Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Feminisme erat kaitannya dengan gerakan politik yang memperjuangkankesetaraan hak. Pembicaraan tentang feminisme bukanlah hal yang baru baik di kalangan pejuang hak-hak wanita pada umumnya. Gerakan feminisme mulai mebuahkan hasil nyata sekitar tahun 1960-an. Feminisme menyangkut bagaimana memposisikan subjek perempuan dalam masyarakat.
Menjadi feminis merupakan suatu proses panjang yang muncul dari berbagai rasasakit dan kepahitan, serta kegetiran atas ketimpangan yang berlangsungdi dalam tatanan masyarakat, baik yang berlangsung di ranah publik maupun di ranah pribadi. Feminisme mewujud seperti tubuh perempuan, yang tidak berpusat, yang tidak satu terintegrasi, yang dapat membagi diri tanpa menjadi berkurang, yangdapat menyatu tanpa kehilangan subyektivitasanya, yang karena berbeda maka saling melengkapi.
Sebagian besar pemikiran feminis meresistensi kategorisasi, terutama kategorisasi berdasarkan label dari "bapak" pemikiran itu. Feminisme bukanlah ideology yang monopolitik, bahwa feminis tidak berpikiran sama, dan bahwa seperti semua modus berpikir yang dihargai oleh waktu, pemikiran feminis mempunyai masa lalu, masa kini serta masa depan.
1.2 Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan feminisme?
Bagaimana peran pekerja sosial dalam feminisme?
1.3 Tujuan
Mengetahui hal yang dimaksud dengan feminisme.
Mengetahui peran pekerja sosial dalam feminisme.
Bab II
Pembahasan
2.1 Pengertian Feminisme
Kata Feminisme berasal dari bahasa latin yaitu "femina" atau perempuan. Gerakan ini mulai bergulir pada tahun 1880-an seiring dengan keresahan yang dirasakan di masyarakat. Gerakan ini mengacu pada teori kesetaraan laki-laki dan perempuan dan pergerakan tersebut dimaksudkan untuk memperoleh hak-hak perempuan.
Feminisme seringkali dikaitkan dengan emansipasi dan diartikan sebagai pembebasan atau dalam hal isu-isu perempuan, hak yang sama antara laki-laki dan perempuan. Istilah "feminis" pertama kali digunakan di dalam literatur Barat pada tahun 1880, yang secara tegas menuntut kesetaraan hukum dan politik dengan laki-laki. Istilah ini masih terus diperdebatkan, namun secara umum biasa dipakai untuk menggambarkan ketimpangan gender, penilaian anggapan, dan penindasan terhadap perempuan.
Teori feminis adalah sebuah generalisasi dari berbagai sistem gagasan mengenai kehidupa sosial dan pengalaman manusia yang dikembangkan dari perspektif yang terpusat pada wanita. Keterpusatan pada wanita ada pada tiga hal yaitu :
Sasaran utama studinya. Titik tolak seluruh penelitiannya adalah situasi dan pengalaman wanita dalam masyarakat.
Dalam proses penelitiannya di mana wanita dijadikan "sasaran" sentral. Dalam artian mencoba melihat dunia dari sudut pandang wanita terhadap dunia sosial.
Teori feminis dikembangkan oleh pemikir kritis dan aktivis atau pejuang demi kepentingan wanita, menurut mereka untuk kemanusiaan.
Feminisme lahir untuk menunjukkan bagaimana penilaian tentang suatu kondisi sosial dimana perempuan menempuh kehidupan mereka membuka kesempatan umtuk merekonstruksi dunia mereka dan menawarkan prospek kebebasan di masa depan. Dalam teori sosiologi teori fenimisme dibagi dalam 3 golongan yaitu :
Feminisme liberal memandang prasangka gender sebagai persoalan ketidak-acuhan. Oleh sebab itu, sikap tidak acuh itu dapat dihilangkan dengan memberlakukan undang-undang anti diskriminasi terhadap individu-individu yang terkait dengan mempromosikan sikap-sikap anti seks. Akibatnya bagi kamu feminis iniadalah perang yang kelak dapat dimenangkan dengan pendidikan kembali. Apa yang disebut sebagai Feminisme Liberal ialah pandangan untuk menempatkan yang memiliki kebebasan secara penuh dan individual. Aliran ini menyatakan bahwa kebebasan dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Setiap manusia demikian menurut mereka punya kapasitas untuk berpikir dan bertindak secara rasional, begitu pula pada perempuan. Akar ketertindasan dan keterbelakngan pada perempuan ialah karena disebabkan oleh kesalahan perempuan itu sendiri. Perempuan harus mempersiapkan diri agar mereka bisa bersaing di dunia dalam kerangka "persaingan bebas" dan punya kedudukan setara dengan lelaki.
