THAHARAH Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Ibadah Akhlak Dosen Pengampu: Ristianti Azharita, S.Pd. I.
Disusun Oleh: Army Dwi Putri Wulandari 1601015044 Nur Rizqillah Al-Maulidah 1601015116 Raudatul Jannah
1501019006
Kelas 3D
PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA 2017
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarokatuh Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia Nya kepada kita semua, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah dengan pokok bahasan “THAHARAH”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ibadah Akhlak. Makalah ini merupakan hasil dari tugas kelompok bagi mahasiswa, untuk belajar dan mempelajari lebih lanjut tentang ibadah akhlak yang merupakan bagian penting dalam ajaran Islam. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk menumbuhkan proses belajar cara berkelompok kepada mahasiswa, agar kreativitas dan penguasaan materi kuliah dapat optimal sesuai dengan yang diharapkan, menjadi tenaga-tenaga professional yang punya kompetensi keilmuan dan keimanan yang kuat serta berakhlakul karimah. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan pengembangan penyusunan tugas makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan senantiasa menjadi pedoman dalam belajar untuk meraih prestasi yang gemilang.
Jakarta, 25 September 2017 Penyusun Kelompok 2
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR .................................................. ......................................... i DAFTAR ISI ............................................... .......................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah .............................................. ........................................ 2 C. Tujuan Penulisan ................................................ ........................................ 2 BAB II PEMBAHASAN .............................................. ........................................ 3
A. B. C. D. E.
Pengertian Thaharah dan dalil-dalil thaharah ........................................... 7 Pengertian dan macam-macam Najis , hadas ............................................10 Alat dan cara membersihkan / mensucikannya ..........................................12 Dimensi ritual dari ibadah thaharah ..........................................................14 Etika sosial dari Ibadah thaharah dan aktualisasinya dalam kehidupan sehari-hari ................................................................................16
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 17
SIMPULAN .......................................................................................................... 17 SARAN ................................................................................................................. 18 DAFTAR PUSTAKA .............................................................. ............................. 19
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Islam menganjurkan untuk selalu menjaga kebersihan badani selain rohani. Kebersihan badani tercermin dengan bagaimana umat muslim selalu bersuci sebelum mereka melakukan ibadah menghadap Allah SWT. Pada hakikatnya tujuan bersuci adalah agar umat muslim terhindari dari kotoran atau debu yang menempel di badan sehingga secara sadar atau tidak sengaja membatalkan rangkaian ibadah kita kepada Allah SWT. Namun, yang terjadi sekarang adalah, banyak umat muslim hanya tahu saja bahwa bersuci itu sebatas membasuh badan dengan air tanpa mengamalkan rukunrukun bersuci lainnya sesuai syariat Islam. Bersuci atau istilah dalam istilah Islam yaitu “Thaharah” mempunyai makna yang luas tidak hanya berwudhu saja. Pengertian thaharah adalah mensucikan diri, pakaian, dan tempat sholat dari hadas dan najis menurut syariat islam. Bersuci dari hadas dan najis adalah syarat syahnya seorang muslim dalam mengerjakan ibadah tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut sebenarnya banyak sekali manfaat yang bisa kita ambil dari fungsi thaharah. Taharah sebagai bukti bahwa Islam amat mementingkan kebersihan dan kesucian Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis bermaksud untuk memaparkan penjelasan lebih rinci tentang thaharah, menjelaskan tentang pengertian dan macam-macam najis dan hadas, menjelaskan tentang cara membersihkan dan mensucikannya, menjelaskan tentang dimensi ritual dari ibadah tharahah, dan menjelaskan etika sosial dari ibadah tharahah dan aktualisasinya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian umat muslim akan lebih tahu makna bersuci dan mulai mengamalkannya untuk peningkatan kualitas ibadah yang lebih baik.
B. RUMUSAN MASALAH 1. Apakah pengertian Tharahah dan dalil-dalil yang mengenai Tharahah? 2. Apakah pengertian dari najis dan hadas, dan sebutkan macam-macam najis dan hadas? 3. Apa saja alat-alat untuk membersihkan najis dan hadas, dan bagaimana cara membersihkan dan mensucikannya? 4. Bagaimana dimensi ritual dari ibadah tharahah? 5. Bagaimana etika sosial dari ibadah tharahah dan aktualisasinya dalam kehidupan sehari-hari?
