ELITE
MIDDLE LEVEL OF POWER
PUBLIC
Bab III
Kekuasaan Politik dan Pengambilan Keputusan Kebijakan
3. 1. Kekuasaan dan Kewenangan
Kekuasaan adalah konsep di dalam ilmu politik. Dalam ilmu politik, terdapat beberapa konsep yang berkaitan erat dengan kekuasaan, seperti pengaruh (influence), penggunaan tekanan fisik (force), persuasi ( persuation), manipulasi ( manipulation), coercion (peragaan kekuasaan), dan kewenangan (Authority). Max Webber, menyatakan kekuasaan adalah " kemampuan untuk melaksanakan kemauan sendiri sekalipun mengalami perlawanan, dan apapun dasar kemampuan ini. Serupa dengan itu, C. Wirght Mills (1956:4) misalnya, mengatakan bahwa " kekuasaan itu adalah kemempuasn untuk melaksanakan kemauankendati orang lain menentang". Sedangkan meurut Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan memiliki definisinya sendiri tentang kekuasaan, ia mengatakann bahwa "kekuasaan itu adalah hubungan dimana seseorang atau kelompok orang dapat menentukan tindakan seseorang atau kelompok lain agar dapat sesuai dengan tujuan pihak pertama". Bahkan ia juga melanjutkan bahwa kekuasaan termasuk partisipasi dalam pembuatan keputusan kebijakan. Kekuasaan merupakan konsep yang berhubungan engan perilaku. Menurut Robert Dahl, seseorang yang memiliki kekuasaan atas orang lain, apabila orang itu melakukan yang sebenarnya tidak dikehendakinya. Sebelum jauh melangkah, perlu di pahami konsep yang lekat dengan kekuasaan, yaitu:
Legitimasi
Keyakinan anggota masyarakat bahwa wewenang yagng ada pada seseorang atau kelompok atau penguasa adalah wajar dan patut di hormati. Kewajaran itu di dasarkan atas presepsi bahwa actor- actor telah taat pada azaz yang sudah diterima masyarakat secara luas.
Otoritas
Kekuasaan yang dilembagakan atau kekuasaan yang di absahkan. Menurut Max Weber terdapat tiga jenis otoritas, pertama adalah otoritas tradisional yang berdasarkan dengan kepercayaan diantara anggota masyarakat bahwa tradisi lama serta kedudukan kekuasaan yang di landasi leh tradisi adalah dan patut dihormati. Kedua, otoritas kharismatik, adalah kepercayaan anggota masyarakat pada kesaktian dan kekuatan mistik atau religious seorang pemimpin. Ketiga adalah otoritas legal- formal, adalah wewenang yang didasarkan atas kepercayaan pada tatatan hukum rasional yang melandasi kedudukan seorang pemimpin.
Merujuk pada Carles Andrain (1992: 194197), ia mengatakan ada lima sumber kewenangan untuk pemerintah , yaitu: (1).Hak memerintah berdasarkan dari sumber- sumber primordial atau tradisi,Artinya, kepercayaan yang telah berakakr dipelihara secara terus menerus di dalam masyarakat.(2). Hak memerintah dari sumber- sumber yang di angap suci (perwahyuan),artinya atas dasar perwahyuan inilah seseorang atau kelompok penguasa dapat memerintah, dann hak memerintah yang di milikinya di anggap bersifat sacral dan pantas untuk di ikuti. (3). Hak memerintah berasal dari sumber- sumber pribadi atau berasal dari kualitas pribadi, baik penampilanya yang agung, pribadinya yang popular maupun karena memiliki charisma. (4). Hak memerintah yang berasal dari sumber- sumber instrumental seperti keahlian dankekayaan, keahlian dalam ilmu pengetahuan dan tekhnologi dan kekayaan yang dimaksud adalah pemilikan uang, tanah, surat beharga, sarana dan alat produksi. (5). Hak memerintah yang berasal dari sumber- sumber legalatau peraturan perundang- undangan yang mengatur prosedur- prosedur dan syarat- syarat menjadi pemeimpin pemerintahan ( contoh presiden dan wakil presiden).
Kelima sumber kewenangan diatas dapat dikategorikan kedalam dua tipe kewenangang urtama, yaitu kewenangan yang bersifat procedural dan kewenangan yang bersifat substansi. prosedural di sini ialah, hak memerintah berdasarkan sumber- sumber yang legal atau peraturan perundang- undangan yang tertulis maupun tidak tertulis. Sedangkan kewenangan yang bersifat substansi di sini ialah hak memerintah berdasarkan faktor yang melekat pada diri pemimpin, seperti tradisi, sacral, kualitas pribadi, dan sumber Instrmental. Semakin kompleks struktur masyarakat suatu negar maka tipe kewenangan yang digunakan lebih cenderung bersifat procedural.