Fenimisme marxis menjelaskan bahwa subordinasi perempuan melayani kebutuhan akan kapitalisme. Dalam hubungan ekonomi dan karakteristik gagasan dsri mode kapitalisme produksi yang seharusnya mencari struktur ketidaksetaraan yang secara tidak adil menghambat kehidupan perempuan, kebalikan dari kehidupan laki-laki yang serba menikmati keuntungan dan kelebihan. Karena itu feminis Marxis percaya bahwa untuk memahami mengapa perempuan teropresi, sementara laki-laki tidak, maka kita perlu menganalisis hubungan antara status pekerjaan perempuan dan citra diri perempuan. Dalam teori ekonomi Marxis, feminis Marxis percaya bahwa pekerjaan perempuan membentuk pemikiran perempuan dan karena itu membentuk juga sifat-sifat alamiah perempuan.
Feminisme radikal menjelaskan bahwa kunci untuk memahami struktur sosial adalah universal dan unsur yang mendasar. Penjelasan Feminis Radikal tentang ketertindasan perempuan berakar pada adanya diskriminasi seks yang mendalam di masyarakat yang diisolasikan sebagai persoalan perempuan saja. Feminis Radikal ingin menunjukkan bahwa kebijakan yang dilakukan secara pribadi mempengaruhi kebijakan politik sehingga persoalan perempuan tidak dapat didiamkan tetapi harus menjadi wacana publik. Menurut Feminis Radikal sesuatu yang alamiah seperti faktor-faktor biologis tidak cukup dijadikan dasar untuk menjelaskan terjadinya hierarki atas pembagian kerja berdasarkan seksual, karena badan bukan merupakan benda tetapi situasi. Dengan demikian,
Feminisme Radikal menghendaki adanya demokrasi yang tidak merugikan perempuan dari jenis kelaminnya dan bahwa perempuan harus diakui memiliki martabat manusia yang sama dengan laki-laki. Perempuan harus memiliki kesempatan yang sama untuk hidup seutuhnya dan sebebas-bebasnya sesuai dengan pilihan-pilihan yang mereka ambil. Feminisme Radikal menantang pandangan yang meminggirkan perempuan dan pendapat-pendapat yang mengacu pada peranan perempuan yang kodrati dan esensial. Konsep jender menjadi penting karena mengacu pada soal konstruksi sosial dan budaya,mengimplikasikan bahwa peranan laki-laki dan perempuan bukan berasal dari yang kodrati atau esensial, tetapi oleh struktur-struktur sosial dan norma-norma budaya.
3.2 Teori Feminisme dalam Pekerjaan Sosial
Perspektif feminism dalam pekerjaan sosial focus dalam menjelaskan dan merespon posisi perempuan yang tertindas di masyarakat. Hal ini sangat penting dalam pekerjaan sosial karena dibanyak masyarakat kebanyakan pekerjaan dilakukan oleh perempuan. Perspektif feminis membantu untuk memahami peran sosial dan posisi mereka. Metode praktiknya berfokus pada kolaborasi dan kerja kelompok untuk mencapai kesadaran terhadap isu yang mempengaruhi perempuan dalam relasi sosial di masyarakat. Demikian jug karena kebanyakan staf lembaga sosial adalah perempuan.
Kaum feminis berusaha memahami kehidupan dan pengalaman perempuan dan perspektif dan penilaian mereka yang sangat berbeda dengan laki-laki. Pemahaman psikologis dalam pekerjaan sosial, contohnya adalah pertumbuhan anak yang merefleksikan studi laki-laki daripada perempuan. Salah satu metodenya adalah memunculkan kesadaran, dengan cara membentuk kelompok-kelompok untuk saling berbagi pengalaman dan saling memberikan dukungan satu sama lain.
