TEORI KOMUNIKASI
Kelompok 9
Di Susun Oleh :
Aulia Ulfa 1764190209
Tesalonika Siahaya 1764190142
Nina Ikey Y 1764190118
Ahmad Arif Y 1764190232
Katon P 1764190214
Avisha
TEORI KOMUNIKASI DALAM KONTEKS BUDAYA
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa saling berhubungan satu sama lain. Untuk itulah peran komunikasi dibutuhkan. Dalam hidup bermasyarakat, orang yang tidak pernah berkomunikasi dengan orang lain niscaya akan terisolasi dari masyarakatnya. Oleh sebab itu, menurut dokter Everett Kleinjan dari East West Center Hawaii, komunikasi sudah merupakan bagian kekal dari kehidupan manusia seperti halnya bernapas. Sepanjang manusia ingin hidup, maka mereka memerlukan komunikasi. Tak bisa dipungkiri bahwa dunia yang kita tempati telah berkembang menjadi demikian maju dan menjelma menjadi apa yang kemudian dikenal sebagai "global Village" (desa dunia). Salah satu implikasinya adalah makin meningkatnya kontak-kontak komunikasi dan hubungan antar berbagai bangsa dan negara untuk mencari dan memperoleh informasi.
Namun dalam melakukan komunikasi tidak setiap orang terampil melakukannya dengan efektif. Hal ini terlebih lagi bila orang yang terlibat dalam komunikasi itu berbeda budaya, kesalahan dalam memahami pesan, perilaku atau peristiwa komunikasi tidak bisa dihindari. (Khotimah, 2000:47). Kesalahan ini dapat smenyebabkan terjadinya suasana yang tidak diharapkan bahkan dapat menimbul pertikaian yang menjurus munculnya konflik sosial
.Budaya yang dimiliki seseorang sangat menentukan bagaimana cara kita berkomunikasi, artinya cara seseorang dalam berkomunikasi dengan orang lain apakah dengan orang yang sama budaya maupun dengan orang yang berbeda budaya, karakter budaya yang sudah tertanam sejak kecil sulit untuk dihilangkan, karena budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi (Tubbs-Sylvia Moss, 1996:237).
Dengan demikian konstruksi budaya yang dimiliki oleh seseorang itu, diperoleh sejak masih bayi sampai ke liang lahat, dan ini sangat mempengaruhi cara berpikir, berperilaku orang yang bersangkutan dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang yang berbeda budaya. Bahkan benturan persepsi antar budaya sering kita alami sehari-hari, dan bilamana akibatnya fatal kita cenderung menganggap orang yang berbeda budaya tersebut salah, aneh tidak mengerti maksud kita. Hal ini terjadi karena, kita cenderung memandang perilaku orang lain dalam konteks latar belakang kita sendiri dan karena bersifat subyektif.
Sejak akhir tahun 60-an sampai sekarang, dunia seakan-akan semakin menyempit, karena orang-orang bertambah mudah untuk pergi ke tempat-tempat yang semula asing baginya. Di sana ia bertemu, bergaul dan bekerja sama dengan orang-orang yang mungkin berbeda dalam hal cara berkomunikasi, berpikir dan kebiasaanya. Perkembangan alat-alat perhubungan dan juga sarana komunikasi, menjadi pemicu makin meningkatnya hubungan-hubungan antarbudaya sehingga waktu, jarak dan ruang makin tak berarti.
BAB II
LANDASAN TEORI
Gundykunst (1983) mengemukakan bahwa terdapat lima pendekatan dalam ilmu komunikasi yang diasumsikan dapat menerangkan komunikasi lintas (antar) budaya. Kelima pendekatan tersebut adalah :
Teori Komunikasi berdasarkan analisis kebudayaan
implisit dalam kebudayaan immaterial, kebudayaan yang mbentuknya tidak nampak sebagai benda namun dia "tercantum" ataum "tersirat" dalam nilai dan norma budaya suatu masyarakat, misalnya bahasa. Pendekatan kebudayaan implisit mengandung beberapa asumsi yaitu:
Kebudayaan mempengaruhi skema kognitif
Kebudayaan mempengaruhi organisasi tujuan dan strategi tindakan
Kebudayaan mempengaruhi pengorganisasian skema interaksi; dan
Kebudayaan mempengaruhi proses komunikasi.
