TINEA VERSIKOLOR
DEFINISI
Sinonim dari tinea versikolor adalah pitiriasis versikolor, dermatomikosis, kromofitosis, liver spots, tinea flava, pitiriasis versikolor flava, dan panau. Tinea versikolor adalah penyakit jamur superfisial yang kronik, biasanya tidak memberikan keluhan subjektif, berupa bercak berskuama halus yang berwarna putih sampai coklat hitam, terutama meliputi badan dan kadang-kadang dapat menyerang ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas, leher, muka, dan kulit kepala yang berambut. [1]
ETIOLOGI
Tinea versikolor disebabkan oleh Malassezia furfur Robin furfur Robin (BAILLON 1889), yaitu jamur yang bersifat lipofilik dimorfik dan merupakan flora normal pada kulit manusia. [1,2] M. furfur dapat dikultur dari pasien yang terjangkit dan dari kulit normal yang merupakan bagian dari flora normal kulit, khususnya area sebum kulit. Pada kulit terdapat flora normal yang berhubungan dengan timbulnya tinea versikolor ialah Pityrosporum orbiculare orbiculare yang berbentuk bulat atau Pityrosporum ovale yang berbentuk oval. Keduanya merupakan organisme yang sama, yang dapat berubah dari organisme saprofit menjadi parasit sesuai dengan lingkungannya misalnya suhu, kelembaban, pemakaian alat kontrasepsi oral, herediter, pemakaian kortikosteroid sistemik, Cushing disease, disease, imunosupresi, hiperhidrosis, dan kurang gizi. [1,2]
PATOGENESIS
Tinea versikolor cenderung tanpa gejala, meskipun beberapa pasien melaporkan pruritus sedang sampai parah, dan biasanya muncul pada orang sehat. Beberapa faktor yang memicu atau yang memberatkan telah dijelaskan, meskipun apa yang menginduksi perubahan bentuk ragi saprofit ke bentuk miselium parasit
1
masih diperdebatkan. Faktor genetik tampaknya memiliki peran tertentu. Adapun faktor-faktor lain yang juga dapat telibat, antara lain penggunaan antikoagulan oral, hiperhidrosis, dan penggunaan kortikosteroid. [3] Secara umum, faktor-faktor lokal tampaknya mendominasi dalam patogenesis penyakit ini, seperti suhu tinggi, tingkat kelembaban dan oklusi yang diproduksi oleh pakaian. Faktor-faktor ini akan mendorong perubahan ragi dari bentuk miselium dan ke bentuk parasit. [3] Warna lesi pada tinea versikolor bervariasi dari putih ke coklat. Patogenesis variasi pigmen belum diketahui dengan jelas. Hipopigmentasi diasumsikan sebagai bentuk kerusakan melanosit dan penghambatan tirosinase oleh
asam
dekarboksilik
yang
diproduksi
oleh M.
furfur .
Sedangkan
hiperpigmentasi disebabkan oleh ukuran melanosom yang abnormal, stratum korneum yang tebal, dan respon inflamasi. [4] Secara umum, tinea versikolor diduga menyebabkan lesi hipopigmentasi pada individu dengan kulit gelap dan lesi hiperpigmentasi pada mereka dengan kulit putih. Namun pandangan ini belum resmi diteliti.
[4]
MANIFESTASI KLINIK
Kelainan kulit tinea versikolor sangat superfisial dan ditemukan terutama di badan dan ekstremitas. Kelainan biasanya asimtomatik sehingga ada kalanya penderita tidak mengetahui bahwa ia menderita penyakit tersebut. [1,5] Pasien kadang-kadang datang dengan keluhan gatal ringan disertai perubahan warna kulit. Lesi primer berupa makula berbatas tegas, kadang-kadang sedikit eritema, berkarakteristik halus dan tampak seperti terkelupas. Tempattempat yang paling sering terkena adalah tubuh bagian atas, tetapi sering juga menyebar ke lengan atas, leher dan perut. Dapat juga terkena di aksila, paha, dan organ genitalia. Lengan atas ke punggung tangan, dan ke dalam fossa poplitea juga tidak jarang ada, ini sering dikaitkan dengan ragi bentuk oval dalam mikroskop langsung. Pada wajah, kulit kepala dan telapak tangan biasanya banyak terjadi di daerah tropis dengan temperatur yang tinggi. [6]
2
Gambar 1. Tinea versikolor
[6]
Bercak yang tampak adalah makula hipopigmentasi/hiperpigmentasi, biasanya berwarna kuning pucat hingga coklat muda. Pada orang berkulit putih, bercak biasanya tampak lebih gelap dibandingkan dengan warna kulit normal dan biasanya tidak dapat dilihat di bawah pemeriksaan lampu Wood. Sedangkan pada orang berkulit gelap, bercak biasanya tampak lebih putih dibandingkan dengan warna kulit normalnya, sehingga apabila diperiksa di bawah lampu sangat jelas terlihat. [2,6]
Gambar 2. Tinea versikolor.
