TEKHNOLOGI HASIL TERNAK
PENERAPAN TEKNOLOGI CURING PADA DAGING
MAKALAH
Disusun Oleh :
Ilham Ramdani : A.1110061
JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Daging sebagai salah satu bahan pangan asal hewan, kualitasnya tidak hanya ditentukan oleh penanganan ternak semasa hidupnya (sebelum panen) tetapi juga tak kalah pentingnya adalah penanganannya setelah panen (pascapanen). Pemberian pakan berkualitas tinggi pada fase pertumbuhan dan pada saat fase penggemukan semasa hidupnya, tidak akan memberikan kualitas daging yang optimal setelah ternak disembelih jika tidak diikuti dengan penanganan pascapanen yang tepat.
Ada dua hal yang perlu dipertimbangkan dalam penanganan pascapanen produk-produk hasil ternak untuk peningkatan mutunya yakni melalui pengawetan dan pengolahan. Dengan pertimbangan perubahan-perubahan yang dapat terjadi pada daging pascamerta ternak (post mortem) ditinjau dari penggunaan suhu rendah sejak ternak disembelih, dikaitkan dengan mutu yang dihasilkan maka pada materi ini akan membahas teknologi pengawetan dan pengolahan yang dapat dilakukan dalam rangkaian penyediaan daging dan produk olahannya, dikaitkan dengan peningkatan nilai tambah dan pendapatan pada akhirnya.
Saat ini telah banyak teknologi pengolahan daging yang telah diterapkan untuk menjaga kualitas daging, salah sata teknologi pengolahan daging tersebut adalah teknologi curing. Teknologi ini memanfaatkan bahan-bahan kimia untuk menjaga kualitas daging. Curing adalah prosesing daging dengan menambah sodium klorida (NaCl), sodium nitrat atau potasium nitrat (NaNO3 atau KNO3), gula, bumbu-bumbu dan zat aditif lainnya. Tujuan curing adalah flavor, aroma, keempukan, juiciness dan mereduksi kerutan daging. Hal iniliah yang melatarbelakangi penyusunan makalah yang berjudul Penerapan Teknologi Curing Pada Daging.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengertian teknologi curing pada daging?
2. Bagaimana tujuan curing pada daging?
3. Apa saja bahan yang digunakan pada teknologi curing?
4. Bagaimana metode atau prosedur kerja curing pada daging?
5. Apa contoh penerapan teknologi curing pada daging?
C. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian teknologi curing pada daging?
2. Untuk mengetahui tujuan curing pada daging?
3. Untuk mengetahui bahan yang digunakan pada teknologi curing?
4. Untuk mengetahui metode atau prosedur kerja curing pada daging?
5. Untuk mengetahui contoh penerapan teknologi curing pada daging?
D. Manfaat
Adapun manfaat dengan adanya makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai pelengkap tugas kelompok mata kuliah Teknologi Hasil Ternak.
2. Dapat menjadi bahan pustaka tentang teknologi curing pada daging.
3. Sebagai bahan bacaan mengenai pengolahan dan pengawetan daging.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan Umum Daging
Daging diperoleh setelah otot berubah melalui proses penyembelihan atau ternak dimatikan. Selama dan segera setelah penyembelihan ternak, otot mengalami perubahan-perubahan yang mempengaruhi sifat-sifat dan kualitas daging. Daging didefinisikan sebagai semua jaringan tubuh hewan dan produk hasil olahannya yang sesuai untuk dikonsumsi. Daging harus tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang mengkonsumsinya. Termasuk ke dalam definisi daging di atas adalah organorgan seperti hati, ginjal, otak, paru-paru, jantung, limfa, pankreas dan jaringan otot. Daging tersusun atas berbagai macam jaringan tubuh seperti jaringan adiposa, jaringan ikat, jaringan saraf, jaringan epitel dan jaringan otot. Jaringan otot merupakan komponen terbesar dari daging sehingga pembahasan mengenai daging lebih banyak mempelajari sifat dari jaringan otot ini, khususnya otot sekeletal. Namun demikian yang sering dijadikan pembahasan tentang daging adalah hanya urat daging (jaringan otot skeletal) yang dikonversikan menjadi daging setelah hewan dipotong (Suharyanto, 2008).