Orme (2002) mengindentifikasi empat wilayah kerja bagi pekerja sosial feminis sebagai berikut :
1. Kondisi perempuan menceritakan pengalaman tertindas dan diskriminatif diberbagai arena kehidupan dan para professional. Menjadi tidak diuntungkan dalam melakukan kerja mereka dan kerja professional mereka.
2. Praktik yang berpusat pada perempuan dimana fokusnya adalah mengidentifikasi kebutuhan khusus perempuan dan respon terhadap kebutuhan tersebut.
3. Suara yang berbeda dari perempuan,pengalaman perempuan terhadap dunia ini sangat berbeda, mereka memiliki pandangan yang berbeda dengan laki-laki khususnya dalam hal moral dan sosial.
4. Bekerja dalam keberagaman, karena pengalaman tertindas yang mereka bagi, perempuan dapat mengidentifikasi, menilai, dan merespon keragaman sosial yang berbeda.
Sebagai sebuah teori, feminisme memberikan kontribusi yang besar bagi pekerjaan sosial, baik teori maupun praktik. Menurut Edi Suharto (2006) bahwa teori feminisme bermetamorfosa menjadi sebuah paradigm tersendiri yang dikenal dengan nama pekerjaan sosial feminis. Secara akademis, ia lahir pada tahun 1970an ketika wanita mulai ditambahkan kedalam kurikulum pekerjaan sosial. Kemudian pada tahun 1990an paradigm ini memiliki kerangka teori dan praktiknya sendiri terutama dikembangkan dari perpaduan antara teori-teori feminisme dan pekerjaan sosial.
Lebih lanjut, Edi Suharto (2006) teori feminis baik liberal,sosialis dan radikal memiliki kontribusi yang besar dalam pengembangan pekerjaan sosial, khususnya ditingkat praktik dan intervensinya karena sebagaimana dijelaskan oleh Zastraw, setting praktik pekerjaan sosial dapat dikelompokkaan menjadi tiga yaitu, setting mikro (intervensi berbasis pada individu dan kelurga), setting mezzo (intervensi berbasis pada perbaikan kelompok dan organisasi), setting makro (intervensi melalui peubahan dan perbaikan system sosial melalui kebijakan sosial).
Table
Praktik feminisme pekerjaan sosial menurut Dominelli
Kelompok Klien
Penjelasan
Praktek
Laki-laki politik seksual
Kekuasaan yang tidak seimbang
Identifikasi dan analisa hak istimewa yang dimiliki laki-laki
Laki-laki dalam pekerjaan sosial
Laki-laki mendominasi profesi perempuan, dengan cara mengelola bukan mempraktekkannya
Hindari dikotomi gender, gunakan tim untuk afirmasi, hindari membawa dalam ruang kerjaan ketertindasan perempuan, hindari memfokuskan laki-laki sebagai pencari nafkah
Bekerja dengan laki-laki
Memberikan contoh cara berperilaku yang terbaik atau focus dalam memberikan sumber untuk kebutuhan perempuan
Mengusut peran laki-laki di mana perempuan dan anak menjadi korban, melindungi perempuan dan anak dari keterlibatan laki-laki
Gerakan laki-laki
Gunakan mitos, ritual dan sejarah untuk menciptakan kembali maskulinitas tradisional
Perang terhadap "menyalahkan perempuan" yang sangat berlebihan, memahami pola pandang terhadap peran gender
Teori feminisme bagi laki-laki
Pekerja sosial dapat bekerja dengan laki-laki dalam antiseksisme/pro jalan feminisme
Komitmen untuk melawan stereotype gender, melibatkan laki-laki dalam pengasuhan, memenuhi kebutuhan perempuan, melawan pelakuan istimewa terhadap laki-laki
Anak-anak dan keluarga : keluarga patriarkis
Keluarga tradisional di mana peran laki-laki masih menjadi keumuman
Kesejahteraan anak-anak sebagai langkah positif dan preventif daripada perlindungan, melawan dominasi karyawan laki-laki terhadap pengasuhan/pekerja domestic
Keluarga diperebutkan
Kebijakan menegaskan tentang dominasi laki-laki dalam keluarga kulit putih dan perempuan karir diharapkan untuk dapat mencukupi diri
