Teori perkembangan kognitif
Teori Perkembangan Kognitif ,
dikembangkan oleh Jean Piaget, Piaget, seorang psikolog seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896 1896--1980 1980.. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan kecerdasan,, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakuk an operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata diperolehnya schemata — skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya — — dalam dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme konstruktivisme,, yang berarti, tidak seperti teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang ter ter motivasi motivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan. Untuk pengembangan teori ini, Piaget memperoleh Erasmus memperoleh Erasmus Prize. Prize. Piaget membagi skema yang digunakan anak anak untuk untuk memahami dunianya melalui empat periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia usia::
Periode sensorimotor (usia 0 – 2 tahun)
Periode praoperasional (usia 2 – 7 tahun)
Periode operasional konkrit (usia 7 – 11 11 tahun)
Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Periode sensorimotor
Menurut Piaget, bayi Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks refleks bawaan bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa
tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam sub-tahapan:
1. Sub-tahapan skema Sub-tahapan skema refleks, refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks. 2. Sub-tahapan fase Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer , dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan. 3. Sub-tahapan fase Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder , muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan. 4. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder , muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek). 5. Sub-tahapan fase Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier , muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru u ntuk mencapai tujuan. 6. Sub-tahapan awal representasi simbolik , berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas.. kreativitas
Tahapan praoperasional
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran (Pra)Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan ber bahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.
Tahapan operasional konkrit
Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:
Pengurutan — kemampuan untuk mengurutkan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya.
Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
Klasifikasi — kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda
menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan)
Decentering — anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh, anak tidak akan lagi menganggap bahwa cangkir yang pendek tapi lebar memiliki isi lebih sedikit dibanding cangkir yang tinggi tapi ramping.
Reversibility — anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
Konservasi — memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak
berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda -benda tersebut. Sebagai
contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
Penghilangan sifat Egosentrisme — kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang
orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.
Tahapan operasional formal
Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, b ukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada "gradasi abu-abu" di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.
Informasi umum mengenai tahapan-tahapan
Keempat tahapan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Walau tahapan-tahapan itu bisa dicapai dalam usia bervariasi tetapi urutannya selalu sama. Tidak ada ada tahapan yang diloncati dan tidak ada urutan yang mundur.
Universal (tidak terkait budaya)
Bisa digeneralisasi: representasi dan logika dari operasi yang ada dalam diri seseorang berlaku juga pada semua konsep dan isi pengetahuan
Tahapan-tahapan tersebut berupa keseluruhan yang terorganisasi secara logis
Urutan tahapan bersifat hirarkis (setiap tahapan mencakup elemen -elemen dari tahapan sebelumnya, tapi lebih terdiferensiasi dan terintegrasi)
Tahapan merepresentasikan perbedaan secara kualitatif dalam model berpikir, bukan hanya perbedaan kuantitatif
Proses perkembangan
Seorang individu dalam hidupnya selalu berinteraksi dengan lingkungan. Dengan berinteraksi tersebut, seseorang akan memperoleh skema. Skema berupa kategori pengetahuan yang membantu dalam menginterpretasi dan memahami dunia. Skema juga menggambarkan tindakan baik secara mental maupun fisik yang terlibat dalam memahami atau mengetahui sesuatu. Sehingga dalam pandangan Piaget, skema mencakup baik kategori pengetahuan maupun proses perolehan pengetahuan tersebut. Seiring dengan pengalamannya mengeksplorasi lingkungan, informasi yang baru didapatnya digunakan untuk memodifikasi, menambah, atau mengganti skema yang sebelumnya ada. Sebagai contoh, seorang anak mungkin memiliki skema tentang
sejenis binatang, misalnya dengan burung. Bila pengalaman awal anak berkaitan dengan burung kenari, anak kemungkinan beranggapan bahwa semua burung adalah kecil, berwarna kuning, dan mencicit. Suatu saat, mungkin anak melihat seekor burung unta. Anak akan perlu memodifikasi skema yang ia miliki sebelumnya tentang burung untuk memasukkan jenis burung yang baru ini.
Asimilasi adalah proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada. Proses
ini bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman atau informasi yang diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang sudah ada sebelumnya. Dalam contoh di atas, melihat burung kenari dan memberinya label "burung" adalah contoh mengasimilasi binatang itu pada skema burung si anak.
Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau penggantian
skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang sudah ada. Dalam proses ini dapat pula terjadi pemunculan skema yang baru sama sekali. Dalam contoh di atas, melihat burung unta dan mengubah skemanya tentang burung sebelum memberinya label "burung" adalah contoh mengakomodasi binatang itu pada skema burung si anak.
Melalui kedua proses penyesuaian tersebut, sistem kognisi seseorang berubah dan berkembang sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap di atasnya. Proses penyesuaian tersebut dilakukan seorang individu karena ia ingin mencapai keadaan equilibrium, yaitu berupa keadaan seimbang antara struktur kognisinya dengan pengalamannya di lingkungan. Seseorang akan selalu berupaya agar keadaan seimbang tersebut selalu tercapai dengan menggunakan kedua proses penyesuaian di atas.
Dengan demikian, kognisi seseorang berkembang bukan karena menerima pengetahuan dari luar secara pasif tapi orang tersebut secara aktif mengkonstruksi pengetahuannya.
