TUGAS KELOMPOK MAKALAH AKUNTANSI MANAJEMEN "TOPIK BAHASAN: LE AN AC COUNT COUNTIN ING, G, TAR GE T COSTING, COSTING, DAN B A L A N C E D S C OR E C A R D " ANALISIS B A L A N C E D S C O R E C A R D PADA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
DISUSUN OLEH KELOMPOK 2
No
Nama Mahasiswa
NPM
No. Urut Daftar Hadir
1
Anggari Dwi Dwi Saputra
1401160172 1401160172
6
2
Goradok Pande Raja Sinabutar
1401160295
15
3
Mukhammad Ubaidillah
1401160256
25
KELAS 8D AKUNTANSI ALIH PROGRAM PRODI D-IV AKUNTANSI ALIH PROGRAM POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN BULAN JUNI TAHUN 2017
1
Paraf
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penulisan Model pengukuran kinerja Balanced Scorecard diperkenalkan pertama kali oleh Profesor Robert S. Kaplan dan Doktor David P. Norton tahun 1992 melalui tulisan ilmiahnya yang berjudul BSC: Measures That Drive Performance pada jurnal ilmiah Amerika Serikat yaitu Harvard Business Review edisi Januari-Februari 1992. Adapun inti dari konsep Balanced Scorecard adalah suatu sistem manajemen kinerja yang bisa membantu organisasi untuk mewujudkan visi dan stategi organisasi menjadi sebuah tindakan nyata dengan cara melakukan pengukuran terhadap seluruh aspek strategis organisasi yang meliputi 4 (empat) perspektif yaitu: a. b. c. d.
Perspektif Keuangan (financial); Perspektif Pelanggan (customer); Perspektif Proses Internal (internal process); dan Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan (learning and growth)
sehingga menghasilkan output , outcome, dan/atau impact yang diinginkan oleh suatu organisasi. Tuntutan yang tinggi akan akuntabilitas pada organisasi sektor publik menjadikan pengukuran kinerja sebagai salah satu elemen penting dalam pelaksanaan program dan/atau kegiatan organisasi tersebut. Pengukuran kinerja sangat berguna terutama dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan, dan sangat penting dalam penilaian kinerja organisasi sektor publik tersebut. Bagi manajemen sendiri, pengukuran kinerja merupakan bagian integral dalam sistem pengendalian manajemen. Dalam proses pengukuran kinerja untuk mendukung fungsi pengendalian, suatu organisasi dapat memanfaatkan metode Balanced Scorecard . Di Indonesia, penerapan Balanced Scorecard telah diimplementasikan sejak Tahun 2008. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Republik Indonesia adalah organisasi pemerintahan pertama yang menerapkan metode Balanced Scorecard . Sebagaimana dipacak dari situs kemenkeu.go.id (https://www.kemenkeu.go.id/Artikel/kementeriankeuangan-dan-balanced-scorecard) bahwa pada tahun 2008, Kemenkeu menerapkan konsep Balanced Scorecard secara bertahap yaitu dimulai pada level atas (belum sampai pada level unit organisasi terkecil). Penerapan Balanced Scorecard sampai pada unit organisasi terkecil (secara koheren) baru dimulai pada tahun 2011, hal ini sebagaimana diatur melalui Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No. 12 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Departemen Keuangan yang kemudian diganti dengan KMK No. 454/KMK.1/2011, dan diganti lagi dengan KMK No. 467/KMK.01/2014 sebagaimana kemudian diubah dengan KMK No. 556/KMK.01/2015. Kebijakan Kemenkeu mengadopsi Balanced Scorecard sebagai tools untuk mengukur kinerja organisasi sekaligus sebagai alat manajemen strategis bertujuan untuk menciptakan pemerintahan yang good governance dan terciptanya kepercayaan masyarakat Indonesia maupun dunia terhadap kinerja organisasi Kementerian Keuangan. Balanced Scorecard didefinisikan oleh Kemenkeu sebagai suatu alat manajemen strategis yang dapat menerjemahkan visi, misi, tujuan, dan strategi ke dalam kerangka operasional. Sampai dengan saat ini, implementasi Balanced Scorecard oleh Kemenkeu telah berjalan kurang lebih sembilan tahun dan telah mengalami berbagai perkembangan berupa penyempurnaan proses implementasinya menuju konsep ideal (best practices). Tindakan penyempurnaan tersebut antara lain terlihat dari pemberlakukan implementasi Balanced Scorecard secara koheren yaitu pemberlakuan penerapan konsep Balanced Scorecard pada semua level organisasi tanpa terkecuali, dari level Menteri sampai pada unit kerja terkecil bahkan sampai kepada level pegawai, dan adanya tindakan perbaikan 1
terhadap standardisasi implementasi Balanced Scorecard melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku di Kemenkeu.