2. Teori Analisis Kaidah Peran
Dari berbagai penelitian yang dilakukan maka diketahui bahwa telah terjadi beragam variasi penerapan prinsip-prinsip teori "kaidah peran". Beberapa isu yang menonjol misalnya:
Apa saja sifat dasar yang dimiliki suatu masyarakat?
Apa yang dimaksudkan dengan kaidah peran?
Apa hubungan antara aktor dan kaidah peran? Apakah setiap kaidah peran mampu menerangkan atau mengakibatkan perilaku tertentu?
3. Teori analisis Interaksi antar budaya
Ada beberapa pendektan ilmu komunikasi yang sering digunakan untuk menerangkan interaksi antar budaya, yakni:
Pendekatan jaringan metateoritikal, yaitu studi tentang bagaimana derajat hubungan antar pribadi
Teori Pertukaran. Inti teori ini mengatakan bahwa hubungan antarpribadi bisa diteruskan dan dihentikan. Makin besar keuntungan yang diperoleh dari hubungan antarpribadi maka makin besar peluang hubungan tersebut diteruskan. Sebaliknya makin kecil keuntungan yang diperoleh, maka makin kecil peluang hubungan tersebut diteruskan. Wood (1982) dalam Liliweri (1994) mengidentifikasi 12 karakteristik pendekatan pertukaran tersebut:
Prinsip individual
Komunikasi Coba-coba
Komunikasi eksplorasi
Komunikasi euphoria
Komunikasi yang memperbaiki komunikasi pertalian
Komunikasi sebagai pengemudi
komunikasi yang membedakan
Komunikasi yang disintegratif
Komunikasi yang macet
Pengakhiran komunikasi
Individualis.
4. Teori pengurangan tingkat kepastian
Berger (1982) menyatakan bahwa salah satu dari fungsi utama komunikasi adalah fungsi informasi yaitu untuk mengurangi tingkat ketidakpastian komunikator dan komunikan. Setiap individu memiliki keinginan yang kuatuntuk memperoleh informasi tertentu tentang pihak lain. Berger merekomendasikan strategi pencarian informasi sebagai berikut :
Mengamati pihak lain secara pasif
Menyelidiki atau menelusuri pihak lain
menanyakan informasi melalui pihak ketiga
penanganan lingkungan kehidupan pihak lain
Interogasi
Membuka diri
BAB III
PEMBAHASAN
1. Apa itu komunikasi antar budaya prinsip-prinsip komunikasi antar budaya serta saluran komunikasi antar budaya
komunikasi antar budaya
Komunikasi antar budaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang- orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau sosioekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan ini). Kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke generasi (Tubbs, Moss:1996). Komunikasi antar budaya memiliki akarnya dalam bahasa (khususnya sosiolinguistik),sosiologi, antropologi budaya, dan psikologi. Dari keempat disiplin ilmu tersebut, psikologi menjadi disiplin acuan utama komunikasi lintas budaya, khususnya psikologi lintas budaya. Pertumbuhan komunikasi antar budaya dalam dunia bisnis memiliki tempat yang utama, terutama perusahaan – perusahaan yang melakukan ekspansi pasar ke luar negaranya notabene negara – negara yang ditujunya memiliki aneka ragam budaya.