C. TUJUAN PENULISAN 1. Mengetahui pengertian Tharahah dan mengetahui serta memahami dalil-dalil yang mencangkup tentang Thararah. 2. Mengetahui macam-macam najis dan hadas. 3. Mengetahui macam-macam alat untuk membersihkan najis dan hadan dan mengetahui cara membersihkan dan mensucikannya sesuai ajaran islam sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an. 4. Mengetahui dimensi ritual dari ibadah tharahah. 5. Memahami etika sosial yang berkaitan dengan iba dah tharahah serta dapat mengaktualisasikan tuntunan ibadah tharahah dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Thaharah dan Dalil-dalil Tharahah
Kata “thaharah” adalah isim mashdar dari fi’il madhi “thahhara yuthahhiru-tathiran dan thaharatan“ yang artinya bersuci atau membersihkan diri. Maka, secara etimologi, thaharah berarti suci dan bersih, baik itu dari kotoran lahir maupun kotoran batin yaitu berupa sifat dan perbuatan tercela. Yang dimaksud dengan tharahah atau bersuci di sini ialah bersuci dalam kaitannya dengan sahnya suatuibadah, khususnya shalat, baik dari najis maupun dari hadats.1 Dalam ajaran Islam, masalah bersuci dan segala seluk-beluknya termasuk bagian ilmu dan amalan yang penting dalam beribadah (Khususnya Shalat) karena syari’at telah menetapkan bahwa seseorang yang akan mengerjakan shalat harus bersuci dari hadast, dan suci badan, pakaian dan tempat dari najis. 2 Allah SWT Sangat mengajurkan hamba-hamba-Nya agar senantiasa dalam keadaan suci lahir dan bathin. Allah sangat menyukai orang-orang yang mensucikan diri, sebagaimana firman-Nya :
Artinya: Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. “”. (Q.S al-Baqarah: 222). Adapun secara terminologis, tharahah adalah mensucikan diri dari najis dan hadats yang menghalangi shalat dan ibadah-ibadah sejenisnya dengan air atau tanah atau batu. Penyucian diri di sini tidak terbatas pada badan saja tetapi juga termasuk pakaian dan tempat.
1
Djaelan Husnan, dkk. Kuliah Ibadah. Jakarta:IKIP Muhammadiyah Jakarta. 1997. H. 48. M. Ma’rifat Iman dan Nandi Rahman. Ibadah Akhlak. Jakarta:Uhamka Press. 2002. H. 33.
2
Para fuqaha dari mazhab yang empat mengemukakan definisi yang berbeda tentang thaharah. Tetapi Abdurrahman al-Jaziri, seseorang faqih dan penyusun kitab “al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah”, melihat adanya titik temu pada definisi-definisi tersebut, bahwa tharahah ialah suatu sifat maknawi yang ditentukan oleh Allah SWT. sebagai syarat sahnya shalat, bolehnya menggunakan bejana dan lain-lain. Allah SWT, Umpanya mensyaratkan bahwa untuk sahnya shalat seseorang, maka badannya, pakaiannya yang dikenakan dan tempat yang digunakan untuk shalat hendaknya suci. Hukum tharahah (bersuci) adalah wajib, khususnya bagi orang yang akan melaksanakan shalat. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan
kamu,
tetapi
Dia
hendak
membersihkan
kamu
dan
menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur. (QS. AlMa’idah: 6). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa ada dua hukum tharahah, wajib dan sunnah. Hukum tharahah
dikatakan wajib apabila berkenaan
dengan kewajiban melaksanakan suatu ibadah seperti shalat dan thawaf
sebagaimana diterangkan di atas. Ibadah thawaf dan shalat seseorang dianggap tidak sah jika tidak melakukan tharahah terlebih dahulu. Tharahah yang diukumkan sunnah adalah yang berkenaan dengan hal-hal yang mendukung dalam suatu ibadah. Misalnya seseorang terlebih dahulu melakukan tharahah (dengan cara berwudhu) sebelum membaca Al-Qur’an, atau seseorang melakukan mandi ketika akan melaksanakan shalat (walaupun dia tidak junub). B. Pengertian Najis dan Hadats beserta Macam-macamnya