2. 3. Distribusi dan Peralihan Kekuasaan
Sumber- sumber kekuasaan tidak pernah di distribusikan secara merata di dalam setiap masyarakat atau sistem politik. Untuk memahami hal ini kita perlu mendalami dengan logika kekuasaan yang terbangun di dalam masyarakat. Ada tiga logika untuk memahami hal tersebut, yaitu:
Kelas yang memerintah jumlahnya sedikit oleh karena jabatan- jabatan public yang tersedia pun terbatas. Keterbatasan untuk memasuki ranah- ranah jabatan public sangat dimungkinkan oleh karena adanya perbedaan kemampuan, keahlian, kapabilitas, kecakapan dan lain- lain).
Pendistribusian kekuasaan yang tidak merekat yang dimana hal ini terkait dengan hal yang pertama, diamana jika ruang- ruang kekuasaan hanya tersisa sedikit maka pendistribusian kekuasaan akan sangat tergantung pada merit sistem ( pada pemerintahan yang demokratis) dan kolusi dalam sistem yang tidak demokratis.
Adanya kesamaan nilai politik penguasa megenai kekuasaan yakni berusaha untuk mempertahankan dan meperluas kekuasaan.
Para scholers ilmu politik telah menciptakan beberapa model yang berbeda untuk menganalisis soal distribusi kekuasaan. Ada tiga model pendistribusian kekuasaan. Pertama, model elit berkuasa, menurut model ini, sumber kekuasaan terpusat pada sekelompok kecil orag saja. Kedua, model pluralis, dimana kekuasaan mulai tersebar diantara beberapa kelompok sosial masyarakat. Ketiga, model kekuasaan popular atau populis, bahwa sumber kekuasaan telah menyebar luas di seluruh warganegara.
Gambar 3. 1. Piramida kekuasaan menurut C. Wright Mills
Elite
Menguasai kebanyakan sumber kekayaan, sumber keputusan dan kebijakan penting ( termasuk maslah perang dan perdamaian), terdiri dari tiga golongan yaitu: tokoh daunia politik ( Presiden, Kabinet, Pejabat- pejabat tinggi lainya, pemimpin perusahaa besar, banker) dan tokoh militer.
Middle Level of Power
Terdiri atas senator (DPD, dalam kontek Indonesia), anggota kongres, pemimpin kelompok kepentingan, serikat buruh, partai, dan lainya.lapisan ini paling maksimal dan dapat melakukan veto kepada puutusan yang diambil oleh lapisan elit.
Public
Ini berisi rakyat jelata yang tidak terorganisir dan berkuasa.
Gaetano Mosca bahkan hanya membagi kategori warga dalam dua kelompok besar. Pertama, kelompok pemerintah yang terdiri dari sedikit orang, melaksanakan fungsi politik, monopoli kekuasaan, dan menikmatinya. Kedua, kelas yag diperintah, yang berjumlah banyak, dan berkecenderungan di mobilisasi oleh penguasa dengan cara- cara yang kurang lebih berdasar hukum dan juga paksaan.
Menurut Paul Conn, ada beberapa cara peralihan kewenangan. Pertama, turun menurun, yang dimaksud dengan turun menuru yaitu jabatan atu kewenangan yang dialihkan kepada keturunan atu keluarga pemegang jabatan terdahulu. Kedua, dengan cara pemilihan, melalui kontrak sosial yang berbentuk pemilu. Ketiga, peralihan kewenangan melalui paksaan, jabatan atau kewenangan terpaksa di alihkakan kepada orang atau kelompok lain dengan tidak menurut prosedur yang sudah di sepakati, tetapi melalui tindak inkonstusional kekerasan seperti: paksaan tak berdarah, revolusi atau kudeta.
3. 3. Perihal Legitimasi
Secara sederhana legitimasi diartikan sebagai pembenaran moral atas wewenang dan demikian menunjukan bahwa sebagian segmen penduduk yang kuas yakin bahwa penguasa memiliki hak moral untuk berkuasa (Andrain, 1992: 213). Secara umum terdapat dua alasan utam mengapa legitimasi menjadi penting bagi pemimpin pemerintahan. Pertama, legitimasi akan mendatangkan stabilitas politik dan kemungkinan- keungkinan untuk perubahan sosial. Kedua, konsekuensi yang muncul dengan adanya legitimasi adalah tebukanya ruang- ruang bagi pendayagunaan kekuasaan.