Selain itu, makin banyak orang yang bepergian ke luar negeri dengan beragam kepentingan mulai dari melakukan perjalanan bisnis, liburan, mengikuti pendidikan lanjutan, baik yang sifatnya sementara maupun dengan tujuan untuk menetap selamanya. Satelit komunikasi telah membawa dunia menjadi semakin dekat, kita dapat menyaksikan beragam peristiwa yang terjadi dalam belahan dunia,baik melalui layar televisi, surat kabar, majalah, dan media on line. Melalui teknologi komunikasi dan informasi, jarak geografis bukan halangan lagi kita untuk melihat ragam peristiwa yang terjadi di belahan dunia. Berbicara mengenai komunikasi antarbudaya, maka kita harus melihat dulu bebrapa defenisi yang diikutif oleh Ilya Sunarwinadi ( 1993: 7-8 ) berdasarkan pendapat para ahli antara lain :
Sitaram ( 1970 ) : Seni untuk memahami dan saling pengertian antara khalayak yang berbeda kebudayaan (intercultural communication the art of understanding and being understood by audience of mother culture )
Samovar dan Porter ( 1972 ) : Komunikasi antarbudaya terjadi manakala bagaian yang terlibat dalam kegiatan komunikasi tersebut membawa serta latar belakang budaya pengalaman yang berbeda yang mencerminkan nilai yang dianut oleh kelompoknya berupa pengalaman, pengetahuan, dan nilai (intracultural communication obtains whenever the parties to acommunications act to bring with them different experiential backgrounds that reflect along- standing deposit of group experience, knowledge, values).
Rich ( 1974 ) : Komunikasi antarbudaya terjadi ketika orang-orang yang dayaan (communication is intercultural when accuring between peoples of different cultures).
Young Yun Kim ( 1984 ) : Komunikasi antarbudaya adalah suatu peristiwa yang merujuk dimana orang-orang yang terlibat didalamnya baik secara langsung maupun tidak langsung memiliki latar belakang budaya yang berbeda (intercultural communication…refers the communication phenomenon in which participant, different in cultural background, come into direct or indirect contact which one another).
Seluruh defenisi diatas dengan jelas menerangkan bahwa ada penekanan pada perbedaan kebudayaan sebagai faktor yang menetukan dalam berlangsungnya proses komunikasi antarbudaya. Komunikasi antarbudaya memang mengakui dan mengurusi permasalahan mengenai persamaan dan perbedaan dalam karakteristik kebudayaan antar pelaku–pelaku komunikasi, tetapi titik perhatian utamanya tetep terhadap proses komunikasi individu-individu atau kelompok-kelompok yang berbeda kebudayaan dan mencoba untuk melakukan interaksi. Komunikasi dan budaya mempunyai hubungan timbal balik, seperti dua sisi mata uang. Budaya menjadi bagian dari perilaku komunikasi, dan pada gilirannya komunikasi pun turut menentukan, memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya, seperti yang dikatakan Edward T. Hall, bahwa "komunikasi adalah budaya" dan budaya adalah komunikasi". Pada suatu sisi, komunikasi merupakan suatu mekanisme untuk mensosialisasikan norma-norma budaya masyarakat, baik secara horizontal, dari suatu masyarakat kepada masyarakat lainnya, ataupun secara vertikal dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Pada sisi lain budaya menetapkan norma-norma (komunikasi) yang dianggap sesuai untuk kelompok tertentu.
prinsip-prinsip komunikasi antar budaya
a) Relativitas Bahasa
Gagasan umum bahwa bahasa mempengaruhi pemikiran dan perilaku paling banyak disuarakan oleh para antropologis linguistik. Pada akhir tahun 1920-an dan disepanjang tahun 1930-an, dirumuskan bahwa karakteristik bahasa mempengaruhi proses kognitif kita. Dan karena bahasa-bahasa di dunia sangat berbeda-beda dalam hal karakteristik semantik dan strukturnya, tampaknya masuk akal untuk mengatakan bahwa orang yang menggunakan bahasa yang berbeda juga akan berbeda dalam cara mereka memandang dan berpikir tentang dunia.