Bila merujuk pada SNI 01-3947-1995 dan SNI 01-3948-1995 maka daging sapi/kerbau dan kambing/domba dideskripsikan sebagai urat daging yang melekat pada kerangka, kecuali urat daging pada bagian bibir, hidung dan telinga yang berasal dari sapi/kerbau yang sehat waktu dipotong. Sementara untuk daging kuda belum dicantumkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI). Jika merujuk pada SNI, maka daging adalah yang menyatu dengan karkas. Karkas adalah ternak yang telah disembelih kemudian dibuang darahnya, dikuliti (kecuali babi)/dibului pada unggas, dibuang kepalanya dari pangkal kepala, dibuang saluran pencernaanya, dibuang organ dalamnya kecuali ginjal, dibuang kaki depan dan belakang dari lututnya (kecuali babi, utuh). Pada Unggas ada yang memasukkan leher bukan ke dalam kategori bagian karkas (Suharyanto, 2008).
Daging dapat dikategorikan berdasarkan asalnya (jenis ternaknya), yaitu (Suharyanto, 2008) :
Daging merah meliputi daging sapi, babi, kambing, domba, rusa, kerbau, onta, dan lain-lain.
Daging putih meliputi semua jenis unggas, c) daging ikan, yaitu semua produk-produk ikan dan laut; d) daging hewan liar, berasal dari hewan yang belum terdomestikasi.
Setiap jenis ternak memiliki ciri-ciri tersendiri terutama dalam hal warna dan lemaknya. Hal ini dapat dijadikan pegangan dalam membedakan jenis daging berdasarkan asal ternaknya. Karaktersitik tersebut adalah (Suharyanto, 2008) :
1. Daging sapi
Warna merah khas daging sapi: warna gelap, warna keungu-unguan dan akan berubahmenjadi merah chery bila daging tersebut kontak dengan oksigen terbatas.
Serat daging halus dan sedikit berlemak tergantung letak daging dalam karkas.
Konsistensi padat.
Lemak berwarna kekuning-kuningan.
2. Daging kerbau
Daging berwarna lebih merah dari daging sapi.
Serat otot/daging agak kasar.
Lemaknya berwarna putih.
3. Daging kuda
Warna daging kecoklatan, jika terkena udara luar warnanya menjadi gelap.
Serat otot/dagingnya kasar dan panjang.
Konsistensi padat.
Di antara serat tidak terdapat lemak.
Lemak berwarna kuning emas dengan konsistensi lunak karena banyak mengandung olein.
4. Daging domba
Warna merah khas domba, merah lebih gelap.
Daging terdiri dari serta-serat halus yang sangat rapat jaringannya.
Konsistensi cukup padat.
Diantara otot-otot dan bawah kulit terdapat banyak lemak.
Lemak berwarna putih.
Daging domba jantan berbau khas.
5. Daging kambing
Daging berwarna lebih pucat dari domba.
Lemak berwarna putih.
6. Daging babi
Daging berwarna pucat merah muda, daging bagian punggung yang banyak mengandung lemak, biasanya nampak putih kelabu.
Daging berserat halus.
Konsistensi kurang padat.
Baunya spesifik, lemak jauh lebih lembek dibanding daging sapi/kambing.
7. Daging ayam
Warna daging pada umumnya keputih-putihan.
Serat daging halus.
Konsistensi kurang padat.
Warna putih kekuning-kuningan dengan konsistensi lunak.