Legitimasi, dengan pengakuan masyarakat terhadap seseorang atau kelompok yang berkuasa dapat di tipologikan menjadi lima, sebagai berikut: (1). Klaim Legitimasi Tradisional atau keyakinan lama, dengan menerima aturan lama sebagai satu hal yang benar secara moral dan wajar, karena telah terlembaga sejak lama. (2). Klaim Legitimasi Ideologis, masyarakat memberi dukungan kepada pemeimpiin pemerintah karena pemimpin tersebut dianggap sebagai penafsir dan pelaksana ideologi. (3). Klaim Legitimasi Personal, pengakuan dan pemberian dukungan oleh masyarakat kepada seseorang atau sekelompok orang pemimpin, karena orang tersebut memiliki kualitas pribadi berupa charisma maupun penampilan pribadi dan prestasi cemerlang dalam bidang- bidang tertentu.(4). Klaim Legitimasi Procedural, bertolak belakang dengan legitimasi kharismatik, karena dalam legitimasi procedural masyarakat memberikan pengakuan dan dukungan kepada seseorang atau sekelompok orang karena pemimpin tersebut mendapat kewenangan menurut prosdur yang di tetapkan dalam peraturan UU, walau bisa sangat mungkin sang pemimpin tidak kompeten, kapabel dan total di bidangnya. (5).Klaim Legitimasi Instrumental, pengakuan dan pemberian dukungan kepada seseorang atau kelompok orang (pemimpin) terjadi karena sang pemimpin menjanjikan atau menjamin kesejahteraan material (instrumental) kepada masyarakat.
Dari lima tipologi legitimasi diatas, dapat disimpulkan, bahwa banyak kesempatan yang di peroleh dan digunakan oleh para actor guna mendapatkan dukungan dan akuan dari warga masyarakat yang menjadi pemimpin. Oleh karena itu, ada beberapa cara di dlam ilmu politik untuk memperoleh pengakuan dari masyarakat. Pertama, pendekatan simbolis, untuk mendapatkan atau mempertahankan legitimasi. Kedua, pendekatan procedural, yaitu dengan cara mengedepankan cara- cara procedural, misalnya penyelenggaraan pemilu untuk menentukan para wakil rakyat, Presiden dan Wakil Presiden. Ketiga, pendekatan material dengan cara menjanjikan kesejahteraann material kepada masyarakat seperti: kesempatan kerja, menjamin ketersediaan bahan pokok, infrastruktur yang layak, fasilitas kesehatan, pendidikan dan kesempatan berusaha beserta modal yang memadai. Carles F. Andrain (1992: 204) mengatakan bahwa terdapat empat objek ilmu politik yang memerluakan legitimasi agarsuatu sistem politik tetap berlangsung dan fungsional. Pertama, struktur politik, termasuk masyarakat politik dan lembaga- lembaga politik. Kedua, keyakinan- keyakinan, baik nilai- nilai maupun norma- norma. Ketiga, kekuasaan oleh orang- orang tertentu. Keempat, kebijakan- kebijakan.
Menurut Lucian Pye (dalam surbakti, 1992: 99100) ada beberapa hal yang dapat menyebabkan hilangnya legitimasi yang di awali dengan krisis legitimasi. Krisis legitimasi dapat terjadi karena adanya (1). Prinsip- prinsip kewenangan lama yang beralih ke prinsip- prinsip kewenangan baru.(2) Persaingan yang tajam dan tidak sehat serta tidak di salurkan melallui prosedur yang seharusnya, sehingga terjadi perpecahan di dalam tubuh pemerintah.(3) Pemerintah tidak mampu memenuhi janji- janjinya pada warga yang mengakibatkan kekecewaan, dan (4). Sosialisasi politik tentang kewenangan yang mengalami perubahan.
4. 3. Aktor Pembuat Kebijakan
Sejalan dengan apa yang di utarakan oleh Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan, dalam sistem pemerintahan yang demokratis, aktor dan pelaku pembuat kebijakan dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu : inside government actor dan outside government actor. Pejabat pembuat kebijakan adalah orang yang mepunyai otoritas yang sah untuk ikut serta dalam formulasi hingga penetapan kebijakan public walau dalam kenyataanya, beberapa orang yang mempunyai wewenang sah untuk bertindak dikendalikan oleh orang lain, seperti pimpinan partai politik dan/ atau kelompok kepentingan serta kelompok penekan. Yang merupakan aktor pembuat kebijakan normative adalah: legislative, eksekutif, administrator, dan para hakim (Anderson 1984: 3441).