b) Bahasa sebagai cermin budaya
Bahasa mencerminkan budaya. Makin besar perbedaan budaya, makin perbedaan komunikasi baik dalam bahasa maupun dalam isyarat-isyarat nonverbal. Makin besar perbedaan antara budaya (dan, karenanya, makin besar perbedaan komunikasi), makin sulit komunikasi dilakukan. Kesulitan ini dapat mengakibatkan, misalnya, lebih banyak kesalahankomunikasi, lebih banyak kesalahan kalimat, lebih besar kemungkinan salah paham, makin banyak salah persepsi, dan makin banyak potong kompas (bypassing).
c) Mengurangi Ketidakpastian
Makin besar perbedaan antarbudaya, makin besarlah ketidak-pastian dam ambiguitas dalam komunikasi. Banyak dari komunikasi kita berusaha mengurangi ketidak-pastian ini sehingga kita dapat lebih baik menguraikan, memprediksi, dan menjelaskan perilaku orang lain. Karena letidak-pasrtian dan ambiguitas yang lebih besar ini, diperlukan lebih banyak waktu dan upaya untuk mengurangi ketidak-pastian dan untuk berkomunikasi secara lebih bermakna.
d) kesadaran diri dan perbedaan antar budaya
Makin besar perbedaan antarbudaya, makin besar kesadaran diri (mindfulness) para partisipan selama komunikasi. Ini mempunyai konsekuensi positif dan negatif. Positifnya, kesadaran diri ini barangkali membuat kita lebih waspada. ini mencegah kita mengatakan hal-hal yang mungkin terasa tidak peka atau tidak patut. Negatifnya, ini membuat kita terlalu berhati-hati, tidak spontan, dan kurang percaya diri.
e) Interaksi awal dan perbedaan antar budaya
Perbedaan antarbudaya terutama penting dalam interaksi awal dan secara berangsur berkurang tingkat kepentingannya ketika hubungan menjadi lebih akrab. Walaupun selalu terdapat kemungkinan salah persepsi dansalah menilai orang lain, kemungkinan ini khususnya besar dalam situasi komunikasi antarbudaya.
f) Memaksimalkan hasil interaksi
Dalam komunikasi antarbudaya terdapat tindakan-tindakan yang berusaha memaksimalkan hasil interaksi. Tiga konsekuensi mengisyaratkan implikasi yang penting bagi komunikasi antarbudaya. Pertama, orang akan berintraksi dengan orang lain yang mereka perkirakan akan memberikan hasil positif. Kedua, bila mendapatkan hasil yang positif, maka pelaku komunikasi terus melibatkan diri dan meningkatkan komunikasi. Bila memperoleh hasil negatif, maka pelaku mulai menarik diri dan mengurangi komunikasi. Ketiga, pelaku membuat prediksi tentang perilaku mana yang akan menghasilkan hasil positif. Pelaku akan mencoba memprediksi hasil dari, misalnya, pilihan topik, posisi yang diambil, perilaku nonverbal yang ditunjukkan, dan sebagainya. Pelaku komunikasi kemudian melakukan apa yang menurutnya akan memberikan hasil positif dan berusaha tidak melakkan apa yang menurutnya akan memberikan hasil negatif.