8. Daging kelinci
Warna hampir sama dengan daging ayam
Konsistensi kurang padat
B. Pengertian Teknologi Curing Pada Daging
Curing merupakan proses pemeraman daging dengan menggunakan garam sendawa (garam salpeter) biasanya dalam bentuk NaNO2, NaNO3, KNO2 dan KNO3; garam dapur, bumbu-bumbu, fosfat (Sodium tripolifosfat/STPP) dan bahan-bahan lainnya. Tetapi biasanya curing dilakukan hanya dengan garam salpeter/sendawa dan garam dapur saja dan kemudian, ditambahkan bahan-bahan lainnya bila akan dibuat produk olahannya (Suharyanto, 2008).
Curing itu sendiri merupakan cara mengawetkan daging secara kimiawi. Produk dari daging curing ini disebut dengan cured meat. Biasanya cured meat ini merupakan produk intermediate daging karena setelah dicuring, daging bisa diolah menjadi olahan lainnya, misalnya sosis, bakso dan lain-lainnya. Curing pada daging ini dimaksudkan untuk meningkatkan warna merah daging, menstabilkan flavor, mengawetkan dan lain-lainnya. Jadi bila menghendaki produk daging (misalnya sosis) dengan warna merah cerah daging, maka perlu dicuring dengan nitrit (Firman, 2011).
Curing memiliki tiga tujuan utama, yaitu pengawetan (preservation), rasa (flavor) dan warna (color). Curing daging membutuhkan garam yang merupakan bahan pengawet pangan pertama digunakan manusia. Garam telah menjadi bahan penting dalam pengawetan produk-produk peternakan dan perikanan. Pada tingkat tertentu, garam mencegah pertumbuhan beberapa tipe bakteri yang bertanggung jawab dalam pembusukan daging. Garam dapat mencegah pertumbuhan bakteri, baik yang disebabkan oleh efek penghambat langsung dari bakteri maupun oleh efek pengeringan yang dimiliki bakteri dalam daging (Heni, 2007).
Curing merupakan teknik pengawetan daging dengan menggunakan garam dalam konsentrasi tertentu. Seiring dengan berkembangnya rantai dingin, metode curing dinilai tidak efisien namun curing tetap dilakukan dengan tujuan membentuk sifat sensoris daging. Curing bertujuan untuk memperpanjang masa simpan daging,menghambat aktibitas mikrobia terutama Clostridium botulinum, memperbaiki flavor dan tujuan utamanya adalah memperbaiki warna daging menjadi merah pink. Penyebab warna merah karena bakteri mengubah nitrat menjadi nitrit, nitrit dipecah menjadi NO (nitroso) yang kemudian berekasi dengan pigmen daging (mioglobin) membentuk nitrosochemochromagen sehingga terbentuk warna merah menarik dan haemoglobin. Nitrit mampu memberikan flavor yang spesifik kemungkinan dikarenakan adanya reaksi antara nitrit dengan komponen volatile daging. Contoh produk olahan daging curing yang banyak di pasaran seperti adalah bacon (daging babi, sapi, kalkun), sosis (hotdog, franks, cocktaill), cornet dan dendeng (Rahmawati, 2011).
C. Mekanisme Curing Pada Daging
Mekanisme curing menurut Winarno (2002) dalam Septa (2010) adalah nitrit bereaksi dengan gugus sulfhidril dan membentuk senyawa yang tidak dapat dimetabolisasi oleh mikrobia dalam kondisi anaerob. Pada daging, nitrit membentuk nitroksida yang dengan pigmen daging akan membentuk nitrosomioglobin yang berwarna merah cerah.
Pembentukan nitrooksida dapat terlalu banyak jika hanya menggunakan garam nitrit, oleh sebab itu biasanya digunakan campuran garam nitrat dan garam nitrit. Garam nitrat akan tereduksi oleh bakteri nitrat menghasilkan nitrit. Peranan garam nitrat sendiri sebagai bahan pengawet masih dipertanyakan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapat bahwa nitrat tidak dapat mencegah kebusukan, bahkan akan mempercepat kebusukan dalam keadaan aerobik Septa (2010).