1. Najis Najis adalah segala kotoran seperti tinja, kencing, darah /nanah, daging babi, bangkai, air liur anjing , madzi (air berwarna putih cair yang keluar dari kemaluan laki-laki yang biasanya karena syahwat seks, tetapi bukan air mani), wadi (air putih sedikit kental yang keluar dari kemaluan biasanya setelah kencing dank arena kecapean). Inilah yang dikenal dengan najis hakiki. Najis ini harus dihilangkan terlebih dahulu dari badan dan pakaian, sebelum melakukan aktifitas tharahah selanjutnya. Najis
terbagi
menjadi
tiga
macam
yakni:
najis
ringan
(mukhafafah), najis sedang (muthawasithah), najis berat (mughaladzah). Yang termasuk dalam najis ringan adalah air kencing bayi laki-laki yang hanya menyusu pada ibunya. Najis pertengahan ialah hampir keseluruhan kotoran, seperti kotoran binatang, bangkai, darah dan sebagainya. Najis pertengahan ini dibagi menjadi dua, yakni: najis ‘ainiyah, dimana bentuk dan wujud najisnya masih ada dan terlihat, dan najis hukmiyah, dimana wujud najisnya sudah tidak terlihat, namun diyakini di tempat yang sudah tidak kelihatan itu pernah ada najisnya dan belum dibersihkan. Sedangkan
yang termasuk najis berat itu adalah air liur anjing.
3
Tata cara
membersihkan atau menyucikan najis: a. Najis
Ringan
(mukhafafah)
cara
membersihkannya
dengan
memercikan air kepada kencing itu, tidak perlu membasuhnya. Adapun air kencing bayi perempuan yang belum makan apapun selain air susu ibunya dengan cara membasuhnya sampai mengalir di atas benda yang terkena najis itu dan harus hilang zat serta sifat-sifatnya sebagaimana mencuci air kencing orang dewasa. Oleh karena itu air kencing bayi perempuan tergolong najis mutawasithah. Tata cara bersuci terhadap najis ringan tersebut didasarkan pada sebuah hadis Nabi SAW, yang artinya sebagai berikut: “Sesungguhnya Ummu Qais telah datang kepada Rasulullah, beliau mendudukan anak itu dipangkuannya, ternyata anak itu mengencingi beliau. Lalu beliau meminta air, lantas memercikan air itu pada bekas kencing anak tadi, beliau tidak membasuhnya”, (HR. Bukhari& Muslim). b. Najis sedang (mutawasithah) untuk najis ‘ainiyah cara membersihkan najis ini adalah dengan menghilangkan zatnya terlebih dahulu, kemudian baru dicuci dengan air, sehingga hilang bau, rasa dan warnanya. Namun bila warna atau bau itu sulit untuk dihilangkan, maka
ini
dimaafkan.
Sementara
untuk
najis
hukmiyah,
cara
membersihkannya dengan mengalirkan air diatas benda yang terkena najis tersebut. c. Najis (mughaladzah), cara membersihkan benda yang terkena najis berat karena air liur anjing hendaklah dibasuh dengan air tujuh kali, salah satunyadicampur dengan tanah. Hal ini sesuai dengan hadits nabi SAW: “cara mencuci bejana seseorang dari kamu apabila dijilat anjing hendaklah dibasuh tujuh kali, pada awalnya dicampuri dengan
3
M. Ma’rifat Iman dan Nandi Rahman, op.cit. hlm. 38
tanah” , (HR. Ahmad dan Muslim). “ pada awalnya dan akhirnya dicampuri dengan tanah”, (HR. Tirmidzi). 2. Hadas Hadas ialah suatu kejadian dan keadaan yang mengenai pribadi seorang muslim, sehingga menyebabkan rusaknya kesucian seseorang, yang mengakibatkan batalnya shalat atau tawaf. Artinya shalat atau tawaf dinyatakan tidak sah karena dirinya dalam keadaan berhadas.4 Sebab-sebab seseorang dihukumkan sebagai orang yang berhadas ada bermacam-macam, yang kemudian oleh para ahli fiqih dikelompokan menjadi dua macam, yaitu: a. Hadas Kecil Yang menyebabkan seseorang dihukumkan terkena hadas kecil antara lain: 1) Mengeluarkan sesuatu dari dubur atau kubulnya yang berupa: buang air kecil/besar, mengeluarkan kentut, mengeluarkan madzi atau wadi. 2) Menyentuh kemaluan tanpa memakai alas 3) Tidur nyenyak dengan posisi terlentang b. Hadas Besar Yang menyebabkan seseorang dihukumkan terkena hadas besar antara lain: 1) Mengeluarkan mani (sperma) 2) Melakukan hubungan suami istri 3) Haid dan Nifas.