Legislatif
Berhubungan dengan politik sentral di dalam dalam pembuatan peraturan dan pembentukan kebijakan dalam suatu sistem politik, tidak berarti hanya karena legislatif di tunjuk secara formal, mempunyai peran dan fungsi uuntuk memutuskan keputusan politik secara bebas, yang merupakan seseuatu yang harus ditentukan melalui rangkaian kegiatan empiris yang runut dan sistematis.
Eksekutif
Dinegara- negara berkembang, eksekutif selalu lebih berpengaruh dalam pembuatan kebijakan dari pada legislatif. Struktur pembuatan kebijakan, secara singkat, lebih mudah dipahami di banyak negara berkembang. Secara sederhana, struktur pembuatan kebijakan di negara- negara berkembang hanya terletak di pundak eksekutif selaku pembuat kebijakan itu sendiri.
Instansi Administratif ( administratur Pemerintahan)
Administrasi di masing- masing negara dibedakan dari karakteristiknya, seperti ukuran dan keragaman, hirarkisitas organisasi, hingga tingkat otonomi. Politik dan administrasi dapat berbaur dan instansi administrasi sering di buat dalam pengembangan kebijakan publik. Hal ini terutama di dasarkan atas konsep administrasi baru yang diintrodusir oleh George Frederickson melalui bukunya Administrasi Negara Baru (1984) yang tidak lagi membahas dikotomi administrasi publik dan politik, yang pernah dirisaukan oleh beberapa scholar di awal abad ini. Instansi administrasi pun merupakan sumber utama usulan perundang- undangan di dalam suatu sistem politik.
Lembaga Peradilan
Pengadilan atau lembaga peradilan yang notabene berwenang di dalam proses banding seringkali dipengaruhi oleh sifat da nisi kebijakan puublik melalui penggunaan kekuasaan pengadilan untuk meninjau dan menginterpretasi undang- undang dalam kasus yang di bawa sevelumnya
5. 3. Partisipan Non- pemerintah dalam Pembuatan Kebijakan
Selain lembaga- lembaga diatas yang secara formal mebuat kebijakan publik, masih ada elemen lain yang berpartisipasi di dalam proses kebijakan, diantaranya kelompok kepentingan, parpol, dan warganegara secara pribadi , yang dimana mereka di kenal dengan partisipan non- pemerintah karena mereka di anggap penting di dalam membuat kebijakan public (Anderson, 1984: 4146).
Partai politik
Dinegara yang kurang demokrasti, parpol lebih mementingkan kekuasaan dari pada kebijakan. Dan dari situasi ini banyak warga yang menyampaikakn keluhan bawa parpol tidak mampu memberikan apa- apa kecuali menjadi corong pemerintahan. Oleh karena itu, parpol di AS dan Eropa sering berkonflik dalam masalah penentuan program yag di tentukan melaui keputusan politik, seperti program kesejahteraan, regulasi peburuhan, peraturan bisnis, perndangan pajak, dan sebagainya.pada sistem dua partai seerti di AS dan Inggris, keninginan partai untuk memperbanyak dukungan dari pemiliih serta kelompok kepentiingan atas kebijakan yang mereka ajukan pada dasarnya di upayakan untuk menghindari tidak adanya dukungan program yang diajukan.
Kelompok Kepentingan
Dalam konteks politik, muncul untuk memainkan perna yang atautugas yang penting dalam mempengaruhi dan merekomendasikan kebijakan dihampir semua negara, tergantung apakah mereka berada di negara yang demokratis atau tidak. Dari kelompok kepentingan inilah biasanya pemerintah menggali keinginan- keinginan atau kebutuhan warga yang belum dapat diberikan atau direalisasikan dengan baik. Pengaruh kelompok kepentingan dalam keputusan politik amat tergantung pada sejumlah faktor, yaitu: besar- kecilnya anggota kelompok, keuanganya dan sumber,- sumber lainya, kekompakanya, kemampuan pemimpinya, status sosialnya, gadir tidaknya di dalam kompetisi organisasi, sikap pejabat publik, dan sisi pembuatan keputusan dalam sistem politik.