Isu dalam perkembangan kognitif [1]
Isu utama dalam perkembangan kognitif serupa dengan isu perkembangan psikologi secara umum.
Tahapan perkembangan
Perbedaan kualitatif dan kuantitatif
Terdapat kontroversi terhadap pembagian tahapan perkembangan berdasarkan perbedaan kualitas atau kuantitas kognisi.
Kontinuitas dan diskontinuitas
Kontroversi ini membahas apakah pembagian tahapan perkembangan merupakan proses yang berkelanjutan atau proses terputus pada tiap tahapannya.
Homogenitas dari fungsi kognisi
Terdapat perbedaan kemampuan fungsi kognisi dari tiap individu
Natur dan nurtur
Kontroversi natur dan nurtur berasal dari perbedaan antara filsafat nativisme dan filsafat empirisme. Nativisme mempercayai bahwa pada kemampuan otak manusia sejak lahir telah
dipersiapkan untuk tugas-tugas kognitif. Empirisme mempercayai bahwa kemampuan kognisi merupakan hasil dari pengalaman.
Stabilitas dan kelenturan dari kecerdasan
Secara relatif kecerdasan seorang anak tetap stabil pada suatu derajat kecerdasan, namun terdapat perbedaan kemampuan kecerdasan seorang anak p ada usia 3 tahun dibandingkan dengan usia 15 tahun.
Sudut pandang lain
Pada saat ini terdapat beberapa pendekatan yang berbeda untuk menjelaskan perkembangan kognitif.
Teori perkembangan kognitif neurosains [2]
Kemajuan ilmu neurosains dan teknologi memungkinkan mengaitkan antara aktivitas otak dan perilaku. Biologis menjadi dasar dari pendekatan ini untuk menjelaskan perkembangan kognitif. Pendekatan ini memiliki tujuan untuk dapat mengantarai pertanyaan mengenai umat manusia yaitu
1. Apakah hubungan antara pemikiran dan tubuh, khususnya antara otak secara fisik dan mental proses 2. Apakah filogeni atau ontogeni yang menjadi awal mula dari struktur biologis yang teratur
Teori Konstruksi pemikiran-sosial
Selain biologi, konteks sosial juga merupakan salah satu sudut pandang dari perkembangan kognitif. Perspektif ini menyatakan bahwa lingkungan sosial dan budaya akan memberikan pengaruh terbesar terhadap pembentukan kognisi dan pemikiran anak. Teori ini memiliki implikasi langsung pada dunia pendidikan. Teori Vygotsky menyatakan bahwa anak belajar secara aktif lebih baik daripada secara pasif. Tokoh-tokohnya diantaranya Lev Vygotsky, Albert Bandura, Michael Tomasello
Teori Theory of Mind (TOM)
Teori perkembangan kognitif ini percaya bahwa anak memiliki teori maupun skema mengenai dunianya yang menjadi dasar kognisinya. Tokoh dari ToM ini diantaranya adalah Andrew N. Meltzoff
Referensi
Bjorklund, D.F. (2000) Children's Thinking: Developmental Function and individual differences. 3rd ed. Bellmont, CA : Wadsworth
Cole, M, et al. (2005). The Development of Children. New York: Worth Publishers.
Johnson, M.H. (2005). Developmental cognitive neuroscience. 2nd ed. Oxford : Blacwell publishing
Piaget, J. (1954). "The construction of reality in the child". New York: Basic Books.
Piaget, J. (1977). The Essential Piaget . ed by Howard E. Gruber and J. Jacques Voneche Gruber, New York: Basic Books.
Piaget, J. (1983). "Piaget's theory". In P. Mussen (ed). Handbook of Child Psychology. 4th edition. Vol. 1. New York: Wiley.
Piaget, J. (1995). Sociological Studies. London: Routledge.
Piaget, J. (2000). "Commentary on Vygotsky". New Ideas in Psychology, 18, 241 – 259.
Piaget, J. (2001). Studies in Reflecting Abstraction. Hove, UK: Psychology Press.