C. Alat Dan Cara Membersihkan dan Mensucikannya
Alat bersuci terdiri dari air, debu, betu, atau benda padat lainnya.
4
Abdullah Ali dan Syamsul Hidayat. AL’UBUDIYAAH. Surakarta: Lembaga Studi Islam (LSI). Hlm. 7
1. Air Air merupakan alat bersuci yang paling besar peranananya, air yang dapat digunakan untuk bersuci adala: a. Air muthlaq, yaitu air yang suci dan mensucikan seperti : air mata air, air sungai, air zamzam, air hujan, salju, embun, air laut. b. Air musta’mal , yaitu air yang telah digunakan untuk wudhu dan mandi. Adapun air yang tidak dapat digunakan untuk bersuci antara lain: a. Air mutanajjis, yaitu air yang sudah terkena najis, kecuali dalam jumlah yang besar (minimal dua kulah) dan tidak berubah sifat kemutlakannya, yakni berubah bau, warna, dan rasanya. b. Air suci yang tidak dapat mensucikan, seperti air kelapa, air gula, (teh, kopi, susu, dan yang lain-lain). Namun air yang bercampur dengan sedikit benda suci lainnya, seperti air yang bercampur dengan air sabun sedikit sabun, kapur barus, atau wewangian, selama tetap terjaga kemutlakannya, maka hukumnya tetap suci dan dapat mensucikan. Sementara jika campurannya banyak hingga tidak dapat disebut sebagai air mutlak bahka sudah disebut sebagai air sabun misalnya, maka hukumnya suci tetapi tidak mensucikan.
2. Debu Debu yang digunakan untuk bersuci atau bertayammum adalah debu yang suci dan kering. Debu ini bisa terletak di tanah, pasir, tembok atau dinding. 3. Batu atau benda padat lainnya selain kotoran dan tulang Debu, batu, dan benda padat lainnya seperti daun, kertas, tisu, dan semacamnya, digunakan khususnya ketika tidak ada aiar. Tetapi jika ada air yang bisa digunakan bersuci, maka disunahkan menggunakan air terlebih dahulu untuk bersuci. 4. Istinja’ Yaitu bersuci dari buang air besar dan air kecil. Alat untuk bersuci dari buang air yang terbaik adalah tetap air. Namun apabila tidak didapatkan air, maka boleh menggunakan batu, bahan-bahan yang dapat menyerap kotoran yang keluar dari dua lubang. Bersuci dengan batu caranya adalah dengan menggunakan tiga buah batu yang ditempelkan kepada kotoran yang keluar dari qubul dan dubur. Syarat istinja’ dengan batu dan sejenisnya hendaklah sebelum kotoran itu kering dan kotoran itu tidak mengenai tempat lain selain tempat keluarnya. Jika kotoran itu sudah kering atau mengenai tempat lain selain tempat keluarnya, maka tidak sah lagi istinja’ dengan batu, tetapi wajib istinja’ dengan air.