Saluran komunikasi antar budaya
a) Antarpribadi/ interpersonal/ person-person yaitu orang dengan orang secara langsung
b) Media massa yaitu melalui radio, surat kabar, TV, Film, Majalah
Bersama-sama dengan dua dimensi sebelumnya, saluran komunikasi juga mempengaruhi proses dan hasil keseluruhan dari KAB. Misalnya : orang Indonesia menonton melalui TV keadaan kehidupan di Afrika akan memilih pengalaman yang berbeda dengan keadaan apabila ia sendiri berada disana dan melihat dengan mata kepala sendiri. Umumnya pengalaman komunikasi antar pribadi dianggap memberikan dampak yang lebih mendalam. Komunikasi melalui media kurang dalam hal feedback langsung antar partisipan dan bersifat satu arah. Sebaliknya, saluran antarpribadi tidak dapat menyaingi kekuatan saluran media dalam mencapai jumlah besar manusia sekaligus melalui batas-batas kebudayaan. Tetapi dalam keduanya, proses-proses komunikasi bersifat antarbudaya bila partisipan-partisipannya berbeda latar belakang budayanya. Ketiga dimensi diatas dapat digunakan secara terpisah ataupun bersamaan, dalam mengkalsifikasikan fenomena KAB khusus. Misalnya : kita dapat menggambarkan komunikasi antara Presiden Indonesia dengan Dubes baru dari Nigeria sebagai komunikasi internasaional, antarpribadi dalam konteks politik, komunikasi antara pengecara AS dari keturunan Cina dengan kliennya orang AS keturunan Puerto Rico sebagai komunikasi antar etnik, antarpribadi dan massa dalam konteks akulturasi migran. Maka apapun tingkat keanggotaan kelompok konteks sosial dan saluran komunikasi, komunikasi dianggap antar budaya apabila para komunikator yang menjalin kontak dan interaksi mempunyai latar belakang pengalaman berbeda (Lusiana, 2002:5).
2. Bagaimana fungsi komunikasi antar budaya
a) Fungsi Pribadi
Fungsi pribadi komunikasi antar budaya adalah fungsi-fungsi komunikasi antar budaya yang ditunjukkan melalui perilaku komunikasi yang bersumber dari seorang individu.
Menyatakan Identitas Sosial
Dalam proses komunikasi antarbudaya terdapat beberapa perilaku komunikasi individu yang digunakan untuk menyatakan identitas sosial. Perilaku itu dinyatakan melalui tindakan berbahasa baik secara verbal dan nonverbal. Dari perilaku berbahasa itulah dapat diketahui identitas diri maupun sosial, misalnya dapat diketahui asal-usul suku bangsa, agama, maupun tingkat pendidikan seseorang.
Menyatakan intergrasi social
Inti konsep integrasi sosial adalah menerima kesatuan dan persatuan antarpribadi, antarkelompok namun tetap mengakui perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh setiap unsur. Perlu dipahami bahwa salah satu tujuan komunikasi adalah memberikan makna yang sama atas pesan yang dibagi antara komunikator dan komunikan. Dalam kasus komunikasi antarbudaya yang melibatkan perbedaan budaya antar komunikator dengan komunikan, maka integrasi sosial merupakan tujuan utama komunikasi.
Menambah pengetahuan
Seringkali komunikasi antarbudaya menambah pengetahuan bersama, saling mempelajari kebudayaan masing-masing.
B. Fungsi Sosial
Pengawasan
Fungsi sosial yang pertama adalah pengawasan. Praktek komunikasi antarbudaya di antara komunikator dan komunikan yang berbada kebudayaan berfungsi saling mengawasi. Dalam setiap proses komunikasi antarbudaya fungsi ini bermanfaat untuk menginformasikan "perkembangan" tentang lingkungan. Fungsi ini lebih banyak dilakukan oleh media massa yang menyebarlusakan secara rutin perkembangan peristiwa yang terjadi disekitar kita meskipun peristiwa itu terjadi dalam sebuah konteks kebudayaan yang berbeda.
Menjembatani
Dalam proses komunikasi antarbudaya, maka fungsi komunikasi yang dilakukan antara dua orang yang berbeda budaya itu merupakan jembatan atas perbedaan di antara mereka. Fungsi menjembatani itu dapat terkontrol melalui pesan-pesan yang mereka pertukarkan, keduanya saling menjelaskan perbedaan tafsir atas sebuah pesan sehingga menghasilkan makna yang sama. Fungsi ini dijalankan pula oleh berbagai konteks komunikasi termasuk komunikasi massa.
Sosialisasi Nilai
Fungsi sosialisasi merupakan fungsi untuk mengajarkan dan memperkenalkan nilai-nilai kebudayaan suatu masyarakat kepada masyarakat lain.