penyempurnaan
Melalui makalah ini, penulis akan mencoba untuk melakukan analisis atas implementasi Balance Scorecard di Direktorat Jenderal Pajak, yang merupakan penerapan Balanced Scorecard pada level Kemenkeu-One—yakni penerapan Balanced Scorecard untuk Level Unit Eselon I. 1.2. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan ini adalah untuk memperoleh gambaran dan pemahaman mengenai penerapan konsep Balaced Scorecard di sektor publik. Dalam penulisan ini, penulis akan menggunakan objek penulisan yaitu Direktorat Jenderal Pajak. 1.3. Ruang Lingkup Penulisan Ruang Lingkup dalam penulisan ini memiliki batasan-batasan agar pembahasan yang dilakukan lebih terarah. Adapun ruang lingkup penulisan yaitu meliputi implementasi penerapan Balance Scorecard di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Definisi B alanced Scorecard Balanced Scorecard terdiri dari dua kata yakni kartu skor (scorecard) dan berimbang (balanced). Kartu skor (scorecard) adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang. Berimbang (balanced) dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa kinerja personel diukur secara berimbang dari dua aspek, yaitu keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern. Mulyadi (2001:1) berpendapat bahwa: “Secara sederhana, pengertian Balanced Scorecard adalah kartu skor yang digunakan untuk mengukur kinerja dengan memperhatikan keseimbangan sisi keuangan dan non keuangan, jangka panjang dan jangka pendek, intern dan ekstern.” Sementara itu, Balanced Scorecard didefinisikan oleh Luis (2007:16) sebagai: “Suatu
alat manajemen kinerja (performance management tool) yang dapat membantu organisasi untuk menterjemahkan visi dan strategi ke dalam aksi dengan memanfaatkan sekumpulan indikator finansial dan non finansial yang kesemuanya terjalin dalam suatu hubungan sebab akibat. ” Berdasarkan atas pemarapan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Balanced Scorecard adalah sistem pengukuran kinerja yang berfokus pada aspek keuangan dan non keuangan dengan memandang empat perspektif, yaitu keuangan, pelanggan, pembelajaran dan pertumbuhan karyawan, serta proses bisnis internal yang dapat membantu organisasi untuk menerjemahkan visi dan strategi ke dalam aksi dimana semua perspektif tersebut terjalin dalam suatu hubungan sebab akibat. 2.2. Perspektif B alanced S corecard Terdapat 4 perspektif dalam Balanced Scorecard , yaitu sebagai berikut:
2
1.
Perspektif Keuangan (Finance)
Balanced Scorecard menggunakan indikator kinerja keuangan yang secara umum dipakai oleh perusahaan, seperti laba bersih dan ROI (Return on Investment). Kinerja keuangan dapat diartikan sebagai akibat dari kinerja aspek non keuangan. Peningkatan laba perusahaan tentunya berkaitan langsung dengan peningkatan produktifitas dan customer satisfaction. Munculnya customer satisfaction, salah satunya, disebabkan para karyawan memiliki kompetensi yang handal dalam melayani pelanggan. 2.
Perspektif Pelanggan (Customer)
Dalam perspektif ini, yang pertama kali harus dilakukan oleh perusahaan adalah penentuan segmen pasar pelanggan yang akan menjadi target yang ingin disasar oleh perusahaan. Setelah segmen pasar ditentukan, langkah selanjutnya adalah menentukan tolok ukur kinerja dari tiap unit kerja dengan untuk mencapai target finansial yang telah ditetapkan. Beberapa aspek pelanggan yang diukur kinerjanya adalah sebagai berikut: a. b. c.
e.
Customer Acquisition, yaitu seberapa banyak pelanggan yang dapat diperoleh; Customer Retention, yaitu seberapa banyak pelanggan yang mampu dipertahankan; Customer Satisfaction, yaitu seberapa puas pelanggan terhadap produk atau jasa yang ditawarkan; Customer Profitability , yaitu keuntungan, khususnya dari sisi finansial, yang diperoleh oleh customer ; dan Market Share, yaitu pangsa pasar yang dikuasai dalam industri sejenis.
3.
Perspektif Proses Bisnis Internal (Internal B usiness Process )
d.
Perspektif proses bisnis internal merefleksikan proses-proses kunci di perusahaan yang dapat dioptimalkan yang dapat meningkatkan value proposisi yang dapat menarik dan mempertahankan pelanggan. Dengan pelanggan yang puas dengan layanan dan produk, diharapkan ada financial return sehingga dapat memuaskan harapan pemegang saham. Terdapat 4 tema utama dalam perspektif proses bisnis internal, antara lain: a.
b. c. d.