D. Dimensi Ritual dan Spritual Dari Ibadah Thaharah
Dimensi ritual thaharah adalah tata cara pelaksanaanya, termasuk di dalam alat dan cara membersihkan atau mensucikannya. Sedangkan dimensi spiritual thaharah yaitu yang membedakan antara dari wudhu dan bersih bersih dari itu ialah niat. setelah berniat baru kita memulai seluruh rangkaian rukun dan sunnah wudhu. Niat sangat penting artinya dalam islam, tidak ada
ibadah tanpa niat, sekalipun yang dilakukan adalah ibadah khusus. Dengan demikian, thaharah yang benar adalah bersinerginya antara kesucian lahir dengan batin. Jika hanya mengarah kepada kesucian lahir maka bukan disebut thaharah (kesucian) tapi nadzofah (kebersihan). Konsekuensinya, niat wudhu itu harus juga diiringi dengan niat mengkongkritkannya dalam perbuatan yang menunjukkan prilaku yang positif. Berikut tata cara pelaksanaan dari dimensi ritual ibadah Tharahah. 1. Wudhu Menurut
bahasa,
Sedangkan
wudhu
menurut
artinya
istilah
bersih
dan
(syariah islam)
indah. artinya
menggunakan air pada anggota badan tertentu dengan cara yang dimulai dengan niat guna menghilangkan hadast kecil. Wudhu merupakan syarat satu sahnya sholat. Nabi Muhammad SAW, telah menggambarkan kita bahwa beliau akan adanya
mengenali cahaya
umatnya pada
di
anggota
Padang tubuh
Mahsyar
dengan
mereka,
karena
pengaruh “mengambill air wudhu” selama mereka berada di dunia. Tata Cara Berwudhu
.
2. Mandi Wajib Mandi wajib disebut juga mandi besar, mandi junub, atau mandi janabat. Tata cara mandi wajib adalah menyiram air ke seluruh tubuh mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan disertai niat mandi wajib di dalam hati. Firman Allah Swt : ) ( Artinya : “.......dan jika kamu junub maka mandilah.” (QS Al Maidah) .Adapun lafaz niatnya adalah sebagai berikut:
Artinya : “Aku niat mandi wajib untuk menghilangkan hada st besar karena Allah Ta’ala. 3. Tayamum Tayamum adalah pengganti wudhu atau mandi wajib yang tadinya seharusnya menggunakan air bersih digantikan dengan menggunakan tanah atau debu yang bersih. Yang boleh dijadikan alat tayamum adalah tanah suci yang ada debunya. Dilarang bertayamum dengan tanah berlumpur, bernajis atau berbingkah. Pasir halus, pecahan batu halus boleh dijadikan alat melakukan tayamum. Tata cara bertayamum yakni sebagai berikut: a. Membaca basmallah, b. Renggangkan jari-jemari, tempelkan ke debu, tekantekan hingga debu melekat, c. Angkat kedua tangan lalu tiup telapak tangan untuk menipiskan debu yang menempel, tetapi tiup kearah berlainan dari sumber debu tadi, d. Baca niat tayamum, e. Mengusap telapak tangan ke muka secara merata,
f.
Bersihkan debu yang tersisa di telapak tangan,
g. Ambil debu lagi dengan merenggangkan jari-jemari, tempelkan ke debu, tekan-tekan hingga debu melekat h. Angkat kedua tangan tangan lalu tiup untuk menipiskan debu yang menempel, tetapi tiup ke arah berlainan dari sumber debu tadi, i.
Mengusap debu ke tangan kanan lalu ke tangan kiri.
E. Etika Sosial Dari Ibadah Tharahah dan Aktualisasinya dalam Kehidupan Sehari-hari
Islam sikap,
nilai
menyatakan serta
bahwa
pesan
bersuci
yang akan
melahirkan
berdampak
banyak sifat,
kepada
perilaku
seseorang. Banyak hadis-hadis menerangkan keutamaan thaharah, yang apabila dilakukan dapat membersihkan dosa dan kesalahan manusia. Oleh
karena
itu,
apabila
thaharah
atau
bersuci selalu diamalkan
sebagaimana sunnahnya, maka akan mampu menghandirkan k esucian lahir dan bathin. Etika sosial dari ibadah Tharahah terdiri dari etika buang air, wudhu, dan mandi. 1. Etika buang air a. Masuk
kamar
menggunakan
mandi
kaki
mendahulukan
kiri, membaca doa
dengan
jangan
bicara
(ngobrol) dikamar mandi dan keluar dari kamar mandi hendaknya
mendahulukan
dengan
menggunakan
kaki
kanan dan membaca doa. b. Jangan sering
buang lewat
air
(besar atau kecil)
atau berteduh
binatang yang tersakiti.