Seifer, Calvin " Educational Psychology"
2. Konsep Teoritis Utama dalam teori belajar jean piaget
a). teori belajar jean piaget, Inteligensi Piaget pernah bekerja bersama di Binet Testing Laboratory di Paris, dimana ia ikut dalam membantu menyusun standart tes kecerdasaan. Pendekatan laboratorium Binet dalam melakukan pengetesan adalah menggunakan sejumlah pernyataan tes, yang kemudian disajikan kepada anak berbagai usia. Nilai kecerdasan anak dihitung berdasarkan jawaban benar dari anak usia tertentu. Dalam menyusun standar tes kecerdasan, Pieget mencatat sesuatu yang berpengaruh besar tehadap teori perkembangan intelektualnya. Dia menemukan bahwa jawaban yang salah untuk pertanyaan tes adalah lebih informatif ketimbang jawaban yang benar. Dia mengamati bahwa kesalahan yang serupa dibuat oleh anak yang usianya kira-kira sama dan jenis kesalahan yang dibuat oleh anak usia tertentu berbeda secara kualitatif dengan jenis kesalahan yang dibuat oleh anak usia yang berbeda. Pieget mengamati lebih jauh bahwa sifat dasar dari kesalahan ini tidak dapat dijelasakan secara memadai dalam situasi tes yang sanagat teratur dimana anak menjawab pertanyaan secara benar
dan salah. Piaget mengunakan Clinical Metode (metode klinis) yang berupa pertanyaan terbuka, dengan menggunakan metode klinis pertanyaan-pertanyaan Piaget akan menentukan pertanyaan si anak, jika anak mengatakan sesuatu yang menarik, Piaget akan menyusun sejumlah pertanyaan yang dirancang untuk mengekplorasi pertanyaan itu secara lebih mendalam. Diatas kita telah menyinggung bahwa Piaget menentang pendefenisian intelengensi (inteleensi) dalam jumlah item yang dijawab dengan benar yang dalam tes intelegensi menurut Piaget tindakan yang cerdas adalah tindakan yang menimbulkan kondisi yang mendekati optimal untuk kelangsungan organisme, dengan kata lain intelegensi memungkinkan organisme untuk menangani secara efektif lingkungannya, karena lingkungan dan organisme senantiasa berubah, sebuah interaksi yang ’cerdas’ antara keduanya terus-menerus berubah. Sebuah tindakan yang cerdas selalu cendrung menciptakan kondisi optimal untuk survival organisme didalam situasi yang sedang dialaminya, jadi menurut Piaget intelegensi adalah ciri bawaan yang dinamis, sebab tindakan yang cerdas akan berubah saat organisme itu makin matang secara biologis dan mendapat pengalaman menurut Piaget bagian integral dari setiap organisme karena semua organisme yang hidup mencari kondisi yang kondusif untuk kelangsungan hidup mereka, namun bagaimana kecerdasan memanifestasikan dirinya pada waktu tertentu akan selalu berfariasi sesuai kondisi yang ada. Teori Piaget sering disebut sebagai Genetik Epistemologi (epistemologi genetik) karena teori ini berusaha melacak perkembangan kemampuan intelektual. Perlu dijelskan bahwa disini istilah genetik mengacu pada pertumbuhan developmental bukan warisan biologis.
b). teori belajar jean piaget, Skemata Seoarang dilahirkan dengan sedikit reflek yang terorganisir, seperti menyedot, melihat, menggapai, dan memegang. Alih-alih mendiskusikan kejadian individual dari reflek ini, Piaget lebih memilih berbicara tentang potensi umum untuk melakukan hal-hal seperti mengusap, menatap, manggapai, atau memegang. Potensi untuk bertindak dengan
cara tertentu disebut sebagai Shcema (Schemata:jamak). Misalnya, scema memegang adalah kemampuan umum untuk memegang sesuatu scema lebih dari sekedar manifestasi refleksi memegang saja. Scema memegang dapat dianggap sebagai struktur kognitif yang membuat semua tindakan memegang bisa memungkinkan. Dengan kata lain Skema adalah struktur kognitif yang digunakan oleh manusia untuk mengadaptasi diri terhadap lingkungan dan menata lingkungan ini secara intelektual. Sedangkan adaptasi terdiri atas proses yang saling mengisi antara asimilasi dan akomodasi. Ketika setiap tindakan memegang tertentu akan diamati atau dideskripsikan, maka seorang meski berbicara dalam term respon spesifik terhadap stimuli spesifik. Aspek manifestasi partikular dari scema ini dinamakan kontek (isi). Sekali lagi, scema adalah potensi umum untuk melakukan suatu kelompok prilaku, dan isi mendepkripsiakan kondisi-kondisi yang berlaku sama terjadi manifestasi potensi umum.
c). teori belajar jean piaget, Asimilasi dan Akomodasi Proses merespon lingkungan sesuai dengan struktur kognitif seseorang dinamakan Assimilalation (asimilasi), yakni jenis percocokan atau penyesuaian antara strutur kognitif dengan lingkungan fisik. Struktur kognitif yang eksis pada momen tertentu akan dapat diasimilasikan oleh organisme. Misalnya, jika scema mengisap, menatap, menggapai dan memegang sudah tersedia bagi anak, maka segala sesuatu yang dialami anak akan diasimilasikan ke scema itu. Saat struktur kognitif berubah, maka anak mungkin bisa mengasimilasikan aspek-aspek yang berbeda dari lingkungan fisik. Asimilasi itu suatu proses kognitif, dengan asimilasi seseorang mengintegrasikan bahan-bahan persepsi atau stimulus ke dalam skema yan ada atau tingkah laku yang ada. Asimilasi berlangsung setiap saat. Seseorang tidak hanya memperoses satu stimulis saja, melainkan memproses banyak stimulus. Secara teoritis, asimilasi tidak menghasilkan perubahan skemata, tetapi asimilasi mempnagruhi pertumbuhan skemata. Dengan demikian asimilasi adalah bagian dari proses kognitif, denga
proses itu individu secara kognitif megadaptasi diri terhadap lingkungan dan menata lingkungan itu. Jelas, jika asimilasi adalah satu-satunya proses kognitif, maka tidak akan ada perkembangan intelektual sebab organisme hanya akan mengasimilasikan pengalamannya kedalam struktur kognitif. Namun, proses penting kedua menghasilkan mekanisme untuk perkembangan intelektual: Accommodation (akomodasi), proses memodifikasi strutur kognitif. Akomodasi dapat diartikan sebagai penciptaan skemata baru atau pengubahan skemata lama. Asimilasi dan akomodasi terjadi sama-sama saling mengisi pada setiap individu yang menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Proses ini perlu untuk pertumbuhan dan perkembangann kognitif. Antara asimilasi dan akomodasi harus ada keserasian dan disebut oleh Piaget adalah keseimbangan. Setiap pengalaman yang dialami sesesorang akan melibatkan asimilasi dan akomodasi. Kejadiankejadian yang berkorespondensi dengan skemata organisme membutuhkan akomodasi. Jadi, semua pengalaman melibatkan dua proses yang sama-sama penting: pengenalan , atau pengetahuan yang berhubungan proses asimilasi dan akomodasi, yang menghasilkan modifikasi struktur kognitif. modifikasi ini dapat disamankan dengan proses belajar. Dengan kata lain, kita merespon dunia berdasarkan pengalaman kita sebelumnya (asimilasi), tetapi setiap pengalaman memuat aspek-aspek yang berbeda dengan pengalaman yang kita alami sebelumnya. Aspek unik dari pengalaman ini menyebabkan perubahan dalam struktur kognitif kita (akomodasi). Akomodasai karenanya menyediakan sarana utama bagi perkembangan intelektiual.