D. Bahan Yang Digunakan Pada Teknologi Curing
Bahan yang digunakan pada teknologi curing adalah sebagai berikut (Hidayat, 2012) :
1. Nitrat / Nitrit
Nitrat/nitrit berfungsi untuk fiksasi warna merah daging, antimikrobial terutama Clostridium botulinum, dan menstabilkan flavor. Nitrit dan nitrat merupakan bahan tambahan yang dapat memperbaiki warna dan rasa daging pada proses curing. Selain itu, nitrit pun dapat mencegah pertumbuhan clostridium botulinum yang bersifat racun bila dikonsumsi manusia sehingga menyebabkan botulisme. Nitrit dapat berubah menjadi nitrit oksida yang akan bergabung dengan myoglobin (Mb). Myoglobin merupakan pigmen yang menentukan warna merah alami pada daging yang tidak diasin. Setelah itu nitrit oksida dan myoglobin berubah menjadi nitrit oksida myoglobin (NOMb). Nitrit yang digunakan dalam pengasinan daging ini telah diproduksi secara komersial dengan nama sodium nitrite.
Nitrat merupakan sumber nitrit. Nitrat akan diubah menjadi nitrit kemudian diubah menjadi NO melalui reduksi. Reduksi terjaid karena adanya aktivitas mikrobia. Di Amerika Serikat, penggunaan sodium nitrite dalam proses curing daging telah diatur secara legal oleh sebuah regulasi yang dikembangkan Departemen Pertanian AS (USDA). Pembatasan dalam penggunaan nitrit sangat diperlukan karena nitrit akan bersifat racun bila dikonsumsi dalam dosis yang berlebihan.
reduksi
NaNO3 ------> NANO2
reduksi
NANO2 ------> NOHO
reduksi
NOHO ------>NO
nitrosasi
NO+mioglobin ---------> NOMetmioglobin
nitrosasi
NOMetmioglobin --------->NOmioglobin
Pada curing biasanya dikombinasikan antara nitrit dan nitrat. Apabila hanya garam nitrit yang ditambahkan maka waktu yang diperlukan untuk berubah menjadi NO cepat, apabila berlebih akan langsung bereaksi dengan N atau gugus amin sekunder membentuk nitrosamine yang karsinogenik. Jika hanya garam nitrit yang ditambahkan maka reksinya lambat dan tidak efektif karena memerlukan waktu utuk merubah nitrat menjadi NO.Jadi keduanya dikombinasikan agar saling melengkapi. Dosis masing-masing menjadi lebih rendah.
2. Garam
Garam berfungsi sebagai pembangkit flavor yang khas dan antimikrobial. Garam merupakan bahan utama dalam curing. Penambahan garam pada konsentrasi tertentu mampu menghambat pertumbuhan mikrobia karena garam berperan dalam dehidrasi sehingga merubah tekanan osmosis. Selain itu, garam berfungsi sebagai flavour modifier. Apabilla hanya ditambahnkan garam saja, maka hasilnya tidak baik karena menyebabkan produk menjadi kasar, asin, gelap (warna tidak menarik), kenampakan dan flavor tidak disenangi konsumen. Oleh karena itu harus dikombinasikan dengan senyawa lain seperti gula, nitrat dan atau nitrit.
3. Gula
Gula berfungsi untuk memperbaiki flavor, mengurangi rasa asin akibat penambahan garam,mengurangi kekerasan akibat adanya penambahan garam (pelunak), mempengaruhi warna melalui karamelisasi. Waktu curing yang lama akan memberi kesempatan bakteri untuk memanfaatkan gula sebagai sumber nutrient. Gula efektif sebagai pemgawet karena menghambat pertumbuhan bakteri.
4. Angkak
Pertama kali angkak dikenal oleh masyarakat Cina sebagai hung-chu atau hong-qu. Angkak merupakan yang sejenis dengan pangan tape atau tempe di Indonesia. Masyarakat Cina memenfaatkan angkak sebagai bahan tambahan makanan maupun minuman sebagai bahan pengobatan tradisional. Angkak berasal dari hasil fermentasi beras dengan menggunakan kapang merah. Nama lain dari angkak adalah Monascus Powder karena terkait dengan genus kapang yang paling umum digunakan yaitu kapang Monascus spp. Sedangkan powder merujuk pada produk angkak yang berada di pasaran. Terdapat dua spesies kapang Monascus yang umum dipakai pada proses fermentasi untuk menghasilkan angkak, yaituMonascus purpureus dan Monascus ruber.