Warganegara Sebagai Individu
Charles Lindblom (1977) memperlihatkan suatu kebenaran dalam tatar normatif demokratif bahwa warga negara mempunyai hak untuk di dengarkan dan pejabat mempunyai kewajiban untuk mendengarkanya. Dampaknya dalam pembuatan kebijakan adalah pemikiran yang bermanfaat, meskipun mereka tidak menyetujui pengukuran yang tepat- tepatnya, berdasarkan pada keadaan sosial politik saat ini yang dirasakan oleh warganegaranya.
6. 3. Kekuasaan dan Teori- teori Pengambilan Keputusan
Tiga teori pengambilan atau pembuatan keputusan yang akan di bahas di dalam sub bab ini menitik beratkan pada langkah atau kegiata dalam pengambilan atau pembuatan keputusan.
Teori Rasional- Komprehensif ( the Rational- Comprehensif Theory)
Teori ini paling dikenal dan paliing banyak diterima yang di dalamnya terdapat unsur sebagai berikut. Pertama, pembuat keputusan dihadapkan pada suatu masalah tertentu yang dapat dipisahkan dari maslah- maslah lainya atau paling tidak dipertimbangkan secara mendalam kalau dibandingkan dengan masalah lainya. Kedua, tujuan nilai sasaran menjadi pedoman pengambilan keputusan dijelaskan dan di rangking menurt kepentinganya. Ketiga, bermacam- macam alternative yang berhubungan dengan masalahnya diteliti secara seksama. Keempat, konsekuensi yang akan ditimbulkan oleh setiap alternative diteliti. Kelima, masing- masing alternative dan akibat dibandingkan dengan alternative lainya. Keenam, pmbuat keputusan akan memilih alternative, dan konsekuensinya yang mendorong pencapaian tujuan, nilai, atau objeknya.
Teori Inkremental ( The Incremental Theory)
Dikenal juga sebagai teori perevisian pada pengambilan keputusan, dibuat sebagai upaya penyederhanaan teori keputusan yang banyak mengabaikan masalah Teori Rasional- Komprehensif, dan dapat dirunutkan sebagai berikut: Pertama, sebagai tujuan atau sarana dan analisis empiris dari tindakan yang diperlakukan untuk mencapainya lebih bersifat dengan saling menjalin dari pada terpisah- pisah satu dengan lainya. Kedua, pembuat keputusan hanya mempetimbangkan beberapa alternative yang berhubungan dengan permasalahanya dan hal ini akan akan dibedakan hanya yang bersifat menambah dari kebijakan yang ada. Ketiga, untuk masing- masing alternative hanya akibat yang penting akan di evaluasi. Keempat, permasalahan yang dihadapi pembuat keputusan secara continue di definisikan kembali. Kelima,tidak akan terdapat keputusan tunggal atau pemecahan yang benar untuk suatu maslah. Tes pada keputusan yang baikadalah bermacam- macam analisis ternyata langsung menyetujuinya tanpa menyetujui bahwa keputusan merupakan alat yang paling cocok pada suatu objek yang telah di setujui. Keenam, pembuatan keputusan yang bersifat menambahkan sesungguhnya merupakan perbaikan dan lebih sesuai untuk kemjuan saat ini, lebih menunjukan ketidaksempurnaan sosial yang konkret daripada untuk peningkatan tujuan sosial di masamendatang. Linblom (1977) berpendapat bahwa incrementalisme mununjukan proses pembuatan keputusan dalam masyarakat yang majemuk seperti di AS dan Eropa Barat. Keputusan dan kebijakan publik merupakan hasil dari proses " memberi dan menerima" dan persetujuan bersama diantara beberapa stakeholder dalam beberapa proses pengambilan keputusan.
Mixed- Scanning Theory
Suatu pendekatan untuk membuat keputusan yang relative berbeda dengan dengan teori- teori pembuatan keputusan sebelumnya. Dalam mixed scanning theory pengambil keputusan dimuungkinkan menggunakan baik teori Rasional- Komprehensif maupun teori Inkremental dalam keadaan yang berbeda. Dalam beberapa contoh, dengan incrementalisme cukup: dalam kasus lainya diperlukan pendekatan Rasional- Komprehensif yang lebih cermat. Teori ini juga memperhitungkan kemampuan pembuat keputusan yang berbeda- beda.
Resume Buku Politik dan Kebijakan Publik. Bab 3: Kekuasaan Politik dan Pengambilan Keputusan Kebijakan99
9
9
Judul resume ini diambil dari buku, Politik dan Kebijakan Publik. Bab tiga, Kekuasaan Politik dan Pengambilan Keputusan Kebijakan, halaman 57- 88
ELITE
MIDDLE LEVEL OF POWER
PUBLIC