d). teori belajar jean piaget, Ekuilibrasi Piaget berasumsi bahwa semua organisme punya tendensi bawaan untuk menciptakan hubungan harmonis antara dirinya dengan lingkungannya. Dengan kata lain, semua aspek dari organisme diarahkan menuju adaptasi yang optimal. Ekuilibrasi (penyeimbangan) adalah tendensi bawaan untuk mengorganisasikan pengalaman agar mendapatkan adaptasi yang maksimal. Ekuilibrasi diartikan secara sederhana sebagai dorongan
terus-menerus ke arah keseimbangan atau ekuilibrium. Asimilasi memungkinkan organisme untuk merespon situasi sekarang sesuai dengan pengetahuan sebelumnya. Karena aspek unik dari situasi ini tidak dapat direspon berdasarkan pengetahuan sebelumnya, maka aspek unik atau baru dari pengalaman ini akan menyebabkan sedikit ketidakseimbangan kognitif. Karena ada kebutuhan untuk mencapai harmoni (ekuilibrium), struktur mental organisme berubah agar dapat memasukkan aspek unik dari pengalaman ini dan menyebabkan upaya penyeimbangan kognitif kembali. Tetapi selain usaha memulihkan keseimbangan, penyesuain ini membuka jalan bagi interaksi baru dan berbeda dengan lingkungan. Akomodasi tersebut menyebabkan perubahan struktur mental, sehingga jika aspek lingkungan yang sebelumnya unik kemudian dijumpai lagi, aspek itu tidak akan menimbulkan ketidakseimbanagn; yakni aspek itu akan mudah diasimilasikan ke dalam strutur kognitif organisme. Selain itu, tatanan kognitif ini membentuk basis untuk akomodasi yang baru, sebab akomodasi selalu muncul dari ketidakseimbangan, dan yang menyebabkan ketidakseimbangan itu selalu terkait dengan struktur kognitif organisme saat ini. Secara bertahap, melalui proses penyesusian diri ini, informasi yang pada satu waktu tidak bisa diasimilasi, pada akhirnya bisa diasimilasi. Mekanisme asimilasi dan akomodasi, dan kekuatan penggerak ekuilibrasi, akan menghasilkan pertumbuhan intelektual yang pelan tapi pasti. Proses ini dapat digambar sebagai berikut: Lingkungan Struktur kognitif Persepsi Belajar Asimilasi Akomodasi
e). teori belajar jean piaget, Interiorisasi Setelah struktur kognitif makin luas, anak-anak mampu merespon situasi yang lebih kompleks. Mereka juga tidak lagi terlalu bergantung pada situasi sekarang. Misalnya mereka mampu ”memikirkan” objek yang sebelumnya tidak mampu mereka pikirkan. Apa yang kini dialami anak adalah fungsi dari lingkungan fisik dan struktur kognitifnya, yang merefleksikan akumulasi pengalaman sebelumnya. Penurunan ketergantungan
pada lingkunagan fisik dan meningkatnya penggunaan struktur kognitif ini dinamakan Interiorization (interiorisasi).