Sementara beras yang digunakan sebagai bahan baku adalah beras putih berkualitas baik, Cina memanfaatkan angkak sebagai bahan tambahan dalam pengolahan ikan dan daging. Angkak di sini berfungsi sebagai pewarna, pembangkit rasa, dan pengawet. Angkak juga sedang dikaji di Jerman sebagai pengganti nitrit atau nitrat yang umum digunakan pada proses kuring. Kuring merupakan proses pengawetan daging yang berfungsi sebagai pewarna merah pada daging.
5. Bumbu - Bumbu
Bumbu-bumbu adalah penting untuk meningkatkan flavor sehingga meningkatkan kesukaan pada konsumen. Selain itu bumbu juga bersifat antimikrobial dan antioksidan sehingga berperan mengawetkan. Fosfat, berfungsi untuk meningkatkan kekenyalan produk dan mengurangi pengkerutan daging selama proses pengolahan serta menghambat oksidasi produk. Beberapa olahan tidak menggunakan fosfat, jadi bersifat pilihan saja. Khusus nitrat/nitrit, penggunaannya harus dibatasi karena bila berlebihan bisa berdampak negatif bagi yang mengkonsumsinya. Kadar akhir nitrit pada suatu produk harus tidak lebih dari 200 ppm dan nitrat tidak lebih dari 500 ppm.
Bahan-bahan pengasinan dapat dimasukkan ke dalam daging dengan tiga alternatif lain, yaitu dengan suntikan jarum, suntikan arteri, dan pompa setik. Di negara-negara maju, proses pengasinan sangat mudah dilakukan oleh siapa saja karena semua bahan, alat dan tempat untuk proses pengasinan tersebut dapat diperoleh dalam satu produk yang terjual secara komersial.
6. Sodium Erythorbate
Asam erythorbate dan asam askorbat mengembangkan dan menstabilkan daging curing dengan mereduksi metmioglobin menjadi mioglobin. Kelebihan asam askorbat adalah sebagai antioksidan terhadap kepudaran warna, menstabilkan warna dan flavor.
7. Air
Air selain sebagai carrier, juga penting untuk mengatur juiceness dari produk yang dihasilkan.
E. Prosedur Kerja Teknologi Curing Pada Daging
Proses curing membutuhkan garam dalam konsentrasi tertentu untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Jumlah garam yang ditambahkan dalam daging sangat bergantung pada kondisi lingkungan seperti temperatur dan tingkat keasaman (pH). Kondisi tersebut akan mempengaruhi keefektifan fungsi garam sehingga tidak ada batasan pasti yang menentukan konsentrasi garam dalam proses curing (Heni, 2007).
Secara garis besar, curing dapat dilakukan dengan cara kering dan basah. Cara kering adalah dengan mengolesi/menaburkan campuran bahan curing secara merata ke seluruh bagian daging, dilakukan proses yang bersifat tradisional karena merupakan metode pengasinan yang telah berusia tua Curing kering ini bahan-bahannya adalah 26% NaCl, 5% KNO3, 0,1% NaNO2 dan 0,5 - % sukrosa. Curing secara basah adalah dengan merendam daging ke dalam larutan yang mengandung bahan-bahan curing, lazim dinamakan dengan pengasinan tangki. Caranya adalah merendamkan daging ke dalam larutan garam dengan perbandingan 1:1. Larutan garam yang dibuat adalah 26% NaCl, 2 – 4% KNO3, 0,1% NaNO2. Perendaman dilakukan selama 10 – 20 hari. Selain direndam, cara basah ini bisa dilakukan dengan injeksi larutan curing (Heni, 2007).