karena
ditempat
orang
membahayakan
c. Jangan menghadap atau membelakangi kiblat pada saat buang air kecil kecuali dilakukan dalam bangunan (ruang khusu). 2. Etika Wudhu a. Jagalah diri selalu dalam keadaan wudhu atau senantiasa memperbaharui wudhu. b. Jangan tidur sebelum berwudhu. c. Awali dengan bismilah ketika sedang berwudhu d. Mulailah berwudhu dari sebelah kanan. 3. Etika Mandi a. Jangan memasuki masjid dalam keadaan junub kecuali setelah mandi, untuk wanita jangan masuk dalam masjid dalam keadaan haid atau nifas kecuali setelah mandi. b. Basuh kepala terlebih dahulu (bersama dengan niat), kemudian masing-masing badan sebelah kanan setelah itu bagian kiri masing-masing 3 kali basuhan. Aktualisasi dalam kehidupan sehari-hari diantaranya: a. b. c. d.
Membiasakan hidup bersih dan sehat Membiasakan hidup dengan selektif Sebagai sarana komunikasi dengan Allah SWT melalui sholat Menunjukan seseorang memiliki iman yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari e. Seseorang yang mampu menjaga kebersihan baik badan, pakaian ataupun tempat tinggal, maka tidak akan mudah terjangkit penyakit.
BAB III PENUTUP
A. Simpulan Thaharah memiliki pengertian secara umum yaitu mengangkat penghalang (kotoran) yang timbul dari hadas dan najis yang meliputi badan, pakaian, tempat, dan benda-benda yang terbawa di badan. Taharah merupakan anak kunci dan syarat sah salat. Hukum taharah ialah WAJIB di atas tiap-tiap mukallaf lelaki dan perempuan. Syarat wajib melakukan thaharah yang paling utama adalah beragama Islam dan sudah akil baligh. Sarana yang digunakan untuk melakukan thaharah adalah air suci, tanah, debu serta benda-benda lain yang diperbolehkan. Air digunakan untuk mandi dan berwudhu, debu dan tanah digunakan untuk bertayamum jika tidak ditemukan air, sedangkan benda lain seperti batu, kertas, tisur dapat digunakan untuk melakukan istinja’. Thaharah memiliki fungsi untuk mengaktualisasikan dalam kehidupan seharihari yaitu membiasakan hidup bersih dan sehat sebagaimana yang diperintahkan agama. Thaharah juga merupakan sarana untuk berkomunikasi dengan Allah Swt. Manfaat thaharah dalam kehidupan sehari-hari yaitumembersihkan badan, pakaian, dan tempat dari hadas dan najis ketika hendak melaksanakan suatu ibadah.
B. Saran Setelah penulis mencoba sedikit menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan thaharah maka dengan itu penulis berharap dengan adanya makalah ini para pembaca mampu mempelajari materi tharahah ini dengan baik, Karena islam menganjurkan pentingnya bertharahah, yang menjadi nilai penting dalam beragama dan menjadi pangkal dalam beribadah, yang menghantarkan manusia berhubungan dengan Allah SWT. Semoga para pembaca juga sadar akan pentingnya thaharah, sehingga tidak asal-asalan dalam thaharah. Karena jika penulis lihat di zaman ini masih banyak orang yang berwudu namun masih belum benar cara mengerjakannya. Kebanyakan orang yang berwudu tanpa mengetahui tata cara berwudu yang benar, asal terkena air saja. Oleh karena itu semoga pembaca mampu memperbaiki dimensi dalam bertharahah.
DAFTAR PUSTAKA
Husnan, Djaelan dkk. 1997. Kuliah Ibadah. Jakarta: IKIP Muhammadiyah Jakarta. Iman, M. Ma’rifat, Rahman Nandi. 2002. Ibadah Akhlak . Jakarta: Uhamka Press. Ali Abdullah, Hidayat Syamsul. AL’UBUDIYAAH. Surakarta: Lembaga Studi Islam. https://www.docdroid.net/WsiRMNl/thaharah.pptx#page=19, 16 September 2017.