3. Tahap-Tahap Perkembangan pada teori belajar jean piaget
a). Sensorimotor Stage ( Umur 0-2 tahun ) Pada tahap ini, anak berinteraksi aktif dengan lingkungannya. Masa ini, masa untuk kemampuannya mulai mengartikan dunia yang mereka lihat. Bagi anak yang berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh melalui fisik (gerakan anggota tubuh) dan sensori (koordinasi alat indra). Pada mulanya pengalaman itu bersatu dengan diri anak, ini berarti bahwa suatu objek itu dianggap ada bila berada pada penglihatannya. Perkembangan selanjutnya ia mulai berusaha untuk mencari objek yang mulanya terlihat kemudian menghilang dari pandangannya, asal perpindahannya terlihat. Akhir dari tahap ini ia mulai mencari objek yang hilang bila benda tersebut tidak terlihat perpindahannya. Objek mulai terpisah dari diri sang anak dan bersamaan dengan itu, konsep objek dalam struktur kognitifnya pun mulai dikatakan matang. Dalam arti Ia mulai mampu untuk melambungkan objek fisik ke dalam simbol-simbol, misalnya mulai bisa berbicara meniru suara kendaraan, suara binatang, dll. Intinya, pada masa kanak-kanak ini, anak belum mempunyai konsepsi tentang objek yang tetap. Ia hanya dapat mengetahui hal-hal yang ditangkap dengan indranya saja. Piaget (1952) mengatakan, bahwa ada dua proses yang bertanggungjawab atas cara anak menggunakan dan mengadaptasi skema mereka pada sensorimotor ini yaitu asimilasi dan akomodasi. Contoh, seorang anak berumur 2 tahun diberi sebuah pulpen untuk menuliskan sesuatu. Dia belum pernah menggunakan pulpen sebelumnya. Ia hanya memperhatikan orang lain sebagaimana mestinya menggunakan sebuah pulpen. Maka ia pun tahu menggunakannya dengan memegang batangnya secara vertikal dan mengoyang-goyangkan membentuk suatu pola (Asimilasi). Namun, karena
baru pertama kali ia menulis maka yang terbentuk hanyalah coretan-coretan biasa. Disinilah perlu penyesuaian gerakan pulpen yang tepat mebentuk suatu pola yang berarti. (Akomodasi). Tahap Sensorimotor stage ini masih terbagai menjadi 6 sub-stages, yaitu:
1) teori belajar jean piaget, Pada tahap ini anak mulai mengembangkan kemampuan refleksnya (terjadi secara spontan, tidak sengaja dan tidak terbedakan). Anak belum dapat membedakan jenis-jenis rangsangan, ia akan menggenggam dan mengisap apapun yang dekat dengannya. Dalam teori perkembangan kognitif Piaget, Dr. paul suparno; pada tahap ini anak melakukan gerakan menyusu, berarti telah melakukan asimilasi fungsional (melatih diri agar fungsi mengisapnya berjalan dengan baik.), melakukan asimilasi yang reproduktif, General Assimilation (skema “mengisap” diperluas tidak hanya sebatas menghisap susu ibu, tapi benda benda lain didekatnya) dan asimilasi rekognitif dimana anak atau bayi mulai membedakan dan mengenal benda-benda yang diisap. Ciri sub-tahap ini, belum mempunyai konsep benda, konsep ruang masih bersifat fragmentaris, dan konsep kausalitas anak juga masih e gosentris.
2) teori belajar jean piaget, Pada tahap ini umumnya, anak mulai muncul kebiasaan yang ia interpretasikan dari apa yang ia perhatikan dari lingkungannya (lewat pendengaran atau pengelihatan ). Cirri sub-tahap ini adalah : • anak mulai meniru (imitasi,”suatu ungkapan bayi untuk mengnal realitas dan berinteraksi dengan dunia secara aktif”) • konsep benda sudah mulai berkembang • konsep ruang ada, yaitu mengikuti benda- benda yan bergerak atau yang bersuara • Konsep kausalitas belum banyak berkembang
3) teori belajar jean piaget, Tahap ini muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan. Ciri pada sub tahap ini : • Konsep benda ada, anak dapat mengantisipasi secara visual letak sebuah benda. • Konsep
ruang berkembang, missal dalam kegiatan menyusu eorang bayi telah mengkoordinasikan ruang gerak mulut dan jamahan tangannya pada putting susu ibu. • Konsep kausalitas ada tapi masih egosentris
4) teori belajar jean piaget, Tahap ini muncul dari usia Sembilan sampai dua belas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek). Cirri sub tahap ini : • Konsep benda ada, anak dapat mencari suatu benda yang disembunyikan sepanjang masih dalam pengelihatannya • Konsep ruang berkembang • Konsep kausalitas ada, disini anak sadar untu pertama kalinya bahwa objek lainya dapat menyebabkan aktivitas tertentu.(wadsworth) (anak digelitik, maka ia akan tertawa)
5)teori belajar jean piaget, Tahap ini muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan. Cirri pada sub tahap ini : • Konsep benda mulai maju dan lengkap. Misal anak dapat memperhitungkan perpindahan berurutan suatu objek. • Konsep ruang ada. Misal pada sub tahap ini anak mulai mengerti ada hubungannya anatara benda- benda dalam suatu ruangan. • Konsep kausalitas semakin berkembang. Anak semakin sadar bahwa orang lain dan juga benda lain dapat menjadi penyebab suatu tindakan.