Operations Management Process, yaitu proses dari menerima order, mengerjakan, sampai dengan mengirimkan produk ke pelanggan. Proses ini menekankan prinsip bahwa proses harus berjalan secara efektif dan tepat waktu; Customer Management Process, yaitu proses penanganan pelanggan mulai dari mendapatkan customer, mempertahankan, dan meningkatkan nilai bagi pelanggan; Inovation Process, bagaimana perusahaan mengidentifikasi kebutuhan pelanggan dan melakuka proses merancang produk yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan; dan Regulatory and Social Process, yaitu proses yang ditujukan untuk meningkatkan dampak positif bagi komunitas dan lingkungan sekitar lokasi perusahaan.
3
4.
Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan (Learning and G rowth)
Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan merefleksikan kapabilitas perusahaan dalam mengembangkan 3 jenis sumber daya atau capital, yaitu sebagai berikut: a. b. c.
Human Capital , yaitu sumber daya manusia; Organizational Capital , yaitu sumber daya organisasi; dan Information capital , yaitu sumber daya informasi.
2.3. Pengukuran Kinerja Kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi. Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan individu maupun kelompok individu. Sedangkan pengukuran kinerja (performance measurement) adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa; kualitas barang dan jasa (seberapa baik barang dan jasa diserahkan kepada pelanggan dan sampai seberapa jauh pelanggan terpuaskan); hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan; dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan (Robertson, 2002). BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Objek penelitian yang penulis gunakan dalam penulisan adalah Direktorat Jenderal Pajak. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) adalah salah satu direktorat jenderal di bawah Kemenkeu yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang perpajakan. Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) DJP diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 234/PMK.01/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja 4
Kementerian Keuangan. Dalam PMK tersebut, pada Pasal 380 disebutkan bahwa DJP mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sementara itu, pada Pasal 381 diamanatkan bahwa dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 380, DJP menyelenggarakan fungsi: a. b. c. d. e. f. g.
perumusan kebijakan di bidang perpajakan; pelaksanaan kebijakan di bidang perpajakan; penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perpajakan; pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang perpajakan; pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang perpajakan; pelaksanaan administrasi DJP; dan pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri Keuangan.
3.2. Sumber dan Jenis Data Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diolah dari data Peta Strategi DJP yang diperoleh dari website Kemenkeu (www.kemenkeu.go.id) dan website DJP (www.pajak.go.id). 3.3. Sifat Penelitian Penelitian yang dilakukan bersifat kualitatif yaitu menguraikan gambaran dan pemahaman mengenai konsep Balaced Scorecard dan penerapannya di DJP. BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Analisis Balance Scorecard di DJP 4.1.1. Profil DJP Direktorat Jenderal Pajak (DJP) adalah salah satu direktorat jenderal di bawah Kemenkeu yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang perpajakan. DJP merupakan salah satu instansi yang memiliki wewenang dalam penerimaan terhadap pajak Negara. 4.1.2. Visi DJP Visi DJP yaitu menjadi lembaga administrasi perpajakan terpercaya yang memperlakukan semua Wajib Pajak secara adil dan memberikan pelayanan prima melalui teknologi. 4.1.3. Misi DJP Misi DJP yaitu menjamin penyelenggaraan negara yang berdaulat dan mandiri dengan: a. b. c. d.
mengumpulkan penerimaan berdasarkan kepatuhan pajak sukarela yang tinggi dan penegakan hukum yang adil; pelayanan berbasis teknologi modern untuk kemudahan pemenuhan kewajiban perpajakan; aparatur pajak yang berintegritas, kompeten dan profesional; dan kompensasi yang kompetitif berbasis sistem manajemen kinerja.
4.1.4. Strategi DJP Strategi DJP secara umum yaitu: a.
peningkatan pelayanan dan penyuluhan; 5
b. c. d. e. f.
peningkatan ekstensifikasi perpajakan; peningkatan pengawasan Wajib Pajak; peningkatan efektivitas pemeriksaan; peningkatan efektivitas penyidikan dan penagihan; dan peningkatan keandalan data.