Menghibur
Fungsi menghibur juga sering tampil dalam proses komunikasi antarbudaya. Misalnya menonton tarian dari kebudayaan lain. Hiburan tersebut termasuk dalam kategori hiburan antarbudaya.
menurut Schraman (dalam Mulyana dan Rakhmat, 2001:6-7), untuk mencapai komunikasi antarbudaya yang benar-benar efektif ada beberapa hal yang harus kita perhatikan, yaitu:
Menghormati anggota budaya lain sebagai manusia;
Menghormati budaya lain sebagaimana apa adanya dan bukan sebagaimana yang dikehendaki
menghormati hak anggota budaya lain untuk bertindak berbeda dari cara bertindak; dan
komunikator lintas budaya yang kompeten harus belajar menyenangi hidup bersama orang dari budaya lain.
Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam memahami kominikasi antarbudaya, yaitu persepsi, komunikasi verbal, dan komunikasi nonverbal. Ketiga elemen ini merupakan bangunan dasar yang menyebabkan kegagalan, sekaligus keberhasilan komunikasi antar budaya.
1. Persepsi
Persepsi adalah proses mengungkap arti objek-objek sosial dan kejadian-kejadian yang kita alami dalam lingkungan kita. Setiap orang akan memiliki gambaran yang berbeda mengenai realitas di sekelilingnya. Persepsi sosial tidaklah sesederhana persepsi terhadap lingkungan fisik. Persepsi sosial, yang muncul dalam komunikasi mengandung beberapa prinsip penting (Mulyana,2003:176),yaitu:
a. Persepsi berdasarkan pengalaman
Persepsi manusia terhadap seseorang, objek, atau kejadian dan reaksi mereka terhadap hal-hal itu berdasarkan pengalaman/pembelajaran masa lalu mereka berkaitan dengan orang, objek atau kejadian serupa. Cara seseorang menilai wanita ideal, suami ideal, pekerjaan, sekolah, perilaku yang pantas, cara berpakaian yang lazim dan lain sebagainya sangat tergantung pada apa yang telah di ajarkan oleh budaya dimana orang tersebut berada.
b. Persepsi Bersifat Selektif
Setiap saat seseorang akan diberondongi oleh jutawan rangsangan inderawi. Untunglah ada atensi pada manusia, sehingga orang hanya akan menangkap rangsangan-rangsangan yang menarik perhatiannya saja. Ada dua faktor yang mempengaruhi atensi ini, yaitu..
faktor internal
faktor eksternal.
Faktor internal antara lain dipengaruhi oleh faktor biologis (lapar, haus dan sebagainya); faktor fisiologis (tinggi, pendek, gemuk, kurus, sehat, sakit, lelah, penglihatan atau pendengaran kurang sempurna, cacat tubuh dan sebagainya); dan faktor-faktor sosial budaya seperti gender, agama, tingkat pendidikan, pekerjaan, penghasilan, peranan, status sosial, pengalaman masa lalu, kebiasaan dan bahkan faktor-faktor psikologis seperti kemauan, keinginan, motivasi, pengharapan dan sebagainya. Semakin besar perbedaan aspek-aspek tersebut secara antar individu, semakin besar perbedaan persepsi mereka mengenai realitas.
Faktor eksternal yang mempengaruhi orang dalam melakukan persepsi terhadap suatu obyek, yakni atribut-atribut objek yang dipersepsi seperti gerakan, intensitas, kontras, kebaruan, dan perulangan objek yang dipersepsi. Suatu obyek yang bergerak lebih menarik perhatian dari pada objek yang diam. Misalnya kita lebih menyenangi televisi sebagai gambar bergerak dari pada komik sebagai gambar diam. Demikian juga dengan suatu rangsangan yang intensitasnya menonjol juga akan menarik perhatian, seseorang yang bersuara paling keras, yang tubuhnya paling gemuk, yang kulitnya hitam, atau yang wajahnya paling cntik akan menarik perhatian kita.