6)teori belajar jean piaget, Pada sub tahap ini dimulai sebuah representasi simbolik terutama tentang wawasan dan kreativitas. Ciri pada sub tahap ini : • Konsep benda sudah maju. Reprenstasi ini mebiarkan anak untuk mencari dan menemukan objek-objek yang sunguhsungguh disembunyikan. • Konsep ruang ada. Disini anak sadar akan gerakan suatu benda sehiungga dapat mencarinay secara masuk akal bila bnenda itu tidak kelihatan lagi. • Konsep
kausalitas. Anak sadar akan apa yang dialihat tak mampu ia lakukan sehingga mencari jalan lain untuk menyelsaikannya secara sangat sederhaana. b). Pre-Operational Period (umur 2 – 7) Preoperational Stage adalah tahap kedua dari empat tahap perkembangan intelektual atau kognitif seorang anak. Berdasarkan dari rangkaian observasi dari Piaget, ia mendemonstrasikan bahwa diakhir tahun kedua anak terdapat perkembangan fungsi psikologinya. Pemikiran praoperasional bisa dibagi lagi menjadi dua subtahap: 1) Fungsi Simbolis (2-4 tahun) Sub tahap fungsi simbolis terjadi kira-kira antara usia dua sampai empat tahun. Dalam subtahap ini, anak kecil secara mental mulai bisa merepresentasikan objek yang tak hadir. Ini memperluas dunia mental anak hingga mencakup dimensi-dimensi baru. Penggunaan bahasa yang mulai berkembang dan kemunculan sikap bermain adalah contoh lain dari peningkatan pemikiran simbolis dalam subtahap ini. Contoh, anak kecil mulai mencoret-coret gambar orang, rumah, mobil, awan, dan banyak benda lain dari dunia ini. Anak melihat kapal ataukah heli. Dan karena penasaran dan keingintahuannya ia pun meniru kapal itu dengan merentangkan tangannya. Mungkin karena anak kecil tidak begitu peduli pada realitas, gambar mereka tampak aneh dan tampak khayal. Fungsi semiotic atau simbolis ini nampak jelas dalam lima gejala : a. Imitasi tak langsung Kemampuan anak untuk menirukan suatu objek atau kejadian dari apa yang telah ia alami sebelumnya secara tak langsung. Misal, anak diajak pergi kepasar. Ia melihat banyak barang dagangan. Hasil interpretasinya ini ialah ia dapat beramaian pasar-pasaran, berdagangdagangan dengan baranga-barang hasil tiruan dari apa yang telah ia perhatikan sebelumnya. b. Permainan Simbolis Permainan yang berupa symbol-simbol saja dan masih bersifat imitative, yaitu meniru objek atau kejadian yan pernah dialami. c. Menggambar Mengambar dalam tahap ini berarti merupakan jembatan antara permainan simbolis dan gamabaran mental. Unsusr
permainan simbolis terletak apada segi kesenangannya, sementara unsure gamabaran mental terletak pada usaha anak untuk mulai meniru sesuatu yanga real
. d. Gambaran Mental Gambaran mental adalah penggambaran secara pikiran suatu objek atau pengelaman yang lampau yang sifatnya masih statis.
e. Bahasa Ucapan Disini anak menggunakan suara atau bahasa untuk merepresentasi sebuah benda atau kejadian. Perkembangan bahasa ini sangat memperlancar perkembangan konseptual anak dan juga kognitif anak tentunya. Pada tahap ini juga disebutpemikiran prakonseptual (sekitar 2-4 tahun). Selama di salah satu tahap preoperational thinking ini, anank-anak mulai membentuk konsep sederhana. Mereka mulai mengklasifikasi benda-benda dalam kelompok tertentu berdasarkan kemiripannya, tetapi mereka banyak melakukan kesalahan lantaran konsep mereka itu. Jadi, semua lelaki adalah ayah dan semua perempuan adalah ibu dan semua mainan adalah milikku. Logika mereka tidak induktif ataupun deduktif , namun transduktif. Contoh dari penalaran transduktif adalah sapi adalah hewan besar dengan kaki empat. Hewan itu besar dan punya empat kaki, karenya hewan itu adalah sapi. 2) Pemikiran Intuitif (4-7 tahun) Periode pemikiran intuitif (sekitar 4-7 tahun). Pada tahap kedua dari pemikiran praoperasional ini, anak – anak memecahkan masalah secara intuitif, bukan berdasarkan kaidah-kaidah logika. Ciri paling menonjol dari pemikiran anak pada tahap ini adalah kegagalannya untuk mengembangkan conservation (konservasi). Konservasi didefinisikan sebagai kemampuan untuk me nyadari bahwa jumlah, panjang, substansi atau luas akan tetap sama meski mungkin hal-hal seperti itu direpreswentasikan kepada anak dalam bentuk yang berbeda-beda. Misalnya, seorang anak ditunjukkan pada wadah berisi air dalam volume tertentu. kemudian, isi dari salah satu wadah itu dituang kewadah lain yang lebih tinggi bentuknya. Pada tahap perkembanagan ini, anak yang
melihat bahwa wadah pertama berisi sejumlah cairan, kini akan cendrung mengatakan bahwa wadaha yang lebih tinggi dari pada wadah pertama. Anak pada tahap ini secara mental tidak bisa membalikkan operasi kognitif, yang berarti dia tidak dapat melihat bahwa jumlah cairan itu sebenarnya adalah tetap sama. Menurut Piaget, konservasi adalah kemampuan yang muncul sebagai hasil dari akumulasi pengalaman anak dengan lingkungan, dan bukan kemampuan yang dapat diajarkan sampai anak memiliki pengalaman awal ini. Sebagaimana halnya dengan teori tahapan lainnya, pengajaran adalah isu penting. Apakah berbagai kemampuan muncul sebagai hasil dari pengalaman tertentu (yaitu belajar) ataukah muncul sebagai fungsi dari pendewasaan yang ditentukan secara gtenetik? Menurut Piaget jawabannya adalah dua-duanya. Pendewasaan mengahasilkan struktur otak dan sensoris yang dibutuhkan, tetapi dibituhkan pengalaman untuk mengembangkannya. 1. Concrete Operations (sekitar 7-12 tahun). Dalam tahap ini anak mengembangkan
kemampuan
untuk
mempertahankan
(konservasi),
kemampuan
mengelompokkan secara memadai, melakukan pengurutan (mengurutkan dari yang terkecil sampai paling besar dan sebaliknya), dan menangani konsep angka. Tetapi selama tahap ini proses pemikiran diarahkan pada kejadian riil yang diamati oleh anak. Anak dapat melakukan operasi problem yang agak kompleks selama problem itu konkret dan tidak abstrak. 2. Formal Operation. (sekitar 11-15 tahun). Pada tahap inio anak kini bisa menangani situasi hipotetis, dan proses berpikir mereka tidak lagi tergantung hanya pada hal-hal yang langsung dan riil. Pemikiran pada tahap ini semakain logis. Jadi, aparatus mental yang dimilikinya makin canggih namun aparatus ini dapat diarahkan ke solusi berbagai problem kehidupan yang tiada berkesudahan.