A.Lesi
ini lebih gelap karena terjadi hyperemia sekunder sebagai
respon inflamasi dan peningkatan melanin. B.Lesi
tampak berbatas tegas, makula hipopigmentasi
[2]
3
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan atas dasar gambaran klinis, pemeriksaan fluoresensi, lesi kulit dengan lampu Wood, sediaan langsung, dan histopatologi. Pemeriksaan
fluoresensi
menggunakan
lampu
Wood
[1]
yang
dapat
mendeteksi lesi subklinikal, bercak kekuningan yang menggambarkan fluoresensi penyakit ini hanya muncul dalam sekitar sepertiga kasus.
[3]
Pemeriksaan sediaan langsung dilakukan menggunakan kalium hidroksida dan tinta Parker. Reagen ini terdiri dari campuran yang sama 20% kalium hidroksida dan tinta Parker hitam, yang dengan cepat memberi warna pada ragi dan pseudomiselium biru, menawarkan gambar khas berbentuk “ spaghetti and meatballs” (Gambar 3). Calcofluor juga dapat digunakan dengan hasil yang sangat baik, namun teknik ini perlu dilihat di bawah mikroskop floresensi.
[3]
Gambar 3. Pemeriksaan sediaan langsung tinea versikolor dengan kalium hidroksida dan tinta Parker (pembesaran 1000x)
[3]
Pada pemeriksaan histologi dapat ditemukan:
Tampak fokus kecil dari keratin parakeratotik
Inflamasi minimal perivaskular superfisial (kadang-kadang tampak eosinofil atau neutrofil)
Spongiosis ringan Neutrofil dalam stratum korneum (Gambar 4-6) [7]
4
Gambar 4. Pembesaran rendah untuk tinea versikolor sangat menyerupai biopsi kulit normal (40×)
[7]
Gambar 5. Pembesaran yang lebih tinggi menunjukkan ragi dan bentuk hifa jamur (400×)
[7]
Gambar 6. Tampak bentuk hifa dan ragi dalam stratum korneum, sering berdekatan dengan daerah parakeratosis (600×)
[7]
5
DIAGNOSIS BANDING
Tinea versikolor harus dibedakan dengan vitiligo dermatitis seboroik, pitiriasis rosea, pitiriasis rubra pilaris, pitiriasis alba, kusta, dan sifilis sekunder. [8]
1.
Vitiligo [7,9] Vitiligo adalah hipomelanosis idiopatik didapat ditandai dengan adanya makula putih yang dapat meluas. Dapat mengenai seluruh bagian tubuh yang mengandung sel melanosit. Persamaan
vitiligo
dan
tinea
versikolor
terletak
pada
bentuk
efloresensinya, yaitu tampak makula berwarna putih (makula hipopigmentasi) dengan diameter beberapa millimeter sampai beberapa sentimeter, bulat atau lonjong dengan batas tegas, tanpa perubahan epidermis yang lain. Perbedaan vitiligo dan tinea versikolor dapat dilihat dari pemeriksaan histopatologi, dimana pada vitiligo tampaknya normal kecuali tidak ditemukan melanosit, kadang-kadang ditemukan limfosit pada pada tepi makula. Sedangkan pada tinea versikolor masih ta mpak adanya melanosit dan menunjukkan ragi dan bentuk hifa jamur.
Gambar 7. Karakteristik lesi perioral pasien vitiligo
2.
[8]
Dermatitis Seboroik [10] Istilah dermatitis seboroik (DS) dipakai untuk segolongan penyakit kulit yang didasari oleh faktor konstitusi dan bertempat predileksi di tempat-tempat seboroik.
6
Persamaan DS dan tinea versikolor salah satunya adalah dari penyebab DS yang kabarnya masih erat kaitannya dengan infeksi Pityrosporum ovale yang merupakan flora normal kulit manusia, tetapi belum terbukti pasti bahwa mikroorganisme inilah yang menyebabkan DS. Selain itu predileksi DS yang juga sama dengan tinea versikolor seperti di leher, umbilikus, lipat paha, dan lain-lain. Perbedaan DS dan tinea versikolor dapat dilihat dari efloresensinya, dimana kelainan kulit pada DS terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak kekuningan, dan batasnya agak kurang tegas.