Curing dapat dilakukan, baik pada daging segar (cured-raw meats) maupun daging olahan (cured-cooked meats). Cured-raw meats tidak mengalami proses pemanasan selama pengolahannya, sedangkan cured-cooked meat mengalami proses pemanasan, seperti pasteurisasi atau sterilisasi. Metode curing dapat dikelompokkan sebagai berikut (Hendry, 2011) :
Dry curing
Metode ini merupakan cara tradisional, terutama untuk cured-raw meats. Daging diselimuti garam dan disimpan pada suhu rendah. Garam kemudian akan memasuki jaringan daging. Pada saat yang bersamaan, cairan juga akan keluar dari dalam daging. Selain garam, dapat juga ditambahkan rempah-rempah, gula, atau askorbat.
Dry-wet curing
Metode ini dilakukan untuk memudahkan proses curing, di mana larutan garam diinjeksikan langsung ke dalam jaringan. Larutan garam tersebut bisa juga ditambahkan ingridien curing lainnya. Setelah beberapa hari penyimpanan, tumpukan daging kemudian ditutupi kembali dengan garam.
Ripening dan fermentasi
Setelah proses curing selesai, kemudian dilakukan ripening dan fermentasi. Tujuannnya adalah untuk menyempurnakan pembentukan flavor.
Smoking
Merupakan proses tambahan yang biasanya dilakukan pada saat ripening. Tujuannya adalah untuk mengontrol kelembaban daging, sehingga dapat menghambat pertumbuhan kapang.
F. Penerapan Teknologi Curing Pada Daging
Salah satu contoh penerapan teknologi curing pada daging sapi adalah pembuatan kornet. Berikut adalah penjelasan mengenai teknologi curing pada daging kornet (Almubarok, 2010) :
Kornet merupakan salah satu jenis daging olahan yang berupa daging giling kasar dengan bahan tambahan bahan pengisi dan bahan pengikat serta bumbu-bumbu. Kornet umumnya dibuat dari daging sapi, dalam pembuatan kornet daging yang digunakan merupakan potongan daging segar atau beku (yang telah memenuhi persyaratan dan peraturan yang berlaku), boleh dicampur dengan daging bagian kepala dan hati. Kornet merupakan hasil olahan daging sapi dengan kentang sebagai bahan pengikat, serta bumbu-bumbu berupa bawang merah, kaldu, garam, merica dan natrium nitrit.
Bawang merah biasanya digunakan sebagai penyedap sehari-hari yang sangat disukai karena memiliki aroma yang khas. Bau dan citarasa yang khas pada bawang merah disebabkan oleh adanya senyawa yang mudah menguap dari jenis sulfur seperti propil sulfur. Merica atau lada biasa ditambahkan pada bahan makanan sebagai penyedap karena memiliki dua sifat yang penting yaitu rasanya yang pedas dan aromanya yang khas. Kedua sifat tersebut disesbabkan kandungan bahan-bahan kimia organik yang terdapat dalam merica. Rasa pedas dalam merica disebabkan oleh zat piperin, piperanin dan khasivin yang merupakan persenyawaan dari piperin dengan alkaloida.
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan kornet adalah daging segar, nitrit/sendawa, garam, gula pasir, merica halus, pala halus, tomat segar, susu full cream, dan bawang merah. Alat-alat yang digunakan yaitu panci press cooker dan spatula.
Proses Curing (penggaraman) dimulai dengan daging sapi dipotong-potong tidak perlu dicuci. Daging sebanyak 1 kg, garam sebanyak 30 gram, 20 gram gula pasir dan 5 gram sendawa dicampur pada wadah hingga merata. Daging yang telah dicampur, didiamkan selama 24 jam agar penggaraman dapat meresap dan merata. Proses ini dinamakan curing kering.
Selanjutnya pembuatan cornet beef, daging yang telah di curing, di cuci dengan air hingga bersih (berulang kali) agar sendawa tidak terlalu menempel banyak pada daging tersebut kemudian daging direbus menggunakan press cooker dengan penambahan merica dan pala (± 20-30 menit). Setelah daging empuk, air rebusan yang masih banyak dibuang sebagian lalu ditambahkan susu, potongan tomat dan bawang merah halus. Aduk hingga kering. Kornet siap untuk dihidangkan.