4. POSISI JE AN PIAGE T Piaget jelas bukan teoritisi S-R. seperti telah kita ketahui, teoritisi S-R berusaha menentukan hubungan antara kejadian lingkungan (S) dengan respon terhadap kejadian itu (R). kebanyakan teori mengasumsikan organisme pasif yang membangun kemampuan respon dengan mengakumulasi kebiasaan. Kebiasaan yang komplek, menurut perspektif ini, hanyalah kombinasi dari kebiasaan-kebiasaan sederhana. Hubungan S-R tertentu “dicetak” melalui penguatan kontinguitas. Pengetahuan, menurut pendapat ini merepresentasikan “salinan” dari kondisi yang eksis dari dunia fisik. Dengan kata lain, melalui belajar, hubungan yang ada dalam dunia fisik menjadi direprepresentasikan dalam otak organisme. Piaget menyebut posisi epistemologis ini sebagai teori pengetahuan salinan. Teori Piaget berbeda secara diametris dengan konsep pengetahuan S-R. seperti telah kita ketuhui, Piaget menyamakan pengetahuan dengan struktur kognirtif yang memberikan potensi untuk menghadapi lingkungan dengan caracara tertentu. Struktur kognitif menyediakan kerangka bagi pengalaman: yakni, mereka menentukan apa yang dapat direspon dan bagaimana ia dapat direspon. Dalam pengertian ini, struktur kognitif diproyeksikan ke lingkungan fisik dan karenanya dia menciptakannya. dengan cara ini lingkungan dikonstruksi oleh struktur kognitif tetapi, juga bisa dikatakan bahwa lingkungan memainkan peran besar dalam menciptakan struktur kognitif. Seperti yang telah kita ketahui interaksi antara liungkungan dan struktur kognitif melalui proses asimilasai dan akomodasi adalah sangat penting dalam teori Piaget. Ada perbedaan antara teori Pieget dengan Gestalt,. keduanya menyepakati bahwa pengetahuan yang lalu akan mempengaruhi pengalaman Semarang. gestalt berpendapat bahwa saat jejak memori semakin mapan, ia akan semakin berpengaruh terhadap pengalaman sadar. jadi, jejak memori tentang “bentuk lingkaran” sudah mapan, suatu gambar lingkaran yang belum tuntas akan dialami sebagai lingkaran yang utuh.
Jejak memori karenanya, “mengkonstruksi” pengalaman yang tidak sesuai dengan realitas fisik. kita dapat mengatakan bahwa pengalaman diasimilasikan kedalam jejak memori yang sudah ada, sebagaimana mereka diasimilasikan struktur kognitif yang sudah ada. Adapun perbedaan utama antara teoritisi Piaget dengan Gestalt adalah soal sifat perkembangan organisasional seseorang. teoritisi gestalt percaya bahwa manusia lahir dengan otak yang mengorganisasikan pengalaman berdasarkan hokum pragnanz. mereka percaya bahwa data indrawi diorganisasikan disemua tahap perkembangan. sedangkan Piaget sebaliknya, peracaya bahwa kemampuan organisasional otak berkembang siring dengan perkembangnya struktur kognitif. Menurutnya, pengalaman selalu diorganisasikan dalam term struktur kognitif, namun struktur kognitif selalu berubah baik saat terjadi pendewasaan biologis maupun berkat pengalaman indrawi. jadi, Piaget, menggunakan istilah Progressive Equilibrium (Ekuilibrium Progresif) untuk mendeskripsikan fakta bahwa keseimbangan atau organisasi akan optimal dalam situasi yang ada dan bahwa situasi itu akan selalu berubah-ubah.