4.1.5. Latar Belakang Balance Scorecard di DJP Dalam penggunaan Balance Scorecard , DJP mengikuti Kemenkeu sebagai induk dan organisasi yang berada langsung diatasnya. Organisasi pemerintah sebagai institusi publik di era sekarang ditantang untuk memenuhi harapan berbagai kelompok stakeholders yang mengharuskan organisasi pemerintah untuk bertindak profesional sebagaimana yang dilakukan oleh organisasi swasta. Hal ini kemudian mendorong Kemenkeu sebagai inisiator reformasi birokrasi institusi publik untuk menerapkan Balanced Scorecard dalam mengukur kinerjanya. Alasan penggunaan Balance Scorecard pada Kemenkeu, secara umum, serta DJP, secara khusus, salah satunya adalah untuk dapat mengukur kinerja pegawai dengan lebih akuntabel dan dapat dapat dipertanggungjawabkan. 4.2. Peta Startegi DJP
6
Gambar: Peta Strategi DJP Sumber: www.kemenkeu.go.id
4.3. Alat Ukur Kinerja DJP Dalam melakukan pengukuran kinerja, DJP menggunakan alat ukur sebagai berikut:
No
Perspektif
Alat Ukur
1
Stakeholders
Persentase realisasi penerimaan pajak
2
Pelanggan
Indeks kepuasan penggunaan layanan Persentase tingkat kepatuhan formal Wajib Pajak
3
Proses Bisnis Internal
Tingkat efektivitas penyuluhan Tingkat efektivitas kehumasan Persentase Wajib Pajak baru hasil ekstensifikasi yang melakukan pembayaran Persentase himbauan SPT yang selesai ditindaklanjuti Audit Coverage Ratio Tingkat efektivitas pemeriksaan Persentase keberhasilan pelaksanaan joint audit Persentase hasil penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan Persentase pencairan piutang pajak Jumlah usulan penyanderaan Persentase rekomendasi BPK atas LKPP dan LK BUN yang telah ditindaklanjuti Persentase data eksternal teridentifikasi Deviasi proyeksi perencanan kas pemerintah pusat
4
Learning and Growth
Persentase pejabat kompetensi jabatan Persentase Kelembagaan 7
yang
implementasi
telah
memenuhi
inisiatif
standar
Transformasi
Persentase penyelesaian pembangunan pengembangan modul sistem informasi Tingkat downtime sistem TIK Persentase kualitas pelaksanaan anggaran
BAB V KESIMPULAN Dalam hal melakukan pengukuran kinerja, suatu organisasi dapat menggunakan salah satu metode pengukuran kinerja yaitu Balance Scorecard. Balance Scorecard tidak hanya digunakan untuk mengukur kinerja tetapi juga digunakan untuk menjadi suatu alat guna penyampaian tujuan, visi, misi serta strategi-strategi organisasi dari level paling atas sampai level paling rendah suatu organisasi. Dengan menggunakan Balance Scorecard , tujuan, visi, misi, serta strategi organisasi dapat diketahui hingga level paling rendah suatu organisasi. Perkembangan persaingan bisnis dan tuntutan bisnis menjadi alasan mengapa suatu organisasi menggunakan Balance Scorecard sebagai salah satu metode pengukuran kinerja. Pada organisasi sektor privat, latar belakang penerapan Balance Scorecard biasanya disebabkan oleh perkembangan sektor bisnis perusahaan dan semakin tingginya persaingan bisnis, sehingga menyebabkan perusahaan berusaha memperbaiki kinerjanya demi mencapai tujuan bisnis perusahaan. Sementara itu pada organisasi sektor publik, penggunaan Balance Scorecard biasanya disebabkan oleh tuntutan masyarakat dan pihakpihak terkait (stakeholder) untuk kinerja organisasi yang lebih baik. Implementasi metode pengukuran kinerja dengan menggunakan metode Balance Scorecard pada organisasi sektor privat dan organisasi sektor publik secara umum hampir mirip. Yang membedakan implementasi dari kedua organisasi tersebut adalah Peta Strategi Organisasi. Pada organisasi sektor privat, Peta Strategi yang paling atas adalah financial perspective, sedang pada organisasi sektor publik adalah stakeholder perspective. Hal ini menunjukkan perbedaan dari dua jenis organisasi itu sendiri yaitu organisasi sektor privat yang bertujuan pada financial sementara organisasi sektor publik yang bertujuan pada kepuasan stakeholder .
8
dan
DAFTAR PUSTAKA Effendi, R. 2012. Pengukuran Kinerja Sektor Publik dengan Menggunakan Balanced Scorecard (Studi Kasus Kanwil DJP Sumsel dan Kep. Babel) . Jurnal Ilmiah STIE MDP Vol. 1 No. 2 Maret 2012, Hal. 67-73. Siti, M. 2001. The Balanced Scorecard . Medan: USU Digital Library. Diakses pada tanggal 10 Juni 2017. Mulyadi. 2001. Balanced Scorecard: Alat Manajemen Kontemporer untuk Pelipatganda Kinerja Keuangan Perusahaan. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Risman. 2016. Kementerian Keuangan dan Balanced Scorecard . https://www.kemenkeu.go.id/Artikel/kementerian-keuangan-dan-balanced-scorecard Diakses pada tanggal 10 Juni 2017. www.pajak.go.id. Diakses pada tanggal 10 Juni 2017. www.kemenkeu.go.id. Diakses pada tanggal 10 Juni 2017. Kementerian Keuangan. 2010. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan . Jakarta: Kementerian Keuangan. Kementerian Keuangan. 2014. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 206/PMK.01/2014 tentang Organisasi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak. Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak.
9