saat menghadapi masalah-masalah internasional menurut buku ini. Dan dalam buku ini tidak ada gambar yang melengkapi. Menurut saya jika ada gambar maka akan menjadi semakin menarik isi dalam buku ini.