Gambar 8. Dermatitis seboroik
3.
[8]
Kusta [11,12] Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya ialah Mycobacterium leprae berbentuk basil dengan ukuran 3-8 Um x 0,5 Um, tahan asam dan alkohol serta gram positif. Terutama menyerang saraf perifer dan kulit. Persamaan kusta dan tinea versikolor adalah dari efloresensinya, yaitu bercak hipopigmentasi atau eritematous. Hanya saja yang membuat berbeda adalah pada kusta sifat makula tersebut anestesi. Selain itu, untuk menegakkan diagnosis kusta harus ditemukan paling tidak 1 cardinal sign, seperti bercak hipopigmentasi atau eritematous yang anestesi, penebalan saraf tepi disertai gangguan fungsi saraf, dan pemeriksaan BTA (+).
7
Gambar 9. Kusta
[8]
Diagnosis banding lainnya:
Gambar 10. Pitiriasis rosea
[8]
Gambar 11. Pitiriasis rubra piliaris
Gambar 12. Sifilis sekunder
[8]
[8]
PENATALAKSANAAN
Beberapa produk topikal digunakan dalam penanganan tinea versikolor. Paling banyak menggunakan sampo selenium sulfida, yang digunakan setiap hari dalam 2 minggu, digunakan selama 10 menit lalu dibilas. Hampir semua obat topikal golongan azole juga sangat ampuh dalam pengobatan tinea versikolor. Sampo ketokonazol 2% dioleskan pada area yang sakit selama 5 menit, hal ini
8
diulangi 3x dalam sehari. Obat topikal larutan terbinafine 3% dapat digunakan 2x sehari selama 7 hari dapat meningkatkan angka kesembuhan lebih dari 80%. [2] Meskipun obat topikal sangat cocok untuk pengobatan lokal lesi, pengobatan sistemik juga diperlukan bagi pasien dengan lesi yang sangat luas atau yang mengalami kekambuhan, atau pada pasien dengan pengobatan topikal yang gagal. Ketokonazol oral (200 mg per hari selama 7 hari) atau itrakonazol oral (200-400 mg per hari selama 3-7 hari) biasanya sangat efektif. Flukonazol juga dapat digunakan dalam single dose 400 mg.
[2]
9
DAFTAR PUSTAKA
1.
Budimulja U. Mikosis: Pitiriasis Versikolor . In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Jakarta: FKUI; 2007. p. 100-1.
2.
Janik MP, Heffernan MP. Yeast Infection: Candidiasis and Tinea (Pityriasis) Versicolor . In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. 7th ed. New York: McGraw-Hill; 2008. p. 1828-30.
3.
Crespo-Erchiga V, Gomez-Moyano E, Crespo M. Pityriasis Versicolor and The Yeasts of Genus Malassezia. Actas Dermosifiliogr . 2008;99:765.
4.
Aljabre SHM, Alzayir AAA, Abdulghani M, Osman OO. Pigmentary Changes of Tinea Versicolor In Dark-Skinned Patients. International Journal of Dermatology. 2001;40:273.
5.
Mann MW, Berk DR, Popkin DL, Bayliss SJ. Tinea Versicolor . In: Mann MW, Berk DR, Popkin DL, Bayliss SJ, editors. Handbook of Dermatology A Practical Manual . USA: Blackwell Publishing; 2009. p. 46.
6.
Hay RJ, Ashbee HR. Mycology: Pityriasis Versicolor . In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rook’s Textbook of Dermatology. 8th ed. Singapore: Wiley-Blackwell; 2010. p. 36.11.
7.
Smoller BR, Hiatt KM. Tinea Versicolor . In: Smoller BR, Hiatt KM, editors. Dermatopathology: The Basics. USA: Springer; 2009. p. 94-6.
8.
James WD, Berger TG, Elston DM. Andrew's Diseases of The Skin. 10th ed. Canada: Elsevier Inc; 2006. p. 191, 208-9, 313, 45, 56, 861.
9.
Soepardiman L. Kelainan Pigmen: Vitiligo. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Jakarta: FKUI; 2007. p. 296-8.
10. Djuanda A. Dermatosis Eritroskuamosa: Dermatitis Seboroik . In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit kulit dan Kelamin. 5th ed. Jakarta: FKUI; 2007. p. 200-1.
10
11. Kosasih A, Wisnu IM, Sjamsoe-Daili E, Menaldi SL. Kusta. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Jakarta: FKUI; 2007. p. 73-6. 12. Lockwood DNJ. Leprosy. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rook’s Textbook of Dermatology. 8th ed. Singapore: WileyBlackwell; 2010. p. 32.1-.4.
11