c. Persepsi Bersifat Dugaan
Data yang diperoleh mengenai objek lewat penginderaan tidak pernah lengkap, seringkali menyebabkan persepsi merupakan loncatan langsung pada kesimpulan. Proses ini menyebabkan orang menafsirkan suatu objek lebih lengkap. Misalnya kita melihat sebuah pesawat terbang di angkasa, kita tidak melihat awak pesawat dan penumpangnya. Namun kita telah berulangkali melihat pesawat terbang di angkasa yang menunjukkan bahwa setidaknya terdapat awak pesawat yang menerbangkan pesawat itu. Demikian juga ketika kita melihat bila ada sebuah kapal laut dari kejauhan, kita langsung membayangkan ada sejumlah orang di dalamnya, ada sejumlah mobil dan peralatan kapal seperti skoci dan sebagainya.
d. Persepsi Bersifat Evaluatif
Kebanyakan orang menjalani hari-hari mereka dengan perasaan bahwa apa yang mereka persepsi adalah nyata. Mereka beranggapan bahwa menerima pesan dan menafsirkannya sebagai suatu proses yang alamiah. Sehingga derajat tertentu anggapan itu benar, akan tetapi kadang-kadang alat-alat indra dan persepsi kita menipu kita sehingga kita juga ragu seberapa dekat persepsi dengan realitas yang sebenarnya. Atau dengan kata lain bahwa dalam mempersepsi suatu objek tidak akan pernah terjadi secara objektif, hal ini karena dalam mempersepsi sangat dipengaruhi pengalaman masa lalu dan kepentingan pribadi.
Persepsi bersifat pribadi dan subyektif. Menurut Andrea I. Rich (dalam Mulyana, 2003:189) persepsi pada dasarnya mewakili keadaan fisik dan psikologis undividu alih-alih menunjukkan karakteristik dan kualitas mutlak objek yang dipersepsi. Misalnya bila kita pendiam, kita cenderung menilai orang yang periang sebagai orang yang supel dan mudah bergaul, dan sebaliknya.
e. Persepsi Bersifat Kontekstual
Suatu rangsangan dari luar harus di organisasikan. Dari semua pengaruh yang ada dalam persepsi kita, konteks merupakan salah satu pengaruh paling kuat.
Menurut Somavar dan Porter (1991:106); Mulyana (2003:197) bahwa ada enam unsur budaya yang secara langsung mempengaruhi persepsi kita ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain, yaitu:
kepercayaan (beliefs), nilai (values), dan sikap (attitudes)
pandangan dunia (worldview)
organisasi sosial (social organization)
tabiat manusia ( human nature)
orientasi kegiatan (activity orientation)
persepsi tentang diri dan orang lain (perception of self and others).
2. Komunikasi Verbal
Mulyana (2003:237-238) mengatakan bahwa bahasa sebagai sistem kode verbal, terbentuk atas seperangkat simbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu komunitas. Andrea L. Rich (dalam Mulyana, 2003:251) mengatakan bahwa bahasa sendiri terikat oleh budaya. Karenanya, menurut hipotesis Sapir-Whorf, sering juga disebut Teori Relativitas Linguistik, sebenarnya setiap bahasa menunjukkan suatu dunia simbolik yang khas, yang melukiskan realitas pikiran, pengalaman bathin, dan kebutuhan pemakainya. Jadi bahasa yang berbeda sebenarnya mempengaruhi pemakainya untuk berpikir, melihat lingkungan, dan alam semesta di sekitarnya dengan cara yang berbeda, dan karenanya berperilaku secara berbeda.
3. Komunikasi Nonverbal
Secara sederhana, pesan nonverbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata (Mulyana,2003:308). Sebagai kata-kata kebanyakan isyarat nonverbal juga tidak universal, melainkan terikat oleh budaya, jadi dipelajari, bukan bawaan. Sedikit saja isyarat nonverbal yang merupakan bawaan. Kita semua lahir dan mengetahui bagaimana tersenyum, namun dimana, kapan, dan kepada siapa kita menunjukkan emosi ini dipelajari, dan karenanya dipengaruhi konteks dan budaya.