5. Pendapat Piaget Tentang Pendidikan
Menurut Piaget, pengalaman pendidikan harus dibangun diseputar struktur kognitif pembelajar. Anak-anak berusia sama dan dari kultur yang sama cendrung memiliki struktur kognitif yang sama, tetapi adalah mungkin bagi mereka untuk memiliki struktur kognitif yang berbeda dan karenanya membutuhkan jenis materi belajar yang berbeda pula. Disatu sisi, materi pendidikan yang tidak bisa diasimilasikan ke struktur kognitif anak tidak akan bermakna bagi si anak. jika, disisi lain, materi bisa diasimilasi secara komplet, tidak akan ada proses belajar yang terjadi. Agar belajar terjadi, materi perlu sebagian sudah diketahui dan sebagian belum. Bagian sudah diketahui akan diasimilasi, dan bagian yang belum diketahui akan menimbulkan modifikasi
dalam struktur kognitif anak. Modifikasi ini tersebut akomodasi, yang dapat disamakan dengan belajar. Jadi, menurut Piaget, pendidikan yang optimal membutuhkan pengalaman yang menantang bagi si pembelajar, sehingga proses asimilasi dan akomodasi dapat menghasilkan pertumbuhan intelektual. Untuk menciptakan jenis pengalaman ini, guru harus tahu level fungsi struktur kognitif siswa. Maka kita melihat, baik itu Piaget (wakil dari kognitif) maupun kaum behavioris, telah mendapat kesimpulan yang sama mengenai pendidikan: yakni, pendidikan harus diindividualisasikan. Piaget mendapatkan kesimpulan ini dengan menyadari bahwa kemampuan untuk mengasimilasi akan bervariasi dari satu anak ke anak yang lain dan bahwa materi pendidikan harus disesuaikan dengan struktur kognitif anak. Behavioris mencapai kesimpulannya dengan menyadari bahwa penguatan haruslah kontingen (bergantung) pada prilaku yang tepat, dan penyaluran penguat yang tepat membutuhkan hubungan tatap muka antara orang guru dan satu murid atau antara murid dan materi pendidikan.
C. PENUTUP
Menurut Piaget, anak dilahirkan dengan beberapa skemata sensorimotor, yang memberi kerangka bagi interaksi awal mereka dengan lingkungannya. Pengalaman awal si anak akan ditentukan oleh skemata sensorimotor ini. Dengan kata lain, hanya keajadian yang dapat diasimilasikan keskemata itulah yang dapat direspon oleh si anak dan arena kejadian itu akan menentukan batasan pengalaman anak. Tetapi melalui pengalaman, skemata awal ini dimodifikasi. Setiap pengalaman mengandung elemen unik yang harus diakomodasi oleh struktur kognitif anak. Melalui interaksi dengan lingkungan, struktur kognitif akan berubah, dan memungkin perkembangan terus menerus. Tetapi ini adalah proses yang lambat, karena skemata baru itu selalu berkembang dari skemata yang sudah ada sebelumnya. Dengan cara ini,
pertumbuhan intelektual yang dimulai dengan respons refleksif anak terhadap lingkungan akan terus berkembang sampai ke titik dimana anak mampu memikirkan kejadian potensial dan maupun secara mental mengeksplorasi kemungkinan akibatnya. Interiorisasi menghasilkan perkembangan operasi yang membebaskan anak dari kebutuhan untuk berhadapan langsung dengan lingkugan karena dalam hal ini anak sudah mampu melakukan manipulasi simbolis. Perkembangan operasi (tindakan yang diinteriorisasikan) memberi anak cara yang kompleks untuk menangani lingkungan, dan mereka karenanya mampu melakukan tindakan intelektual yang lebih kompleks. Karena struktur kognitif mereka lebih terartikulasikan, demikian pula lingkungan fisik mereka; jadi dapat dikatakan bahwa struktur kognitif mereka mengkonstruksi lingkungan fisik. Perlu diingat bahwa istilah intelligent (cerdas) dipakai oleh Piaget mendeskripsikan semua aktivitas adaptif. Jadi, perilaku anak yang memegang mainan adalah sama cerdasnya dengan prilaku anak yang lebih tua dalam memecahkan problem. Perbedaannya adalah dalam struktur kognitif yang tersedia bagi setiap anak. Menurut Piaget, tindakan yang cerdas selalu cenderung menciptakan keseimbangan antara organisme dengan lingkungannya dalam situasi saat itu. Dorongan ke arah seimbangan ini dinamakan ekuilibrasi. Meskipun perkembangan intelektual adalah berkelanjutan selama masa kanak-kanak, Piaget memilih untuk menyusun tahap perkembangan intelektual. Dia mendeskripsikan empat tahap utama: (1) sensorimotor, dimana anak berhadapan langsung dengan lingkungan dengan menggunakan refleks bawaan mereka; (2) pra-operasional, dimana anak mulai menyusun konsep sederhana; (3) operasi konkret, dimana anak menggunakan tindakan yang telah diinteriorisasikan atau pemikiran untuk memecahkan masalah dalam pengalaman mereka; dan (4) operasi formal, dimana anka dapat memikirkan situasi hipotesis secara penuh. Teori Piaget memberi efek signifikan pada praktek pendidikan. Banyak pendidik berusaha untuk merumuskan kebijakan
spesifik berdasarkan teori Piaget. Yang lainnya berusaha mengembangkan tes kecerdasan berdasarkan teorinya.
DAFTAR PUSTAKA
Hergenhahn, B.R. dan Matthew H. Olson, Theories Of Learning (Terjemahan), Jakarta: Kencana, 2010. Dr. C. George Boeree
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://webspace.ship.edu/cgboer/ Piaget.html
Personality theories JEAN PIAGET Jean Piaget 1896 – 1980 Paul Suparno, Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget, Yogyakarta: Kanisius, 2001.
http://www.scribd.com/doc/24264263/Makalah-Jean-Piaget http://ilmuwanmuda.wordpress.com/piaget-dan-teorinya/