Menegaskan praktek alternative terhadap pengasuhan anak, menghindari untuk menyalahkan perempuan dalam persoalan pengasihan anak, membantu perempuan untuk menata pengasuhan
Hak anak
Faham kaum dewasa mempengaruhi pendefinisian kebutuhan anak berdasarkan pandangan mereka
Mendukung kemandirian anak dalam membuat keputusan, menghindari investigasi berlebihan dalam perlindungan anak
(meng)ayah(kan) sebagai relasi ekonomi
Ayah dilihat sebagai "pencari utama nafkah keluarga disbanding sebagai peserta penuh dalam keluarga
Bekerja untuk laki-laki menerima tanggung jawab financial, melibatkan laki-laki dalam dukungan personal lainnya
kontrol patriarki terhadap reproduksi
Laki-laki/pengawas Negara terhadap keputusan perempuan dalam reproduksi teknologi baru (misalnya dalam fertilisasi in vitro, aborsi)
Bekerjasama dengan perempuan untuk mencapai tujuan mereka, melibatkan perempuan dalam pengambilan keputusan dalam hal reproduksi, menghindari menyalahkan perempuan yang mengalami kesulitan misalnya orang cacat yang memiliki anak
Focus terhadap perempuan yang menjadi ibu
Kebanyakan perempuan berkonsentrasi dalam pengasuhan perempuan
Hindari intervensi krisis, menekankan dukungan jangka panjang, mengatasi kemiskinan/ isu structural
Dewasa : yang terinstitusi
Pelayanan yang disebabkan oleh ageism yang terinstitusionalisasi bahwa perempuan yang akan memberikan pengasuhan
Tantangan usia tua sebagai masa penurunan, menghargai kontribusi para lansia, mendorong pendidikan dan pemberdayaan diri, mempromosikan solidaritas generasi
Mendefinisikan ulang komunitas
Asumsi komunitas menetukan bentuk kehidupan yang lansia dapat hidup
Mendorong tanggung jawab yang beragam terhadap kebutuhan lansia, menyelesaikan permasalahan ketidakberuntungan financial lansia
Deprofesionalisasi
Pengasuhan terhadap lansia sebagai anggaran yang diperoleh berdasarkan kegiatan
Mempromosikan pelayanan yang melihat kebutuhan perempuan secara keseluruhan, menghindari pelecehan terhadap lansia
Pelanggaran: rehabilitasi atau hukuman
Negara mendefinisikan ulang kerja pelanggar (pelaku) sebagai kontrol sosial, yang mengurangi elemen menolong/dukungan
Membedakan kebutuhan perempuan, laki-laki, kelompok etnis, mempromosikan kewarganegaraan dan tanggung jawab
Maskulinitas dan kriminalitas
Feminisme menghubungkan maskulinitas dan kriminalitas
Menantang asumsi kekerasan yang dilakukan oleh laki-laki, relasi kekuasaan menjelaskan kriminalitas seksual
Perempuan pelaku
Focus terhadap sistim kriminalitas terhadap kriminalitas laki-laki
Focus terhadap korban perempuan dari pelecehan laki-laki
Pelaku remaja
Pelaku remaja diperlakukan sebagai kriminal
Mengidentifikasi kebutuhan pelaku remaja untuk pertolongan personal
3.3 Praktik Pekerja Sosial
Salah satu tokoh feminis paling berpengaruh adalah Dominelly (2002a) yang mendefenisikan feminis pekerjaan sosial sebagai praktik, mulai dari analis terhadap pengalaman perempuan terhadap dunia dan focus dalam hubungannya antara posisi perempuan terhadap dunia dan focus dalam hubungan antara posisi perempuan di masyarakat dan usaha mereka mencapai kesetaraan dan menghilangkan ketidakadilan structural. Feminis pekerja sosial muncul dari aktivisme perempuan yang bekerja dengan perempuan dalam masyarakatnya, menghubungkan persoalan personal mereka dengan isu publik. Implikasinya adalah relokasi pekerjaan sosial dalam memahami bahwa netralitas gender mengabaikan diskriminasi subtansial terhadap perempuan.