Simbol-simbol nonverbal sangat sulit untuk ditafsirkan bila dibandingkan dengan simbol-simbol verbal. Walaupun demikian kita sering melihat bahwa bahasa nonverbal cenderung selaras dengan bahasa verbal, misalnya setiap gerakan sinkron dengan ucapan, seperti kita menyatakan setuju selalu disertai dengan anggukan kepala.
Menurut Liliweri (2003:98-101) ketika berhubungan dengan menggunakan pesan nonverbal ada beberapa faktor yang mempengaruhi komunikasi antarbudaya yaitu:
Kinestik adalah yang berkaitan dengan bahasa tubuh, yang terdiri dari posisi tubuh, orientasi tubuh, tampilan wajah, gambaran tubuh. Tampaknya ada perbedaan antara arti dan makna dari gerakan-gerakan tubuh atau anggota tubuh yang ditampilkan
Okulesik adalah gerakan mata dan posisi mata. Ada perbedaan makna yang ditampilkan alis mata diantara manusia. Setiap variasi gerakan mata atau posisi mata menggambarkan suatu makna tertentu, seperti kasih sayang, marah dan sebagainya.
Haptik adalah tentang perabaan atau memperkenankan sejauhmana seseorang memegang dan merangkul orang lain.
Proksemik adalah tentang hubungan antar ruang, antar jarak, dan waktu berkomunikasi, misalnya makin dekat artinya makin akrab, makin jauh artinya makin kurang akrab.
5. Kronemik adalah tentang konsep waktu, sama seperti pesan non verbal yang lain maka konsep tentang waktu yang menganggap kalau suatu kebudayaan taat pada waktu maka kebudayaan itu tinggi atau peradabannya maju. Ukuran tentang waktu atau ketaatan pada waktu kemudian yang menghasilkan pengertian tentang oramg malas, malas bertanggungjawab, orang yang tidak pernah patuh pada waktu.
KESIMPULAN
Setiap orang dari kita adalah unik, artinya sekalipun dibesarkan dalam lingkungan budaya yang sama, belum tentu setiap orang dalam kelompok tersebut itu akan persis sama dalam berpikir dan berperilaku, karena akan ada sub-sub kultur yang lebih spesifik yang sangat berpengaruh terhadap perilakunya dalam berkomunikasi. Budaya dan komunikasi itu mempunyai hubungan timbal balik, seperti dua sisi dari satu mata uang. Budaya menjadi bagian dari perilaku komunikasi, dan pada gilirannya komunikasi pun turut menentukan, memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya (Mulyana, 2003:4). Apa yang kita bicarakan, bagaimana kita membicarakannya, apa yang kita lihat, perhatikan, atau abaikan, bagaimana kita berpikir, dan apa yang kita pikirkan dipengaruhi oleh budaya. Pada gilirannya, apa yang kita bicarakan, bagaimana kita membicarakan, apa yang kita lihat turut membentuk, menentukan, dan menghidupkan budaya kita. Sehingga Edward T. Hall (dalam Mulyana, 2003:4-5) menyatakan bahwa budaya adalah komunikasi dan komunikasi adalah budaya. Bahkan Porter dan Samovar (dalam Mulyana dan Rakhmat, 2001:34) menyatakan bahwa budaya tak hidup tanpa komunikasi dan komunikasi pun tak hidup tanpa budaya.
SUMBER
De Vito, Josep A. 1997. Komunikasi Antar Manusia, Terjemahan Agus Maulana, Jakarta: Profesional Books.
Mulyana, Deddy. 1996. Mengapa Kita Mempelajari Komunikasi: Sebuah Pengantar, Dalam: Human Communication: Konteks-Konteks Komunikasi, Buku Pertama, Bandung: Remaja Rosdakarya.