Daging segar yang dibuat menjadi kornet, sehari sebelumnya dicuring terlebih dahulu. Tujuan dari curing adalah untuk memberikan warna merah cerah (pink) pada produk kornet yang dihasilkan. Bahan-bahan curing memiliki fungsi masing-masing. Garam dapur berfungsi untuk meningkatkan daya ikat air dari protein dan pembentukan emulsi serta sebagai bahan pengawet karena dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Nitrit atau sendawa yang ditambahkan memiliki fungsi untuk menstabilkan warna dan menghambat pertumbuhan bakteri. Gula diberikan untuk memodifikasi rasa dan dapat sebagai pengawet.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari penyusunan makalah Penerapan Teknologi Curing Pada Daging adalah bahwa curing merupakan cara mengawetkan daging secara kimiawi melalui proses pemeraman daging dengan menggunakan garam sendawa (garam salpeter) biasanya dalam bentuk NaNO2, NaNO3, KNO2 dan KNO3, garam dapur, bumbu-bumbu, fosfat (Sodium tripolifosfat/STPP) dan bahan-bahan lainnya. Curing memiliki tiga tujuan utama, yaitu pengawetan (preservation), rasa (flavor) dan warna (color). Bahan curing biasanya adalah garam, gula, garam nitrat/ garam nitrit dan angkak.
Curing dapat dilakukan dengan cara kering dan basah. Cara kering adalah dengan mengolesi/menaburkan campuran bahan curing secara merata ke seluruh bagian daging, curing secara basah adalah dengan merendam daging ke dalam larutan yang mengandung bahan-bahan curing. Contoh produk olahan daging curing yang banyak di pasaran seperti adalah bacon (daging babi, sapi, kalkun), sosis (hotdog, franks, cocktaill), cornet dan dendeng. Proses curing membuat aroma daging menjadi agak khas, teksturnya keras, dan warnanya merah cerah.
B. Saran
Sebaiknya dalam penerapan teknologi curing pada daging diperhatikan keaslian daging, dosis pemberian bahan serta keamanan bahan yang digunakan sehingga menghasilkan olahan daging yang sehat dan aman untuk dikonsumsi.
DAFTAR PUSTAKA
Almubarok, L. 2010. Jenis Daging Olahan (Kornet). http://loetfie.blogspot.com/ 2011 /11 / kornet- jenis-daging-olahan.html. Diakses pada tanggal 17 Desember 2014.
Firman. 2011. Pengolahan Daging. http://firmanprotek.blogspot.com/2011/03/v-behaviorurldefaultvmlo.html. Diakses pada tanggal 17 Desember 2014.
Hendry, N. 2011. Teknologi Curing. http:// foodreview. biz /preview. php?view2&id=56560#. UVp_QRcqysQ. Diakses pada tanggal 17 Desember 2014.
Heni. 2007. Teknologi Pangan. http://ftpunisri.blogspot.com/2007/10/jangan-gunakan-formalin-untuk.html. Diakses pada tanggal 17 Desember 2014.
Hidayat, G. 2012. Daging Curing. http://ginahidayatozy.blogspot.com /2012/01/daging-curing.html. Diakses pada tanggal 17 Desember 2014.
Rahmawati, D. 2011. Teknologi Curing Pada Daging dan Ikan. http://yuphyyehahaa. blogspot.com/2011/06/teknologi- daging-dan- ikancuring.html. Diakses pada tanggal 17 Desember 2014.
Septa, MA. 2010. Mekanisme Curing Pada Daging. http://septa-ayatullah.blogspot.com/ 2010/01/mekanisme-curing-pada-daging.html. Diakses pada tanggal 17 Desember 2014.
Suharyanto. 2008. Pengolahan Bahan Pangan Hasil Ternak. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Bengkulu.