Namun demikian, mengingat kompleksnya isu feminisne dalam pekerjaan sosial, Dominelly menganjurkan untuk melakukan rekonseptualisasi teori dan praktik feminis pekerjaan sosial sebagaimana berikut:
Feminis pekerjaan sosial sangat fokus dalam pembagian antara publik dan privat, karena pekerjaan sosial sering melakukan intervensi publik di arena privat dan perlu dilakukan pengujian bagaimana wilayah privat dibuat menjadi wilayah publik, dan disiplin publik dan control terhadap perempuan misalnya melalui kriteria yang memadai terhadap pelayanan.
Melihat gagasan, melihat bagaimana bahasa digunakan, mendekontruksi posisi perempuan dan relasi sosial.
Memberikan nilai terhadap kapasitas dan keterampilam perempuan akan dapat memberdayakan mereka
Menghubungkan perempuan dengan yang lain, saling membantu dan membangun dukungan.
Menciptakan proses pemberdayaan yang adil.
Selain itu, Dominelly (2002) mengidentifikasi beberapa prinsip praktik feminis, mengakui keberagaman perempuan ; menghargai kekuatan perempuan; mengeliminasi hak istimewa kelompok perempuan sehingga tidak akan menjadi dasar ketidakadilan relasi kekuasaan antar kelompok perempuan; menjadikan perempuan sebagai agen aktif yang dapat mengambil keputusan secara mandiri; mengidentifikasi konteks sosial dan keterhubungannya dengan yang lain; menyelesaikan penyebab individual dan sosial dari permasalahan perempuan; dan mencari solusi kolektif terhadap permasalahan personal.
Dalam melakukan terapi, pekerja sosial dapat mengintegrasikan teori feminism ke dalam terapi yang sudah ada. Berikut lima prinsip sentral terapi feminism menurut Ballou (1996) :
Hubungan egalitarian: terapi feminis sangat sensitive terhadap isu isu kekuasaan dan dsitribusinya.
Pluralisme: teori feminis mengakui dan mengahrgai perbedaan keanekaragaman.
Berusaha melawan penindasan: terapi feminis berusaha melawan segala bentuk penindasan.
Penekanan eksternal: faktor-faktor eksternal, seperti struktursosial/ politik/ ekonomi krusial bagi pembentukan pandangan tentang perempuan, bagaimana mereka melihat dirinya, dan bagaimana orang lain melihat dirinya.
Menghargai pengalaman perempuan: menyadarkan diri pada pengalaman actual perempuan untuk deskripsi tentang realitas.
Bab III
Penutup
Kesimpulan
Perspektif feminisme memfokuskan diri pada pentingnya kesadaran mengenai persamaan hak antara perempuan dan laki-laki dalam semua bidang. Di dalam perspektif ini terdapat teori yang berkembang sebagai reaksi dari fakta yang terjadi di masyarakat, yaitu feminisme mencoba untuk mendekonstruksi sistem yang menimbulkan kelompok yang mendominasi dan didominasi, serta sistem hegemoni di mana kelompok subordinat terpaksa harus menerima nilai-nilai yang ditetapkan oleh kelompok yang berkuasa. Feminisme mencoba untuk menghilangkan pertentangan antara kelompok yang lemah dengan kelompok yang dianggap lebih kuat.
Saran
Feminisme harus berani melihat permasalahan secara konseptual. Jika perempuan banyak diteliti menggunakan teori yang tidak relevan bagi generasi mendatang. Maka feminisme tidak akan banyak membantu kemajuan perempuan. Jika feminisme berpolitik da begrulat dengan praksis tetapi masih mengadopsi konseptual feminisme yang hegemonik maka feminisme akan mengalami jalan buntu. Maka dari itu perjuangan feminisme tidak saja direalisasikan di dalam politil praksis tetapi juga bergulat dengan konseptualisasi teori feminisme sehingga dapat memperbaiki serta menambah kekurangan yang terjadi dalam ranah praksis.
Makalah Teori Pekerja Sosial
Teori Feminisme
Vicha Dita Prasetyo 11170541000017
Kelas 3A
Dosen : Dr. Siti Nafsiyah Ariefuzzaman M.SW
Kesejahteraan Sosial
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta