BAGIAN ILMU BEDAH
REFERAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
SEPTEMBER 2018
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
VARIKOKEL
OLEH: Kiki Amallia Putri, S.Ked 10542 0493 13
PEMBIMBING dr. Muh. Rizal Tjaddiaman, Sp.B
Dibawakan Dalam Rangka Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Bedah
BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2018
BAB I PENDAHULUAN
Varikokel, varicocele, adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis akibat gangguan aliran darah balik vena spermatika interna. Kelainan ini terdapat pada 15% pria. Varikokel ternyata merupakan salah satu penyebab infertilitas pada pria; dan didapatkan 21-41% pria yang mandul menderita varikokel. (Purnomo, 2012) Dekade terakhir ini, pembahasan varikokel mendapat perhatian karena potensinya sebagai seba gai penyebab terjadinya terja dinya disfungsi disf ungsi testis dan infertilitas i nfertilitas pada pria. Diperkirakan sepertiga pria yang mengalami gangguan kualitas semen dan infertilitas adalah pasien varikokel (bervariasi 19 - 41%). Akan tetapi tidak semua pasien varikokel mengalami gangguan fertilitas, diperkirakan sekitar 20-50% didapatkan gangguan kualitas semen dan perubahan histologi jaringan testis. Perubahan histologi testis ini secara klinis mengalami pengecilan volume testis. Pengecilan volume testis bagi sebagian ahli merupakan indikasi tindakan pembedahan khususnya untuk pasien pubertas yang belum mendapatkan data kualitas semen. Salah satu cara pengobatan varikokel adalah pembedahan. Keberhasilan tindakan pembedahan cukup baik. Terjadi peningkatan volume testis dan kualitas semen sekitar 50-80% dengan angka kehamilan sebesar 20-50%. Namun demikian angka kegagalan kegagalan atau kekambuhan adalah sebesar 5-20%.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. STRUKTUS ANATOMI DAN FISIOLOGI TESTIS
Testis adalah organ genitalia pria yang pada orang normal jumlahnya ada dua dan masing-masing terletak didalam skrotum kanan dan kiri. Bentuknya ovoid dan pada orang dewasa ukurannya adalah 4x3x2,5 cm, dengan volume 15-25 ml. Kedua buah testis terbungkus oleh jaringan tunika albuginea yang melekat pada testis. Diluar tunika albuginea terdapat tunika vaginalis yang terdiri dari lapisan viseralis dan parietalis, serta tunika dartos. Otot kremaster yang berada di sekitar testis memungkinkan testis dapat digerakkan mendekati ruang abdomen untuk mempertahankan temperatur testis agar tetap stabil. (Purnomo, 2012)
Gambar 1: Anatomi scrotum
Secara histopatologi, testis terdiri dari ±250 lobuli dan tiap lobulus terdiri dari tubuli seminiferi. Di dalam tubulus seminiferi terdapat sel-sel spermatogonia dan sel sertoli, sedangkan diantara tubulus seminiferi terdapat sel-sel leydig. Sel-sel spermatogonium pada proses spermatogenesis menjadi spermatozoa. Sel-sel sertoli berfungsi untuk memberi makan pada bakal sperma, sedangkan sel-sel leydig atau disebut juga sel-sel interstisial testis berfungsi untuk menghasilkan hormone testosteron. (Purnomo, 2012) Sel-sel spermatozoa yang diproduksi di tubulus seminiferi testis disimpan dan mengalami pematangan/maturasi di epididimis. Setelah mature (dewasa) sel-sel spermatozoa bersama-sama dengan getah dari epididimis dan vas deferens disalurkan menuju ampulla vas deferens. Sel-sel itu setelah bercampur dengan cairan-cairan di epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, serta cairan prostat membentuk cairan semen dan mani. (Purnomo, 2012)
Gambar 2: Histologi Testis
Testis mendapat darah dari beberapa cabang arteri, yaitu arteri spermatika interna yang merupakan cabang dari aorta, arteri diferensialis cabang dari arteri vesikalis inferior, dan arteri kremasterika yang merupakan cabang dari epigastrika. Pembuluh darah yang meninggalkan testis berkumpul membentuk pleksus pampiniformis (Purnomo, 2012)
B. VARIKOKEL 1. Definisi
Varikokel merupakan varikositas pleksus pampiniformis korda spermatika, yang membentuk benjolan skrotum yang terasa seperti kantong cacing (Dorland, 2002). Varikokel merupakan suatu dilatasi abnormal dan tortuous dari vena pada pleksus pampiniformis dengan ukuran diameter melebihi 2 mm. Dilatasi abnormal vena-vena dari spermatic cord biasanya disebabkan oleh ketidakmampuan katup pada vena spermatik internal (Rajeev dan Rupin, 2005). Pada varikokel didapatkan kelainan dilatasi vena dalam spermatic cord dan yang diklasifikasi menjadi klinis dan subklinis. Varikokel klinis didiagnosis melalui pemeriksaan fisik dan digolongkan berdasarkan temuan fisik. Varikokel subklinis pada pemeriksaan fisik tidak teraba dan memerlukan pencitraan radiologi untuk diagnosis. Selain itu, varikokel terbagi atas varikokel ekstratestikuler dan varikokel intratestikuler.
Gambar 3: Varikokel
2. Epidemiologi
Varikokel terdeteksi lebih sering pada populasi pria infertil dibanding pada pria fertil. Sebagian besar varikokel terdeteksi setelah pubertas dan prevalensi pada pria dewasa sekitar 10-15%. Pada 80-90% kasus, varikokel hanya terdapat pada sebelah kiri; varikokel bisa bilateral hingga 20% kasus, meskipun dilatasi sebelah kanan biasanya lebih kecil. Varikokel unilateral sebelah kanan sangat jarang terjadi. Varikokel pada remaja pria pernah dilaporkan sekitar 15% kasus. Varikokel biasanya terdiagnosis pada 20-40% pria infertil. Insidensi varikokel yang teraba diperkirakan 15% pada populasi umum pria dan 2139% pria subfertil. Meskipun varikokel pernah dilaporkan pada pria sebelum remaja, varikokel jarang pada kelompok usia ini. Pada suatu penelitian oleh Oster (1971) pada 1072 anak sekolah laki laki di
Denmark, tidak ditemui adanya varikokel pada 188 anak laki-laki yang berusia antara 6 sampai 9 tahun. Insidensi varikokel pada anak yang lebih tua (usia 10-25 tahun), bervariasi antara 9% sampai 25,8% dengan suatu rerata 16,3%. Pada referensi lain didokumentasikan pada tahun 1880-an yang menyebutkan bahwa varikokel lebih dominan pada sisi kiri, jarang muncul sebelum pubertas, dan dalam beberapa hal berhubungan dengan hilangnya volume testis ipsilateral yang tampak dan reversibel dalam beberapa peristiwa setelah ligasi varikokel (Daitch, 2003). Varikokel ekstratestikular merupakan kelainan yang diketahui umum terjadi, dimana terdapat pada 15% sampai 20% pria. Varikokel intratestikular sebaliknya suatu kelainan yang jarang dan sesuatu yang relatif baru dimana dilaporkan kurang dari 2% pada pria yang menjalani sonografi testis dengan gejala.
3. Etiologi Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab varikokel, tetapi dari pengamatan membuktikan bahwa varikokel sebelah ki ri lebih sering dijumpai daripada sebelah kanan (varikokel sebelah kiri 7093%). Hal ini disebabkan karena vena spermatika interna kiri bermuara pada vena renalis kiri dengan arah tegak lurus, sedangkan yang kanan bermuara pada vena kava dengan arah miring. Di samping itu vena spermatika interna kiri lebih panjang daripada yang kanan dan katupnya lebih sedikit dan inkompeten (Purnomo, 2012).
Jika terdapat varikokel di sebelah kanan atau varikokel bilateral patut dicurigai adanya: kelainan pada rongga retroperitoneal (terdapat obstruksi vena karena tumor), muara vena spermatika kanan pada vena renails kanan, atau adanya situs inversus (Purnomo, 2012).
Terdapat beberapa etiologi varikokel ekstratestikular seperti refluks renospermatik, insufisiensi katup vena spermatika interna, refluks ileospermatik, neoplastik, atau penyakit retroperitoneal lainnya, sindrom malposisi visceral, dan pembedahan sebelumnya pada regio inguinal dan skrotum. Varikokel intratestikular sering dihubungkan dengan atrofi testikular ipsilateral terkait kelainan parenkhimal, tetapi apakah varikokel intratestikular merupakan suatu penyebab atau akibat dari atrofi testikular tetap belum jelas. Varikokel intratestikular biasanya, tetapi tak selalu, terjadi berkaitan dengan suatu varikokel ekstratestikular ipsilateral (Sharlip et al., 2001). Etiologi varikokel secara umum: a.
Dilatasi atau hilangnya mekanisme pompa otot atau kurangnya struktur penunjang/atrofi otot kremaster, kelemahan kongenital, proses degeneratif pleksus pampiniformis.
b.
Hipertensi v. renalis atau penurunan aliran ginjal ke vena kava inferior.
c.
Turbulensi dari v. supra renalis ke dalam juxta v. renalis internus kiri berlawanan dengan kedalam v. spermatika interna kiri.
d.
Tekanan segment iliaka (oleh feses) pada pangkal v. spermatika.
e.
Tekanan v. spermatika interna meningkat letak sudut turun v. renalis 90 derajat.
f.
Sekunder : tumor retro, trombus v. renalis, hidronefrosis.
1) Etiologi Anatomi Suplai arteri testis mempunyai 3 komponen mayor yaitu: arteri testikular, arteri kremaster dan arteri vasal. Walaupun kebanyakan darah arterial pada testis berasal dari arteri testikular, sirkulasi kolateral testikular membutuhkan perfusi yang adekuat dari testis, walaupun arteri testikular terligasi atau mengalami trauma. Drainase venous dari testis diprantarai oleh pleksus pampiniformis, yang menuju ke vena testikular (spermatika interna), vasal (diferensial), dan kremasterik (spermatika eksternal). Walapun varikokel dari vena spermatika biasanya ditemui pada saat pubertas, sepertinya terjadi perubahan fisiologi normal yang terjadi saat pubertas dimana terjadi peningkatan aliran darah testikular menjadi dasar terjadinya anomali vena
yang
overperfusi
dan
terkadang
terjadi
ektasis
vena
(Schneck,2007).
2) Peningkatan Tekanan Vena Perbedaan
letak
vena
spermatika
interna
kanan
dan
kiri
menyebabkan terplintirnya vena spermatika interna kiri, dilatasi dan terjadi aliran darah retrogard. Darah vena dari testis kanan dibawa menuju
vena cava inferior pada sudut oblique (kira-kira 30 0). Sudut ini, bersamaan dengan
tingginya
aliran
vena
kava
inferior
diperkirakan
dapat
meningkatkan drainase pada sisi kanan (Venturi effect ). Sebagai perbandingan, vena testikular kiri menuju ke arteri renalis kiri (kira – kira 900). Insersi menuju vena renalis kiri sepanjang 8-10 cm lebih ke arah kranial daripada insersi dari vena spermatic interna kanan, yang berarti sisi kiri 8-10 cm memiliki kolum hidrostatik yang lebih panjang dengan peningkatan tekanan dan relatifnya aliran darah lebih lambat pada posisi vertikal. Vena renalis kiri dapat juga terkompres di daerah proksimal diantara arteri mesenterika superior dan aorta (0,7% dari kasus varikokel), dan distalnya diantara arteri iliaka komunis dan vena (0,5% dari kasus varikokel). Fenomena nutcracker ini dapat juga menyebabkan peningkatan tekanan pada sistem vena testikular kiri (Schneck, 2007).
Gambar 4: Vena dan Katup pada Testis
3) Anastomosis Vena Kontralateral Studi anatomi menggambarkan terdapat anastomosis sistem drainase
superfisial
dan
interna,
bersamaan
dengan
kiri-ke-kanan
hubungan vena pada ureter (L3-5), spermatik, skrotal, retropubik, saphenus, sakral dan pleksus pampiniformis. Vena spermatika kiri memiliki cabang medial dan lateral pada level L4-penemuan ini penting dan harus dilakukan untuk menentukan penanganan varikokel. Prosedur yang dilakukan diatas level L4 memiliki risiko kegagalan lebih tinggi karena percabangan multipel dari sistem vena spermatika.
4) Katup yang Inkompeten Pada tahun 1966, Ahlberg menjelaskan bahwa pembuluh testis berisi katup yang protektif terhadap varikokel, dan ini merupakan kekurangan atau ketidakmampuan pada sisi kiri yang menyebabkan terjadinya varikokel.
Untuk
mendukung
gagasan
ini,
ia
menemukan
tidak
adanya/hilangnya katup pada 40% postmortem vena spermatika kiri dibandingkan dengan 23% hilangnya pada sisi kanan. Keraguan telah dilemparkan pada teori ini, namun, dari studi radiologi terbaru yang dilakukan oleh Braedel dkk menemukan bahwa 26,2% pasien dengan katup yang kompeten tetap ditemukan varikokel. Beberapa anatomis kini bahkan menjelaskan bahwa sebenarnya tidak terdapat katup baik pada vena spermatika sisi kanan maupun kiri (Schneck, 2007).
4. Patogenesis
Varikokel
terjadi
akibat
peningkatan
tekanan
vena
dan
ketidakmampuan vena spermatika interna. Aliran retrograde vena spermatika interna merupakan mekanisme pada perkembangan varikokel. Varikokel ekstratestikular merupakan suatu kelainan yang umum terjadi. Sebagian besar kasus asimptomatik atau berhubungan dengan riwayat orchitis, infertilitas, pembengkakan skrotum dengan nyeri. Varikokel intratestikular merupakan suatu keadaan yang jarang, ditandai oleh dilatasi vena intratestikular (Rajeev dan Rupin, 2005). Varikokel lebih sering ditemukan pada sebelah kiri karena beberapa alasan berikut ini: (a) vena testikular kiri lebih panjang; (b) vena testikular sinistra memasuki vena renal sinistra pada suatu right angle; (c) arteri testikular sinistra pada beberapa pria melengkung diatas vena renal sinistra, dan menekan vena renal sinistra; dan (d) distensi colon descendens karena feses dapat mengkompresi vena testikular sinistra (Rajeev dan Rupin, 2005). Beberapa mekanisme telah menjadi hipotesa untuk menjelaskan fenomena dari subfertilitas yang ditemukan pada pria dengan varikokel unilateral atau bilateral, termasuk peningkatan suhu skrotal yang menyebabkan disfungsi gonadal bilateral, refluks renal, metabolit adrenal dari vena renalis, hipoksia, dan akumulasi gonadotoksin (Schneck, 2007).
a. Disfungsi Bilateral Seperti aspek lainnya dari varikokel, penyebab disfungsi testikular bilateral disamping varikokel unilateral masih dalam studi. Aliran darah retrograd sisi kanan didapatkan pada pria dengan varikokel sisi kiri dan menjadi mekanisme yang memungkinkan. Zorgniotti dan MacLeod membuat hipotesa pada era tahun 1970an, dengan data yang disebutkan pada pria dengan oligosperma dengan varikokel memiliki temperarur intraskrotal dimana 0,60C lebih tinggi dibandingkan pada pasien dengan oligosperma tanpa varikokel. Saypol dkk dan Green dkk keduanya mendeskripsikan peningkatan aliran darah testikular bilateral dan peningkatan temperatur pada eksperimen dengan binatang yang dibuat varikokel artifisial unilateral. Sebagai tambahan, dilakukan perbaikan dari varikokel tersebut dengan hasil normalisasi dari aliran dan temperatur. Setelah itu, peneliti mendemonstrasikan bahwa aktivitas DNA polimerase dan enzim DNA rekombinan pada sel germ sensitif terhadap temperatur, dengan suhu optimal kira- kira 330C. Temperatur optimal untuk sintesis protein pada spermatid berkisar antara 340C. Proliferasi sel germ mungkin dipengaruhi dari peningkatan suhu dari varikokel akibat inhibisi 1 atau lebih dari enzim-enzim yang penting. Trauma hipertermi konsisten dengan penurunan jumlah spermatogonal akibat adanya apoptosis yang ditemukan dari biopsi sampel pasien dengan varikokel. Disamping temuan ini, tidak semua peneliti menemukan
adanya hubungan antara meningkatnya temperatur intratestis dan varikokel. b. Refluks dari Metabolit Vasoaktif Karena adrenal kiri dan vena gonadal menuju ke proksimitas terdekat satu sama lain dari vena renalis, MacLeod menyebutkan bahwa derivat-derivat dari ginjal atau adrenal dapat menuju ke vena gonadal. Jika metabolit ini bersifat vasoaktif (mis: prostaglandin), maka dapat menjadi berbahaya pada fungsi testis. Hasil dari beberapa studi
tidak
mensuport
teori
ini,
tetapi
peningkatan
jumlah
norepinefrin, prostaglandin E dan F, adrenomedulin (vasodilator poten) ditemukan pada vena spermatika pria dengan varikokel. Metabolit lainnya seperti renin, dehidroepiandrosteron, atau kortisol tidak ditemukan. Beberapa penulis menyebutkan dengan adanya metabolit, refluks tidak mengubah/mempengaruhi spermatogenesis. c. Hipoksia Pada era 1980an, Shafik dan Bedeir berteori bahwa perbedaan gradien tekanan (dan gradien oksigen subsekuen) antara vena renalis dan gonadal dapat menyebabkan hipoksia diantara vena gonadal. Dua teori hipoksia lainnya yaitu: peningkatan tekanan vena dengan olahraga dapat menyebabkan hipoksia, dan stasis dari darah menyebabkan penurunan tekanan oksigen. Menurut Tanji dkk, pria dengan varikokel memiliki atrophy pattern muskulus kremaster dari studi histokimia. Disamping penemuan ini, tidak ada perbedaan yang
signifikan diantara kontrol dan tekanan gas oksigen, yang dilakukan percobaan pada binatang. d. Gonadotoksin Beberapa studi telah mendemonstrasikan bahwa pria yang merokok memiliki efek samping yang lebih tinggi dibandingkan yang tidak merokok. Perokok setidaknya memiliki insiden 2 kali lebih tinggi untuk terkena varikokel, dan yang telah memiliki varikokel setidaknya 10 kali terjadi peningkatan insiden oligospermia jika dibandingkan dengan pria varikokel yang tidak merokok. Nikotin memiliki implikasi sebagai kofaktor pada patogenesis varikokel. Cadmium, gonadotoksin yang mudah dikenal sebagai penyebab apoptosis, ditemukan secara signifikan pada konsentrasi testikular yang lebih tinggi dan penurunan spermatogenesis pada pria dengan varikokel
daripada
pria
dengan
varikokel
dengan
normal
spermatogenesis atau obstruktif azoospermia.
5. Diagnosis a. Manifestasi Klinik
Pasien datang ke dokter biasanya mengeluh belum mempunyai anak setelah beberapa tahun menikah, atau kadang-kadang mengeluh adanya benjolan di atas testis yang terasa nyeri. Varikokel jarang menimbulkan rasa tidak nyaman. Keluhan yang biasa dimunculkan antara lain adanya rasa sakit yang tumpul atau rasa berat pada sisi dimana varikokel terdapat, hal tersebut biasanya
muncul pada saat setelah berolahraga berat atau setelah berdiri cukup lama dan jika pasien berada dalam posisi tidur, rasa berat dan tumpul tersebut menghilang. Karena varikokel pada remaja biasanya asimptomatik, banyak yang ditemukan melalui pemeriksaan fisik rutin sebelum masuk sekolah, ujian SIM, atau pemeriksaan medis preseason kompetisi olahraga. Sementara itu disisi yang lain karena penyebaran informasi mengenai kanker testis, banyak remaja yang datang ke dokter untuk melakukan pemeriksaan medis karena teraba massa yang tidak nyeri pada skrotumnya. Banyak massa pada skrotum yang tidak diketahui asalnya
didiagnosis
sebagai
varikokel.
Hernia
inguinalis,
communicating hidrokel, hernia omental, hidrokel of the cord, spermatokel , dan hidrokel skrotum adalah diagnosis banding untuk massa pada skrotum yang tidak nyeri pada remaja. Varikokel ekstratestikular secara klinis berupa teraba benjolan asimptomatik, dengan nyeri skrotal atau hanya menyebabkan infertilitas dengan perjalanan subklinis. Secara klinis varikokel intratestikular kebanyakan hadir dengan gejala seperti varikokel ekstratestikuler, meskipun sering varikokel intratestikuler tidak berhubungan dengan varikokel ekstratestikuler ipsilateral. Manifestasi klinis paling umum pada varikokel intratestikular adalah nyeri testikular (30%) dan pembengkakan (26%). Nyeri testis diperkirakan berhubungan dengan peregangan tunika albuginea. Manifestasi klinis
lain yang telah dilaporkan mencakup infertilitas (22%) dan epididimorchitis (20 %) (Werner, 2014).
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan dilakukan di ruangan yang hangat dengan pasien dalam posisi berdiri tegak, untuk melihat dilatasi vena. Skrotum haruslah pertama kali dilihat, adanya distensi kebiruan dari dilatasi vena. Jika varikokel tidak terlihat secara visual, struktur vena harus dipalpasi, dengan manuver valsava (mengedan) ataupun tanpa manuver. Varikokel yang dapat diraba dapat dideskripsikan sebagai bag of worms, walaupun pada beberapa kasus didapatkan adanya asimetri atau penebalan dinding vena.
Gambar 5: Pemeriksaan Fisik pada Scrotum
Pemeriksaan dilanjutkan dengan pasien dalam posisi supinasi, untuk membandingkan dengan lipoma cord (penebalan, fatty cord ditemukan dalam posisi berdiri, tapi tidak menghilang dalam posisi
supinasi) dari varikokel. Palpasi dan pengukuran testis dengan menggunakan orchidometer (untuk konsistensi dan ukuran) dapat juga memberi gambaran kepada pemeriksa ke patologi intragonad. Apabila disproporsi panjang testis atau volum ditemukan, indeks kecurigaan terhadap varikokel akan meningkat. Kadangkala sulit untuk menemukan adanya bentukan varikokel secara klinis meskipun terdapat tanda-tanda lain yang menunjukkan adanya varikokel. Untuk itu pemeriksaan auskultasi dengan memakai stetoskop Doppler sangat membantu, karena alat ini dapat mendeteksi adanya peningkatan aliran darah pada pleksus pampiniformis. Varikokel yang sulit diraba secara klinis seperti ini disebut varikokel subklinik. Diperhatikan pula konsistensi testis maupun ukurannya, dengan membandingkan testis kiri dengan testis kanan. Untuk lebih objektif dalam menentukan besar atau volume testis dilakukan pengukuran dengan alat orkidometer . Pada beberapa keadaan mungkin kedua testis teraba kecil dan lunak, karena telah terjadi kerusakan pada sel-sel germinal. Untuk menilai seberapa jauh varikokel telah menyebabkan kerusakan pada tubuli seminiferi dilakukan pemeriksaan analisis semen. Menurut McLeod, hasil analisis semen pada varikokel menujukkan
pola
stress
yaitu
menurunnya
motilitas
sperma,
meningkatnya jumlah sperma muda (immature) dan terdapat kelainan bentuk sperma (tapered ).
Gambar 6: Inspeksi Varikokel
Secara klinis varikokel dibedakan dalam 3 tingkatan/derajat: a. Derajat kecil: adalah varikokel yang dapat dipalpasi setelah pasien melakukan manuver valsava. b. Derajat sedang: adalah varikokel yang dapat dipalpasi tanpa melakukan manuver valsava. c. Derajat besar: adalah varikokel yang sudah dapat dilihat bentuknya tanpa melakukan manuver valsava.
Gambar 7: Orkidometer
Gambar 8: Varikokel grade III
c. Pemriksaan Penunjang
1)
Angiografi/Venografi Venografi
merupakan
modalitas
yang
paling
sering
digunakan untuk mendeteksi varikokel yang kecil atau subklinis,
karena dari penemuannya mendemonstrasikan refluks darah vena abnormal di daerah retrograd menuju ke ISV dan pleksus pampiniformis. Karena pemeriksaan venografi ini merupakan pemeriksaan invasif, teknik ini biasanya hanya digunakan apabila pasien sedang dalam terapi oklusif untuk menentukan anatomi dari vena. Biasanya, teknik ini digunakan pada pasien yang simptomatik.
Gambar 7: Left Testicular Venogram
2)
Ultrasonografi Dengan menggunakan diameter sebagai kriteria dilatasi vena, Hamm dkk menemukan bahwa USG memiliki sensitivitas sekitar 92,2%, spesifitas 100% dan akurasi 92,7%. USG Doppler dengan pencitraan berwarna dapat membantu mendiferensiasi channel vena dari kista epidermoid atau spermatokel jika terdapat keduanya. USG Doppler dapat digunakan untuk menilai grade refluks vena: statis (grade I), intermiten (grade II),dan kontinu
(grade III). Varikokel intratestikular dapat digambarkan sebagai area hipoekoik yang kurang jelas pada testis. Gambarannya berbentuk oval dan biasanya terletak di sekitar mediastinum testis.
Gambar 8: USG Doppler pada Varikokel
3) Analisis Semen Untuk menilai seberapa jauh varikokel telah menyebabkan kerusakan pada tubuli seminiferi dilakukan pemeriksaan analisis semen. Menurut McLeod, hasil analisis semen pada varikokel menunjukkan pole stress yaitu menurunnya motilitas sperma, meningkatnya jumlah sperma muda (immature), dan terdapat kelainan bentuk sperma (tapered).
6. Diagnosis Banding
Beberapa
kelainan
yang
pada
pemeriksaan
ultrasonografi
memberikan gambaran mirip dengan gambaran varikokel dan menjadi diagnosis banding yaitu spermatokel dan ektasia tubular.
Spermatokel merupakan suatu lesi kistik jinak yang berisi sperma. Spermatokel umunya ditemukan pada kaput epididimis. Spermatokel banyak ditemukan secara kebetulan pada saat skrining ultrasonografi pada pasien usia pertengahan sampai usia tua. Ukuran spermatokel dapat bervariasi dari beberapa millimeter sampai beberapa sentimeter. Sebagian besar spermatokel tidak menyebabkan gejala, dan pasien bisa datang dengan teraba massa lunak pada bagian dalam skrotum. Pada beberapa kasus, dapat juga terdapat rasa tak nyaman karena efek massa. Etiologi spermatokel masih belum jelas. Sebagian besar penulis mengarahkan bahwa suatu obstruksi duktus eferen merupakan asal mula dari kelainan ini. Ektasia tubular juga dikenal sebagai transformasi kistik rete testis merupakan dilatasi rete testis sebagai suatu akibat obliterasi parsial atau komplit duktus eferen. Ektasia tubular sering bilateral dan asimetris, sering berhubungan dengan spermatokel. Rerata usia pada diagnosis ialah 60 tahun dan secara umum pasien berusia lebih dari 45 tahun.
7. Penatalaksanaan
Masih terjadi silang pendapat di antara para ahli tentang perlu tidaknya
melakukan
operasi
pada
varikokel.
Di
antara
mereka
berpendapat bahwa varikokel yang telah menimbulkan gangguan fertilitas atau gangguan spermatogenesis merupakan indikasi untuk mendapatkan suatu terapi. Tindakan yang dikerjakan adalah: (1) ligasi tinggi vena spermatika interna secara palomo melalui operasi terbuka atau bedah
laparoskopi, (2) varikokelektomi cara Ivanisevich, (3) atau secara perkutan dengan memasukkan bahan sklerosing
ke dalam vena
spermatika interna (Purnomo, 2012).
Gambar 9: Algoritme Penatalaksanaan Varikokel
8. Komplikasi
Beberapa komplikasi dari varikokel diantaranya kenaikan temperatur testis, jumlah sperma rendah dan infertilitas pria. Hambatan aliran darah, suatu
varikokel
dapat
membuat
temperatur
lokal
terlalu
tinggi,
mempengaruhi pembentukan dan motilitas sperma. Terdapat bukti yang baik dimana lamanya varikokel menyebabkan efek merugikan yang progresif pada testis.
Chehval dan Porcell (1992) melakukan analisis semen pada 13 pria dengan varikokel dan kemudian mengevaluasi kembali semen pria tersebut 9 sampai 96 bulan kemudian. Hasilnya menunjukkan suatu kemerosotan pada follow up analisis semen mereka.Potensi komplikasi dari tatalaksana varikokel jarang terjadi dan komplikasi biasanya ringan. Semua pendekatan pembedahan varikokel berkaitan dengan suatu resiko kecil seperti infeksi luka, hidrokel, varikokel berulang dan jarang terjadi yaitu atrofi testis. Potensi komplikasi dari insisi inguinal karena tatalaksana
varikokel
berkepanjangan.
mencakup
mati
rasa
skrotal
dan
nyeri
BAB III KESIMPULAN
Varikokel adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis akibat gangguan aliran darah balik vena spermatika interna. Kelainan ini terdapat pada 15% pria. Varikokel ternyata merupakan salah satu penyebab infertilitas pada pria; dan didapatkan 21-41% pria yang mandul menderita varikokel. Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab varikokel, tetapi dari pengamatan membuktikan bahwa varikokel sebelah kiri lebih sering dijumpai daripada sebelah kanan (varikokel sebelah kiri 70 – 93 %). Hal ini disebabkan karena vena spermatika interna kiri bermuara pada vena renalis kiri dengan arah tegak lurus, sedangkan yang kanan bermuara pada vena kava dengan arah miring. Di samping itu vena spermatika interna kiri lebih panjang daripada yang kanan dan katupnya lebih sedikit dan inkompeten. Jika terdapat varikokel di sebelah kanan atau varikokel bilateral patut dicurigai adanya: kelainan pada rongga retroperitoneal (terdapat obstruksi vena karena tumor), muara vena spermatika kanan pada vena renails kanan, atau adanya situs inversus. Indikasi dari dilakukannya operasi varikokel adalah varikokel yang simptomatis dan dengan komplikasi. Beberapa tindakan operasi diantaranya adalah ligasi tinggi vena spermatika interna secara Palomo melalui operasi terbuka atau bedah laparoskopi, varikokelektomi cara Ivanissevich, atau secara
perkutan dengan memasukkan bahan sklerosing ke dalam vena spermatika interna (embolisasi). Pada kerusakan testis yang belum parah, evaluasi pasca bedah vasoligasi tinggi dari Palomo didapatkan 80% terjadi perbaikan volume testis, 60-80% terjadi perbaikan analisis semen, dan 50% pasangan menjadi hamil.
DAFTAR PUSTAKA
Cooper, S Christopher et all. 2006. Varicocele. In : Poherty, M Gerard. Current Diagnosis and Treatment Surgery 13rd edition. Mc-Graw Hill Companies. New York. USA. Hal 961-963. Dorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland . Edisi 29. EGC, Jakarta Graham, Sam D, Keane Thomas E. 2009. Varicocele. In : Glenn’s Urologic Surgery. Lippincott Williams and Wilkins. Hal 397-401. Khan,
N
Ali.
2011.
Varicocele
Imaging .
In
www.emedicine.medscape.com/article/382288. Updated : May 25, 2011. Mayor, George S et all. 2000. Varicocele in Urologic Surgery. Diagnosis, Technique and Postoperative Treatment. Georg Theme Publisher. Stuttgart. Germany. Hal 443-446. Purnomo, Basuki B. 2012. Varikokel . In : Dasar – dasar Urologi. Edisi 3. EGC, Jakarta. Hal: 315-7 Schneck FX, Bellinger MF. 2007. Varicocele:Abnormalities of the testes and scrotum and their surgical management . In: Wein AJ, ed. CampbellWalsh Urology. 9th edition. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier. Chap. 67 hal. 3793-3798. Sjamsuhidajat, dkk. 2005. Varikokel. In : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. EGC, Jakarta. Hal: 775
Smith, J Steven, Robert I. White. 2005. Nonsurgical Treatment of Varicocele. Northwestern University Medical School. USA. Tanagho EA, McAninch JW. 2008. Varicocele. In : Smith General Urology. McGraw Hill-Companies. Ed 17. Chap 44 hal 14, 690-691, 704.